BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi oleh pasangan suami istri yang terikat dalam suatu perkawinan. Akibat hukum yang ditimbulkan oleh perkawinan tidak
1
2
hanya sebatas dalam hal hubungan kekeluargaan, terlebih dari itu juga dalam bidang harta kekayaannya. Akibat hukum perkawinan dalam hubungan kekeluargaan diatur oleh hukum keluarga, sedangkan akibat hukum dalam bidang harta kekayaan diatur oleh hukum benda perkawinan, Hukum keluarga dan hukum benda perkawinan dapat ditemukan di dalam UU no.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan). Hukum kekeluargaan yang diatur di dalam UU Perkawinan yaitu tentang status anak, hak dan kewajiban antara anak dengan orang tua dan tentang perwalian. Sedangkan mengenai hukum benda perkawinan diatur di dalam pasal 35, 36, dan 37 UU Perkawinan. Pengaturan mengenai hukum benda perkawinan dapat ditemukan pula dalam pasal 1 ayat f dan pasal 85 sampai pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa. Dari pengertian perkawinan tersebut, Islam dalam menetapkan ketentuan untuk mengatur fungsi keluarga dengan perkawinan yang sah dan dapat memperoleh kedamaian, kecintaan, keamanan dan ikatan kekerabatan. Unsurunsur tersebut dapat diperlukan dalam mencapai tujuan perkawinan yang paling besar adalah ibadah kepada Allah. Ibadah dalam hal ini tidak hanya ucapan ritual belaka, seperti hubungan suami istri melainkan hakekatnya mencakup
berbagai
amal
yang
baik
dalam
seluruh
aspek kehidupan
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
3
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, dapat diartikan bahwa perkawinan itu haruslah berlangsung seumur hidup dan tidak boleh putus begitu saja. Berawal dari perkawinan inilah akan terbentuk sebuah keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak, dimana seorang ayah bertindak sebagai pemimpin keluarga dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan semua anggota keluarga. Ibu bertindak lebih banyak dalam fungsi pengawasan kepada anak-anak dan membantu suami memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan organisasi kecil yang disebut keluarga ini. Antara semua anggota keluarga satu sama lainnya memiliki hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan. Dalam keluarga suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan bagaimana satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda jenis kelamin bersatu membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bisa dibayangkan jika tanpa suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakatpun tidak akan pernah ada untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yaitu suatu Negara. Hal ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya perkawinan dalam tatanan kehidupan manusia. Semua individu yang sudah memasuki kehidupan berumah tangga pasti mengiginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis
4
dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan makmur. Apabila dalam suatu rumah tangga/keluarga selalu dihiasi rasa aman, tentram dan damai, maka kebahagiaan hidup akan tercipta. Namun dalam pelaksanaannya tidak menutup kemungkinan antara suami-istri terjadi salah paham, atau satu diantaranya tidak melakukan kewajibannya sebagai suami istri, ataupun antara keduanya saling curiga mencurigai, sehingga akan menimbulkan kurang percaya antara satu dengan yang lain. Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan yang tetap bertahan hingga
pasangan
tersebut
dipisahkan
oleh
keadaan,
dimana
salah satunya meninggal dunia. Perkawinan dianggap penyatuan antara dua jiwa yang sebelumnya hidup sendiri-sendiri, begitu gerbang perkawinan sudah dimasuki, masing-masing individu tidak bisa lagi memikirkan diri sendiri akan tetapi harus memikirkan orang lain yang bergantung hidup kepadanya. Berawal dari perkawinan inilah akan terbentuk sebuah keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan anak-anak, di mana seorang ayah bertindak sebagai pemimpin keluarga dan memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan semua anggota keluarga. Ibu bertindak lebih banyak dalam fungsi pengawasan kepada anak-anak dan membantu suami memenuhi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan organisasi kecil yang disebut keluarga ini. Antara semua anggota keluarga satu sama lainnya memiliki hubungan timbal balik yang tidak terpisahkan. Dalam keluarga, suami dan istri merupakan bagian inti, hubungan mereka mencerminkan bagaimana satu manusia dengan manusia yang lainnya berbeda
5
jenis kelamin bersatu membentuk kesatuan untuk mempertahankan hidup dan menciptakan keturunan yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, sehingga bisa dibayangkan jika tanpa suami ataupun istri keluarga tidak dapat terbentuk dan masyarakatpun tidak akan pernah ada untuk membentuk kesatuan yang lebih besar yaitu suatu negara. Hal ini memperlihatkan kepada kita betapa pentingnya perkawinan dalam tatanan kehidupan manusia. Semua individu
yang sudah memasuki
kehidupan berumah tangga pasti
mengiginkan terciptanya suatu rumah tangga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh keselamatan hidup dunia maupun akhirat nantinya. Tentu saja dari keluarga yang bahagia ini akan tercipta suatu masyarakat yang harmonis dan akan tercipta masyarakat rukun, damai, adil dan makmur. Setiap pasangan suami istri pasti mendambakan keharmonisan berumah tangga, sehingga diperlukan perjuangan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga sampai ajal menjemput nantinya, hal ini dikarenakan dalam keluarga akan selalu muncul permasalahan yang sangat bisa mengoyahkan persatuan yang dibina tadi, bahkan keutuhan keluarga yang kuat bisa terancam dan berakibat kepada perceraian. Prinsip perkawinan adalah untuk membentuk suatu keluarga atau rumah tangga yang tentram, damai dan kekal untuk selama-lamanya, Pada prinsipnya suatu perkawinan ditujukan untuk selama hidup dan kebahagiaan bagi pasangan suami isteri yang bersangkutan. Keluarga yang kekal dan bahagia, itulah yang dituju. Banyak faktor yang memicu keretakan bangunan rumah tangga, dan perceraian menjadi jalan terakhir.
6
Perkawinan
mempunyai
mereka-mereka
akibat hukum tidak hanya terhadap
yang melangsungkan
diri pribadi
pernikahan, hak dan kewajiban yang
mengikat pribadi suami isteri, tetapi lebih dari itu mempunyai akibat hukum pula
terhadap
harta
suami
isteri
tersebut. Meskipun tujuan perkawinan
adalah untuk menciptakan keluarga yang kekal menjemput,
namun
seiring
berputarnya
hingga
ajal
roda kehidupan
datang
dan banyak
persoalan serta problematika, hidup yang harus dihadapi oleh pasangan suami istri dari hal sepele hingga pada permasalahan yang
pokok
seperti
permasalahan beda agama, prinsip hidup, masalah ekonomi keluarga hingga bosan yang biasanya menghinggapi pasangan yang telah berkeluarga bertahuntahun yang semua itu akhirnya bisa mengguncangkan bahtera rumah tangga yang akhirnya terjadi perceraian.Meskipun Islam mensyariatkan perceraian, tetapi
bukan
berarti
Islam menyukai
terjadinya
perceraian.
Perceraian
boleh terjadi, tetapi harus didasarkan alasan yang lebih kuat. Hubungan
hukum kekeluargaan dan hubungan hukum kekayaannya terjalin
sedemikian eratnya, sehingga keduanya memang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Hubungan hukum kekayaannya
makanya
hukum kekeluargaan
menentukan
hubungan
proses untuk menuju perceraian itu tidaklah
gampang bahkan dipersulit, suami tidak bisa begitu saja menjatuhkan talak kepada istri demikianpun sebaliknya istri tidak bisa lansung meminta cerai kepada suaminya. Baik suami ataupun istri diberikan kesempatan untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni dengan jalan musyawarah, jika masih belum terdapat kesepakatan dan merasa tidak bisa melanjutkan keutuhan keluarga
7
maka barulah kedua belah pihak bisa membawa permasalahan ini ke pengadilan untuk dicari jalan keluar yang terbaik. Hal yang paling sering terjadi pada masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam saat ini adalah setelah terjadinya perceraian, mengenai kedudukan atau pembagian harta bersama antara suami dan istri yang bercerai tersebut, banyak masyarakat yang memilih Pengadilan Agama untuk menyelesaikan pertikaian pembagian harta bersama. Pembagian harta bersama menurut ketentuan Pasal 37
Undang-undang
Nomor
1
tahun
1974
tentang
Perkawinan
tidak ditetapkan secara tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik cerai hidup maupun cerai mati. Keadaan demikian itu, adakalanya dapat diatasi dan diselesaikan, sehingga hubungan suami-istri tersebut dapat kembali baik, namun jika keadaan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan memilih jalan akhir, yaitu perceraian yang biasanya yang ditandai dengan putusnya hubungan suami istri. Untuk menjaga hubungan keluarga jangan terlalu rusak dan berpecah belah, maka Islam mensyari’atkan perceraian sebagai jalan keluar bagi suami istri yang telah gagal dalam mendayung bahtera keluarga, sehingga dengan demikian hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya, antara famili dengan famili lain, masyarakat sekelilingnya akan tetap berjalan dengan baik. Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian, akan berpengaruh pula dalam harta bersama yang diperoleh selama dalam ikatan perkawinan, yang biasanya disebut dengan harta bersama suami istri atau harta gono-gini, baik yang berupa harta bergerak maupun harta yang tidak bergerak. Apabila dalam perceraian ada harta bersama yang harus
8
dibagi dan menjadi perebutan dan tidak bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan, adalah meminta kepada pengadilan untuk menyelesaikan permasalahan suami istri tadi. Pengadilan akan membuka kembali pintu perdamaian kepada para pihak dengan cara musyawarah memakai penengah yakni Hakim Mediasi untuk orang yang beragama Islam akan membawa permasalahan ini kepada Pengadilan Agama sedangkan untuk agama lainnya merujuk kepada Pengadilan Negeri tempat mereka tinggal. Pembagian Harta Bersama (Gono Gini) sejauh pemahaman dan pengalaman penulis ketentuan pembagiannya separoh bagi suami dan separo bagi isteri hanya sesuai dengan rasa keadilan dalam hal baik suami maupun isteri sama-sama melakukan peran yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga . Sebagaimana diketahui bahwa setiap perkawinan masing-masing pihak dari suami atau isteri mempunyai harta yang dibawa dan diperoleh sebelum melakukan akad perkawinan. Suami atau isteri yang telah melakukan perkawinan mempunyai harta yang diperoleh selama perkawinan yang disebut harta bersama. Meskipun harta bersama tersebut hanya suami yang bekerja dengan berbagai usahanya sedangkan isteri berada di rumah dengan tidak mencari nafkah melainkan hanya mengurus rumah tangga dan anakanaknya .Suami maupun isteri mempunyai hak untuk mempergunakan harta bersama yang telah diperolehnya tersebut selagi untuk kepentingan rumah tangganya tentunya dengan persetujaun kedua belah pihak. Dan ini berbeda dengan harta bawaan yang keduanya mempunyai hak untuk mempergunakannya tanpa harus ada persetujuan dari keduanya atau masing masing berhak
9
menguasainya sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35. Kasus perceraian dan pembagian harta gono-gini pernah dialami oleh pasangan Bunga (bukan nama sebenarnya), umur 36 Tahun dan Wawan (bukan nama sebenarnya), umur 36 Tahun. Pasangan ini menikah secara Islam pada tanggal 3 Oktober 2002. Harta bersama yang disengketakan Bunga adalah Tanah yang diatasnya berdiri bangunan rumah di Perumahan Kota Malang, Sepeda Motor Yamaha Mio dan Sepeda Motor Vixion, Bunga beranggapan bahwa Rumah yang ditempati wawan sekarang adalah harta bersama dimana mereka membelinya ketika mereka sudah menikah,dan dua sepeda motor yang merupakan harta bersama juga,akan tetapi Wawan beranggapan bahwa Rumah yang di tempatinya sekarang masih kredit dan belum lunas dan kepemilikan rumah atas nama PT.Bank Syariah BRI dan 2 sepeda motor tersebut Wawan mengakui kalau sudah terjual. Perkara tersebut diputus oleh Hakim Pengadilan Agama Kota Malang dalam putusan
Nomor
0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg.
Dalam
putusannya
hakim
mengabulkan gugatan Bunga mengenai pembagian harta gono-gini. Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMUTUSKAN HARTA GONO-GINI UNTUK
MELINDUNGI
0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg) B.Rumusan Masalah
HAK
ISTRI
(Studi
Perkara
Nomor
10
Dari uraian di atas, ada beberapa pokok masalah yang menjadi bahasan utama, yaitu : Bagaimana pertimbangan hakim dalam membagikan harta gono-gini untuk melindungi
hak
istri
di
PA
Malang
Studi
Perkara
Nomor
0733/Pdt.G/2013/PA.Mlg? C.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengadilan Agama Malang dalam memproses perkara gono gini D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan yang diharapkan oleh penulis dalam penelitian ini adalah memberikan kontribusi keilmuan baik secara teoritis maupun praktis : 1. Teoritis Pembahasan penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkaya keilmuan hukum, khususnya Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Membagikan Harta Gono-Gini Untuk Melindungi Hak Istri (Studi Di Pengadilan Agama Malang)”
2.Praktis Secara praktis penilitian ini dapat menghindari pola pikir sempit, yang hanya fanatik pada satu pandangan hukum, serta mampu memberikan sumbangsih keilmuan dan wawasan hukum bagi ahli hukum maupun masyarakat umum.
11
E. Penelitian Terdahulu 1. Dila Dasril. 2011. Skripsi.
Pembagian harta bersama akibat perceraian
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Pengadilan Agama Lubuk Basung no.68/PDT.G/2009/PA/L.B). Di sini pelaksanaan pembagian harta bersama pada putusan nomor 68/ Pdt.G/ PA.LB ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sehingga pada saat terjadinya perceraian harta bersama tersebut dibagi sama rata antara bekas suami isteri. Jadi untuk pelaksanaan pembagian harta bersama ini dimulai dengan pengajuan gugatan. Oleh salah satu pihak, pengajuan gugatan dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian ataupun sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap. Setelah syarat-syarat untuk pengajuan gugatan terpenuhi maka proses pembagian harta bersama diproses. Sehingga sesuai dengan Putusan Pengadilan Agama Lubuk Basung Nomor : 68/Pdt.G/2009/PA.LB menetapkan pembagian harta bersama tersebut ½ (seperdua) bagian untuk penggugat dan ½ (seperdua) bagian untuk tergugat. 2. Agung Nugroho, 2008. Skripsi Pembagian Harta Bersama (Studi Putusan Pengadilan Agama Kebumen No 13/Pdt.G/2005/P.A Kbm). Penelitian ini membahas tentang istri menggugat harta bersama setelah bercerai, Suami berdalih sebagian hartanya merupakan warisan dari orang
12
tuanya,akan tetapi menurut undang undang 1974 dan KHI pasal 97 setiap suami dan
istri yang bercerai berhak mendapatkan seperdua dari harta bersama
sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Persamaan dan Perbedaan Persamaan penelitian terdahulu di atas dengan penelitian yang diteliti adalah sama sama membahas tentang harta gono gini. Perbedaannya adalah penelitian yang diteliti lebih membahas ke pembagian harta gono-gininya saja serta dasar pertimbangan hakim yang mendasarinya. Sementara penelitian terdahulu ada masalah masalah lain yang terjadi antara suami dan istri yang menyebabkan kedua pihak saling gugat sama lain. F. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian normatif. Penelitian normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (library research). 2. Sumber Data Penelitian Dalam sebuah penelitian yang dimaksud sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Data-data yang dianalisis dalam penelitian ini diperoleh dari studi lapang dan beberapa teori, konsep, ide, buku, dan yang ada kaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini meliputi :
13
a. Data Sekunder, yaitu data yang berisi informasi penunjang yang berkaitan dengan penelitian tersebut, diantaranya adalah artikel, surat kabar, jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun
beberapa rujukan yang ada
kaitannya dengan penelitian ini. b. Data Tersier, yaitu data Data tersier adalah data penunjang, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap sumber data primer dan sekunder, di antaranya adalah kamus dan ensiklopedi. 3. Metode Pengumpulan Data a. Dokumentasi Dokumentasi dari asal kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis seperti
buku,
majalah,
catatan
dan
lain-lain
yang
berkaitan
dengan
permasalahan penelitian ini. Data yang diperoleh dari dokumentasi ini merupakan data skunder sebagai pelengkap data primer. Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya. 4.Metode Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan dengan lengkap di lapangan, selanjutnya diolah dan dianalisis untuk menjawab masalah penelitian. Adapun untuk menjawab masalah penelitian tentu saja data yang didapat perlu diorganisasikan dengan menggunakan analisis
deskriptif
kualitatif,
dimana
deskriptif
merupakan
laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran
14
penyajian laporan tersebut. Dalam pengolahan data perlu melalui beberapa tahapan untuk menyimpulkan suatu realita dan fakta dalam menjawab sebuah persoalan. Tahap-tahap pengolahan data di antaranya: a. Edit Tahap ini adalah tahap awal setelah data diperoleh. Edit yang dimaksud adalah langkah untuk memeriksa data yang sudah terkumpul. Tahap ini di antaranya meliputi pengecekan dan pemilahan data yang benar-benar dapat menunjang penelitian dan data yang tidak diperlukan. b. Klasifikasi Data yang sudah diperoleh dengan baik dan sudah diedit dikelompokkan dalam beberapa kategori. Antara lain data dikelompokkan dalam kategori bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan penelitian putusan hakim tentang gono-gini ini. c. Verifikasi Tahap verifikasi merupakan salah satu tahap penting dalam pengolahan ini karena berkaitan dengan keabsahan data atau disebut validitas data. Tahap verifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan pengecekan kecukupan refensial, yakni memeriksa data-data yang tertulis dalam literatur secara cukup. d. Analisis
15
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data merupakan proses yang tidak pernah selesai. Proses analisis data itu sebenarnya merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-tema dan merumuskan suatu jawaban permasalahan dalam penelitian. Dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari datadata yang diperoleh untuk mempermudah membaca dan memahami data yang sudah dikumpulkan. b. Conclusi Conclusi
adalah
merupakan
hasil
suatu
proses pengambilan kesimpulan
dari proses penelitian yang menghasilkan suatu jawaban yang menjadi generalisasi yang telah dipaparkan dibagian latar belakang. Dalam metode ini peneliti membuat kesimpulan dari semua data-data yang telah diperoleh dari semua kegiatan penelitian yang sudah dilakukan baik melalui wawancara maupun dokumen.