BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia, untuk bergerak, bekerja serta melakukan segala aktifitasnya, manusia membutuhkan energi, dengan demikian energi ini memegang peranan penting dalam perubahan sosial. Implementasinya adalah bahwa perlu ditelaah semua aspek yang relevan, agar pemanfaatan energi ini dapat dilakukan secara tepat dan optimal. Energi secara konvensional diperoleh dari sumber-sumber yang ada didalam perut bumi, seperti batubara, minyak bumi, gas alam. Dengan adanya krisis energi, keadaan ini merupakan faktor perangsang usaha manusia untuk menemukan sumber energi non konvesional atau non batubara, minyak bumi dan gas alam. Beberapa tahun terakhir, negara-negara didunia, termasuk Indonesia, merasa khawatir dengan adanya dugaan dan perkiraan bahwa persediaan batubara, minyak bumi dan gas alam semakin menipis. Hal ini juga ditunjukkan oleh sikap para ilmuwan maupun pemerintah yang memperingatkan masyarakat agar menghemat pemakaian batubara, minyak bumi dan gas alam, dan berusaha mencari serta menggali sumber-sumber energi lain pengganti minyak bumi dan gas. Dikota-kota, kebutuhan akan energi listrik sangat besar dimana kebutuhan tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemajuan ekonomi, teknologi dan perkembangan sosial bagi kota tersebut. Penyediaan listrik ditempuh dengan berbagai cara, terutama dengan perluasan jaringan PLN yang sudah ada. Dengan
1
meningkatnya harga minyak dan gas alam serta menipisnya persediaan batubara, minyak bumi dan gas alam, salah satu untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan memanfaatkan sumber-sumber energi baru yang berasal dari sampah, yaitu menggunakan sampah sebagai bahan bakar alternatif pembangkit tenaga listrik pengganti batubara, minyak bumi dan gas alam yang sudah ada. Dengan memanfaatkan sampah ini dapat juga digunakan sebagai salah satu cara pemecahan masalah untuk Pemerintah guna menanggulangi sampah.
1.2. TUJUAN PENULISAN Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini yaitu membuat studi tentang pemanfaatan sampah sebagai salah satu energi alternatif.
1.3. PEMBATASAN MASALAH Dalam penulisan tugas akhir ini, masalah yang dibatasi hanya pada pemanfaatan sampah organik sebagai salah satu energi alternatif di Tangerang.
1.4. METODE PENULISAN Metode penulisan Tugas akhir ini adalah : 1. Referensi buku-buku diktat maupun buku penunjang 2. Bimbingan dari dosen pembimbing 3. Pengambilan data di Dinas Kebersihan Tangerang, Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenaga Listrikan dan Energi Baru Terbarukan ( P3TKEBT).
2
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk mempermudah pembaca mengikuti alur pemikiran penulisan Tugas Akhir disesuaikan dengan sIstem sebagai berikut :
BAB I
Bab
ini
merupakan
pendahuluan
yang
secara
ringkas
menggambarkan latar belakang masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II
Bab ini berisikan tentang pengertian sampah, sumber-sumber sampah, jumlah produksi sampah, jenis-jenis sampah padat, karateristik sampah rumah tangga, komposisi sampah rumah tangga, pengumpulan dan pengangkutan sampah, serta beberapa metode pemanfaatan sampah.
Bab III
Bab ini berisikan tentang pengertian umum, sifat fisik dan kimia dari sampah, bagian penerima sampah, pengoperasian pembangkit listrik gas bio, kapasitas instalasi, proses pembentukan gas bio, sistem pembangkit gas bio, pembuangan gas, pemeliharaan peralatan dan pengolahan hasil limbah. Serta efektif tidaknya pembangkit setelah dianalisa produksi listriknya.
BAB IV Bab ini berisikan tentang analisa penggunaan sampah sebagai sumber energi alternatif. BAB V Kesimpulan
3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. PENGERTIAN SAMPAH Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang dipandang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena dalam penanganannya memerlukan biaya yang cukup besar. Pengertian menurut FKM-UI mendefinisikan sampah (waste) sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Dalam penulisan ini sengaja ditonjolkan sampah didaerah perkotaan karena disinilah timbul permasalahan dalam menanganinya. Hal ini disebabkan oleh padatnya penduduk dan beraneka ragamnya aktifitas kehidupan manusianya. The American Public Works Assocation (APWA) telah mengklasifikasikan jenisjenis sampah berdasarkan asal, karakter dan bahan aslinya sebagai berikut: a.
Garbage, didefinisikan sebagai sampah yang dihasilkan dari proses penyiapan, pengolahan, dan penyediaan makanan dan dapat dihasilkan dari rumah tangga, intsitusi dan badan-badan komersil seperti hotel, took, restoran dan pasar.
b.
Rubbish, merupakan barang-barang seperti kertas, kardus (cardboards), karton, kayu, plastik, kain-kain kasa, pakaian, sprei, selimut, kulit, karet, rumput, daun dan sisa-sisa perkebunan. Non combustible rubbish termasuk kaleng, kertas
4
timah, tanah/Lumpur, batu, bata, keramik, botol kaca, tembikar dan sampah mineral lainnya.
Definisi yang jelas atas beberapa istilah yang digunakan dalam pengelolaan sampah perkotaan: a.
Organik, adalah bahan yang terdiri atas campuran senyawa-senyawa kimia yang mengandung rantai karbon, yang disatukan dengan hydrogen dan sering juga dengan oksigen, nitrogen, dan elemen-elemen lainnya.
b.
Anorganik, adalah bahan yang berasal dari mineral, baik yang tidak dapat dimasukkan dalam kelompok senyawa karbon yang dikenal dengan istilah organik.
c.
Sampah (waste), adalah materi padat, cair atau gas yan dibuang akibat aktivitas masyarakat.
d.
Sampah kota (urban waste), adalah semua sampah padat yang dihasilkan dari pembuangan rumah tangga, area komersial, perdagangan dan industri yang dikumpulkan oleh lembaga lokal atau pelayan kebersihan public atau kontraktor swasta yang mewakili pemerintah kota.
2.2. JENIS-JENIS SAMPAH Sampah kota atau Municipal Solid Waste (MSW) umumnya mengandung 30-60% bahan organik kering, terdiri atas: a.
Fraksi sampah organik yang digestible atau bio degradable. Seperti : buangan dapur, sisa makanan, potongan rumput/daun, kulit buah, sayuran, lemak.
5
b.
Fraksi combustible seperti bahan organik yang dapat dicerna lembut, misalnya kayu, karton, kertas. Cellulosa dan material yang non digestible seperti plastik, karet, kulit.
c.
Fraksi inert (yang tidak terbakar) seperti bata, kaca, metal, pasir. Bahan-bahan ini cocok untuk material daur ulang (recycle material).
d.
Fraksi air basah atau moisture juga merupakan sisa lain sampah kota, mencapai (0-25%). Selain sampah kota diatas ada sampah-sampah khusus seperti sampah rumah potong, sampah septic (sewage) dan sampah-sampah khusus industri.
2.3. JUMLAH PRODUKSI SAMPAH Jumlah produksi sampah pada suatu daerah tergantung oleh beberapa faktor yaitu : a.
Jumlah penduduk. Sampah merupakan suatu produk yang dihasilkan oleh kegiatan masyarakat, maka sampah disuatu kota sangat diperngaruhi oleh banyaknya jumlah penduduk kota tersebut. Semakin banyak jumlah penduduk, biasanya semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan. Kota Tangerang pada tahun 2004 berpenduduk 1.488.666 jiwa (kota Tangerang Dalam Angka), dengan asumsi pertumbuhan penduduk kota tangerang sebesar 2% pertahunnya.
b.
Sistem
pengumpulan
dan
pembuangan
sampah
yang
dipakai.
Sistem
pengumpulan, pengangkutan sampah yang dipakai sangat mempengaruhi jumlah sampah yang dikumpulkan, pengumpulan sampah dengan gerobak, truk dan lainlain. Adanya sampah-sampah yang dibakar atau dibuang sendiri oleh yang bersangkutan atau oleh kontraktor akan memberi gambaran jumlah sampah yang lebih kecil dari jumlah produksi sampah yang sebenarnya.
6
c.
Letak geografi. Faktor geografi juga mempunyai pengaruh terhadap jumlah serta perubahan komposisi sampah padat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa didaerah pegunungan, sampah dari jenis kayu-kayuan akan meningkat, sedangkan untuk daerah pantai sampah jenis kerang-kerangan atau hasil laut yang lebih banyak.
d.
Waktu. Jumlah produksi sampah dan komposisinya sangat dipengaruhi oleh faktor waktu (harian, mingguan, bulanan serta tahunan). Jumlah produksi sampah dalam satu hari bervariasi menurut waktu, ini erat hubunganyya dengan kegiatan sehari-hari misalnya di dapur, pasar, kantor dan lain-lain.
e.
Sosial ekonomi. Faktor ini sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah termaksud didalamnya adat istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat daerah tersebut. Sebagai contoh jumlah produksi sampah di daerah pusat kota jelas akan berbeda dengan jumlah produksi sampah di daerah pinggiran kota. Juga tentang mental serta kebudayaan suatu masyarakat tercermin dalam cara masyarakat tersebut mengelola sampahnya. Sampah yang tertumpuk disana sini mencerminkan kebudayaan serta martabat manusia dan bangsanya.
f.
Musim/iklim. Faktor ini akan mempengaruhi jumlah produksi sampah, contohnya di Indonesia misalnya musim hujan kelihatannya sampah meningkat karena adanya sampah tebawa air. Di daerah beriklim dingin, musim gugur jumlah produksi sampah meningkat, sedang musim dingin sampah berkurang, juga pada musim panas menyebabkan peningkatan produksi sampah terutama di daerahdaerah pariwisata dan rekreasi, karena banyak masyarakat yang berlibur.
7
g.
Teknologi. Dengan kemajuan teknologi, maka jumlah produksi sampah juga meningkat. Sebagai contoh, dulu tidak dikenal adanya sampah jenis plastik tetapi sekarang plastik menjadi masalah pembuangan sampah.
h.
Sumber sampah. Berdasarkan data DPU Kota Tangerang dan hasil perhitungan konsultan, pada tabel 2.1. diketahui laju timbulan sampah Kota Tangerang sebagai berikut: Tabel 2.1. Perkiraan Laju Timbulan Sampah Kota Tangerang Berdasarkan Hasil Survei dan Perhitungan 2004
Sumber
Permukiman
Laju
Jumlah
Timbulan
Laju Timbulan
Timbulan
Jiwa/pegawai/luas
sampah
Sampah Per
(ℓ/jiwa/hari)
tiap komponen)
Per sumber
Kapita
(m³/hari)
(ℓ/kapita/hari)
2
1,488,666
2977.33
2.00
Sosial (sekolah)
0.15
308,662
46.30
0.03
Perkantoran
0.65
13,799
8.97
0.01
Pasar
0.4
151,398
60.56
0.04
Industri
0.65
193,129
125.53
0.08
-
-
21.00
0.01
0.1
82,94
0.01
0.00
3239.70
2.18
Komersial Jalan Kota Tangerang
Sumber : DPU Kota Tangerang 2003, Hasil Perhitungan Konsultan 2005
8
Sedangkan identifikasi timbulan sampah kota Tangerang berdasarkan sumbernya diketahui sebagai berikut: Tabel 2.2 Proporsi Sampah Kota Tangerang Per Sumber Sumber
Timbulan Sampah Per
Proporsi Sebaran
Sumber (m³/hari)
Berdasarkan Sumber (%)
Permukiman
2.977,33
91,90
Sosial (sekolah)
46,30
1,43
Perkantoran
8,97
0,28
Pasar
60,56
1,87
Industri
125,53
3,87
Komersial
21,00
0,65
Jalan
0,01
0,00
TOTAL
3239,70
100
Sumber : DPU Kota Tangerang, 2005
2.4. KOMPOSISI SAMPAH Komposisi sampah kota Tangerang diketahui memiliki komponen organik sebesar 78,99% dan komponen an-organik sebesar 21,01%. Secara terperinci karateristik sampah kota Tangerang dibandingkan dengan kota lainnya adalah sebagai berikut pada tabel 2.3
9
Tabel 2.3. Komposisi Sampah Kota Tangerang dan Kota Lainnya % No.
Komponen
Kota
Kota
Kota
DKI
Kota
Bogor
Depok
Bekasi
Jakarta
Tangerang
1.
Sampah makanan
72,90
61,08
72,45
65,45
78,99
2.
Plastik
11,10
13,00
9,0
12,02
9,42
3.
Kertas
6,0
1,51
8,0
13,00
5,81
4.
Karton
-
1,79
-
-
-
5.
Kayu,bambu
1,20
7,10
-
0,02
0,95
6.
Baju, tekstil
1,90
1,88
1,0
0,33
0,63
7.
Logam
1,70
0,41
2,0
1,00
0,84
8.
Gelas
2,10
0,58
1,0
2,10
1,48
9.
Tulang, kulit telur
-
-
-
-
-
1,60
1,00
1,55
-
-
10.
Karet, kulit
11.
Ranting dan daun
-
6,37
-
-
-
12.
Batere
-
-
-
1,28
-
13.
Botol plastic
-
-
-
-
1,46
14.
Lain-lain
1,5
4,96
5,0
4,52
0,42
Sumber : Berbagai Sumber 1 Data JWMC, 2004 2 Data JWMC, 2005 3 Data Dinas Bertaman Kota Bekasi, 2004 4 DKI-WJEMP-311 5 DPU-Sub Dinas Kebersihan DPU Kota Tangerang, 2002
10
2.5. KARAKTERISTIK SAMPAH Karateristik sampah ditentukan oleh aspek fisika dan aspek kimia yang dimiliki, seperti berat jenis, kandungan kering, dan komposisi sampah itu sendiri. a.
Aspek Fisik •
Berat jenis. Data berat jenis sampah sangat penting untuk memperkirakan kapasitas mesin pengumpul.
•
Kandungan kering. Besarnya kandungan kering, penting untuk merencanakan sistem pembusukan sampah.
•
Komposisi fisik Komposisi fisik penting untuk mengetahui kandungan bahan yang mudah membusuk atau sukar membusuk, serta bahan yang mempunyai kemungkinan untuk dipotong atau diperkecil.
b.
Aspek kimia. Komposisi ini penting dalam perencanaan konstruksi ruang fermentasi yang meliputi penetuan campuran air yang dibutuhkan agar dapat terjadi pembusukan sempurna, kandungan emisi gas dan sebagainya.
2.6. SISTEM PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH Hingga saat ini sampah Kota Tangerang dibuang ke TPS Rawa Kucing secara Open Dumping. Model aliran sampah dari sumber hingga ke pembuangan akhir di Kota terlihat dalam lampiran 1.
11
2.7. METODA PEMANFAATAN SAMPAH Beberapa metoda pemanfaatan sampah yang telah dilakukan dan di uji cobakan, yaitu: a.
Pirolisa
b.
Fermentasi
c.
Gasifikasi
d.
Pembakaran langsung (direct combustion)
e.
Biomass Coal Firing
2.7.1. Pirolisa Pirolisa didefinisikan sebagai dekomposisi panas limbah tanpa pembakaran sempurna. Pirolisa adalah proses spontan yang kompleks. Proses pirolisa telah lama dimanfaatkan dengan mempergunakan kayu untuk memperoleh selain kayu arang, juga bahan-bahan kimia seperti methanol. Pengoperasian unit pirolisa dimulai dengan pengisian ruang pirolisa (reactor) dengan arang, disusul dengan penempatan limbah kota kering diatas tumpukan itu. Selanjutnya limbah dibakar dengan kompor sumbu sampai api terbentuk merata, kemudian lubang anginnya ditiup dan udara dihembuskan ke dalam reaktor. Gas hasil dari pirolisa dialirkan kedalam pendingin untuk mengembunkan air. Gas yang tidak dapat mengembun dan dibakar dalam tungku untuk mengeringkan sampah tersebut yang akan dimasukkan ke dalam reaktor.
12
2.7.2. Fermentasi Fermentasi dapat didefinisikan sebagai penyusutan sampah dengan menggunakan metode organik. Metode organik ini dibagi atas dua kategori yaitu: a.
Aerobik. Adalah proses dengan O 2 , yaitu penyusutan sampah langsung oleh organik biologi. Dalam proses ini materi organik oksidasi untuk menghasilkan humus yang umumnya disebut kompos, yaitu dipergunakan untuk pemupukan.
b.
Anaerobik. Adalah proses tanpa O 2 , dengan proses ini sampah padat dapat diubah menjadi hasil yang dapat dijual yaitu gas methan ( CH 4 ). Metode ini dilakukan dengan alat penghasil biogas. Bahan organik yang akan diproses ini dapat merupakan campuran sampah dan tinja atau sampah saja dengan perbandingan bahan pencampur. Secara garis besar teknologi gas bio dengan proses anaerobik digestion dapat
diklasifikasikan atas bebarapa sistem : Pada proses basah (wet sistem), umpan sampah organik dicampur air, diproses dalam jumlah besar menjadi slurry/lumpur sehingga mencapai kandungan bahan kering 1015%. Sedangkan proses kering (dry system), sampah organik yang diumpankan kedalam digester mengandung bahan kering 20-40%. Ada dua macam proses basah berdasarkan jumlah stage reactor yaitu: a.
Single stage, dimana proses hidrolisis acidification dan methanisation terjadi dalam 1 digester.
b.
Multi stage dengan produk continous
13
Adapun pada dry system umumnya single stage dengan produk batch: a.
Batch system dan Continous system. Pada sistem batch, sampah organik yang diumpankan ke dalam digester dilakukan pada waktu tertentu, selanjutnya digester ditutup dan dibiarkan sampai proses pembentukan gas terjadi. Setelah proses selesai, digester dikosongkan dan diisi kembali dengan umpan segar. Sedangkan pada continuos system, digester diisi secara terus menerus dilakukan dengan diimbangi pengeluaran residu fermentasi.
b.
Single stage dan Multi stage. Pada single stage, semua tahapan proses anaerobik digestion terjadi dalam satu macam digester tidak difermentasikan lagi dan dianggap sebagai residu. Sedangkan pada multi stage, tahapan proses terjadi dalam beberapa reaktor. Tahap pembentukan asam organik pada proses anaerobik digestion terjadi dalam tangki yang berbeda dengan proses pembentukan gas metan. Sistem ini bisa meningkatkan efisiensi proses karena mikroorganisme yang bekerja berbeda pada kondisi yang optimum.
c.
Co-digestion dan Digestion System. Pada co-digestion system, sampah organik dicampur dengan kotoran hewan dan selanjutnya diolah bersama. Campuran bahan organik ini bisa meningkatkan perbandingan C/N dan meningkatkan produksi gas. Sedangkan pada digestion system, umpan yang berupa sampah organik rumah tangga dilakukan dalam air dan diolah tanpa tambahan bahan lain.
14
2.7.3. Gasifikasi Sampah, yang telah disolidifikasi dan dikeringkan, dipanaskan menggunakan uap panas atau udara panas untuk mendapatkan gas-gas pembakaran dengan kalor pemanasan rendah-medium sebagai baha bakar pada system pembangkit turbin gas atau biodiesel engine. Penerapan teknologi gasifikasi biomassa pada pembangkit listrik dapat dilakukan pada skala besar (dengan sistem turbin gas)
2.7.4. Pembakaran Langsung (Direct Combustion) Pembakaran langsung yang dimaksudkan adalah membakar sampah yang telah dipisahkan ataupun yang belum dipisahkan dari bahan-bahan seperti pecahan gelas, logam dan lain sebagainya didalam tungku pembakaran. Pembakaran langsung didalam tungku dapat juga dimanfaatkan untuk memanaskan air dalam boiler pada pembangkit tenaga listrik. Tungku pembakaran ini berhubungan dengan suatu sistem ketel uap (boiler), sehingga panas yang ditimbulkan dari hasil pembakaran sampah dimanfaatkan untuk memanaskan air dalam boiler, sehingga diperoleh uap panas yang bertekanan. Selanjutnya uap panas bertekanan tinggi dialirkan ke turbin uap yang memutar generator untuk menghasilkan tenaga listrik.
2.7.5. Biomass Coal Firing Biomass coal firing yaitu mengkombinasikan penggunaan sampah pada sistem pembangkit yang menggunakan batubara. Pemakaian sampah pada sistem ini
15
merupakan
komplementer
penggunaan
batubara
sehingga
dapat
mereduksi
penggunaan batubara serta meningkatkan efesiensi sistem. Limbah sampah kota yang akan dibakar bersama dengan batubara harus mengalami proses pengoksidasian. Untuk meningkatkan nilai kalor limbah sampah kota, maka limbah sampah kota disortir terlebih dahulu, kemudian dikeringkan (penurunan kadar air) dan disolidifikasi. Material yang disolidifikasi umumnya berupa briket atau batangan kering sebagai bahan bakar.
16
BAB III PEMBANGKIT GAS BIO
3.1 UMUM Pusat Tenaga Listrik dengan bahan bakar limbah adalah pusat tenaga listrik yang memanfaatkan limbah sampah sebagai bahan bakarnya. Sampah yang digunakan untuk bahan bakar tenaga listrik yaitu sampah organik (limbah padat). Pemanfaatan sampah tersebut dilakukan dengan cara membusukkan sampah tersebut terlebih dahulu pada ruang fermentasi (fermenter). Adapun hasil dari pembusukkan sampah tersebut berupa gas metan. Gas metan ini digunakan sebagai bahan bakar pusat tenaga listrik. Menurut jenisnya pusat tenaga listrik ini termasuk pada jenis Pusat Tenaga Listrik Gas (PLTG). Pusat tenaga listrik ini menggunakan turbin gas untuk menggerakkan generatornya, secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian yaitu bagian pembentukan gas pada ruang fermentasi (fermenter) dan bagian pembangkit tenaga listrik di generator listrik yang digerakkan oleh sebuah turbin gas. Dalam ruang bakar diambil udara diambil dari udara bebas, masuk ke dalam kompresor untuk dinaikan tekanannya. Udara bertekanan tinggi tersebut dialirkan ke ruang bakar untuk dicampur dengan bahan bakar gas hasil proses pembusukan sampah pada ruang pembusukan. Suhu yang dihasilkan dari pembakaran ini mencapai 800° C sampai dengan 1000° C. Energi panas yang dihasilkan dari pembakaran gas metan tersebut disalurkan ke dalam turbin untuk memutar sudu-sudu turbin dengan demikian energi kinetis uap diubah menjadi energi mekanis (untuk menjalankan generator).
.
17
3.2 SIFAT FISIK DAN KIMIA DARI SAMPAH 3.2.1. Sifat Fisik Sampah Kelancaran proses pembentukan gas bio dari sampah antara lain bergantung pada sifat fisik dan kimia dari sampah. Sampah yang berasal dari sumber yang berbeda-beda, mempunyai kandungan air dan kandungan bahan kering yang berbeda-beda pula. Komposisi inilah yang membedakan sampah dari bahan bakar lain. Oleh karena itu, sistem pembentukan gas harus disesuaikan dengan komposisi yang berbeda-beda. Beberapa hal yang sangat penting dalam pemilihan sifat fisik antara lain: a. Ukuran partikel sampah dan distribusinya. b. Kandungan bahan kering
3.2.2. Sifat Kimia Sampah Nilai Kalor yang dinyatakan dalam nilai kalori (termasuk kandungan air dalam sampah). Dari data yang ada, nilai kalori yang didapat dari proses pembentukan gas metan dari sampah sekitar 4800 kcal/m³-6.700 kcal/m³. Gas metan murni (100%) mempunyai nilai kalori sekitar 8.900 kcal/m³..
.
18
Tabel 3.1. Potensi Energi Biogas di Indonesia tahun 1998 Jenis
Biogas (m³/Kg BK)
Sapi, kerbau
0,25
Kuda
0,25
Kambing, Domba
0,25
Babi
0,44
Itik, Ayam
0,60
Manusia
0,40
Sampah Organik
0,22
Sumber : Direktorat Jenderal peternakan
BK : Bahan Kering
3.3. PROSES PENERIMAAN SAMPAH Sebelum membongkar muatannya ke dalam bak penimbunan, kendaraan pengangkut sampah yang masuk setiap hari harus melewati jembatan timbang, dimana berat sampah, sumber-sumber sampah dan jenis-sampah dicatat. Demikian pula kendaraan-kendaraan yang keluar membawa sisa-sisa proses pembusukan harus melewati jembatan timbang ini. Selanjutnya sampah yang masuk setiap hari ditimbun kedalam bak penampungan sampah. Sebelum dimasukkan ke dalam bak pencampur dan bak fermentasi sampah yang mempunyai ukuran relatif besar dan padat terlebih dahulu dihancurkan menjadi lebih kecil, tujuannya adalah untuk mempermudah dan mempercepat proses fermentasi. Karena sampah di Kota Tangerang masih tercampur menjadi satu antara sampah organik dan sampah anorganik, maka sampah-sampah tersebut
.
19
harus dipisahkan terlebih dahulu, itu dilakukan pada ban berjalan (conveyor) dari bagian penerimaan sampah ke bak pencampur.
3.4 PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS BIO Sampah kota yang dipilah secara manual diatas ban berjalan dan dipisahkan antara bahan organik dan bahan biodegradable-nya dan masuk ke dalam shredder untuk dicacah. Output dari shredder adalah sampah organik dengan ukuran lebih kecil, kemudian dimasukkan kedalam hammer mill. Sampah organik yang telah dicacah dengan ukuran ±1cm masuk ke hammer mill untuk dihancurkan dan dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam tanki pencampur ( mixer ). Dalam tanki pencampur dimasukkan sejumlah air sehingga bahan organik tersebut berbentuk bubur. Sebuah pengaduk digunakan untuk memudahkan proses pembuatan bubur di dalam mixer. Didalam unit ini ini proses pembentukan gas bio berlangsung untuk beberapa hari, biasanya 10-25 hari.
3.5. KAPASITAS INSTALASI 3.5.1. Bahan Baku Gas Bio Bahan baku sebagai substrat penghasil gas bio pada umumnya adalah bahanbahan organik. Sumber bahan organik sebagai bahan baku gas bio bervariasi misalnya dari sampah rumah tangga, sisa-sisa hasil pertanian, kotoran hewan, kotoran manusia dan lain-lain. Hampir semua bahan organik alam mengandung sejumlah bahan pokok untuk pertumbuhan dan metabolisme bakteri anaerobik yang terlibat dalam proses ini.
.
20
Bahan organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku gas bio seringkali didefinisikan sebagai bahan buangan, sampah, limbah pertanian, kotoran hewan yang tidak bisa dimanfaatkan lagi selain untuk pupuk. Dengan memanfaatkan limbah yang tidak berguna tersebut akan digunakan untuk mendapatkan gas bio sehingga limbah yang tidak berguna tadi diubah akan menjadi sumber energi tepat guna. Kapasitas ruang fermentasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: a. Perhitungan bahan baku yang masuk ditambah dengan air pencampur:
S = Sampah
l ⎛ l ⎞ + Air Pencampur ⎜ ⎟ ………….....................(3.1) hari ⎝ hari ⎠
b. Perhitungan kapasitas ruang pencampur sementara, sebagai berikut:
⎛ l ⎞ Vp ( l ) = S ⎜ ⎟ × Ps ( hari ) …………..…………………………...(3.2) ⎝ hari ⎠
Dimana : V p = kapasitas ruang pencampur
S = banyaknya masukan sampah per hari yang sudah dicampur dengan air Ps = banyaknya persediaan sampah
c. Perhitungan kapasitas ruang fermentasi, sebagai berikut: ⎛ l ⎞ Vf = S ⎜ ⎟ × RT ( hari ) ………………………………………(3.3) ⎝ hari ⎠
.
21
dimana: V f = kapasitas ruang fermentasi
S = banyaknya masukkan sampah per hari yang sudah dicampur dengan air RT = waktu fermentasi
3.5.2. Air Air digunakan sebagai bahan pencampur untuk proses pembusukan. Adapun banyaknya air yang digunakan disesuaikan dengan jenis sampah yang digunakan, hal ini dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Perbandingan Air Sebagai Bahan Pencampur Jenis bahan baku (kg)
Air (liter)
Kotoran sapi
1
Kotoran babi
5
Kotoran ayam
2
Tinja
1,25
Sampah organik
2
Sumber : Lembaga Minyak dan Gas
3.6. PROSES PEMBENTUKAN GAS BIO Pembentukan gas bio merupakan proses biologis dengan mengunakan mikroorganisme anaerobik. Zat organik yang merupakan bahan bakar dasar dari proses ini akan berfungsi sebagai karbon, yaitu sumber kegiatan dan pertumbuhan bakteri metan.
.
22
Karena didalam proses anaerobik hanya dihasilkan energi yang kecil, maka pembentukan gas metan ini relatif lamban dibandingkan dengan kegiatan mikroorganisme anaerobik. Secara garis besar proses fermentasi anaerobik untuk pembentukan gas bio dibagi menjadi 3 tahapan proses, yaitu: a.
Tahap Liquifikasi. Pada tahap ini terjadi proses hidrolisa yaitu penguraian bahan organik menjadi cair. Bahan organik dalam bentuk polymer akan diurai menjadi bentuk monomer oleh mikroorganisme kelompok bakteri selulotik. Mikroorganisme tersebut memproduksi enzim selulotik, lipolitik dan proteolitik yang berperan mempercepat prosses hidrolisa polimer menjadi monomer. Bakteri selulotik memegang peranan dalam proses liquifikasi ini.
b.
Tahap pengasaman (asidifikasi). Tahap dimana senyawa monomer hasil liquifikasi akan diurai kembali menjadi asam-asam organik oleh bakteri asetogenik. Produk utama dari dekomposisi tahap asidifikasi ini adalah asam asetat, asam propionate dan asam laktat yang merupakan produk akhir dari proses asidifikasi yang kemudian diproses pada tahap berikutnya.
c.
Tahap metanasi. Tahap ini adalah tahap dimana asam asetat hasil proses dekomposisi dari tahap asidifikasi akan digunakan oleh bakteri methanogenik untuk memproduksi metan, karbondioksida, asam sufida dan produk lainnya. Bakteri metanogenik ini sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti pH, larutan yang bersifat metal dan ion ammonium.
.
23
Bakteri metanogenik ini memproduksi metan melalui 2cara, pertama mengurai asam asetat menjadi metan dan CO2, kemudian cara kedua adalah mereduksi CO2 menjadi metan melalui pemanfaatan H2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme lain. Reaksi kimia pada proses fermentasi anaerob pembentukan biogas adalah sebagai berikut:
Selulosa
Glukosa
(C 6H 12O 6 ) n
→
n (C 6H 12O 6 )
Glukosa
Etanol
n (C 6 H 12O 6 )
n (CH 3 − CH 2 − OH ) + 2n (CO 2 )
→
Etanol
Bakteri Metanogenik
n (CH 3 − CH 2 − OH ) + 2n (CO 2 ) → 2n (CH 2 − COOH ) + n (CH 4 ) AsamAsetat
Methana
3.7. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI GAS BIO Pada suatu unit instalasi pembangkit biogas, proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme terjadi di dalam tanki digester. Kondisi fisik, kimiawi dan biologis lingkungan didalam tanki digester sangat mempengaruhi aktifitas mikroorganisme mengurai senyawa organik dalam memproduksi biogas. Pada umumnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktifitas mikroorganisme dalam proses pembentukkan biogas antara lain: a. Bahan baku isian. Bahan baku isian untuk memproduksi biogas adalah bahan organik dalam bentuk substrat dengan kadar air yang cukup tinggi. Hal ini dimaksudkan
untuk
memudahkan
mikroorganisme
melakukan
proses
dekomposisi material organik. Mikroorganisme membutuhkan media untuk
.
24
hidup berupa substrat organik dengan jumlah kadar air sekitar 90% atau kadar padatan/kering 10%. Mikroorganisme menkomsumsi senyawa organik untuk membangun
struktur
selnya
tumbuh
dan
berkembang.
Kehidupan
mikroorganisme didalam tangki pencerna (digester) tergantung pada komposisi bahan baku sebagai sumber makanannya. Komposisi ideal nilai rasio anatara kandungan total karbon dan nitrogen (C/N) pada bahan baku isian adalah sekitar 30. Hal ini karena bakteri mengkonsumsi karbon 30 kali leboih banyak daripada Nitrogen. Apabila kandungan karbon melebihi rasio tersebut, maka Nitrogen akan terkonsumsi habis terlebih dahulu dan bakteri kemudian akan mati karena tidak dapat membangun struktur selnya. Sebaliknya apabila rasio kandungan nitrogen melebihi jumlah proporsi tersebut, maka karbon akan terkonsumsi habis lebih dahulu dan proses dekomposisi akan terhenti, kemudian sisa nitrogen akan berubah dalam bentuk
NH 3 . b. Derajat Keasaman (pH). Bakteri fermentasi pada umumnya masih dapat hidup dan bekerja produktif pada pH sekitar 6,8 sampai 8,0. Tetapi untuk aktifitas proses dekomposisi yang optimal biasanya pada pH lingkungan sekitar 7,0. Pada awal proses pencernaan pH tersebut akan cenderung menurun sampai pada pH 6 hingga terjadi proses asidifikasi pembentukan asam organik. Hal ini merupakan akibat dari pencernaan organik oleh bakteri aerobik. Sesudah 2-3 minggu, kemudian pH perlahan akan naik pada saat proses metanasi terjadi, disertai dengan perkembangbiakan bakteri metanogenik yang meningkat.
.
25
c. Temperatur Lingkungan. Proses dekomposisi oleh bakteri anaerobik dapat berlangsung pada kisaran temperatur 5°C sampai dengan 55°C, tetapi temperatur yang optimal adalah 35°C. Pada kisaran temperatur tersebut semakin tinggi temperatur semakin banyak biogas yang dihasilkan tetapi bakteri akan lebih cepat mati pada temperatur tinggi. Oleh karena bakteri metanogenik sangat sensitif terhadap perubahan temperatur, upaya untuk menjaga stabilitas temperatur menjadi faktor yang sangat penting. Berdasarkan temperatur lingkungan, bakteri dapat dikelompokkan menjadi kelompok bakteri thermofilik (yaitu bakteri yang bekerja secara optimal pada temperatur lingkungan sekitar 50-60°C) dan kelompok bakteri mesofilik (yaitu bakteri yang bekerja secara optimal pada temperatur lingkungan sekitar 30-40°C). d. Starter. Starter adalah sejenis larutan mengandung mikroorganisme yang diperlukan
untuk
memproduksi
biogas.
Penggunaan
starter
tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan serta mempercepat waktu proses awal dekomposisi. Terdapat 2 macam bakteri yang berpengaruh terhadap prodiksi biogas, yaitu bakteri pembentuk asam (Pseudomonas, Eschericia, Flavobacterium dan Alcaligenes) dan bakteri pembentuk gas methan (Methanobacterium, Methanosarcina dan Methanococcus). e. Design Reaktor. Design reaktor atau juga dikenal dengan istilah digester dalam sistem pembuatan biogas tergantung pada tipe biomassa sebagai bahan baku yang akan digunakan, kapasitas biogas yang akan diproduksi, dan tujuan pemanfaatan biogas untuk keperluan selanjutnya. Berbagai macam model konstruksi digester untuk pembuatan biogas telah banyak dikembangkan,
.
26
mulai dari konstruksi pasangan batu bata, beton, plat besi, stainless, drum. Fiber, plastik dan sebagainya. Pada umumnya kontruksi bangunan digester biogas dikenal dengan 3 jenis konstruksi, yaitu Fixed Dome Digester, Floating Roof Digester dan Digester Sederhana namun untuk proses pembuatan biogas dari sampah organik yang sering digunakan adalah jenis Fixed Dome Digester bertingkat. Fixed Dome Digester disebut juga digester permanent, terbuat dari bahan stainless dengan dimensi sesuai kebutuhan kapasitas yang diinginkan. Ruang penampung biogas berada langsung diatas substrat menjadi satu konstruksi dengan digester, ukuran kapasitasnya tetap/tidak elastis. Cara kerja Fixed Dome Digester menggunakan sistem kontinyu sehingga produksi gasbio dapat berjalan konstan. Gas yang terbentuk terakumulasi secara terus menerus akan menimbulkan tekanan sehingga gas dapat dialirkan ke dalam penampung gas (gas holder) yang selanjutnya dapat digunakan sebagi sumber energi.
3.8. KARATERISTIK GAS BIO 3.8.1 Komposisi Biogas Menurut John, Don D. Et al. (1980), biogas yag dihasilkan dalam proses fermentasi biasanya tidak berupa komponen tunggal, melainkan terdiri dari beberapa komponen dan gas methan (CH 4 ) merupakan komponen terbesar dengan kandungan sekitar 54-70%. Selain gas methan, komposisi lainnya adalah berupa gas Karbondioksida (CO 2 ) 27-45%, Nitrogen (N 2 ) 0,5-3%, Karbonmonoksida (CO ) 0,1%, Oksigen (O 2 )
.
27
0,1% dan Hidrogen Sulfida (H 2S ) dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas adalah gas yang mempunyai sifat mudah terbakar dengan nilai kalori yang cukup tinggi, sekitar 4.800-6.700 kcal/m³. gas methan murni (100%) mempunyai nilai kalori sekitar 8.900 kcal/m³. Tabel 3.3Komposisi Biogas Hasil proses Fermentasi No.
Komponen Gasbio
%
1
Methan (CH 4 )
54-70
2
Karbondioksida (CO 2 )
27-45
3
Nitrogen (N 2 )
0,5-3,
4
Karbonmonoksida (CO )
0,1
5
Oksigen (O 2 )
0,1
6
Hidrogen Sulfida (H 2 S )
Sangat kecil
Sumber : Jones, Don D. et al. (1980)
3.8.2. Kuantitas Gas Bio Kuantitas gas bio yang dihasilkan bervariasi tergantung dari temperatur, pembebanan, kecepatan produksi gas, waktu detensi dan macam bahan baku ang dipergunakan. Jika bahan baku yang digunakan adalah kotoran hewan, kotoran manusia dan sisa-sisa hasil pertanian, setiap penambahan 1kg sampah organik kering akan diproduksi gas sebesar 0,4 - 0,5m³, dengan waktu detensi antara 10 – 25 hari. Jika gas metan yang dihasilkan diperkirakan sebesar 60% dari suatu gas,maka ini berarti suatu hasil produksi dari kira-kira 0,22 – 0,30 m³/kg sampah organik kering yang tercerna dengan waktu detensi 10 – 25 hari.
.
28
3.9. SISTEM PEMBANGKIT GAS BIO Sistem pembangkit gas bio terdiri dari empat proses utama yaitu terdiri dari: a. Proses Pencampur. Unit ini berguna untuk mencampur limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik dalam bentuk sampah, kotoran hewan, sisa-sisa hasil pertanian yang telah dikumpulkan dan dicampur dengan air sesuai dengan perbandingannya. b. Proses Fermentasi. Unit ini berfungsi sebagai penampung limbah-limbah yang mengandung senyawa-senyawa organik dalam bentuk apapun (sampah, kotoran hewan atau kotoran manusia) yang ditampung dalam tangki ini untuk dicerna secara biokimia anaerob dengan menggunakan bakteri-bakteri pencerna. Dalam proses ini akan terbentuk gas metan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Pengisian awal dilakukan hinggga tangki pencerna terisi setinggi ujung pipa pengeluaran. Alat ini dibiarkan dalam keadaan terisi, hingga dalam tangki fermentasi mulai dihasilkan gas. Jumlah gas dihasilkan, sejak dimulai terbentuk, akan terus bertambah setiap harinya hingga mencapai produksi gas maksimum. Banyaknya gas yang dihasilkan per kilogram sampah sebesar ± 0,22 m³ gas metan pada kondisi suhu dan derajat keasaman (pH) standar. Dengan banyaknya masukkan bahan baku sampah organik perhari maka banyaknya gas metan yang dihasilkan dapat dicari dengan persamaan:
⎛ m3 ⎞ ⎛ m3 kg ⎞ Vg ⎜ = Sampah kg × L ( ) ⎟ ⎜ ⎟ ……………………....(3.4) ⎝ hari ⎠ ⎝ hari ⎠
.
29
dimana: Vg = banyaknya gas metan Sampah = banyaknya masukkan sampah per hari L = banyaknya gas yang dihasilkan per kilogram per hari
Bila keadaan maksimum telah tercapai, maka akan terlihat bahwa produksi gas akan berkurang sehingga perlu dilakukan pengisian baku kembali melalui pipa pemasukkan. Pengisian bahan baku segar selanjutnya dapat dilakukan setiap pagi dengan jumlah dan komposisi yang telah diperhitungkan, bahan baku tersebut juga akan mendorong keluarnya sisa-sisa pencernaan melalui pipa pengeluaran. Biasanya bahan baku yang dapat dicerna hanya berkisar 60%, sehingga perlu dilengkapi peralatan untuk mengendapkan kompos, kolam oksidasi dan peralatan penampung hasil sampingan. c. Proses Penyimpanan Gas Bio. Unit ini berguna untuk tempat penyimpanan gas yang dihasilkan serta sebagai unit pengatur pemakaian gas yang akan digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik. Besarnya tempat penyimpanan gas metan hasil dari pembusukan sampah disesuaikan dengan besarnya tempat pencernaanya. Perhitungan Kapasitas penyimpanan gas bio adalah sebagai berikut: ⎛ l ⎞ ⎛ l ⎞ Vgh ⎜ ⎟ = Vg ⎜ ⎟ × C ( % ) ………………………………..(3.5) ⎝ hari ⎠ ⎝ hari ⎠
dimana: Vgh = volume ruang penyimpanan gas bio
.
30
C = kapasitas penyimpanan gas bio
Adapun besarnya C dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.6): C=
V f (l ) Vg ( l )
× 100% ………………………………………………….(3.6)
dimana:
C = kapasitas penyimpanan gas bio V f = volume sampah
d. Proses Thermal. Proses thermal pada instalasi ini sama dengan proses thermal pada instalasi pembangkit tenaga gas pada umumnya. •
Kompresor udara. Kompresor udara ini digunakan untuk meningkatkan tekanan udara yang rendah menjadi lebih tinggi. Udara pembakar dari luar di hisap dan ditekan oleh kompresor (p1) sampai tekanannya menjadi tinggi (p2), sesuai dengan perbandingan tekanan/kompresi π = p1/ p2. Perbandingan kompresi ini diperlukan untuk menentukan tinggi kenaikan udara (dalam m kolom udara). Tinggi kenaikan udara dapat dilihat pada gambar 3.4.
.
31
Gambar 3.1. Diagram Untuk Menentukan Tinggi Kenaikan Adiabatis Hv. Sumber : Prof. Dipl. Ing. Fritz Dieztel, Turbin, Pompa Dan Kompresor, Institut Teknologi Bandung, 1980.
Untuk menghitung daya yang diperlukan untuk menggerakkan kompresor dapat menggunakan persamaan (3.7): / Pv = ms × 1, 05 ×
Hv × g ....................................................(3.7) 1000 ×ηV
dimana: ms = Kapasitas panas (kg/detik)
Hv = tinggi kenaikan kompresor, pada gambar 3.1 g
= gravitasi
η v = randeman kompresor = 0,84 1, 05 = faktor untuk kebutuhan udara
Sedangkan kapasitas panas dapat dihitung berdasarkan persamaan (3.8): ms =
Wberguna hT ×ηT − 1, 05 × Hv ×
9,81 ×ηV 1000
.....................................(3.8)
dimana:
hT = panas jatuh isentrop diturbin, pada gambar 3.2
ηT = randeman turbin = 0,86 Untuk menentukan panas jatuh isentrop diturbin dapat dilihat pada gambar 3.2.
.
32
Gambar 3.2. Diagram Untuk Menentukan Panas Jatuh Isentrop di Turbin Sumber : Prof. Dipl. Ing. Fritz Dieztel, Turbin, Pompa Dan Kompresor, Institut Teknologi Bandung, 1980.
•
Ruang bakar. Udara yang bertekanan tinggi dicampurkan dengan baha bakar gas metan hasil dari pembusukan sampah. Selanjutnya, udara dan gas metan yang telah tercampur dibakar dalam ruang bakar. Suhu pembakaran yang dihasilkan 800°C sampai dengan 1000°C. Kemudian disalurkan kedalam turbin untuk memutar sudu-sudu turbin. Dalam proses thermal disamping ada materi-materi yang dimasukkan, juga ada materi yang dikeluarkan. o Materi yang masuk berupa gas metan dan udara. o materi yang keluar berupa abu, gas asap, dan radiasi.
.
33
Gambar 3.3 Proses Siklus Gas Turbin dalam Diagram T-S Sumber : Prof. Dipl. Ing. Fritz Dieztel, Turbin, Pompa Dan Kompresor, Institut Teknologi Bandung, 1980.
Untuk menghitung kalor yang diperlukan untuk pembakaran dari materi yang masuk dapat dihitung dengan persamaan (3.9) dan (3.10) sebagai berikut: T1 = t1 + 273°C …………..…………………………….(3.9)
⎛p ⎞ T2 = T1 ⎜ 2 ⎟ …………………………………………....(3.10) ⎝ p1 ⎠ t2 = T2 − 273°C ………………………………………....(3.11) dimana: t1
= suhu awal (°C)
t2
= suhu akhir (°C)
untuk udara cv = 0,172 kcal/kg ° K panas yang diperlukan per kg udara: q = cv × dT ………………………………………..(3.12) berat gas diperoleh dari persamaan (3.13) pv = wRT ………………...………….......…….(3.13)
.
34
dimana: R = Konstanta per satuan berat = 29,27 Untuk menghitung jumlah kalor yang dimasukan untuk pembakaran adalah: Q = w × q …………………………………….…….(3.14)
Untuk menghitung jumlah kalor materi yang keluar setelah pembakaran menggunakan persamaan sebagai berikut. Terlebih dahulu mencari efisiensi:
⎛
T ⎞
⎝
3
η th = ⎜⎜1 − 4 ⎟⎟ ………………………………………..(3.15) T ⎠
dimana:
η
= effisiensi
T3
= suhu tinggi
T4
= suhu rendah
untuk mencari kalor yang keluar digunakan persamaan (3.16):
η=
Q2 ………………………………………………(3.16) Q1
dimana:
•
Q1
= kalor masuk (kJ)
Q2
= kalor keluar (kJ)
Turbin. Besarnya kapasitas turbin ini disesuaikan dengan jumlah gas metan dan besar daya listrik yang direncanakan. Turbin gas yang dipergunakan yaitu turbin gas sederhana. Udara luar bertekanan rendah di hisap oleh kompresor kemudian udara tersebut ditekan dan dimasukkan
.
35
kedalam kompresor tekanan tinggi untuk dimampatkan lagi, setelah itu udara bertekanan ini dialirkan kedalam ruang bakar. Didalam ruang bakar disemprotkan bahan bakar kedalam arus tersebut sehingga terjadi proses pembakaran. Gas hasil pembakaran yang terbentuk itu kemudian dimasukkan kedalam turbin untuk menggerakkan generator dan udara sisa hasil pembakaran ini akan keluar ke udara luar.
Gambar 3.4. Skema Turbin Gas Sederhana Sumber : Prof. Dipl. Ing. Fritz Dieztel, Turbin, Pompa Dan Kompresor, Institut Teknologi Bandung, 1980.
Untuk menghitung besar daya yang dihasilkan turbin dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: PT = PV + PN …………………………………………….….(3.17) dimana: PT
= daya yang dihasilkan turbin (kW)
PV
= daya yang diperlukan untuk menggerakkan kompresor (kW)
PN = daya effektif untuk menggerakkan mesin (kW)
.
36
Sebelum menghitung daya listrik yang diperlukan oleh turbin terlebih dahulu dihitung besar kapasitas panas, selanjutnya penentuan besarnya daya yang berguna dengan menggunakan persamaan (3.18): wberguna c p × T1
=
T3 ⎛ 1 ⎞ ⎛ ( ( x−1) / x ) ⎞ × ⎜1 − ( ( x −1) / x ) ⎟ − ⎜ π − 1⎟ ………………………..(3.18) T1 ⎝ π ⎠ ⎠ ⎝
dimana: wberguna = daya berguna (kJ/kg) cp
= 1,004 kJ/kg °K = kapasitas panas spesifik
T1
= suhu awal
T3
= suhu akhir
π
= perbandingan kompresi (p2/p1)
x
= konstanta untuk udara = 1,4
Besar daya efektif dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.19) PN = wberguna × ms ……………….......................………………….(3.19)
Untuk menghitung daya listrik yang dihasilkan oleh sampah organik dapat dihitung berdasarkan data lampiran 3.
3.10. PEMBUANGAN GAS Hasil proses pembakaran gas bio yang berupa gas asap disalurkan melalui cerobong asap dengan ketinggian tertentu untuk dibuang ke udara bebas yang terlebih dahulu melalui pemisah elektrosatik (electrostatic precipitator). Gas yang dikeluarkan dari cerobong asap pada umumnya terdiri dari Nitrogen, Oksigen, Karbon Dioksida, dan Uap air
.
37
Komponen gas ini merupakan komponen gas yang umum terdapat diudara. Jenis lain yang terdapat dari hasil pembuangan gas Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bio (PLTGB) ini adalah Nitrogen Oksida, Sulfur Dioksida, Hidrogen Klorida, Karbon Monoksida, dan Hidrokarbon. Kepekatan masing-masing gas sangat dipengaruhi oleh komposisi dari sampah dan reaksi kimia yang terjadi, oleh karena itu tinggi cerobong pembuangan asap sangat penting untuk mencegah polusi udara. Tabel 3.6 menunjukan konsentrasi emisi yang diperkenankan oleh AMDAL (Analisa Dampak Lingkungan ). Tabel 3.6. Konsentrasi Emisi yang Diperkenankan Komponen
Konsentrasi Ppm
mg/m³
Debu
-
0,26
Klorida
-
-
Sulfur dioksida
0,1
O,262
Nitrogen oksida
0,05
0,094
20
22,9
0,24
0,1567
Karbon monoksida Hidro karbon Sumber : BPPTeknologi, 1982
Tinggi cerobong asap yang diizinkan di wilayah DKI Jakarta menurut AMDAL adalah minimum 15 m dengan asumsi bahwa tinggi cerobong asap lebih tinggi dari tinggi pohon.
.
38
3.11. PEMELIHARAAN PERALATAN Pemeliharaan yang harus dilakukan sedikitnya enam bulan sekali yaitu pada tangki pencerna, karena kerak yang terapung atau melekat pada dinding tangki pencerna akan mengurangi laju produksi gas bio.
3.11.1 Pengolahan Hasil Limbah Gas Bio Pada proses fermentasi sampah akan mengakibatkan keluarnya limbah cair di pembuangan akhir. Limbah tersebut tidak langsung dibuang, tetapi limbah cair tersebut masih mempunyai manfaat yang cukup signifikan.
3.11.2 Pengkomposan Hasil limbah buangan yaitu berupa Lumpur yang mengandung nitrogen yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, sebagian besar nitrogen yang terkandung dalam bahan organik adalah dalam bentuk protein, nitrogen dalam bentuk ini tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Didalam tangki pencerna, protein tersebut akan diuraikan sehingga nitrogen diubah dalam bentuk ammonium ( NH 4 + ) ,jadi dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian proses pencernaan didalam tangki pencerna akan mempertinggi kadar nitrogen yang dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman.
3.11.3 Kolam Oksidasi Kolam oksidasi dimaksudkan untuk menampung limbah cair yang keluar dari bak pencerna. Selama dalam bak tersebut, terjadi proses oksidasi dan fotosintesis dari penetrasi sinar matahari di sekitarnya. Penetrasi matahari supaya cukup
.
39
efektif, permukaan diusahakan luas dan kedalaman yang dangkal (20-30 cm). limbah tersebut diharapkan dapat tinggal dalam kolam/bak oksidasi antara 4-5 hari. Setelah mengalami oksidasi yang cukup, limbah cair tersebut siap untuk dimanfaatkan di bak (kolam) berikutnya yaitu kolam algae.
3.11.4 Kolam Pembiakan Algae Limbah cair dari kolam oksidasi masuk ke kolam algae. Kolam alga yang dimaksudkan untuk menumbuhkan algae (chlorella) yang mengandung protein yang tinggi (± 60%). Kolam ini dibuat untuk memanfaatkan limbah cair dari proses biogas yang kaya akan nutrisi untuk suplai nutrient bagi algae. Dengan adanya nutrisi yang cukup, maka algae akan tumbuh dengan cepat.
3.11.5 Kolam Ikan Nutrisi yang kaya akan protein dari kolam algae selanjutnya dimanfaatkan di dalam kolam ikan untuk pertumbuhan biota air (ikan). Dengan pemberian makan dan nutrisi yang tersedia dari kolam alga, ikan hidup dan berkembang biak dengan baik. Selain itu kolam ikan juga dimaksudkan untuk mendeteksi apakah limbah cair sebagai produk samping dari fermentasi biogas sudah aman untuk dialirkan ke lingkungan.
.
40
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PENGGUNAAN GAS BIO DENGAN MATERI SAMPAH ORGANIK UNTUK MENGHASILKAN OUTPUT GENERATOR 450 kW
4.1 JUMLAH PRODUKSI SAMPAH Menurut data tahun 2006 Dinas Kebersihan Kota Tangerang jumlah produksi sampah penduduk Rawa Kucing dan sekitarnya menghasilkan sampah sebanyak 20 ton/hari, dengan komposisi sampahnya sekitar 60-70% sampah organik dan 30-40% sampah anorganik. Dengan jumlah produksi sampah tersebut yang akan digunakan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Bio Gas (PLTGB) sekitar 20 ton sampah per hari.
4.2 MENENTUKAN LOKASI PLTGB Dalam menentukan lokasi PLTGB sebaiknya dibangun dekat dengan Tempat Pembuangan Sementara ( TPS ) atau Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ). Karena sampah di Kota Tangerang masih tercampur antara sampah organik dan anorganik, maka sampah anorganik yang tidak terpakai untuk bahan baku PLTGB dipisahkan dan dibuang lagi ke TPS atau TPA, jika lokasi PLTGB dekat dengan TPS atau TPA maka bisa menghemat pengeluaran biaya transportasi truk yang mengangkat sampah anorganik yang tidak terpakai. Lokasi yang dipilih yaitu TPS Rawa Kucing Tangerang.
41
4.3 KAPASITAS RUANG FERMENTASI DAN RUANG PENCAMPUR Besarnya kapasitas ruang fermentasi tergantung dari beberapa banyak bahan baku sampah organik yang akan dipakai setiap hari dan dimasukkan kedalam ruang fermentasi. Dengan jumlah produksi sampah sebesar 20000 kg/ hari bahan baku tidak sulit didapat, hanya saja terlebih dahulu dilakukan pemisahan antara sampah organik dan sampah anorganik, pemisahan sampah ini dapat dilakukan pada ban berjalan (conveyor) sebelum dimasukkan ke ruang pencampur. Sampah organik yang dipilih dan dipakai sebagai bahan baku PLTGB yaitu sisa–sisa makanan, buah, daun–daunan, daging, sayuran, kotoran hewan, sisa–sisa hasil pertanian dan kotoran manusia. Sampah anorganik yang tidak terpakai dipisahkan dan dibuang ke TPS atau TPA. Dalam menentukan banyaknya bahan baku yang akan dimasukkan ini dapat menggunakan persamaan (3.1) sebagai berikut: Namun terlebih dahulu dihitung jumlah sampah yang akan digunakan. Jumlah sampah yang akan digunakan sebagai bahan baku PLTGB adalah sebesar 20000 kg/hari dengan asumsi kandungan sampah organiknya hanya sebesar 50%, maka jumlah sampah yang dapat digunakan hanya sebesar. Sampah = 20000 kg/hari x 50% = 10000 kg/hari
diketahui 1 kg = 1,25 ℓ = 10000 x 1,25 = 12500 ℓ/hari
42
Bahan pencampur sampah organik dari data pada tabel 3.2 adalah 2 ℓ air perkilogram sampah. Sampah organik yang akan digunakan sebagai bahan baku PLTGB adalah sebanyak 12500 ℓ/hari, jadi sampah masukan yang telah dicampur air sebanyak: S = Sampah
l ⎛ l ⎞ + Air Pencampur ⎜ ⎟ hari ⎝ hari ⎠
l l + 20000 hari hari l S = 32500 hari
S = 12500
Kemudian dapat dihitung besar kapasitas ruang pencampur sampah organik dapat menggunakan persamaan (3.2) sebagai berikut : ⎛ l ⎞ Vp ( l ) = S ⎜ ⎟ × Ps ( hari ) ⎝ hari ⎠
dimana: S : bahan baku dimasukkan sebanyak 32500 ℓ/hari Ps : untuk persediaan 7 hari Vp = 32500 ℓ/hari x 7 hari = 227500 (ℓ) Jadi besarnya ruang pencampur bahan baku pada gambar 3.1 dapat menampung sampah sebanyak 227500 ℓ untuk persediaan 7 hari. Untuk besarnya kapasitas ruang fermentasi dihitung menggunakan persamaan (3.3) sebagai berikut:
(
Vf = S l
hari
) × RT ( hari )
43
S
: bahan baku dimasukkan sebanyak 32500 ℓ/hari x 60 hari
RT : lama fermentasi 60 hari Berdasarkan gambar 3.1 terdapat ruang fermentasi maka unit ini dapat menampung sebanyak:
V f = 32500 l / hari × 60 hari = 1950000 l
4.4 GAS METAN YANG DIHASILKAN DAN RUANG PENYIMPANAN GAS BIO Gas metan yang dihasilkan oleh setiap 1 kg volatile solid kering dengan waktu detensi 15 – 25 hari dan suhu 35°C - 55°C adalah sebesar 0,22 m³ gas metan. Dengan memasukkan sampah organik sebanyak 10000 kg/hari, maka gas metan yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.4) sebagai berikut:
⎛ m3 kg ⎞ ⎛ m3 ⎞ Vg ⎜ = Sampah kg × L ( ) ⎜ ⎟ ⎟ ⎝ hari ⎠ ⎝ hari ⎠ Sampah = 10000 kg L = 0,22 m³/kg/hari Vg = 10000 kg x 0,22 m³/kg/hari = 2200 m³/hari
Jadi banyaknya gas metan yang dihasilkan oleh masukan sampah organik sebanyak 10000 kg adalah sebesar 2200 m³/hari.
44
Kapasitas ruang penyimpan gas bio yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (3.5). Langkah pertama adalah menghitung besar kapasitas penyimpanan gasbio dengan menggunakan persamaan (3.6) C= =
V f (l ) Vg ( l )
× 100%
1950000 × 100% 2200000
= 88%
Volume kapasitas ruang penyimpanan gas bio dihitung dengan persamaan (3.5) Vgh = Vg ( l / hari ) × C ( % ) = 2200000 l / hari × 88% = 1936000 l / hari
Jadi volume ruang penyimpanan gas bio sebesar 1936000 ℓ/hari.
4.5 MENGHITUNG KALOR Dari proses thermal PLTGB yang sudah dioperasikan ada materi yang dimasukkan dan materi yang dikeluarkan. Tekanan mula – mula 1 bar 30° C dinaikan menjadi 4 bar. Menghitung T1 menggunakan persamaan (3.9) T1 = t1 + 273°C = 30° + 273° = 303°
Untuk besarnya T2 menggunakan persamaan (3.10)
45
⎛p ⎞ T2 = T1 ⎜ 2 ⎟ ⎝ p1 ⎠ ⎛4⎞ = 303° ⎜ ⎟ ⎝1⎠ = 1212° K Kemudian t2 didapat dengan menggunakan persamaan (3.11)
t2 = T2 − 273°C = 1212 − 273 = 939°C
untuk udara cv = 0,172 kcal/kg ° K Panas yang diperlukan per kg udara dapat dihitung dengan persamaan (3.12)
q = cv × (T2 − T1 )
= 0,172 × (1212 − 303) = 156,35 kcal
kg
Berat gas dapat dihitung dengan persamaan (3.13), diketahui nilai konstanta per satuan berat (R) = 29,27. pv = wRT maka:
46
w= =
pv R(T2 − T1 ) 10000 × 1, 47 29, 27 × 909
= 0,55kg Jadi jumlah kalor yang diperlukan dapat dihitung dengan persamaan (3.14)
Q1 = w × q = 0,55kg × 156,35kcal / kg = 85,99kcal = 85,9 × 4,2 Joule
Q1 = 361,2kJ Kalor yang dikeluarkan dari tekanan dari 4 bar 950° C diturunkan menjadi 1 bar, maka T1 didapat dengan analisa sebagai berikut: T3 = t 3 + 273
= 950° + 273 = 1223° K Untuk besarnya T4 digunakan hasil analisa sebagai berikut:
⎛p ⎞ T4 = T3 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ ⎝ p2 ⎠ ⎛1⎞ = 1223°⎜ ⎟ ⎝4⎠ = 305,75° K
47
Untuk menghitung kalor yang keluar menggunakan persamaan (3.15)
η=
Q2 Q1
Terlebih dahulu dihitung efisiensi dengan menggunakan persamaan (3.16):
⎛
ηth = ⎜1 − ⎝
T4 ⎞ ⎟ T3 ⎠
dimana:
η = efisiensi T3 = 1223° K T4 = 305,75° K ⎛ ⎝
η = ⎜1 −
305,75° K ⎞ ⎟ 1223° K ⎠
= 0,75
η=
0,75 =
Q2 Q1 Q2 361,2
Q2 = 270,9 kJ Jadi jumlah kalor yang dikeluarkan sebanyak 270,9 kJ untuk kemudian nantinya akan digunakan sebagai penggerak turbin dan sisanya merupakan gas buang.
4.6 DAYA YANG DIKELUARKAN TURBIN Sebelum menghitung daya turbin dapat menggunakan persamaan (3.17) PT = PV + PN
48
Terlebih dahulu dihitung Wberguna menggunakan persamaan (3.18)
( x −1) ⎞ ⎛ x −1 T3 ⎜ ⎛ 1 ⎞ x ⎟ ⎛ ( x ) ⎞ = − ⎜π − 1⎟ 1− ⎜ ⎟ ⎟ ⎟⎟ ⎜ c p .T1 T1 ⎜⎜ ⎝ π ⎠ ⎠ ⎝ ⎠ ⎝
wberguna
⎛ 1, 4 −1 ⎞ ⎛ ⎛ 1, 4 −1 ⎞ ⎜ ⎟⎞ 1223 ⎜ ⎛ 1 ⎞ ⎜⎝ 1, 4 ⎟⎠ ⎟ ⎛⎜ ⎜⎜⎝ 1, 4 ⎟⎟⎠ ⎞⎟ = 1− ⎜ ⎟ −1 ⎟ − ⎜4 ⎟ 303 ⎜⎜ ⎝ 4 ⎠ ⎟ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
wberguna c p .T1
= 4,036 × 0,33 − 0,48 = 0,85
wberguna = 0,85.1,004.303 wberguna = 258,58kJ / kg Besarnya kapasitas gas panas menggunakan persamaan (3.8) ms =
Wberguna hT ×ηT − 1, 05 × Hv ×
9,81 ×ηV 1000
dimana: hT = panas jatuh isentrop di turbin, 1070 – 690 = 380 ηT = randeman turbin = 0,86 Hv = tinggi kenaikan kompresor = 14000 ηV = randeman kompresor = 0,84
maka:
49
ms =
=
258,58 380 × 0,86 − 1,05 × 14000 ×
9,81 × 0,84 1000
258,58 326,8 − 121,1
= 1,257 kg/detik
Untuk menghitung daya turbin, terlebih dahulu dihitung daya yang diperlukan untuk menggerakkan kompresor (Pv) dengan menggunakan persamaan (3.7) Pv = m s .1,05.
Hvg 1000ηV
Pv = 1,257.1,05
14000.9,81 1000.0,84
Pv = 215,795kW
Jadi besar daya listrik yang diperlukan untuk menggerakkan kompresor udara adalah sebesar 215,79 kW, maka besarnya daya effektif untuk menggerakkan turbin ( PN ) menggunakan persamaan (3.19) PN = wberguna × ms
PN = 258,58 x1,257 PN = 325,035kW Daya listrik yang dikeluarkan oleh turbin adalah: PT = 215,795 kW + 325,035 kW = 540,83 kW
Jadi besar daya listrik yang dikeluarkan oleh turbin untuk menggerakkan generator listrik berkapasitas 450 kW adalah sebesar 540,83 kW.
50
BAB V KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, dengan menggunakan sampah 10 ton/hari sampah organik dapat diketahui hal-hal sebagai berikut: 1
Gas metan yang dihasilkan sebanyak 2200 m3/hari.
2
Kalor input yang dihasilkan sebesar 361,2 KJ dengan efisiensi 0,75.
3
Kalor yang dikeluarkan oleh combustor (ruang pembakaran) sebesar 270,9 KJ, sedangkan yang dibutuhkan oleh penggerak turbin sebesar 258,58 KJ/Kg maka akan ada gas buang sebesar 12,32 KJ/Kg.
4
Daya yang dikeluarkan oleh turbin sebesar 540,83 KW.
5
Saat ini sebagian dari produksi sampah Indonesia di ekspor ke luar negeri dan sebagian lagi dimanfaatkan untuk keperluan industri selain gas bio. Biaya investasi biomassa adalah berkisar US 900/KW sampai US 1400/KW dan biaya energinya adalah Rp. 75/KW sampai Rp. 250/KW yang berarti Rp 1800/KWh samapi Rp. 6000/KWh.(lampiran 7)
5.2
Saran
1
Untuk semua TPS yang ada di tangerang untuk dapat melakukan kajian ini agar sampah yang dibuang dapat bermanfaat untuk dapat membangkitkan tenaga listrik.
51
2
Untuk membangun sebuah pembangkit tenaga listrik gas bio sebaiknya berdekatan dengan Tempat Pembuangan Sementara atau Tempat Pembuangan Akhir.
3
Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memisahkan sampah organik dan sampah non organik.
4
Dalam proses thermal, dapat dikaji ulang menggunakan motor bakar torak yang harganya lebih murah dibandingkan penggunaan turbin gas, namun dalam hal biaya perawatan motor bakar torak lebih tinggi.
52