BAB I PENDAHULUAN Jalan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
1.1. SEJARAH DAN FUNGSI JALAN a. Jejak Sejarah jalan pada hakekatnya dimulai bersama dengan sejarah manusia, pada saat mula pertama manusia ‘mendiami’ bumi. Usaha mereka yang paling utama adalah mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu berupa kebutuhan makan dan minum. Mereka (dan binatang) mencari tempat sumber-sumber makanan dan minuman yang rintangannya paling sedikit, sehingga didapat jejak-jejak saja, misal: jejak menuju danau atau sungai. b. Jalan Setapak dan Lorong Tikus Pada saat manusia sudah melakukan kehidupan secara berkelompok, mereka membutuhkan tempat berdiam (meski sementara). Mereka berpindah-pindah tempat secara musiman atau bila di tempat sekitarnya ketersediaan bahan kebutuhan makan sudah berkurang atau habis. Jejakjejak yang menghubungkan antara tempat berdiam (seperti: gua) dengan tempat atau sumber air misalnya, tampak berupa jejak jalan setapak atau di hutan sering disebut dengan istilah lorong-lorong tikus.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 1
Jalan setapak ini merupakan jalan musiman, yaitu jalan yang dilewati hanya pada musim-musim tertentu sesuai dengan rotasi ekologi yang berkaitan dengan kebutuhan makan dan minum, seperti: musim mencari ikan, musim berburu, dan lain sebagainya. c. Jalan Sebagai Prasarana Sosial Pada saat kehidupan berkelompok manusia meningkat secara kuantitas, seiring dengan berkembangnya tingkat keberadaban manusia, maka terbentuklah suku-suku atau bangsa-bangsa. Mereka mulai menggunakan jalan secara ‘permanen’ untuk melakukan hubungan antar suku/bangsa, baik hubungan sosial maupun ekonomis, berupa barter barang-barang kebutuhan hidup. d. Jalan Sebagai Prasarana Sosial, Ekonomi, Politik, Militer dan Budaya Sejarah mencatat, bangsa Persia (± 6 abad SM) dan bangsa Romawi (± 4 abad SM) sudah menaruh perhatian yang besar kepada pembuatan jalan untuk mempertahankan persatuan bangsanya dan untuk keperluan gerakan tentaranya dalam rangka memperluas imperium (jalan berperan sebagai prasarana politik dan militer), selanjutnya dengan perluasan imperium terjadi suatu transformasi budaya terhadap bangsa-bangsa yang ditaklukan/dikuasai (jalan berperan sebagai prasarana transformasi budaya) Prestasi bangsa Persia dan Romawi dalam pembangunan jalan: 9 Semenjak abad ke-6 SM, bangsa Persia telah membuat jalan ± 1755 mil, yang melewati Asia kecil, Asia Barat Daya sampai Teluk Persia. 9 Antara abad ke 4 SM – abad ke 4 Masehi, bangsa bangsa Romawi telah membangun jalan ± 50.000 mil yang membentang mulai dari Italia – Perancis – Inggris – hingga bagian barat Asia kecil dan bagian utara Afrika Sukses bangsa Romawi dalam membangun jalan, disebabkan oleh 3 faktor: 9 Ahli-ahli negara Bangsa Romawi banyak yang memahami dan tahu arti pentingnya jalan sebagai prasarana perhubungan untuk mempertahankan negara dan memperluas imperium. 9 Bangsa Romawi lebih mengenal teknik pembangunan jalan, dibandingkan dengan bangsa lain pada zamannya, Mereka telah mengenal lapisan perkerasan, material (penyusun jalan) dan teknik survey.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 2
9 Bangsa Romawi memiliki armada tenaga kerja yang sangat besar, yaitu budak-budak dari bangsa jajahannya, disampng bala tentaranya bila tidak ada perang. e. Jalan Dalam Arti Strategi 9 Setelah kerajaan Romawi mulai runtuh pada pertengahan abad ke 4 M, maka jalan-jalan yang buatnya menjadi rusak, yang disebabkan kurangnya perhatian/pemeliharaan. Pada abad ke 5 M, orang Barbar merusak sama sekali jalan-jalan tersebut, mereka takut mendapat serangan kembali dari bangsa Romawi (yang dimungkinkan bangkit kembali) ataupun dari bangsa lain. Tindakan destruktif tersebut diikuti pula oleh bangsa-bangsa lain, sehingga sistem perangkutan darat (pada saat itu) sangat merosot, dimana gerobak-gerobak (pengangkut barang) hampir hilang, dan barang diangkut kembali dengan hewan (tanpa gerobak) 9 Pada abad ke 19 Deandles (Gubernur Belanda di Indonesia) membuat jalan membujur Pulau Jawa, yang meliputi: Merak – Jakarta – Bandung – Cirebon – Purwokerto – Yogyakarta – Solo – Surabaya sampai Banyuwangi (± 1500 Km), yang melewati kota-kota penting/pusat kerajaan ⇒ dalam rngka menguasai ekonomi, keadaan dan ‘menjinakkan’ kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa. 9 Bangsa Jerman dalam mempersiapkan Perang Dunia ke 2, membangun jalan raya dari Berlin menuju ke segala penjuru untuk mensukseskan blitzkriegnya. 9 Dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia melawan Belanda yang unggul dalam persenjataan dan teknik militer, pejuang Indonesia melakukan tindakan yang penting dalam arti strategis militer dan ekonomi (⇒ penghancuran jalan-jalan darat dan KA, penghancuran sumber produksi/ pabrik, dll) Jalan bagi suatu bangsa: bahwa keadaan jalan & jaringannya, dapat dijadikan barometer tentang tingginya kebudayaan & kemajuan ekonomi suatu bangsa ⇒ pepatah : bagaimana jalannya demikian pula bangsanya.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 3
1.2. PENGELOMPOKAN JALAN a. Lokasi Lokasi jalan yang akan dibangun menentukan bentuk disain konstruksi (geometrik), yang dipengaruhi oleh faktor-faktor utama seperti populasi dan tata guna lahan. Karakteristik lokasi yang sangat relevan adalah kawasan perkotaan (urban area) dan kawasan pedesaan – luar kota (rural area). a.1. Jalan perkotaan (Urban road) Jalan perkotaan dicirikan oleh: 9 konsentrasi populasi relatif tinggi 9 intensitas tata guna lahan relatif tinggi, dimana banyak lahan yang dipergunakan untuk perkantoran, pertokoan, pendidikan, permukiman, dan lain-lain. 9 berdasar konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahan, maka kebutuhan akses (perjalanan) tinggi, sehingga volume arus lalu lintas atau permintaan angkutan umum juga tinggi. 9 manual yang digunakan untuk disain konstruksi (geometrik) adalah Standar Perencanaan Geometrik Untuk Perkotaan, Maret 1992. a.2. Jalan antar kota/luar kota (Rural road) Jalan antar kota dicirikan oleh: 9 konsentrasi populasi relatif rendah 9 intensitas tata guna lahan yang relatif rendah, dimana sebagian besar lahan dipergunakan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, pertambangan, dan lain-lain. 9 berdasar konsentrasi populasi dan intensitas tata guna lahannya, maka kebutuhan akses (perjalanan) relatif rendah, 9 volume arus lalu lintas atau permintaan angkutan umum bergantung pada jarak antar kota yang dihubungkannya. 9 Manual yang dipergunakan untuk disain konstruksi (geometrik) adalah Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, September 1997.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 4
b. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Sistem b.1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b.2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. c. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Fungsi c.1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. c.2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan cirri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c.3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. c.4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
Adapun implementasi pengelompokan jalan menurut fungsinya dalam sistem jaringan jalan, dibedakan sebagai berikut: ♦ Sistem jaringan jalan primer, meliputi: Jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer dan jaringan jalan lokal primer. Hirarkie sistem jaringan ini divisualisaikan pada gambar 1.1. ♦ Sistem jaringan jalan sekunder, meliputi: Jaringan jalan arteri sekunder, Jaringan jalan kolektor sekunder dan jaringan jalan lokal sekunder. Hirarkie sistem jaringan ini divisualisasikan pada gambar 1.2.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 5
KOTA JENJANG I
Jalan Lokal Primer
Jalan Arteri Primer
KOTA JENJANG II
Jalan Lokal Primer
Jalan Kolektor Primer
KOTA JENJANG III
KOTA JENJANG I
Jalan Arteri Primer
Jalan Arteri Primer
Jalan Kolektor Primer
KOTA JENJANG II
Jalan Kolektor Primer
Jalan Lokal Primer
KOTA JENJANG III
Jalan Lokal Primer
Jalan Lokal Primer
KOTA DI BAWAH JENJANG III
Jalan Lokal Primer
PERSIL
Gambar 1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 6
F1 KAWASAN PRIMER
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Lokal Sekunder
F 12 KAWASAN SEKUNDER I
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Arteri Sekunder
F 22 KAWASAN SEKUNDER II
Jalan Kolektor Sekunder
F 21 KAWASAN SEKUNDER I
F 22 KAWASAN SEKUNDER II
Jalan Lokal Sekunder
Jalan Kolektor Sekunder
F 23 KAWASAN SEKUNDER III
Jalan Lokal Sekunder
PERUMAHAN
Gambar 1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 7
d. Pengelompokan Jalan Umum Menurut Status d.1. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. d.2. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. d.3. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. d.4. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder
yang
menghubungkan
antar
pusat
pelayanan
dalam
kota,
penghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. d.5. Jalan desa merupakan jalan umum yang penghubungkan kawasan
dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. e. Pengaturan & Pengelompokan Jalan Umum Menurut Kelas
Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi dalam beberapa kelas jalan. Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Pengaturan kelas jalan (menurut UURI nomor 38 tahun 2004) berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil. e.1. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persim-
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 8
pangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median; e.2. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah; e.3. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 7 (tujuh) meter; e.4. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar paling sedikit 5,5 (lima setengah) meter. Sedangkan pengelompokan kelas jalan menurut karakteristik kendaraan yang dilayani, berdasar Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993: ♦ Jalan kelas I, merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan lebih besar dari 10 ton. ♦ Jalan kelas II, merupakan jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 10 ton. ♦ Jalan kelas IIIA, merupakan jalan arteri atau kolektor yang dapat
dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 18 000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 8 ton. ♦ Jalan kelas IIIB, merupakan jalan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 500 milineter, ukuran panjang tidak melebihi 12 000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 8 ton.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 9
♦ Jalan kelas IIIC, merupakan jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2 100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9 000 milimeter dan muatan sumbu terberat (MST) yang diizinkan 8 ton. f.
Menurut Medan - Topografi Berdasarkan kondisi sebagian besar kelandaian – kemiringan medan yang diukur tegak lurus terhadap garis kontur, maka untuk perencanaan geometrik jalan medan diklasifikasikan sebagai berikut: f.1. Medan datar, kemiringan medan < 3 % f.2. Medan Perbukitan, kemiringan medan 3 – 25 % f.3. Medan Pegunungan, kemiringan medan > 25 %
g. Tipe Jalan g.1. Jalan Tidak Terbagi (TB), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya
berupa marka jalan (terputus-putus atau menerus/solid). g.2. Jalan Terbagi (B), yaitu ruas jalan yang pembatas jalurnya berupa
bangunan, yang disebut median, secara teknis berupa bangunan yang dilengkapi dengan taman atau sekedar pasangan kerb beton. Beberapa contoh tipe jalan yang dimaksud, divisualisasikan pada gambar 1.3 untuk tipe jalan 2 jalur – 2 lajur tak terbagi, gambar 1.4 untuk tipe jalan 1 jalur – 2 lajur tak terbagi dan gambar 1.5 untuk tipe jalan 2 jalur – 4 lajur terbagi.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 10
Batas Tepi
Lajur
Marka
Lajur
Batas Tepi
I
I
Jalur Lalu Lintas
Potongan I - I
Gambar 1.3 Jalan 2 jalur – 2 lajur – 2 arah (2/2 TB)
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 11
Batas Tepi
Lajur
Marka
Lajur
Batas Tepi I
I
Jalur Lalu Lintas Potongan I - I
Gambar 1.4 Jalan 1 jalur – 2 lajur – 1 arah (2/1 TB)
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 12
Batas Tepi
Lajur
Marka
Lajur
Median
Lajur
Marka
Lajur
Batas Tepi
I
I
Jalur Lalu Lintas Potongan I - I
Gambar 1.5 Jalan 2 jalur – 4 lajur Terbagi (2/4B) h. Pengelompokan Jalan Berdasar Jenis Konstruksi
Berdasarkan jenis konstruksi (termasuk jenis material penyusun), maka jalan dikelompokkan sebagai berikut: h.1. Jalan tanah, yaitu berupa jalan yang tidak menggunakan material tambahan yang lebih baik sebagai pengeras jalan. Jalan tanah pada umumnya berkembang secara alamiah, sesuai dengan dinamika masyarakat setempat. h.2. Jalan konstruksi perkerasan batu pecah, yaitu perkerasan jalan yang disusun dari batu pecah atau batu kali, dan di bagian atas ditutup
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 13
dengan batuan yang berukuran lebih kecil (kerikil), sedangkan bagian permukaan ditutup (dihampar) dengan batuan yang lebih halus (pasir). h.3. Jalan konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. h.4. Jalan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan bahan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. h.5. Jalan konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu konstruksi jalan kombinasi antara perkerasan kaku dengan perkerasan lentur. Implementasi yang lazim dari jenis konstruksi ini adalah perkerasan lentur berada di atas perkerasan kaku. j. Bagian-Bagian Jalan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004, menjelaskan bagian-bagian jalan sebagai berikut: j.1. Ruang Manfaat Jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar, dari ruang manfaat jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan. Kriteria teknis ruang manfaat jalan, diantaranya: ♦ Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan. ♦ Tinggi ruang bebas 5 meter di atas permukaan pada sumbu jalan. ♦ Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 14
j.2. Ruang Milik Jalan (right of way) meliputi ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. Lebar ruang milik jalan adalah sama dengan ruang manfaat jalan, ditambah dengan ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1,5 meter. j.3. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Lebar ruang pengawasan jalan diukur dari sumbu jalan, sebagai berikut : = jalan arteri, minimum 20 meter = jalan kolektor, minimum 15 meter = jalan lokal, minimum 10 meter Ruang pengawasan jalan sebagai fasilitas untuk keselamatan pemakai jalan, maka untuk di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang bebas. Visualisasi dari bagian-bagian jalan tersebut, disajikan pada gambar 1.6 dan gambar 1.7. k. Jenis / Bentuk Lain Jalan Raya 1). Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol. Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol 2). Overpass – Underpass
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 15
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 16
C
L
1,50
3,50
1,00
Jalur Samping Trotoar
7,00
2,00
Jalur Lalu Lintas
Separator
7,00
1,00
Jalur Lalu Lintas Median
3,50
1,50
Jalur Samping
Separator
Trotoar
Gambar 1.7 Ruang Manfaat Jalan Dilengkapi Jalur Samping Dalam Penampang Melintang
1.3. TINGKAT PELAYANAN JALAN Berdasar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 14 Tahun 2006, tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas: a. Tingkat pelayanan A, dengan kondisi: a.1. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi; a.2. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum/ minimum dan kondisi fisik jalan; a.3. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan. b. Tingkat pelayanan B, dengan kondisi: b.1. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas; b.2. Kepadatan lalu lintas rendah hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan; b.3. Pengemudi masih punya cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakan. c. Tingkat pelayanan C, dengan kondisi: c.1. Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi;
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 17
c.2. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat; c.3. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului. d. Tingkat pelayanan D, dengan kondisi: d.1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus; d.2. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar; d.3. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan, kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat. e. Tingkat pelayanan E, dengan kondisi: e.1. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah; e.2. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas tinggi; e.3. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek. f. Tingkat pelayanan F, dengan kondisi: f.1. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang; f.2. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama; f.3. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0. Adapun tingkat pelayanan yang diinginkan pada ruas jalan pada sistem jaringan jalan sesuai dengan fungsinya, dijelaskan sebagai berikut: •
Sistem jaringan jalan primer 9 jalan arteri primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; 9 jalan kolektor primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B; 9 jalan lokal primer, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 9 jalan tol, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya B.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 18
•
Sistem jaringan jalan sekunder sesuai fungsinya untuk: 9 jalan arteri sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 9 jalan kolektor sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya C; 9 jalan lokal sekunder, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D; 9 jalan lingkungan, tingkat pelayanan sekurang-kurangnya D.
1.4. PROSEDUR PERENCANAAN JALAN RAYA a. Standar Perencanaan 1) Direktorat Jendral Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum 2) American Association Of State Highway and Transportation Oficial (AASHTO) b. Disiplin Ilmu Terkait 1) Geologi - Mekanika Tanah & Pondasi 2) Hidrologi 3) Hidrolika 4) Geodesi 5) Teknologi & Struktur Beton 6) Struktur Baja 7) Ekonomi Teknik c. Prosedur Perencanaan Untuk mendapatkan jalan raya yang ‘baik’ (biaya konstruksi murah, biaya pemeliharaan rendah, pelayanan optimum, nilai ekonomis bagi masyarakat maksimum), maka prosedur perencanaanya harus difahami dengan baik oleh perencana jalan. Ada beberapa konsep prosedur perencanaan jalan raya, 3 (tiga) diantaranya dikemukakan dalam buku ini, yaitu: 1) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Secara Umum Prosedur perencanaan tipe ini bersifat sederhana dan global. Untuk mendapatkan suatu rencana jalan yang baik, maka prosedur ini dapat dijadikan referensi. Secara skematis, prosedur perencanaan jalan ini disajikan pada gambar 1.8.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 19
Reconnaissance
Preliminary
Feasibility
Design
Model
Final Design
Construction
Gambar 1.8 Diagram Alir Prosedur Perencanaan Jalan Raya Secara Umum 9 Reconnaissance, yaitu berupa kegiatan observasi/peninjauan awal lokasi dari jalan raya yang akan dibangun. 9 Preliminary, yaitu berupa persiapan atau studi pendahuluan berkaitan dengan rencana pembangunan jalan raya. 9 Feasibility, yaitu berupa studi kelayakan atas pembangunan jalan. 9 Design, yaitu perencanaa (teknis) jalan raya berupa model 2 dimensi (gambar) atau model 3 dimensi (maket). 9 Construction, yaitu masa pelaksanaan pembangunan jalan raya dari rencana yang telah dibuat. 2) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Berbasis Potensi Pergerakan Berorientasi bahwa pelayanan jaringan jalan sangat dipengaruhi oleh jumlah pergerakan (bangkitan pergerakan, sebaran pergerakan, pemilihan moda/jenis kendaraan) dan kuantitas & kualitas jaringan jalan (pembebanan rute). Kualitas pelayanan jaringan jalan yang baik
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 20
(optimum) adalah apabila jumlah pergerakan relatif dapat dipenuhi secara proporsional oleh sistem jaringan jalan, sehingga pergerakan tidak banyak mengalami hambatan. Untuk mendapatkan ukuran jalan yang baik (menurut orientasi tersebut), maka dalam perencanaan jalan harus mengacu – berpedoman pada prosedur perencanaan jalan tipe ini. Secara skematis, prosedur tipe ini dijelaskan gambar 1.9. & Zoning adalah menentukan batas-batas wilayah dari satu ruang, yang dilakukan untuk mengetahui pola perjalanan dari setiap zona diantaranya dengan membuat kriteria homogenitas tata guna lahan (land-use), misal: tata guna lahan permukiman (high income, midlle income dan low income), tata guna lahan industri, tata guna lahan pertanian/ perkebunan, dan lain-lainnya. & Coding yaitu menetapkan dan menentukan kode-kode (biasanya dalam bentuk angka) yang dipergunakan untuk mempermudah analisa data, terutama analisa dengan menggunakan alat bantu perangkat lunak (computerized system), misal: kode zona-zona dalam wilayah studi, kode pergerakan kendaraan (lurus, belok kiri, belok kanan), kode arah pergerakan (masuk wilayah studi, keluar wilayah studi), dan lain sebagainya. & Inventory atau pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder. Data primer adalah data yang diambil sendiri oleh peneliti, baik dengan cara observasi lapangan/pengukuran langsung maupun dengan cara wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, baik berupa data mentah hasil pengukuran pihak lain maupun data matang yang telah disajikan dalam suatu laporan penelitian. Data yang dikumpulkan diupayakan selengkap mungkin, yang kiranya dapat merepresentasikan semua aspek kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan perjalanan. Dan pada saat merencanakan pengumpulan data, hendaknya diantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan data, baik dalam konteks ukuran sample maupun dalam konteks variabel/parameter yang relevan.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 21
1. CODING & ZONING
2. INVENTORY
3. FORCASTING I
4. TRIP FORCASTING
tidak 5. MASALAH THD INFRASTRUKTUR
STOP
ya 6. SKENARIO PEMECAHAN MASALAH
7. FORCASTING II
tidak ya
8. MASALAH THD. SKENARIO
9. DETAIL PLAN
Gambar 1.9 Diagram Alir Prosedur Perencanaan Jalan Raya Berbasis Potensi Pergerakan
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 22
& Forecasting I/Peramalan I, adalah tahapan untuk meramalkan permasalahan yang dimungkinkan akan timbul terhadap kondisi eksisting. Pada peramalan ini, variabelnya dibuat sederhana/ makro, diantaranya adalah: aspek tata guna lahan, aspek sosioekonomi dan aspek kebijakan & peraturan yang relevan. & Trip Forecasting/Peramalan jumlah perjalanan yang akan terjadi pada suatu wilayah studi dalam rentang waktu tertentu, sesuai dengan tujuan dan sasaran studi yang dikehendaki. Peramalan perjalanan ini meliputi ramalan jumlah perjalanan yang dihasilkan (bangkitan perjalanan), ramalan sebaran perjalanan (distribusi perjalanan), ramalan penggunaan/pemilihan moda untuk perjalanan dan ramalan rute-rute jaringan transportasi yang akan terbebani/pemilihan rute. & Masalah Terhadap Eksisting Infra Struktur, yaitu suatu penilaian kondisi eksisting infrastruktur sistem transportasi terhadap hasil peramalan jumlah perjalanan yang akan terjadi. Dimana kapasitas infrastruktur kondisi eksisting disimulasikan dengan jumlah perjalanan yang akan terjadi, sehingga akan dapat diketahui tingkat kinerja infrastruktur. Bila pada tahapan ini diketahui bahwa tingkat kinerja infrastruktur masih ‘bagus’ (infrastruktur kondisi eksisting tidak menimbulkan masalah) maka kegiatan perencanaan bisa dihentikan. Namun sebaliknya, apabila diketahui bahwa tingkat kinerja infrastruktur sudah ‘buruk’ maka kegiatan perencanaan dilanjutkan untuk mencari skenario pemecahannya. & Skenario
Pemecahan
Masalah,
adalah
berupa
upaya
pengembangan alernatif-alternatif yang mungkin dalam beberapa untuk dapat mengatasi permasalahan yang akan terjadi menurut hasil simulasi. Sehingga jumlah perjalanan yang terjadi dapat dilayani dengan baik dengan tanpa mengakibatkan penurunan tingkat
kinerja
infrastruktur.
Dengan
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
demikian
skenario
B. 23
pemecahan masalah setidaknya dapat mencakup permasalahan seperti: infrastruktur, saran dan kebijakan. & Forecasting II/Peramalan II ini secara sederhana merupakan tindak lanjut dan gabungan dari peramalan I dengan peramalan perjalanan,
yang
akan
digunakan
sebagai
bahan
kajian
perencanaan detail (detail plan). & Masalah Terhadap Skenario. Pada tahapan ini, dilakukan penilaian (bisa juga simulasi) secara lebih komprehensif dari hasil skenario pemecahan masalah yang merupakan alternatif terbaik/ optimal dengan hasil peramalan II. Dengan demikian standar penilaian yang digunakan cukup lengkap, seperti: tingkat pelayanan/kinerja (level of service), biaya pengguna (user cost), nilai waktu (time value), tingkat keselamatan (safety), tingkat keamanan, konsentrasi polusi (pollution consentration), aspek ekonomi (economic evaluation), aspek finansial (financial evaluation). & Detail Plan adalah proses akhir dari prosedur perencanaan jalan berbasis potensi pergerakan, berupa hasil perencanaan (teknis) jalan, yang mencakup gambar-gambar geometrik jalan, rencana perkerasan, dan lain sebagainya. 3) Prosedur Perencanaan Jalan Raya Berdasar Kajian Teknis Prosedur perencanaan jalan raya dengan kajian pendekatan teknis yang relevan, dikemukakan secara skematis sebagaimana pada gambar 1.10.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 24
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 25
1.5. RUANG LINGKUP PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan, yang menitik beratkan pada perencanaan bentuk fisik jalan raya. Tujuan dari perencanaan geo,etrik jalan adalah untuk memenuhi fungsi dasar jalan, yaitu memberikan pelayanan kepada pergerakan arus lalu lintas (kendaraan) secara optimum. Sedangkan Sasaran perencanaan geometrik jalan adalah untuk menghasilkan design infrastruktur jalan raya yang aman, efisien dalam pelayanan arus lalu lintas dan memaksimumkan ratio tingkat penggunaan / biaya pelaksanaan. Dasar-dasar dalam perencanaan geometrik jalan diantaranya adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan kendaraan, karakteristik arus lalu lintas. Elemen daalam perencanaan geometrik jalan, yaitu : • Penampang melintang, menjelaskan bagian-bagian dari (konstruksi) jalan • Alinyemen horisontal/tikungan (trase jalan), memperlihatkan kondisi jalan yang lurus, menikung ke kiri - menikung ke kanan; dimana sumbu jalan tampak berupa rangkaian garis lurus, atau lengkung berbentuk lingkaran dan lengkung peralihan dari bentuk lurus ke bentuk busur lingkaran, atau sebaliknya. • Alinyemen vertikal (penampang memanjang), memperlihatkan kondisi jalan yang datar (0 %), mendaki (+ g%) atau menurun (- g%); dimana kondisi ini berkait erat terhadap sifat operasi kendaraan, keamanan, jarak pandang dan fungsi jalan, selanjutnya aspek ini berkaitan pula terhadap terhadap estimasi volume galian dan timbunan yang harus dilakukan untuk mendapatkan jalan yang ‘baik’.
HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
B. 26