BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu maupun oleh kelompok masyarakat, sehingga melalui ritus kehidupan, kebudayaan dapat dialami secara terus—menerus dari generasi ke generasi. Salah satu hasil dari kebudayaan adalah lahirnya karya sastra dalam berbagai jenis, seperti puisi, novel, cerita bersambung, cerita pendek, dongeng, dan masih banyak lagi. Menurut Teeuw (1984: 22-23), sampai sekarang belum hilang sama sekali pendekatan yang menyamakan sastra dengan bahan tulisan. Dalam Bahasa Jerman yang selalu aktif mencari kata Jerman asli, yaitu Schrifftum yang meliputi segala sesuatu yang tertulis, sedangkan Dichtung biasanya terbatas pada tulisan yang tidak langsung berkaitan dengan kenyataan, yang bersifat rekaan, dan secara implisit ataupun eksplisit dianggap mempunyai nilai estetik. Dalam Bahasa Belanda dipakai letterkunde terjemahan harafiah dari litteratura yang berarti sastra. Dalam sastra terungkap hakikat pandangan manusia terhadap eksistensinya,dan dalam teori sastra terungkap hakikat ideologi mengenai kemanusiaan yang dianut dalam masyarakat yang bersangkutan (Teeuw, 1984: 10). Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu (Luxemburg, 1984:23). Pada umumnya karya sastra dipengaruhi oleh daerah masing-masing,
1
2
sesuai dengan tempat karya sastra tersebut dilahirkan atau dikenal, sehingga dapat dikatakan sebagai sastra daerah. Salah satu jenis sastra daerah adalah sastra Jawa Kuna. Sastra Jawa Kuna sudah dikenal cukup lama, sudah ada sejak prasasti Sukabumi yaitu tanggal 25 Maret tahun 804, sejak saat itu banyak ditemukan dokumen resmi yang menggunakan bahasa Jawa Kuna (Zoetmulder, 1985:3-4). Bahasa Jawa Kuna merupakan bahasa pengantar dari kebudayaan pramodern Indonesia
yang
terpenting,
setidak-tidaknya
menurut
bekas-bekas
yang
terselamatkan sampai sekarang, bahasa ini pernah dipakai oleh manusia yang menciptakan bangunan seni seperti Borobudur, Prambanan, Panataran dan masih banyak lagi lainnya (Teeuw, 1991:78). Masih banyak berbagai karya sastra Jawa Kuna yang sangat menarik untuk diteliti, salah satunya adalah Tantri Kāmandaka. Di dalam Tantri Kāmandaka, banyak mengangkat cerita mengenai hewan-hewan atau satwa, hal tersebut dapat dilihat dari judul-judul cerita yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka, sehingga hal ini menjadikan daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk memahami cerita yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka. Cerita yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka merupakan cerita yang kerap kali dipahatkan pada relief-relief candi di Jawa. Menurut Klokke (1993) relief Tantri Kāmandaka antara lain terpahat di Candi Mendut, Candi Sojiwan, Candi Panataran, Candi Jago, Candi Surowono, Candi Jawi, Candi Menak Jinggo, dan Candi Rimbi. Pada kesempatan ini peneliti ingin membandingkan salah satu judul
3
cerita yang terdapat pada Tantri Kāmandaka dengan beberapa panel relief yang terdapat pada candi. Dari sekian banyak candi, peneliti akan memfokuskan diri pada obyek penelitian relief Tantri Kāmandaka yang terdapat pada kompleks Candi Panataran, hal tersebut dikarenakan relief Tantri Kāmandaka yang terdapat di kompleks Candi Panataran masih dalam kondisi yang utuh sehingga relief dapat terlihat dan terbaca dengan jelas. Pada beberapa bagian bangunan candi yang terdapat di Candi Panataran terutama pada bagian kolam petirtaan memuat panelpanel relief dengan tema yang sama yaitu relief Tantri Kāmandaka, selain itu akses menuju Candi Panataran untuk dilakukannya penelitian ini mudah dijangkau, Candi Panataran terletak di Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Tantri Kāmandaka yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Tantri Kāmandaka dalam versi buku cetak yang telah diterjemahkan oleh Dr. C. Hooykas (1931). Lebih khusus lagi peneliti akan memfokuskan diri pada judul cerita Angsa dan Kura-kura yang merupakan salah satu dari sekian banyak judul cerita yang termuat di dalam Tantri Kāmandaka. Selain itu, yang menjadi pertimbangan peneliti mengambil obyek penelitian dari terjemahan Hooykas karena: 1. Tantri Kāmandaka versi Hooykas mudah didapatkan, terdapat di Yogyakarta tepatnya terdapat di Perpustakaan Artati, Universitas Sanata Dharma dengan kode pustaka 899.222 HOO t. 2. Tantri Kāmandaka versi Hooykas (1931) disajikan dalam bentuk prosa Jawa Pertengahan, dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda. Tantri
4
Kāmandaka versi Hooykas yang telah dicetak ke dalam buku memiliki kondisi yang baik, huruf maupun kalimatnya dapat terbaca dengan jelas, kertas yang digunakan juga masih dalam keadaan baik, jarang ditemukan kertas yang berlubang ataupun robek. Diharapkan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan hasil
penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka dan cerita relief Tantri Kāmandaka dengan tokoh Angsa dan Kura-kura yang terdapat di kolam petirtaan Candi Panataran? b. Apa saja persamaan dan perbedaan antara cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka dengan relief Tantri Kāmandaka yang terdapat di kolam petirtaan, Candi Panataran?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian Melakukan perbandingan isi cerita antara Angsa dan Kura-kura yang terdapat dalam Tantri Kāmandaka, dengan relief Tantri Kāmandaka bagian panel Angsa dan Kura-kura. Melalui batasan tersebut peneliti mengetahui batasan obyek yang akan dikaji, sehingga membuat penelitian ini lebih terfokus.
5
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat dalam Tantri Kāmandaka dengan panel relief Tantri Kāmandaka yang memuat visualisasi Angsa dan Kura-kura, panel tersebut terdapat di kompleks Candi Panataran, Blitar, Jawa Timur. Diharapkan melalui penelitian ini dapat menghasilkan perbandingan di antara karya sastra dan karya seni relief tersebut. Sedyawati dalam buku Pertumbuhan Seni Pertunjukan (1982:149) mengatakan bahwa, perbandingan bentuk-bentuk seni, besar artinya dalam memberikan wawasan mengenai arti dari gejala-gejala tertentu dalam kesenian serta proses-proses yang terjadi. Hal ini dapat diterima tanpa mengaitkannya dengan zaman atau titik waktu tertentu apabila tidak ada alat pengawas yang bisa meneguhkan tempatnya. Dengan adanya penelitian ini telah diketahui bahwa bentuk perbandingan antara teks dan relief menghasilkan sumber-sumber cerita dari masa lampau yang dapat dipertanggungjawabkan.
1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, perbandingan antara teks dengan relief dapat memberikan pandangan baru dalam memahami isi bacaan suatu teks khususnya teks cerita Tantri Kāmandaka. Sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan reverensi khususnya di dunia pendidikan.
6
1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu terkait dengan teks dan relief oleh Niken Wirasanti yang dilakukan pada tahun 1991-1992, berjudul Mengamati Alam Pikir dan Praktek Keagamaan Masyarakat Jawa Kuna Melalui Relief Sri Tanjung dan Sudalama, telah memberikan gambaran kepada peneliti dalam mengamati fragmen relief yang terdapat pada candi, terutama candi-candi di daerah Jawa Timur. Penelitian tersebut akan tetapi, lebih cenderung mengakar pada penelitian arkeologi dan sejarah pola pikir masyarakat Jawa pada masa lampau. Selain itu penelitian Sukawati Susetyo pada tahun 1993 yang berjudul Cerita Sri Tanjung: Studi Perbandingan Antara Relief Dengan Naskah Cerita, memberikan gambaran mengenai perbandingan antara relief dan teks, akan tetapi penelitian tersebut lebih menitik beratkan pada analisis secara arkeologis, perbandingan antar adegan relief yang terdapat di candi-candi yang memuat kisah Sri Tanjung dan kemudian membandingkan dengan naskah terjemahan Sri Tanjung milik Prijono. Pada kesimpulannya penelitian ini tertuju pada temuan arkeologis yang menjadi obyek penelitiannya yaitu candi dan relief. Selain penelitian diatas terdapat pula penelitian lain yang menjadi referensi bagi peneliti. Penelitian mengenai Pemaparan Tokoh Dalam Cerita Ramayana Di Relief Candi Panataran Blitar, Jawa Timur Dengan Penggambaran Tokoh Dalam Cerita Ramayana Pada Wayang, Tarian, Patung, dan Lukisan Di Bali yang dilakukan oleh Tunggono pada tahun 2010, penelitian tersebut memberikan gambaran mengenai analisis perbandingan pada relief dengan obyek lainnya yang dalam hal ini adalah bentuk-bentuk seni.
7
Penelitian mengenai perbandingan teks kidung dengan relief, khususnya antara Tantri Kāmandaka dan relief Tantri Kāmandaka yang terpahat pada kompleks Candi Panataran merupakan kebaharuan pada perbandingan karya sastra, terutama karya sastra tulis dan karya seni pahat. Belum banyak ditemukan penelitian yang membandingkan teks dengan relief Tantri Kāmandaka. Meskipun demikian, peneliti tidak memungkiri bahwa beberapa penelitian terdahulu terkait teks dan relief menjadi referensi yang mendukung penelitian ini.
1.7 Landasan Teori Sebuah teks digarap oleh penulis yang kemudian, menyesuaikan norma-norma baru dengan perubahan yang membuktikan pergeseran horizon harapan pembaca, menyesuaikan dengan jenis-jenis sastra baru, pencocokan bahasa baru, tahap bahasa yang baru, dan lain-lain (Teeuw, 1984:215). Perbandingan bentuk-bentuk seni, besar artinya dalam memberikan wawasan mengenai arti dari gejala-gejala tertentu dalam kesenian serta proses-proses yang terjadi. Hal ini dapat diterima tanpa mengaitkannya dengan zaman atau titik waktu tertentu apabila tidak ada alat pengawas yang bisa meneguhkan tempatnya (Sedyawati, 1982:149). Menurut Hetema (2010:176), yang dimaksud dengan resepsi sastra adalah bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan. Menurut Junus (via Kristeva 1985:87), intertekstual dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Kehadiran secara fisik suatu teks dalam teks lain.
8
b. Pengertian teks bukan hanya terbatas kepada cerita, tapi juga mungkin berupa teks bahasa. Dalam penelitian ini membandingkan teks Tantri Kāmandaka dengan relief Tantri Kāmandaka adalah suatu tahapan baru, seperti yang telah disampaikan oleh Junus (via Kristeva 1985:87) bahwa teori intertekstual dapat digunakan dalam penelitian ini, mengingat bahwa teks Tantri Kāmandaka yang diteliti secara fisik terdapat dalam relief Tantri Kāmandaka. Dalam hal ini, relief dimaksudkan sebagai bentuk teks lain dari Tantri Kāmandaka. Dalam membaca suatu teks, kita tidak hanya membaca teks itu saja, tapi kita membacanya “berdampingan” dengan teks(-teks) lainnya, sehingga interprestasi kita terhadapnya tak dapat dilepaskan dari teks-teks lain itu (Junus, 1985:88).
1.8 Metodologi Penelitian a. Pengumpulan data : Data dalam proses penelitian Tantri Kāmandaka berupa data lapangan dan data pustaka. Data lapangan adalah data yang diperoleh selama observasi yang dilakukan di Candi Panataran, yaitu foto-foto relief yang menggambarkan tokoh Angsa dan Kura-kura, selain itu peneliti juga melakukan pengamatan pada relief tersebut, memastikan keutuhan relief yang akan diteliti, apakah ada pahatan yang berlubang atau tidak jelas. Setelah memastikan relief Angsa dan Kura-kura dalam keadaan baik, dan utuh peneliti kembali memfokuskan diri dalam pengumpulan data pustaka seperti mencatat keterangan mengenai Candi Panataran yang
9
terdapat di papan pengumuman yang terdapat di Candi Panataran, dan mencari referensi pustaka yang mendukung eksistensi teks Tantri Kāmandaka dan reliefnya. Hanya saja dalam penelitian ini, peneliti mengalami sedikit kesulitan, salah satunya terkait jarak objek kajian lapangan. Relief yang terdapat di Candi Panataran, memiliki jarak tempuh yang cukup jauh dari kota Yogyakarta, akan tetapi hal ini dapat diantisipasi dengan cara melakukan penelitian lapangan dengan jadwal yang tepat dan terencana, sehingga tidak membuang-buang waktu dan tenaga, dan dapat memperoleh hasil observasi lapangan yang cukup untuk penelitian ini. b. Analisis Data : Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, peneliti pertama-tama menerjemahkan cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat pada teks Tantri Kāmandaka dari Bahasa Jawa Kuna ke Bahasa Indonesia, lalu dilanjutkan dengan melakukan analisis sastra fiksi pada cerita Angsa dan Kura-kura. Analisis tersebut
dibutuhkan untuk membantu peneliti dalam
memahami isi dari cerita Angsa dan Kura-kura. Setelah analisis sastra fiksi peneliti membandingkan antara cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat dalam teks dengan yang di relief, setelah proses membandingkan tersebut ditemukan beberapa persamaan dan berbedaan dari kedua objek tersebut.
10
1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini disajikan dalam beberapa bab. Pada bab I berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan yang diperlukan dalam penelitian ini, lalu pada bab II menyajikan ikhtisar Tantri Kāmandaka, dalam hal ini adalah sinopsis Tantri Kāmandaka, dan melampirkan macam-macam judul cerita yang terdapat di dalam Tantri Kāmandaka, selain itu juga menyajikan gambaran umum letak dan relief yang terletak di dalam kompleks Candi Panataran. Bab III berisi terjemahan teks Tantri Kāmandaka pada cerita Angsa dan Kura-kura. Bab IV berisi analisis sastra fiksi dan analisis perbandingan antara teks Tantri Kāmandaka yang sesuai dengan relief Tantri Kāmandaka di kompleks Candi Panataran, Blitar, Jawa Timur. Pada bab V berisikan kesimpulan dari hasil perbandingan antara cerita Angsa dan Kura-kura yang terdapat di dalam teks Tantri Kāmandaka dengan relief yang memuat visualisasi cerita Angsa dan Kura-kura, dan pada bagian terakhir dari bab V memuat saran bagi penelitian selanjutnya.