1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tantangan pembangunan pertanian di Indonesia dalam menghadapi era agribisnis adalah adanya kenyataan bahwa pertanian di Indonesia masih didominasi oleh usaha tani kecil yang dilaksanakan oleh berjuta-juta petani yang sebagian besar tingkat pendidikannya sangat rendah (81% dari 40 juta tenaga kerja pertanian berpendidikan SD ke bawah), berlahan sempit, bermodal kecil dan memiliki produktifitas yang rendah. Kondisi ini memberi dampak yang kurang menguntungkan terhadap persaingan di pasar global karena petani dengan skala usaha kecil tersebut pada umumnya belum mampu menerapkan teknologi maju yang dibutuhkan yang selanjutnya berakibat pada rendahnya efisiensi usaha dan mutu produk yang dihasilkan (Departemen Pertanian, 2003). Kondisi sulit yang dihadapi para petani tersebut semakin lengkap manakala mereka akan menjual hasil panennya. Sebagai kelompok yang lemah mereka seringkali memperoleh tekanan dalam penentuan harga jual oleh para tengkulak maupun pedagang besar. Petani seringkali menerima harga beli hasil panen yang rendah dan tidak mampu mencapai keuntungan yang maksimal dalam usaha taninya. Tekanan harga merupakan salah satu akibat petani masih berdiri sebagai individu ketika menjual hasil panennya. Kondisi tersebut akan berbeda manakala petani mampu mengorganisir diri dalam sebuah kelompok tani yang kuat. Sayangnya, di Indonesia keberadaan kelompok tani yang jumlahnya banyak
2
seringkali hanya berperan manakala akan mengakses bantuan khususnya bantuan peralatan penunjang kegiatan di lahan, sementara pasca lahan (panen) seringkali pada akhirnya mereka berjalan sebagai individu kembali. Hal ini merupakan salah satu indikasi kelemahan petani yang justru menguntungkan pembeli atau tengkulak karena petani bisa dipermainkan seenaknya dalam penentuan harga. Keberadaan kelompok tani yang mampu berperan dalam pemasaran hasil pertanian di Indonesia masih sangat sedikit, kalaupun ada sistem pengelolaan yang dilakukan belum berjalan secara optimal. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan kelompok tani lahan pasir pantai di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo. Pertanian lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal yang memiliki produktifitas rendah karena faktor kemampuan daya simpan air yang rendah, infiltrasi dan evaporasi yang tinggi, kesuburan dan bahan organik serta efisiensi penggunaan air yang sangat rendah sehingga kurang mendukung sebagai lahan pertanian (Kertonegoro, 2001). Namun demikian, lahan pasir pantai memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung pengembangan sektor agribisnis dengan kelebihannya sebagai lahan yang sangat luas, datar, jarang banjir, sinar matahari melimpah, serta kedalaman air tanahnya dangkal. Untuk mengantisipasi kekurangan lahan pasir tadi bisa dilakukan melalui perbaikan sifat fisika dan kimia tanah melalui penggunaan mulsa, pemberian bahan organik, penggunaan bahan halus untuk peningkatan koloid tanah, penggunaan lapisan kedap, pemecah angin, pembenah tanah, saluran air serta sistem lorong (Anonim, 2002). Potensi lahan pasir pantai ini sangat luas
3
apabila dikaitkan dengan potensi Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia. Lahan pasir pantai di Panjatan merupakan salah satu lahan pasir pantai yang dikembangkan untuk kegiatan usaha tani di wilayah kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah ini memiliki 1.753 Hektar lahan pasir pantai yang tersebar di empat kecamatan yang meliputi Panjatan, Galur, Wates dan Temon. Para petani lahan pasir pantai mengusahakan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan sesuai dengan karakteristik lahan. Komoditas cabai merupakan tanaman utama pertanian lahan pasir pantai yang diusahakan oleh petani. Cabai merupakan komoditas pertanian yang sangat rentan terhadap permainan harga sehingga seringkali dijumpai kondisi cabai pada saat ini dihargai Rp 5.000,00 perkilo namun dalam waktu yang tidak lama harganya bisa berubah menjadi Rp 25.000,00 bahkan Rp 50.000,00 per kilonya (Anonim, 2002). Petani memasarkan panen cabainya langsung kepada pedagang pengepul sehingga masing-masing petani memperoleh harga jual yang bervariasi. Selain itu petani seolah berada dalam tekanan pedagang pengepul ketika memperoleh harga jual. Pengalaman permainan harga seperti ini menjadi
sejarah yang pernah
dialami oleh kelompok tani lahan pasir pantai. Permainan harga yang dilakukan oleh pedagang membuat kelompok tani setempat berkreasi membuat pemasaran cabai melalui sistem pasar lelang. Pasar lelang merupakan pasar yang berfungsi sebagai sarana pemasaran cabai yang dibentuk kelompok tani untuk memfasilitasi para petani menjual cabainya kepada pembeli (tengkulak) melalui sistem lelang (penawaran harga tertinggi).
4
Melalui pasar lelang, pemasaran cabai yang dilakukan oleh petani lahan pasir pantai dikelola secara berkelompok untuk dijual kepada pembeli, yaitu pedagang besar. Keberadaan pasar lelang memberikan harga yang seragam di tingkatan petani sehingga tidak ada persaingan penentuan harga lagi di tingkat petani. Pasar lelang juga dilengkapi dengan standar pengaturan yang telah disepakati baik antar anggota kelompok tani maupun calon pembeli. Dalam pasar lelang, panen cabai dari petani dikumpulkan kepada pengelola pasar lelang yang telah dibentuk oleh kelompok tani untuk dijual secara calon pembeli secara kolektif. Harga jual cabai petani ditentukan berdasarkan penawaran harga lelang tertinggi dari calon pembeli. Sistem lelang seperti ini memberikan harga jual cabai yang lebih tinggi bagi kelompok tani jika dibandingkan dengan pemasaran di luar pasar lelang. Efektifitas pasar lelang cabai ini pada kenyataannya mampu memberikan posisi tawar petani yang lebih kuat kepada para pedagang dengan diperolehnya harga jual yang jauh lebih tinggi dari harga apabila dijual petani secara personal.
1.2. Permasalahan Penelitian Petani seringkali menghadapi tekanan permainan harga manakala mereka hendak menjual hasil panennya. Bagi petani yang sedang terdesak oleh kebutuhan, harga berapapun akan diterimanya. Dalam hal pemasaran keberadaan kelompok memberikan pengaruh yang kuat agar petani memiliki posisi tawar yang kuat dihadapan pembeli produk mereka. Menurut penelitian dari Kuntadi (2011) keberadaan pasar lelang cabai di Kulon Progo mampu memberikan selisih
5
keuntungan sebesar Rp 61.945.009,27/hektar permusim jika dibandingkan dengan menggunakan saluran pemasaran yang lain. Petani
memiliki
beberapa
pertimbangan
dalam
memilih
saluran
pemasaran, diantaranya petani perlu mempertimbangkan (1) sifat pembeli, (2) sifat produk usaha taninya, (3) sifat pesaing, serta (4) sifat perantara pemasaran. Sifat pembeli berkaitan dengan kebiasaan membeli, frekuensi pembelian serta letak geografis pembeli. Pertimbangan sifat produk akan digunakan sebagai ukuran bagi konsumen untuk menilai kualitas barang, ukuran serta harga. Sifat pesaing perlu diperhatikan karena berkaitan dengan kemampuan untuk menjangkau kebutuhan pasar untuk memenuhi kepuasan konsumen. Pertimbangan perantara pemasaran akan menentukan saluran pemasaran yang paling efektif. Petani yang memilih pasar lelang sebagai saluran pemasaran komoditas cabainya tentu telah mempertimbangkan alasan memilih pasar lelang sebagai saluran pemasaran cabainya. Pertimbangan tersebut antara lain: a Sifat pembeli, petani telah memilih pembeli dengan segmentasi pembeli utama (pembeli yang membeli cabai dalam jumlah banyak) b Sifat produk, cabai merupakan komoditas hortikultura yang memiliki sifat tetap baik dijual di pasar lelang maupun saluran pemasaran yang lain c Sifat pesaing, petani yang menjual cabainya melalui pasar lelang tidak memiliki pesaing karena petani lain yang juga memasarkan melalui pasar lelang akan memperoleh harga yang sama. d Sifat perantara pemasaran (pasar lelang), petani yang memilih pasar lelang menganggap pasar lelang merupakan saluran pemasaran yang paling efektif.
6
Petani yang memilih perantara pemasaran berupa pasar lelang menilai bahwa pasar lelang lebih efektif dibandingkan dengan saluran berupa perantara pemasaran yang lain. Serta petani menilai bahwa perantara pemasaran mampu melakukan fungsi pemasaran secara lebih efektif jika dibandingkan dengan dilakukan sendiri oleh petani maupun dilakukan oleh perantara pemasaran yang lain. Fungsi pemasaran tersebut menurut Firdaus (2008) meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisis, serta fungsi penyediaan sarana prasarana. Fungsi pertukaran meliputi fungsi penjualan (perencanaan dan pengembangan produk, mencari kontak penjual, menciptakan permintaan, negosiasi dan kontrak) dan fungsi pembelian (perencanaan, mencari kontak, pengumpulan, perundingan dan kontrak). Fungsi fisis meliputi fungsi pengangkutan, penyimpanan serta pemrosesan. Sedangkan fungsi penyediaan sarana prasarana meliputi informasi pasar, penanggungan resiko, standarisasi dan penyortiran, serta pembiayaan. Petani yang tidak memilih pasar lelang salah satunya disebabkan sistem pembayaran di pasar lelang tidak dibayarkan secara cash pada hari yang sama. Hal ini disebabkan pemenang lelang tidak membayar langsung karena faktor keamanan (bahaya membawa uang dalam jumlah banyak). Selain melalui pasar lelang, petani cabai banyak mengakses pedagang pengepul serta pasar desa untuk memasarkan cabainya. Sebelum pasar lelang dibentuk, petani sebagaian besar memilih memasarkan langsung cabainya melalui pedagang pengepul dan eksistensi pedagang pengepul sampai saat ini masih ada meskipun petani sebagian besar telah beralih ke pasar lelang.
7
Fungsi penyediaan sarana prasarana khususnya fungsi pembiayaan dianggap menjadi fungsi yang penting, namun bagi yang memilih menggunakan pasar lelang tentu ada fungsi pemasaran yang lain yang justru dianggap lebih penting dari sekedar fungsi penyediaan sarana prasarana. Latar belakang inilah yang menjadi dasar penelitian ini menarik untuk dilakukan terkait bagaimanakah perilaku petani cabai dalam pasar lelang. Sehingga berdasarkan kondisi tersebut rumusan masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini adalah: 1. Mengapa petani lebih memilih menggunakan pasar lelang daripada menjual langsung ke pedagang pengepul untuk memasarkan hasil cabainya? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku petani dalam memasarkan cabainya melalui pasar lelang?
1.3. Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian yang menitikberatkan pada kajian mengenai perilaku petani dalam pemasaran komoditas hasil pertanian petani anggotanya, antara lain sebagai berikut. Kuntadi (2011) sebagaimana telah disebutkan, pernah melakukan penelitian dengan kajian pasar lelang di lahan pasir Kulon Progo melalui tesis berjudul Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Lahan Pasir Pantai Melalui Pasar Lelang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian bertujuan untuk (1) mengetahui pendapatan petani lahan pasir pantai yang menggunakan pasar lelang, (2) mengetahui efisiensi pemasaran cabai melalui pasar lelang, (3) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam memasarkan cabai di
8
pasar lelang. Penelitian dilakukan dengan cara survei dengan membandingkan kelompok tani lahan pasir pantai di Bugel (Kelompok tani Gisik Wanatara) dengan Kelompok tani cabai di Sanden Bantul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendapatan petani yang menjual cabainya di pasar lelang mencapai Rp 249.678.008,92 /hektar lebih tinggi dibandingkan yang tidak melalui pasar lelang yaitu sebesar Rp 187.732.909,65/hektar. (2) pemasaran cabai melalui pasar lelang lebih efisien jika dibandingkan dengan pemasaran yang tidak melalui pasar lelang. (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk memilih pasar lelang antara lain umur, pengalaman budidaya cabai, pendapatan, dan harga jual di pasar lelang. Sedangkan yang tidak berpengaruh antara lain jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, pendidikan, serta jarak lahan ke pasar lelang. Penjelasan dari faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk memilih pasar lelang tampak dalam Tabel 1. Tabel 1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Memilih Pasar Lelang Faktor yang Mempengaruhi Petani Memilih Pasar Lelang Harga jual (Berpengaruh Positif)
Uraian Penjelasan
Harga jual cabai melalui pasar lelang lebih tinggi dibandingkan dengan selain di pasar lelang (akibat adanya keseragaman dalam kualitas), sehingga semakin tinggi harga cabai maka akan semakin meningkatkan peluang petani untuk memilih pasar lelang. Pengalaman usaha Semakin lama pengalaman dalam usaha tani cabai, tani cabai maka semakin meningkatkan peluang petani untuk (Berpengaruh memilih pasar lelang sebagai saluran pemasaran Positif) cabainya. Semakin lama pengalaman dalam usaha tani cabai akan meningkatkan daya kreatifitas untuk memperoleh harga jual yang tertinggi. Rasionalisasi yang peneliti tambahkan adalah semakin lama pengalaman usaha tani cabai maka petani semakin tahu melalui saluran pemasaran yang mana yang
9
Umur (Berpengaruh Positif)
Pendapatan (Berpengaruh Negatif)
selama ini dinilainya paling menguntungkan. Umur berpengaruh nyata terhadap keputusan petani untuk memilih pasar lelang sebagai tujuan pemasaran. Rata-rata petani yang memilih pasar lelang berusia 40 tahun, sedangkan rata-rata petani yang memilih selain pasar lelang berusia 53 tahun. Semakin tinggi usia maka semakin mengurangi daya kreatifitas termasuk untuk memperoleh harga jual yang paling tinggi Petani memilih pasar lelang dengan tujuan untuk memperoleh harga jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Sebaliknya, apabila petani sudah memiliki pendapatan yang sudah tinggi dengan tanpa menjual melalui pasar lelang maka peluang untuk menjual melalui pasar lelang semakin menurun.
Sumber : Kuntadi, 2011 Variabel yang tidak berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memilih pasar lelang dalam pemasaran cabai adalah: (1) jumlah tanggungan keluarga, (2) luas lahan, (3) pendidikan, dan (4) jarak lahan dengan pasar lelang. Artinya keempat variabel tersebut memiliki peluang yang sama dalam memilih atau tidak memilih pasar lelang. Kuntadi (2011) menyebutkan bahwa faktor pengalaman usaha tani (lamanya berusaha tani) berpengaruh positif, namun umur petani berpengaruh negatif terhadap perilaku memilih pasar lelang. Padahal sejatinya pegalaman usaha tani juga secara langsung membawa usia pada petani itu sendiri. Selain itu, hasil temuan Kuntadi (2011) terhadap selisih nilai pendapatan antara yang diperoleh petani melalui pasar lelang dengan yang selain pasar lelang masih sebatas menggambarkan kondisi saat penelitian tersebut berlangsung (1 tahun saja), sehingga tidak bisa disamaratakan dengan tahun-tahun yang lain.
10
Kuntadi (2011) juga meninjau pasar lelang sebagai salah satu saluran pemasaran, dimana pemilihan saluran pemasaran mempertimbangkan beberapa hal diantaranya: (1) sifat pembeli, (2) sifat produk, (3) sifat perantara, serta (4) sifat pesaing. Perantara yang berupa pedagang besar, pengecer, retailer serta agen dalam kenyataannya juga melakukan beberapa fungsi pemasaran seperti penyimpanan, pengangkutan, penjualan, pembelian, dan sebagainya. Kalau fungsi pemasaran yang dilaksanakan perantara ternyata lebih efisien dibandingkan dengan jika fungsi pemasaran tersebut dilakukan oleh produsen (petani sendiri), maka produsen yang bersangkutan biasanya memasukkan perantara dalam saluran distribusi yang dipilihnya. Artinya dalam tinjauan ini fungsi pemasaran (pasar lelang) seharusnya berperan dalam mempengaruhi petani untuk memilih pasar lelang atau selain pasar lelang. Namun variabel lembaga atau unit perantara pemasaran ini tidak dimasukkan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam memilih saluran pemasaran. Penelitian tentang perilaku petani dalam pemasaran komoditas pertanian dengan produk yang lain juga pernah diteliti oleh Suartining melalui tesis dengan judul Struktur, Perilaku dan Kinerja Pemasaran Anggur (Studi Kasus di Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng). Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi struktur, perilaku dan kinerja pemasaran anggur dan menentukan tingkat efisiensi saluran pemasarannya. Responden berjumlah 58 orang serta 12 orang pedagang tengkulak dan 11 orang pedagang pengecer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan melihat jumlah pedagang yang ada maka pasar cenderung mengarah pada struktur oligopsoni dimana posisi tawar petani berada
11
pada posisi yang lemah terutama dalam penentuan harga. Pengetahuan pasar serta perilaku penentuan harga oleh petani berada pada tingkatan yang rendah. Keberadaan KUD juga masih sebatas fungsi simpan pinjam dan belum mampu berfungsi membantu petani dalam pemasaran anggur. Berdasarkan hasil studi literatur tersebut maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian berjudul “Perilaku Petani dalam Pemasaran Cabai Melalui Pasar Lelang di Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo” belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya sebelumnya. Pertimbangan tersebut diantaranya didasarkan pada: (1) kegiatan pengelolaan pasar lelang yang dilakukan sejak tahun 2004 belum pernah diteliti mengenai perilaku petaninya dengan kerangka pikir yang peneliti buat (2) penelitian ini memiliki perbedaan mendasar dengan kedua penelitian mengenai perilaku petani di atas diantaranya: tujuan penelitian, metode dan masalah penelitian. 1.4. Tujuan Penelitian Dengan melihat latar belakang permasalahan yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui alasan petani lebih memilih pasar lelang sebagai saluran pemasarannya dibandingkan dengan menjual langsung ke pedagang pengepul 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam memasarkan cabainya melalui pasar lelang. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai kemanfaatan baik dari segi teoritis maupun praktis. Manfaat secara teoritis diharapkan penelitian ini
12
dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan referensi mengenai peran kelompok tani dalam pemasaran hasil pertanian anggotanya. Secara praktis diharapkan penelitian ini akan memberi manfaat untuk: 1. Kelompok tani lahan pasir pantai sebagai refleksi kegiatan pasar lelang yang telah berjalan selama 4-10 tahun dan kelompok tani secara umum agar mampu mengembangkan kelompoknya sebagai lembaga ekonomi petani 2. Pengelola pasar lelang sebagai sarana untuk evaluasi dan peningkatan layanan pemasaran kepada petani anggotanya 3. Stakeholder terkait (Dinas Pertanian, Balai Penyuluh Pertanian, CSR Perusahaan dan lain-lain) sebagai sarana evaluasi dan pengembangan dukungan program terhadap aktifitas petani khususnya di lokasi penelitian. 4. Peneliti lain dan masyarakat (akademisi) sebagai penelitian referensi maupun pembanding.