BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Sepak bola adalah olahraga yang paling digemari di dunia. Semua
kalangan bermain olahraga ini mulai dari yang tua, muda, bahkan anak-anak pun mempunyai hobby bermain sepak bola. Sepak bola memiliki induk organisasi yang mengatur persepakbolaan di seluruh dunia, yakni FIFA (Federation International of Football Association). FIFA adalah organisasi sepak bola yang memiliki otoritas tertinggi dalam persepakbolaan. Organisasi ini menjadi induk dari semua organisasi sepak bola yang ada di seluruh dunia (http://www.fifa.com, diakses pada tanggal 23 Maret 2013). Di Indonesia, organisasi yang mengatur tentang persepakbolaan adalah PSSI atau Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. PSSI dibentuk pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta. Di bawah PSSI sepak bola berkembang,
walaupun
perkembangan
dunia
nasional terus
persepakbolaan
Indonesia
mengalami pasang surut dalam hal kualitas pemain, kompetisi, organisasi dan masalah-masalah lainnya. Munculnya aturan baru yang tidak memperbolehkan klub sepak bola untuk mendapatkan dana dari APBD daerah juga menjadi salah satu masalah dalam perkembangan sepak bola Indonesia. Hal ini membuat pihak menejemen klub kesulitan untuk memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi kepada pemain (http://www.bola.net/indonesia, diakses pada tanggal 30 Maret
1
Universitas Kristen Maranatha
2
2013). Akibatnya, gaji pemain sepak bola profesional tertunggak dan tidak dibayarkan. Hal ini membuat pemain-pemain sepak bola profesional di Indonesia melakukan demo menuntut hak mereka dan mengajukan tuntutan hukum ke pihak-pihak Klub melalui APPI (Asosiasi Pemain Sepak Bola Profesional Indonesia). Walaupun mengalami masalah dalam hal penghasilan di level profesional, ternyata tidak menyurutkan antusiasme pemain muda untuk dapat menjadi pemain sepak bola profesional di Indonesia. Ini terlihat dari semakin menjamurnya sekolah sepak bola dan banyaknya peminat sekolah sepak bola. Beberapa sekolah sepak bola di Indonesia diantaranya adalah SSB Indonesia Muda (Jakarta Utara), SSB Tunas Muda (Tangerang), SSB Kota Bandung (Bandung), Diklat Ragunan (Jakarta), SSB Suryanaga (Jember, Jawa Timur), dan diklat sepak bola “X” kota Bandung (http://ssbindonesia.com/category, diakses pada tanggal 14 April 2013). Untuk menjadi seorang pemain sepak bola profesional, biasanya pemain akan mulai dari level akademi atau diklat, menjadi pemain amatir, dan kemudian menjadi pemain sepak bola profesional untuk klub. Di level akademi dan amatir, pemain dapat mengikuti berbagai turnamen atau semi-kompetisi yang dapat mengasah kemampuan pemain amatir sebelum menginjak tahap profesional. Diklat sepak bola “X” ini adalah diklat yang ada di bawah salah satu klub sepak bola profesional di Indonesia. Diklat Sepak Bola “X” bertujuan sebagai pembinaan jangka panjang bagi pemain-pemain muda agar dapat menjadi pemain sepak bola profesional. Pemain-pemain muda yang berada di Diklat merupakan pemain-pemain yang dipilih melalui seleksi oleh Klub “X” dari berbagai
Universitas Kristen Maranatha
3
kompetisi. Para pemain yang telah terpilih akan tinggal di mess Klub “X” dan berlatih setiap hari Senin sampai dengan Jumat. Di samping berlatih di Diklat, pemain juga tetap menempuh pendidikan formal di sekolah. Metode latihan di Diklat sepak bola “X” menggunakan science sport, yang baru diterapkan di Bandung oleh Diklat sepak bola “X”. Diklat sepak bola “X” juga melakukan beberapa uji coba dengan tim lainnya baik dari kota Bandung maupun dari luar kota Bandung. Apabila pemain-pemain di diklat sepak bola “X” mengalami perkembangan yang signifikan menurut pelatih, maka pemain-pemain diklat sepak bola “X” akan dapat dipromosikan bermain untuk tim senior Klub “X”. Dari metode latihan dan pengembangan yang memungkinkan pemain Diklat sepak bola “X” untuk memiliki peluang lebih besar mewujudkan pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional maka hal ini dapat mempengaruhi pemain Diklat sepak bola “X” untuk memiliki Orientasi Masa Depan yang jelas yakni menjadi pemain sepak bola profesional. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti terhadap 4 orang pemain diklat sepak bola “X” yang berusia 14-20 tahun, seluruh pemain memiliki cita-cita untuk menjadi pemain sepak bola profesional dan bermain di kompetisi ISL (Indonesia Super League). Beberapa hal yang mendorong mereka menjadi pemain sepak bola profesional antara lain akan mendapat banyak uang, terkenal, membanggakan orangtua, membanggakan keluarga dan dapat travelling ke kotakota lain. Dalam merealisasikan cita-cita tersebut, 2 orang diantaranya telah memiliki rencana untuk mengatur pola makan dan pola istirahatnya, sementara 2 orang lainnya belum memiliki rencana. Seluruh pemain merasa yakin dapat
Universitas Kristen Maranatha
4
menjadi pemain sepak bola profesional karena sistem dan pola latihan yang diterapkan dalam diklat sepak bola “X” mempersiapkan mereka untuk menjadi pemain sepak bola profesional. Mereka juga yakin dengan kemampuan mereka untuk dapat menjadi pemain sepak bola profesional karena telah masuk ke dalam Diklat “X” dimana para pemain diklat merupakan pemain-pemain yang terpilih melalui hasil seleksi. Sebelum masuk ke diklat “X”, 75% orang tua pemain tidak mendukung pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain sepak bola profesional, namun setelah mereka bermain di Diklat ”X” orang tua mendukung mereka untuk dapat menjadi pemain sepak bola profesional. Dukungan yang diberikan oleh orang tua antara lain dengan memberikan support dan semangat sebelum pertandingan, menonton pertandingan, memberikan apresiasi dan datang mengunjungi mess pemain Diklat sepak bola “X”. Hal ini menunjukkan terdapat hal-hal yang mempengaruhi pemain diklat sepak bola “X” dalam mencapai tujuannya menjadi pemain sepak bola profesional, yang salah satunya adalah dukungan dari keluarga. Melalui survei awal tersebut, diketahui bahwa seluruh pemain Diklat “X” berusia antara 14 sampai dengan 20 tahun. Pemain diklat sepak bola “X” yang berusia 14-20 tahun adalah pemain yang memasuki tahap perkembangan remaja akhir. Menurut Piaget, Remaja akhir merupakan masa berkembangnya kualitas berpikir secara formal operational yang merupakan tingkatan akhir dalam perkembangan kognitif individu. Pada tahap ini, remaja akhir memiliki kemampuan berpikir secara abstrak atas suatu kejadian, merumuskan hipotesis,
Universitas Kristen Maranatha
5
dan bernalar secara logis atas kejadian yang terjadi (Santrock, 2003). Kemampuan berpikir abstrak ini membuat remaja akhir mampu menyusun gambaran tentang masa depannya secara lebih terstruktur dan mampu membayangkan dirinya dalam berbagai alternatif pendidikan maupun pekerjaan. Gambaran tentang masa depan ini sejalan dengan definisi tentang orientasi masa depan menurut Nurmi (1989) yaitu gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan yang memungkinkan individu untuk menentukan tujuan, menyusun rencana untuk mencapai tujuan dan mengevaluasi sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dapat dilaksanakan. Menurut
Nurmi,
orientasi
masa
depan
bidang
pekerjaan
dapat
digambarkan dalam 3 tahapan yang saling berinteraksi, yakni motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Dalam rancangannya, motivasi mengarah pada minat pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain sepak bola profesional di masa depan. Perencanaan, yang mengarah pada bagaimana pemain diklat sepak bola “X” merencanakan realisasi dari ketertarikan mereka untuk menjadi pemain sepak bola profesional dalam konteks masa depan (Nuttin 1974; dalam Nurmi) . Terakhir, evaluasi menyangkut secara luas tentang ekspektasi dari ketertarikan untuk menjadi pemain sepak bola profesional yang akan direalisasikan. Dengan memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional, maka individu akan mampu untuk menentukan tujuan menjadi pemain sepak bola profesional, menyusun rencana strategi untuk menjadi pemain sepak bola profesional, mengevaluasi rencana yang telah dibuat tersebut dan dapat mempersiapkan diri untuk
mengantisipasi kejadian yang
Universitas Kristen Maranatha
6
mungkin terjadi di masa depan dalam mencapai tujuan menjadi pemain sepak bola profesional. Pemain diklat sepak bola “X” di Bandung dikatakan memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang jelas apabila memiliki ketiga dimensi diatas yakni motivasi, perencanaan dan evaluasi dan mampu menjalankan tahap-tahap proses tersebut dengan baik. Apabila pemain diklat sepak bola “X” tidak memiliki salah satu tahapan diatas, baik itu motivasi, perencanaan, atau evaluasi maka orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional pemain diklat sepak bola “X” Bandung dikatakan tidak jelas. Dari fenomena dan data survei awal diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional pada pemain diklat sepak bola “X” Bandung yang telah berada pada masa remaja akhir yang berusia 14-20 tahun.
1.2.
Identifikasi Masalah Ingin mengetahui Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain
sepak bola profesional pada pemain diklat sepak bola “X” usia 14-20 tahun Kota Bandung.
Universitas Kristen Maranatha
7
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian Memeroleh gambaran mengenai Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional pada pemain diklat sepak bola “X” usia 14-20 tahun kota Bandung. 1.3.2. Tujuan Penelitian Mengetahui kejelasan Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional pada pemain diklat sepak bola “X” usia 14-20 tahun kota Bandung dilihat dari tahap-tahap dalam orientasi masa depan yaitu motivasi, perencanaan dan evaluasi.
1.4.
Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Ilmiah 1. Memberikan informasi pada bidang ilmu Psikologi mengenai Orientasi Masa depan bidang pekerjaan. 2. Memberikan sumbangan informasi mengenai Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan kepada peneliti-peneliti lainnya yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Memberikan informasi tentang Orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional kepada pemain-pemain diklat sepak bola “X” usia 14-20 tahun kota Bandung, sehingga pemain diklat dapat
Universitas Kristen Maranatha
8
menentukan tujuan, strategi, rencana dan mengevaluasi rencana tersebut dengan tepat. 2. Memberikan informasi tentang Orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional kepada Pelatih dan management diklat sepak bola “X” sehingga pelatih dan management Diklat sepak bola “X” dapat menentukan langkah-langkah yang tepat bagi pemain-pemain Diklat sepak bola “X” usia 14-20 tahun agar memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang jelas. 3. Memberikan informasi kepada Pemprov PSSI Jawa Barat tentang Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional pada pemain diklat sepak bola, sehingga Pengprov PSSI Jawa Barat dapat lebih memfasilitasi potensi-potensi pemain muda di Indonesia, khususnya Jawa Barat.
1.5.
Kerangka Pemikiran Pemain diklat sepak bola “X” yang berusia antara 14-20 tahun merupakan
remaja dalam tahapan remaja akhir (Santrock, 2003). Pada masa remaja akhir ini, Pemain diklat sepak bola “X” memiliki kemampuan berpikir secara abstrak atas suatu kejadian, merumuskan hipotesis, dan bernalar secara logis atas kejadian yang terjadi (Santrock, 2003). Dengan kemampuan berpikir yang abstrak, pemain diklat sepak bola “X” dapat berpikir tentang masa depannya secara lebih terstruktur dan mampu membayangkan dirinya sebagai pemain sepak bola profesional. Penting bagi pemain diklat sepak bola “X” untuk memiliki gambaran
Universitas Kristen Maranatha
9
tentang masa depannya sehingga mereka mampu untuk menentukan tujuan, menyusun rencana untuk mencapai tujuan, mengevaluasi tujuan-tujuan tersebut dan dapat mempersiapkan diri untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin terjadi di masa depan. Gambaran tentang masa depan ini oleh Nurmi (1989) disebut sebagai Orientasi Masa Depan yang didefinisikan sebagai gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya dalam konteks masa depan yang memungkinkan individu menentukan tujuan, menyusun rencana untuk mencapai tujuan dan mengevaluasi sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dapat dilaksanakan. Menurut Nurmi (1989), orientasi masa depan dapat digambarkan dalam 3 tahap yang saling berinteraksi, yakni motivasi, perencanaan, dan evaluasi. Pemain diklat sepak bola “X” dikatakan memiliki Orientasi Masa Depan bidang Pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang jelas apabila memiliki motivasi yang kuat, perencanaan terarah, dan evaluasi yang akurat. Pertama, pemain diklat sepak bola “X” mampu mengeksplorasi pengetahuan yang berhubungan dengan motif dan nilai untuk dapat membuat minatnya menjadi lebih spesifik yakni menjadi pemain sepak bola profesional. Apabila pengetahuan tersebut membuat minat pemain diklat sepak bola “X” menjadi pemain sepak bola profesional semakin jelas, maka motivasi pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain profesional juga akan semakin kuat sehingga pemain diklat sepak bola “X” akan semakin terdorong untuk mencapai tujuan mereka yakni menjadi pemain sepak bola profesional. Eksplorasi pengetahuan yang dapat dilakukan pemain antara lain mengenai sistem kontrak pemain sepak bola profesional, gaji yang didapatkan sebagai pemain sepak bola profesional, dan tuntutan pekerjaan
Universitas Kristen Maranatha
10
sebagai pemain sepak bola profesional. Apabila pengetahuan tersebut memperkuat minat pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain sepak bola profesional maka motivasi pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain profesional juga akan kuat sehingga pemain diklat sepak bola “X” terdorong untuk menjadi pemain profesional. Setelah pemain diklat sepak bola “X” memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan sebagai pemain sepak bola profesional, pemain diklat sepak bola “X” akan masuk ke tahap berikutnya yakni perencanaan. Untuk dapat merealisasikan tujuan menjadi pemain sepak bola profesional, Pemain diklat sepak bola “X” perlu memiliki perencanaan yang terarah. Dalam membuat langkah dan strategi, pemain diklat sepak bola “X” harus dapat menemukan jalan yang membawa mereka pada tujuan untuk menjadi pemain sepak bola profesional. Pemain diklat sepak bola “X” juga harus mampu mengetahui hal-hal yang mendukung dan menghambat mereka menjadi pemain sepak bola profesional, baik secara internal dari dalam diri ataupun eksternal dari lingkungan, misalnya cidera, postur tubuh, kesempatan, bakat, ataupun fasilitas berlatih. Setelah mengetahui hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan mereka, di tahap perencanaan ini pemain diklat sepak bola “X” akan menentukan strategistrategi guna mengatasi hambatan yang akan mereka hadapi untuk mencapai tujuan mereka sebagai pemain sepak bola profesional. Perencanaan yang dapat dilakukan oleh pemain diklat sepak bola “X” misalnya adalah disiplin berlatih, mengatur pola makan (nutrition planning), membuat rencana untuk bermain di klub X dan mengikuti seleksi pemain timnas. Apabila pemain diklat sepak bola
Universitas Kristen Maranatha
11
“X” telah menentukan rencana untuk menjadi pemain sepak bola profesional, berikutnya pemain diklat sepak bola “X” akan masuk ke tahap ketiga yaitu tahap evaluasi. Di tahap evaluasi pemain diklat sepak bola “X” melakukan penilaian terhadap rencana yang telah dibentuk dan mengevaluasi sumber daya serta kesempatan-kesempatan yang dimiliki, seperti : relasi, waktu, sarana, skill, bakat, minat dan kesempatan saat ini untuk dapat merealisasikan tujuan sebagai pemain sepak bola profesional. Evaluasi yang akurat adalah pemain diklat sepak bola “X” dapat melakukan evaluasi sesuai dengan motivasi dan perencanaan yang telah dibuat untuk mencapai tujuan menjadi pemain sepak bola profesional. Dalam tahap evaluasi, pemain diklat sepak bola “X” menginternalisasi causal attribution yang berhubungan dengan harapan, kemungkinan-kemungkinan, optimisme serta evaluasi emosi umum untuk menjadi pemain sepak bola profesional. Causal attribution didasarkan pada evaluasi kognitif secara sadar oleh pemain diklat sepak bola “X” terhadap peluang mereka untuk dapat menjadi pemain sepak bola profesional. Kedua, berdasarkan pengetahuan, rencana, kesempatan dan kemungkinan yang telah dipikirkan, pemain diklat sepak bola “X” merasa optimis untuk mewujudkan tujuan mereka sebagai pemain sepak bola profesional. Dengan Orientasi Masa Depan bidang Pekerjaan yang jelas, maka pemain diklat sepak bola “X” juga memiliki suatu persiapan diri untuk mengarahkan dirinya menjadi pemain sepak bola profesional di masa depan sesuai dengan perencanaan yang terarah yang telah dibuat, juga evaluasi yang akurat terhadap sumber daya yang dimiliki oleh pemain diklat sepak bola “X”. Evaluasi yang dapat dilakukan oleh
Universitas Kristen Maranatha
12
pemain diklat sepak bola “X” adalah dengan menilai skill dan kesempatan yang dimiliki, kemudian pemain diklat sepak bola “X” dapat menambah porsi latihannya setiap hari agar dapat mewujudkan tujuan menjadi pemain sepak bola profesional. Pemain diklat sepak bola “X” dikatakan memiliki Orientasi Masa Depan bidang Pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang tidak jelas apabila memiliki motivasi yang lemah, perencanaan tidak terarah, dan evaluasi yang tidak akurat. Pada tahap motivasi, dalam proses mengeksplorasi pengetahuan yang berhubungan dengan motif dan nilai, pengetahuan-pengetahuan baru yang pemain diklat sepak bola “X” dapatkan seperti sistem kontrak pemain sepak bola profesional, gaji yang didapatkan, dan tuntutan pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional membuat minatnya menjadi pemain sepak bola profesional menjadi lemah. Hal ini akan mempengaruhi motivasi pemain diklat sepak bola “X” untuk menjadi pemain profesional sehingga pemain diklat sepak bola “X” tidak terdorong lagi untuk menjadi pemain profesional. Di tahap perencanaan, pemain diklat sepak bola “X” tidak mampu menyusun rencana yang terarah untuk menjadi pemain profesional. Pemain diklat sepak bola “X” tidak mampu mengetahui hal-hal yang mendukung dan menghambat mereka untuk dapat mencapai tujuan sebagai pemain sepak bola profesional, baik secara internal dari dalam diri ataupun eksternal dari lingkungan. Perencanaan yang tidak terarah dari pemain diklat sepak bola “X” misalnya adalah latihan di diklat hanya karena mengikuti teman-teman lain.
Universitas Kristen Maranatha
13
Selain itu, pemain diklat sepak bola “X” dikatakan memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang tidak jelas apabila pemain diklat sepak bola “X” tidak mampu melakukan evaluasi yang akurat mengenai kemungkinan perealisasian tujuan mereka menjadi pemain profesional berdasarkan sumber daya yang dimiliki saat ini. Evaluasi pemain diklat sepak bola “X” dikatakan tidak akurat apabila pemain tidak dapat melakukan penilaian sesuai dengan motivasi dan perencanaan yang dibuat untuk mencapai tujuan menjadi pemain sepak bola profesional. Contoh evaluasi tidak akurat dari pemain diklat sepak bola “X” adalah tidak memikirkan kemungkinan realisasi dari rencana yang dibuat untuk menjadi pemain sepak bola profesional dan pesimis untuk masuk ke klub sepak bola profesional. Dalam perkembangannya, Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang dimiliki pemain diklat sepak bola “X” dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dari pemain diklat sepak bola “X”. Faktor Internal yang dapat memengaruhi Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan pemain diklat sepak bola “X” antara lain adalah self esteem, inteligensi, usia dan perkembangan kognitif. Penelitian yang dilakukan oleh Plante (1977, dalam Nurmi 1989) menunjukkan bahwa remaja dengan Self esteem yang tinggi memiliki pemikiran tentang orientasi masa depan yang lebih internal dibandingkan remaja dengan self esteem yang rendah Pemain diklat sepak bola “X” yang memiliki self esteem yang tinggi maka akan memiliki orientasi masa depan yang lebih baik daripada pemain diklat sepak bola “X” yang memiliki self esteem yang rendah, misalnya
Universitas Kristen Maranatha
14
pemain yang memiliki self esteem tinggi mampu membuat rencana dan tujuan yang akan dilakukannya setelah keluar dari diklat. Faktor internal kedua adalah inteligensi. Kemampuan inteligensi yang tinggi akan membuat remaja merasa lebih percaya diri pada kemampuan mereka menghadapi keadaan di masa depan. Hal ini akan meningkatkan level optimisme mereka mengenai masa depan seperti yang dikatakan teori atributional oleh Weiner (1985, dalam Nurmi 1989). Dengan memiliki kemampuan inteligensi yang tinggi, pemain diklat sepak bola “X” akan lebih merasa optimis mewujudkan tujuannya dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin terjadi. Selain itu, dengan inteligensi yang tinggi, pemain dapat memiliki fleksibilitas berpikir serta mampu berpikir secara sistematis sehingga akan membantu pemain memiliki orientasi masa depan sebagai pemain sepak bola profesional yang jelas. Faktor berikutnya adalah usia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa efisiensi perencanaan meningkat seiring dengan usia (Kreitler & Kreitler 1987, Pea & Hawkins 1987, dalam Nurmi 1989) dan terus berkembang sampai awal usia 20 seperti yang dikatakan Dreher and Oerter (1987, dalam Nurmi 1989). Usia individu berpengaruh terhadap tingkat kematangan kognitif. Pemain diklat sepak bola “X” yang berada pada masa remaja akhir memiliki tahap perkembangan kognitif formal operasional sehingga pemain diklat sepak bola “X” diharapkan telah memiliki kemampuan berpikir abstrak yang membuat pemain diklat sepak bola
“X”
dapat
lebih
mampu
menentukan
orientasi
masa
depannya.
Perkembangan kognitif inilah yang juga akan memengaruhi orientasi masa depan dari pemain diklat sepak bola “X”. Semakin tinggi usianya, maka pemain diklat
Universitas Kristen Maranatha
15
sepak bola “X” akan memiliki orientasi masa depan yang lebih baik, contohnya pemain yang telah berusia 20 tahun akan memikirkan tentang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang akan dilakukannya nanti. Selain faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang memengaruhi Orientasi Masa Depan pada pemain diklat sepak bola “X” diantaranya Budaya, sex-roles, sosial-ekonomi, dan hubungan antara orang tua dan remaja. Faktor budaya merupakan bagian terbesar dari kehidupan pemain diklat sepak bola “X”, hal ini dapat dijelaskan melalui aturan-aturan sosial yang harus mereka taati, peran-peran yang diharapkan kepadanya, pola-pola aktifitas, dan sistem kepercayaan. Perbedaan dari norma-norma budaya, harapan-harapan, aturanaturan dan pola-pola aktivitas akan memengaruhi orientasi masa depan pemain diklat sepak bola “X”. Contoh faktor budaya yang memengaruhi orientasi masa depan pada pemain diklat sepak bola “X” misalnya budaya dimana individu berada memiliki aturan sosial dan peran yang sangat mengikat sehingga pemain diklat sepak bola “X” diharuskan untuk meneruskan atau memiliki pekerjaan yang telah ditetapkan budayanya. Hal ini akan menyebabkan pemain diklat sepak bola “X” memiliki orientasi masa depan sebagai pemain sepak bola profesional yang tidak jelas. Faktor eksternal kedua adalah sex role. Secara tradisional, laki-laki diharapkan memiliki partisipasi yang lebih dalam kehidupan pekerjaan dan perempuan diharapkan untuk lebih terlibat dalam keluarga dan kegiatan rumah. Penelitian mengenai sexual differences pada orientasi masa depan remaja menunjukkan bahwa laki-laki cenderung lebih tertarik pada aspek material
Universitas Kristen Maranatha
16
kehidupan dan pekerjaan masa depan mereka dan perempuan lebih berorientasi pada keluarga masa depan mereka. Sebagai contoh laki-laki secara tradisional merupakan tulang punggung keluarga yang mencari nafkah dan bekerja. Dari faktor sex-role ini, pemain diklat sepak bola “X” yang berjenis kelamin laki-laki cenderung akan memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang lebih baik. Faktor eksternal ketiga adalah faktor sosial-ekonomi. Banyak penelitian pada level perencanaan masa depan menunjukkan bahwa remaja dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung memiliki rencana terhadap masa depan mereka lebih baik dari pada remaja dengan status sosial ekonomi yang relatif rendah (Cameron et al. 1977 -78; Tyszkowa 1980; Trommsdorff et al. 1978, dalam Nurmi 1989), misalnya pemain diklat sepak bola “X” yang memiliki status sosial ekonomi lebih tinggi maka akan memiliki fasilitas dan sarana yang lebih baik untuk mencapai tujuan dan mengarahkan tujuan mereka sebagai pemain sepak bola profesional. Faktor eksternal keempat adalah hubungan antara orang tua dan pemain. Orangtua dapat menjadi model dalam mengatasi tugas perkembangan yang dimiliki pemain, menetapkan standar normatif, memengaruhi perkembangan minat, nilai dan tujuan yang dimiliki oleh pemain. Interaksi dalam keluarga juga menjadi dasar untuk mempelajari mengenai keterampilan dalam penyusunan rencana dan strategi dalam memecahkan masalah yang akan digunakan individu dalam menghadapi tugas-tugas perkembangannya (Nurmi, 1989). Semakin baik hubungan antara orang tua dengan pemain diklat sepak bola “X”, maka akan
Universitas Kristen Maranatha
17
semakin jelas orientasi masa depan yang dimiliki oleh pemain diklat sepak bola “X”, misalnya pemain yang sering berdiskusi dengan orang tuanya mengenai bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional dapat memiliki rencana yang lebih jelas dibandingkan dengan pemain yang jarang atau tidak pernah berdiskusi dengan orang tuanya. Secara skematis, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Faktor eksternal yang Faktor internal yang
memengaruhi :
memengaruhi :
Budaya
Self – esteem
Sex Role
Inteligensi
Sosial - Ekonomi
Usia
Hubungan antara
Perkembangan
orang tua dan
kognitif
remaja
Pemain Diklat
OMD
Sepak Bola Usia
(Orientasi Masa Depan)
14 – 20 tahun
bidang pekerjaan sebagai
Klub “X” kota
pemain sepak bola
Bandung
profesional
Jelas
Tidak Jelas
Tahap OMD : 1.
1. Motivasi
goals
2. 3.
2. Perencanaan
plans
4. 5.
3. Evaluasi
attributions emotions
6. Bagan 1.5 Kerangka Pemikiran
Universitas Kristen Maranatha
18
1.6.
Asumsi 1. Pemain diklat sepak bola “X” kota Bandung mempunyai Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang berbeda-beda. 2. Pemain diklat sepak bola “X” kota Bandung yang memiliki Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang jelas adalah pemain yang memiliki motivasi kuat, perencanaan terarah, dan memiliki evaluasi yang akurat. 3. Pemain diklat sepak bola “X” kota Bandung yang memiliki Orientasi Masa Depan bidang pekerjaan sebagai pemain sepak bola profesional yang tidak jelas adalah pemain yang memiliki motivasi lemah, perencanaan tidak terarah, dan memiliki evaluasi tidak akurat. 4. Orientasi Masa Depan pemain diklat sepak bola “X” dipengaruhi oleh selfesteem, inteligensi, usia, perkembangan kognitif, budaya, sex role, sosialekonomi, dan hubungan antara orang tua dan pemain.
Universitas Kristen Maranatha