BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia saat ini banyak diminati oleh warga negara asing menjadi tempat mereka untuk tinggal dan menetap. Menurut berita yang ditulis oleh kabarbisnis.com terdapat 77.300 warga negara asing yang menetap di Indonesia. Khususnya di daerah Tangerang, menurut Tempo.co jumlah warga negara asing yang menetap dan tinggal di daerah ini terbilang cukup besar. Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang pada tahun 2014 telah mengeluarkan surat izin tinggal terbatas dan surat keterangan tempat tinggal kepada 2.500 warga asing dari Korea Selatan, Cina dan Amerika. Sekitar 90 persen bekerja di pabrik sebagai manajer perusahaan dan tenaga ahli. Kebanyakan warga negara asing ini menetap di kawasan industri yang banyak tersebar di daerah Tangerang, juga beberapa diperumahan mewah seperti Lippo Karawaci dan Summarecon. Proses komunikasi yang terjadi dipengaruhi oleh budaya. Edward T.Hall (dalam Khotimah, 2000:48) menyatakan bahwa “culture is communication and is culture” yang berarti budaya merupakan komunikasi dan komunikasi merupakan budaya itu sendiri. Budaya Korea Selatan dengan budaya
1
Indonesia merupakan kebudayaan yang sangat berbeda. Dengan saling berinteraksi, maka akan terjadi persamaan makna yang ingin dicapai dalam komunikasi tersebut. Dalam proses komunikasi tersebut sering kali terjadi bentuk dari akulturasi. Dimana akulturasi merupakan bentuk pencampuran antara dua buah budaya yang berbeda. Dengan keberadaan warga negara asing yang menetap di Indonesia dan berinteraksi dengan warga negara Indonesia, maka terjadilah pertukaran budaya yang dilakukan oleh aktor-aktor dalam proses komunikasi tersebut. Maka kita dapat mengetahui apa saja dan bagaimana proses dari akulturasi budaya itu dapat terjadi. Akulturasi
menjadi
bagian
yang
penting
dalam
komunikasi
antarbudaya. Akulturasi merupakan perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan damai dan serasi. Akulturasi atau Culture Contect, sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa yang lambat laun kebudayaan asing itu diterima dan diolah sendiri tanpa menyebabkan hilangnya keaslian budaya itu sendiri. Dalam artian yang lebih lugas, bahwa akulturasi merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat pendatang untuk menyesuaikan diri dengan memperoleh kebudayaan masyarakat setempat. Dalam akulturasi selalu terjadi proses penggabungan (fusi budaya) yang memunculkan kebudayaan baru tanpa menghilangkan nilai-nilai dari budaya lama atau budaya asalnya. Sebagaimana masyarakat setempat memperoleh 2
pola-pola budaya lokal lewat komunikasi, begitu pula dengan seorang transmigran yang memperoleh pola-pola budaya lokal lewat komunikasi. George Herbert Mead dalam filsafat ilmu komunikasi (2007:3) mengatakan bahwa setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Warga negara Indonesia juga sudah tidak asing lagi dengan orang Korea Selatan. Hal itu terjadi dikarenakan adanya fenomena Korean Wave yang menerjang seluruh dunia beberapa tahun belakangan ini. Kepandaian dari pemerintah Korea Selatan dalam melakukan branding untuk negaranya tergolong berhasil. Saat ini seluruh penduduk dunia sadar akan keberadaan Korea Selatan serta kebudayaannya. Banyak juga warga negara Indonesia ataupun warga negara dunia yang berbondong-bondong mempelajari budaya Korea Selatan. Menurut berita yang dimuat dalam website resmi Kedutaan Korea Selatan korea.net. Korean Wave mengacu pada fenomena hiburan Korea dan budaya populer yang mengelilingi dunia dengan musik pop, drama TV, dan film. Hal ini juga dikenal sebagai “Hallyu” dalam bahasa Korea, istilah Korean Wave ini pertama kali dicetuskan oleh media Cina pad akhir 1990-an untuk menggambarkan semakin populernya budaya pop Korea di Cina. Tinggal dalam lingkungan yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya yang dimiliki sebelumnya merupakan sesuatu yang harus dilalui oleh para warga negara Korea Selatan yang berada di Indonesia. Berada dalam sebuah lingkungan menuntut terjadinya interaksi. Interaksi diwujudkan dalam 3
bentuk komunikasi yang dilakoni oleh warga negara Korea Selatan dengan masyarakat Indonesia. Masalah yang tentunya dihadapi oleh warga negara Korea Selatan yang memutuskan untuk menetap di Indonesia kini bukan hanya kejutan budaya yang biasanya terjadi kepada para pendatang, melainkan proses adaptasi dan akulturasi antara kedua budaya tersebut. Dengan semakin banyaknya warga negara Korea Selatan yang menetap di Indonesia juga akan memberikan dampak bagi kebudayaan Indonesia. Hal itu sudah semakin dirasakan dampaknya oleh masyarakat Indonesia. Mulai dari semakin dikenalnya budaya Korea Selatan hingga mengakibatkan fanatisme dan juga hilangnya nasionalisme dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Lokasi dari penelitian ini adalah sebuah lembaga gereja yang jemaat serta pendetanya merupakan warga negara Korea Selatan yang berada didaerah Tangerang, Indonesia. Gereja ini sudah tercatat dalam sinode Gereja Kristen Injili Nusantara (GKIN) yang merupakan lembaga resmi yang sudah tercatat dan diakui dalam Persatuan Gereja Indonesia. Uniknya, pendeta yang memimpin gereja GKIN Keluarga Kasih ini yaitu Pdt. Kim adalah warga negara Korea Selatan. Pdt. Kim juga menggembalakan jemaat yang merupakan warga negara Korea Selatan yang menetap di Indonesia serta warga Indonesia sendiri. Dalam proses beribadah, gereja yang sudah berdiri selama 9 tahun ini juga melakukan hal-hal yang sama seperti umat kristiani di Indonesia beribadah, hanya saja jemaat gereja ini menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Korea dan Indonesia dalam setiap komunikasi yang mereka lakukan. 4
Situsasi yang berkembang pada lingkungan gereja ini cukup unik dikarenakan masih menggunakan dan menggabungan dua budaya, yaitu budaya tempat mereka menetap sekarang yaitu budaya Indonesia dan juga budaya asli mereka yaitu budaya Korea Selatan. Gereja ini juga mempunyai kebiasaan yang cukup unik dari kebanyakan gereja di Indonesia yaitu adanya jamuan makan siang bersama seusai beribadah yang diharapkan dapat memperat tali persaudaraan antar warga negara Korea Selatan dan warga negara Indonesia. Adanya dua budaya yang berbeda dalam satu komunitas keagamaan merupakan sebuah fenomena yang cukup menarik untuk diteliti. Perbedaan bahasa serta budaya membuat proses komunikasi antarbudaya dalam GKIN Keluarga Kasih menjadi menarik dan juga adalah memiliki keunikan, karena tidak banyak komunitas keagamaan yang lintas budaya dan lintas negara.
1.2.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana proses akulturasi budaya antara masyarakat Indonesia dengan Korea Selatan di kalangan jemaat GKIN Keluarga Kasih? 2. Bagaimana bentuk akulturasi budaya antara masyarakat Indonesia dengan Korea Selatan di kalangan jemaat GKIN Diaspora?
1.3.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses dan bentuk akulturasi budaya antara masyarakat Indonesia dengan Korea Selatan di kalangan jemaat GKIN Keluarga Kasih. 5
2. Mengetahui bentuk akulturasi budaya antara masyarakat Indonesia dengan Korea Selatan di kalangan jemaat GKIN Keluarga Kasih.
1.4. Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi bidang keilmuan komunikasi khusunya dalam bidang komunikasi antar budaya dalam proses akulturasi warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber tambahan untuk penelitian sejenis. Dan memberikan kontribusi bagi bidang keilmuan komunikasi. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran terhadap masyarakat luas terhadap bentuk-bentuk serta proses akulturasi yang dilakukan oleh warga negara asing yang tinggal di Indonesia.
6