BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan elemen penting dalam pembangunan suatu negara. Hal ini tercermin dalam pengertian perbankan secara teknik yuridis, yaitu sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-betuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Selain itu fungsi bank sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) tersebut sangat menentukan bagi sukses tidaknya pembangunan negara. Keberadaan bank sendiri sangat tergantung oleh adanya kepercayaan dari masyarakat. Prinsip kepercayaan menjadi ruh dari kegiataan perbankan (Umam, 2011:1). Dalam konsep islam, aktivitas komersil, jasa, dan perdagangan harus disesuaikan dengan prinsip islam diantaranya “bebas bunga”. Hal inilah yang menjelaskan tahap awal pembentukan bank islam atau bank syariah yang dikenal dengan bank “bebas bunga”. Walaupun demikian, perbankan syariah bukan sekedar bank “bebas bunga”. Hal ini karena pandangan “bebas bunga” merupakan jebakan pengembang bank syariah yang hanya berfokus pada aspek transaksi dan meredusir fondasi filosofisnya (Umam, 2013:16).
1
2
Struktur keuangan islam sebenarnya berputar disekitar larangan atas pinjaman/debt (riba) dan legalislitas suatu keuntungan yang digunakan dalam praktek perbankan konvensional. Riba yang sering diartikan sebagai bunga, merupakan penambahan yang dianggap premium dari debitur. Hal ini menyajikan tingkat pengembalian transaksi termasuk pertukaran uang untuk uang, atau akun atas penundaan pembayaran atas harga yang telah disepakati di dalam sales debts/depts. Islam melarang ekonomi yang tidak seimbang ini (Rivai, 2012:2). Selain itu sistem keuangan konvesional mempunyai beberapa kelemahan antara lain: transaksinya berbasis bunga, hal ini melanggar keadilan atau kewajaran bisnis, menyebabkan kebangkrutan karena tidak fleksibel dan sistem transaksinya menghalangi munculnya inovasi oleh usaha kecil. Dari segi komitmen bank untuk keamanan uang deposan, bank akan menjadi cemas dalam mengembalikan pokok serta bunganya sehingga bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendapatan bunga mereka. Berangkat dari kelemahan sistem perbankan konvensional tersebut, maka perbankan syariah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam produk sendiri sesuai dengan teori perbankan syariah dan jika kebebasan ini terwujud, secara ideal akan memberi manfaat. Menurut Macmud dan Rukmana (2010:5), manfaat tersebut adalah : 1.
Terpeliharanya aspek keadilan bagi para yang bertransaksi.
2.
Lebih menguntungkan dibandingkan perbankan konvensional.
3
3.
Dapat memelihara kestabilan tukar mata uang karena selalu terkait dengan transaksi riil.
4.
Transparansi menjadi sifat yang melekat (inheren,).
5.
Memperluas aplikasi syariah dalam kehidupan masyarakat muslim. Mengingat dari filosofi perbankan syariah yang berasaskan alquran
dan sunnah, perkembangan perbankan syariah begitu mudah diterima dimasyarakat muslim dan kemajuanya pun begitu pesat hingga sekarang ini. Hal ini tercermin pada era 1970-an, usaha-usaha mendirikan bank syariah mulai menyebar kebanyak negara. Beberapa negara seperti Pakistan, Iran, dan Sudan, bahkan mengubah seluruh sistem keuangan dinegara itu menjadi sistem nirbuga, sehingga semua lembaga keuangan di negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di negara islam seperti Malaysia dan Indonesia, bank nirbuga beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional (Karim, 2004:23). Terus berkembang pesatnya perbankan syariah merupakan hal yang positif. Namun disisi lain, persaingan antar perbankan syariah akan menjadi semakin sulit. Hal inilah yang harus segera diantisipasi oleh perbankan syariah agar dapat bertahan dalam persaingan sehingga tidak mengalami kegagalan usaha (bangkrut). Langkah strategis yang dapat ditempuh oleh bank dalam memenangkan persaingan tersebut, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kinerja keuangan. Peningkatan kinerja keuangan mempunyai dampak yang luar biasa dalam usaha menjaga kepercayaan nasabah agar tetap setia menggunakan jasanya.
4
Peningkatan kinerja keuangan bank syariah haruslah jelas dalam targetanya. Dalam hal ini, maka diperlukan suatu penilaian kinerja keuangan guna mengetahui posisi keuangan bank syariah saat ini sehingga kedepannya dapat mengambil keputusan yang baik untuk memenangkan persaingan. Penilaian kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan yang diterbitkan masing-masing pihak bank. Akan tetapi hal ini berarti dibutuhkan suatu cara tertentu untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio merupakan teknik analisis laporan keuangan yang paling banyak digunakan. Rasio ini merupakan alat analisis yang dapat memberikan jalan keluar dan menggambarkan simptom (gejala-gejala yang tampak) suatu keadaan (Prastowo dan Julianty, 2008:80). Dalam menganalisis kinerja keuangan bank syariah di Indonesia yang dibuktikan Suwanto (2011), dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan Income Statement Approach dan Value Added Approach (Studi pada Bank Syariah di Indonesia) dengan menggunakan rasio ROA, ROE, rasio laba bersih dan total aktiva produktif, NPM, dan BOPO. Menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan rasio dengan metode pendekatan Income Statement Approach dan Value Added Approach. Perbedaan nilai yang begitu besar ini disebabkan adanya perbedaan konsep kepemilikan dan konsep teori dalam akuntansi yang digunakan. Dalam penelitian lain, yang dilakukan oleh Rosly dan Bakar (2003), tentang Performance of Islamic and Mainstream Banks in Malaysia. Penelitian ini hanya berfokus membandingkan kinerja keuangan perbankan
5
syariah yang ada di Malaysia saja. Hasil penelitiannya, menunjukkan bahwa penggunaan rasio ROA dan penggunaan rasio keuntungan lain seperti ROD, PM, NOM dan OER akan tidak akurat bagi bank IBS. Namun rasio tersebut dapat diandalkan untuk mengukur kinerja untuk BIMB dan Bank Muamalat. Selain itu penelitian Subaweh, (2008) hanya membandingkan kinerja keuangan bank syariah dan bank konvensional periode 2003-2007 di Indonesia saja. Hasil penelitianya menunjukan kinerja bank syariah lebih baik dari kinerja bank konvensional hal ini didasarkan dari 6 rasio yaitu LDR, NPL, ROA, ROE, BOPO dan DAR. Dalam persepektif bisnis ada prinsip “belajarlah” dari kompetitor tanpa harus kehilangan jati diri (Alwi, 2013:202). Hal ini bukan tanpa alasan karena perbankan syariah di Malaysia lahir lebih cepat 10 tahun yaitu dimulai pada tahun 1982. Indonesia sendiri baru dimulai sistem syariah tahun 1992 dengan hadirnya bank Muamalat. Dengan jumlah penduduk hanya 25 juta jiwa, itupun hanya 60 persennya muslim, aset perbankan syariah di Malaysia mencapai 20 persen dari total aset perbankan secara keseluruhan. Sedangkan di Indonesia, dengan 250 jiwa penduduknya dan lebih 80 persennya muslim. Aset bank syariah tidak sampai 3 persen dari jumlah aset perbankan keseluruhan. Data terakhir tahun 2015 menurut Islamic Finance Country Index, perbankan syariah Indonesia hanya mampu menduduki peringkat ketujuh dunia sedangkan perbankan syariah Malaysia menduduki peringkat kedua dunia. Peringkat tersebut seperti yang dijelaskan tabel 1.1,
6
Tabel 1.1 Ranking Perbankan Syariah di Dunia
Sumber : Islamic Finance Country Index (IFCI, 2015). Menurut Halim (2012:1), sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar,
sudah
selayaknya
Indonesia
menjadi
pelopor
dan
kiblat
pengembangan keuangan syariah di dunia. Hal ini bukan merupakan „impian yang mustahil‟ karena potensi Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar, diantaranya: 1.
Jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah.
2.
Prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid
3.
Peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah
7
4.
Memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian terhadap tingkat perbedaan kinerja keuangan antara bank syariah di Indonesia dan bank syariah di Malaysia periode 2014. Sehingga
penelitian
ini
berjudul
“ANALISIS
PERBANDINGAN
KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA DAN MALAYSIA PERIODE 2014 ”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah
diatas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana kinerja keuangan dari bank syariah di Indonesia ?
2.
Bagaimana kinerja keuangan dari bank syariah di Malaysia ?
3.
Bagaimana perbandingan tingkat kinerja keuangan bank syariah di Indonesia dengan kinerja keuangan bank syariah di Malaysia?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang diajukan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk menganalisis tingkat kinerja keuangan dari bank syariah di Indonesia.
8
2.
Untuk menganalisis tingkat kinerja keuangan dari bank syariah di Malaysia.
3.
Untuk menganalisis perbedaan tingkat kinerja keuangan dari bank syariah di Indonesia dengan bank syariah di Malaysia.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada akademisi maupun praktisi: 1.
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap literatur mengenai kinerja keuangan bank syariah di Indonesia dengan membandingkan terhadap kinerja keuangan bank syariah di Malaysia.
2.
Bagi praktisi, khususnya manajemen bank syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan agar bank syariah di Indonesia, dapat memperbaiki dan mempertahankan kinerjanya agar mampu bersaing dengan bank syariah dari negara lain.
3.
Bagi
pemerintah,
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
pertimbangan kebijakan khususnya disektor perbankan syariah.