BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran
sastra
dapat
menumbuhkan
pengetahuan
dan
mengembangkan apresiasi sastra siswa. Kegiatan apresiasi sastra dapat diwujudkan dengan mengarahkan peserta didik untuk mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra dapat menumbuhkan nilai-nilai keluhuran pada siswa. Menurut Stewig (dalam Nurgiyantoro, 2005: 4) sastra berperan memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap kehidupan. Berbagai informasi tentang eksplorasi dari berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan, karakter manusia terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra dengan mengoptimalkan kegiatan apresiasi sastra akan membentuk peserta didik yang cerdas dan memiliki budi pekerti yang baik. Endraswara (2003: 183-184) menyatakan bahwa banyak gagasan tentang nilai budi pekerti dalam karya sastra. Puisi, dongeng, cerita rakyat, drama dan bentuk karya sastra lainnya mengandung banyak nilai budi pekerti. Dengan menangkap muatan budi pekerti pada karya sastra, kegiatan pendidikan tidak hanya sekadar mengirim pengetahuan tetapi juga menyampaikan nilai-nilai (transfer of values). Pembelajaran sastra di Indonesia belum berjalan dengan optimal. Berbagai permasalahan menjadi penghambat terlaksananya pembelajaran sastra yang diharapkan. Ismail (2000) memaparkan hasil penelitiannya dari
1
2
wawancara dengan 13 narasumber dari berbagai negara. Penelitian tersebut menunjukkan hasil yang mengecewakan. Di negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, siswa SMU diberikan tugas untuk menyelesaikan membaca buku sastra wajib baca. Jumlah buku sastra yang wajib dibaca selama bersekolah di SMU, dalam artian dibaca sampai tamat, diresensi, dan diujikan mengenai isi buku itu. hal tersebut berbeda dengan SMU di Indonesia yang tidak memiliki buku sastra wajib baca bagi siswanya. Paparan hasil wawancara dengan siswa, diwujudkan dalam tabel berikut.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Tabel 1. Jumlah Buku Sastra yang Wajib Dibaca Siswa SMU Nama sekolah Jumlah buku wajib dibaca SMU Singapura 6 judul SMU Malaysia 6 Judul SMU Thailand Selatan 5 judul SMU Brunei Darussalam 7 judul SMU Jepang 15 judul SMU Kanada 13 judul SMU Amerika Serikat 32 judul SMU Jerman 22 judul SMU Internasional, Swiss 15 judul SMU Rusia 12 judul SMU Perancis 20-30 judul SMU Belanda 30 judul AMS Hindia Belanda 25 judul SMU Indonesia 0 judul Sumber: Jurnal Widyaparwa. No 54, Maret 2000. Kehadiran
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan
(KTSP)
memberikan peluang untuk terlaksananya pembelajaran sastra yang optimal. KTSP didesain dengan tujuan untuk memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa. Bentuk pembelajaran yang sudah ada dikembangkan sehingga kegiatan pembelajaran tidak sebatas pada teori, tetapi disesuaikan dengan karakteristik daerah keadaan nyata siswa. Misalnya untuk materi
3
menulis puisi, pembelajaran bisa diarahkan untuk menulis puisi berdasarkan realitas alam, keadaan sosial dan masyarakat dari daerah masing-masing. KTSP memberikan arahan untuk melakukan pembelajaran yang beorientasi pada pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memberi gambaran untuk melakukan pembelajaran yang menuju kekinian, berorientasi pada bekal pengalaman untuk masa depan siswa. Sufanti (2010: 43) menegaskan bahwa pembelajaran kontekstual dirancang agar siswa mampu mengaitkan apa yang dipelajari dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya kegiatan menulis karangan berdasarkan pengalaman sendiri,
siswa
bisa
diminta
untuk
menuliskan
pengalaman
yang
menyenangkan atau menyedihkan yang pernah dialaminya. Pembelajaran sastra tidak terpisahkan dengan pembelajaran bahasa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Sufanti (2010: 12-13) walaupun mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak memunculkan secara eksplisit kata sastra, tetapi secara subtansial muatan sastra selalu menyatu dengan muatan materi bahasa. Hal tersebut dirasa wajar karena bahasa merupakan media dari karya sastra. Pengajaran bahasa dan sastra dapat saling mendukung. Menurut Rohmah (2006) pengajaran bahasa mendukung apresiasi terhadap karya sastra. Apresiasi sastra memberikan kemampuan kepada anak didik untuk mengukur kemampuan apa yang kita baca itu dengan pengalaman mereka sendiri, untuk memberikan tanggapan secara penuh dan sempurna.
4
Untuk mendukung pembelajaran yang efektif, KTSP memunculkan berbagai inovasi dalam kegiatan pembelajaran, mulai dari strategi pengajaran hingga bentuk penilaian. Telah muncul berbagai startegi pembelajaran yang inovatif, sehingga muncul istilah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, efektif, dan Menyenangkan). Begitu pula dalam penilaian dikenal istilah penilaian autentik (authentic assessment). Penilaian autentik merupakan penilaian yang didesain untuk mengembangkan keterampilan siswa yang disesuaikan dengan perkembangan dan karakteristik siswa. Pengetahuan teori dan konseptual diaplikasikan dengan kinerja yang nyata. Penyusunan alat penilaian perlu memperhatikan beberapa hal. Khususnya kesesuaian dengan karakteristik dan perkembangan siswa. Bentuk penilaian tersebut diharapkan mampu memberikan peningkatan mutu pendidikan, karena kegiatannya diorientasikan kepada siswa. Penilaian
autentik
dapat
dijadikan
solusi
atas
permalahan
pembelajaran sastra yang menjadi fokus penelitian ini yaitu pada ranah mendengarkan dan membaca. Kemampuan mendengarkan dan membaca merupakan kemampuan reseptif (Tarigan, 1994: 4). Kemampuan reseptif merupakan kompetensi awal, berfungsi untuk memahami pesan atau informasi. Masih banyak kendala pada pembelajaran dan penilaian kemampuan reseptif, khususnya aspek mendengarkan. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2007) di SMA 109 Jakarta menunjukkan bahwa kemampuan mendengarkan siswa masih rendah. Hasil tes mendngarkan berita dan informasi serta penilaian penulisan fakta dan
5
opini menunjukkan hasil yang belum optimal. Hasil pre-test mendengarkan diperoleh nilai rata-rata 61,6 (skala 100), sedangkan rata-rata pos-test sebesar 68 (skala 100). Hasil tulisan fakta dan opini siswa menunjukkan rata-rata sebesar 35% amat baik, 11% baik, 35% sedang, sedangkan sisanya 19% kurang baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa tidak bisa mendengarkan dengan baik apalagi untuk menuliskannya. Hasil dari wawancara yang dilakukan Wibowo terhadap guru dan siswa SMA 109 Jakarta menunjukkan kompetensi pembelajaran mendengarkan masih memprihatinkan.
Ada
beberapa
hal
yang
menunjukkan
penyebab
ketidakoptimalan pembelajaran mendengarkan. Di antaranya persentase kemampuan mendengarkan tidak proporsional yakni kurang dari 10%, materi yang disiapkan guru tidak menarik dan monoton, bahan dan media pembelajaran tidak variatif. Pendapat senada disampaikan Jatmiko (2011) yang mengatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran dan penialian mendengarkan, kurang mendapat perhatian sebagaimana halnya keterampilan berbahasa yang lain. Belum tentu semua guru bahasa secara khusus mengajarkan menyimak atau melakukan khusus penilaian mendengarkan kepada siswanya dalam satu periode tertentu. Hal serupa terjadi pada pembelajaran membaca. Selain pendapat Ismail (2000) yang menyatakan bahwa pengajaran membaca sastra di sekolah di Indonesia “nol buku” atau tidak ada buku yang diwajibkan dibaca tamat dan dibahas tuntas, Suryaman (2010) menambahkan bahwa berdasarkan hasil
6
laporan UNESCO pada tahun 2003 melalui Program for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa keterampilan membaca anak-anak Indonesia usia 15 tahun ke atas, berada pada urutan ke-39 dari 41 negara yang diteliti. Menghadapi berbagai permasalahan di atas, bentuk penilaian yang tepat dengan mewakili karakteristik materi, dan memberikan pengalaman nyata bagi siswa akan menumbuhkan semangat bersastra siswa. Dengan bentuk penilaian yang tepat kegiatan pembelajaran sastra khususnya kemampuan mendengarkan dan membaca akan berjalan dengan aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Penelitian ini mengkaji kegiatan penilaian kompetensi aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di SMA Negeri 1 Sragen. Berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah SMA Negeri 1 Sragen merupakan SMA favorit di Kabupaten Sragen yang sudah memperoleh berbagai prestasi. Hal ini dapat diihat dari berbagai penghargaan dalam bidang sastra seperti lomba membaca puisi dan pementasan drama yang dipajang lemari prestasi sekolah. Objek penelitian ini ditujukan untuk siswa kelas X karena kelas X merupakan tingkatan pertama dari pendidikan menengah atas. Ketika pada tingkat awal sudah dikenalkan dengan pembelajaran dan penilaian yang bermakna, maka pada tingkatan berikutnya siswa akan lebih antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pertimbangan lain penelitian ini dilakukan di kelas X karena kelas XI difokuskan untuk mempersiapkan siswa naik ke kelas XII, sedangkan kelas XII dipersiapkan untuk menghadapi ujian nasional. Peneliti
7
memfokuskan penelitian pada satu kelas, yaitu kelas X.5 karena menurut guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, siswa kelas X.5 lebih aktif dan kreatif dalam menerima pelajaran. Penelitian ini juga memfokuskan pada pembelajaran yang dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana
bentuk
penilaian
kemampuan
aktif
reseptif
dalam
pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? 2. Bagaimana hasil penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? 3. Bagaimana respons siswa terhadap penilaian kemampuan reseptif aktif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013? C. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan bentuk penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. 2. Mendeskripsikan hasil penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013.
8
3. Mendeskripsikan respons siswa terhadap penilaian kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra di kelas X.5 SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang bentuk penilaian pada pembelajaran sastra khususnya untuk kemampuan aktif reseptif pada mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kelas X sehingga dapat dilihat hasil dan keefektifan bentuk penilaain tersebut. 2. Memberikan
informasi
kepada
pembaca
tentang
hasil
penilaian
kemampuan aktif reseptif dalam pembelajaran sastra pada kelas X.5 di SMA Negeri 1 Sragen tahun pelajaran 2012/2013. 3. Memberikan informasi kepada pembaca tentang respons siswa terhadap bentuk penilaian yang dilakukan guru sehingga dapat diketahui tingkat pemahaman dan apresiasi siswa pada bentuk penilaian tersebut. E. Daftar Istilah SK
: Standar Kompetensi
KD
: Kompetensi Dasar
KKM
: Kriteria Ketuntasan Minimal
LKS
: Lembar Kerja Siswa