BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi konsumen wanita, kosmetik adalah salah satu kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Keinginan mereka yang besar untuk memiliki kulit yang lebih halus dan cerah dapat dilihat dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh perusahaan kosmetik dan lembaga survei. Dalam situs www.gatra.com, disebutkan bahwa sebuah perusahaan kosmetika asal Prancis, telah menggelar survei di lima kota besar di Indonesia pada tahun 1997. Hasilnya: 85% wanita di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan cenderung berkulit gelap, dan 55% di antara mereka ingin memiliki kulit lebih putih.
Survei sejenis pada tahun yang sama juga dilakukan oleh sebuah perusahaan kosmetika asal Amerika Serikat, terhadap kaum hawa di Asia. Hasilnya lebih ekstrem: hampir 80% perempuan di Cina, Thailand, Taiwan, dan Indonesia ingin punya kulit lebih putih (Handoko & Budiarti, 2001). Fakta ini, terlepas dari validitas survei, kemudian dimanfaatkan oleh para produsen kosmetik untuk menciptakan produk-produk yang dapat mencerahkan kulit. Data Survey Research Indonesia pada tahun 1999 menyebutkan bahwa produk pemutih dalam bentuk pelembap di 12 kota besar di Tanah Air menguasai 46% dari total penjualan kosmetik.
1
Kondisi tersebut membuat produsen berlomba-lomba menciptakan berbagai strategi bisnis untuk memasarkan produk pencerah kulit mereka, yang sebenarnya hampir serupa, namun dengan keunggulan dan merek berbeda dari pesaingnya, sehingga alternatif suatu produk yang ditawarkan dan dipasarkan pun menjadi beragam. Persaingan untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen telah menempatkan konsumen sebagai pengambil keputusan. Semakin banyaknya perusahaan sejenis yang beroperasi dengan berbagai produk atau jasa yang ditawarkan, membuat masyarakat dapat menentukan pilihan sesuai dengan kebutuhannya. Keadaan ini kemudian menuntut para produsen agar tidak hanya memusatkan perhatian mereka pada produk yang telah dihasilkan saja, tapi juga memikirkan bagaimana cara yang akan ditempuh agar produk yang dihasilkan dapat menarik perhatian, sehingga konsumen mau membeli produknya dan menjadi pelanggan yang loyal.
Saat ini, produk-produk kecantikan yang mengandung pencerah mulai melebarkan sayapnya dengan menciptakan produk anti penuaan dini atau biasa disebut dengan produk anti-ageing. Dalam waktu yang hampir bersamaan merekmerek kosmetik ternama mengeluarkan produk mereka, yang diklaim bukan saja mampu mencerahkan kulit, tapi juga mengurangi kerutan-kerutan pada wajah secara signifkan dalam waktu singkat.
2
Ketika pasar produk anti-ageing mulai berkembang, PT. Unilever Indonesia Tbk. melalui salah satu produk andalannya, Pond’s, meluncurkan produk kecantikan kulitnya yang terbaru, Pond’s Age Miracle. Dalam promosinya dengan menggunakan produk ini, wanita-wanita dewasa akan mendapatkan kulit wajah yang halus, cerah, dan tanda-tanda penuaan berkurang hanya dalam waktu tujuh hari. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pond’s agar konsumen tertarik untuk membeli produk Pond’s Age Miracle adalah dengan menggunakan bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah salah satu strategi penjualan yang terdiri dari produk, harga, promosi dan distribusi (Kotler, 2002). Strategi bauran pemasaran pada dasarnya bertujuan agar konsumen wanita yang menjadi target market produk Pond’s Age Miracle mengetahui keunggulan produk tersebut, merasa tertarik, dan kemudian membelinya.
Keinginan konsumen untuk membeli suatu produk barang atau jasa, dalam hal ini produk-produk kecantikan, merupakan bagian dari kajian perilaku konsumen. Perilaku konsumen sendiri dapat dirumuskan sebagai ”tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis, yang dapat dipengaruhi lingkungan” (Mangkunegara, 2005: 4). Dengan kata lain, perilaku konsumen terdiri dari aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang sewaktu sedang menyeleksi, membeli dan menggunakan produk-produk barang atau jasa
3
sedemikian rupa sehingga hal tersebut memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan mereka.
Salah satu keinginan yang umum dimiliki oleh para wanita adalah tampil cantik dan menawan, yang salah satunya dapat terlihat dari keadaaan kulit mereka. Wanita juga umumnya memiliki kegemaran untuk bercermin. Seseorang ketika bercermin bukan hanya mengharapkan akan memandang rupanya, tapi berharap untuk mengetahui bahkan menciptakan pemaknaan akan diri. Bagai cermin yang bisa berbicara, kecenderungan seseorang untuk mencari kekurangan pada tubuhnya adalah sangat memungkinkan, alih-alih menerima apa adanya tubuh (Prabasmoro, 2003).
Pandangan minor terhadap tubuh sendiri merupakan sebuah kecenderungan, yang kemudian menjadi jalan masuk kalangan industri untuk menciptakan citra produk-produk komoditi dengan gencar, yang intinya menawarkan kepada konsumen bahwa dengan menggunakan produk-produk tersebut mereka dapat tampil lebih menarik dan sempurna. Wanita-wanita dewasa pada umumnya sudah memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tubuh masing-masing. Mereka ingin agar penampilannya selalu terjaga dan terawat, demi kepuasan diri sendiri, ataupun demi pasangan. Salah satu upaya untuk menjaganya adalah dengan menggunakan berbagai jenis perawatan kulit. Ketika wanita menemukan bahwa apa yang mereka butuhkan ada di dalam suatu produk,
4
mereka akan memiliki sikap yang positif terhadap produk tersebut, yang kemudian mendorong mereka untuk membelinya. Untuk lebih memahami perilaku konsumen, kita dapat merujuk pada penjelasan Louden dan Bitta (Mangkunegara, 2005: 4-5) yang mengemukakan bahwa terdapat tiga variabel untuk dapat memahami perilaku konsumen. Ketiga variabel itu adalah: Variabel Stimulus, Variabel Respon, dan Variabel Intervening. 1. Variabel Stimulus Variabel stimulus merupakan variabel yang ada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Misalnya: merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang, dan ruangan toko. 2. Variabel Respon Variabel respon merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respon sangat bergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Misalnya: keputusan pembelian barang, pemberian penilaian terhadap barang, dan perubahan sikap terhadap suatu produk. 3. Variabel Intervening Variabel intervening adalah variabel antara stimulus dan respon. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu barang. Peranan variabel intervening adalah untuk memodifikasi respon. Hubungan antara variabel stimulus, variabel intervening, dan variabel respon dapat dilihat pada gambar 1.1.
5
Gambar 1.1 Hubungan antara Variabel Stimulus, Variabel Intervening dan Variabel Respon Variabel
Variabel
Variabel
Stimulus
Intervening
Respon
Walaupun secara individual sangat sulit untuk meramalkan secara tepat reaksi manusia terhadap suatu stimulus, tetapi secara umum reaksi manusia masih terikat pada hukum stimulus-respon yang berlaku (Azwar, 2007). Oleh karena itu, dengan mengetahui sikap seseorang maka kita akan mendapatkan gambaran mengenai kemungkinan-kemungkinan perilaku yang muncul dari individu yang bersangkutan. Seseorang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang dikatakan memiliki sikap negatif jika ia tidak suka atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam pengertian tentang sikap, namun ada beberapa hal yang serupa. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa ’sikap adalah predisposisi (kecenderungan) yang dipelajari, yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang waktu dalam situasi yang sama, dan komposisinya hampir selalu kompleks’ (Ahmadi, 2002: 164). Sikap adalah konsep yang dapat membantu kita untuk memahami tingkah laku. Dalam penelitian ini, hubungan antara stimulus (bauran pemasaran) dan respon (keputusan membeli), yang sangat bergantung pada kondisi, waktu, dan situasi saat individu tersebut mengekspresikan sikapnya, merupakan sebagian dari
6
determinan-determinan yang berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan pernyataannya dan antara pernyataan sikap dengan perilaku (Azwar, 2007). Ajzen dan Fishbein dalam sumber yang sama (Azwar, 2007: 11), juga mengemukakan sebuah teori yang disebut dengan Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action). Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan dampaknya terbatas pada tiga hal, yaitu: 1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. 2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tapi juga oleh norma-norma subjektif (keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat). 3. Sikap terhadap sesuatu bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Sikap terhadap perilaku Intensi untuk berperilaku
Perilaku
Norma-norma subjektif
Gbr. 1.2 Teori Tindakan Beralasan
Pond’s berasumsi bahwa jika kebutuhan dan keinginan konsumen wanita untuk mendapatkan kulit yang cerah dan mengurangi tanda-tanda penuaan dapat
7
terpenuhi, maka penjualan akan meningkat. Oleh karena itu Pond’s menggunakan strategi bauran pemasaran dengan tujuan meningkatkan tingkah laku pembelian konsumen terhadap produknya. Strategi ini pada dasarnya bertujuan agar konsumen wanita yang menjadi target market produk Pond’s Age Miracle mengetahui keunggulan produk tersebut, merasa tertarik, dan membelinya. Bauran pemasaran ini terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi (Kotler, 2002). Berkaitan dengan uraian yang sudah dituliskan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap bauran pemasaran dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita, serta faktor-faktor apakah dalam bauran pemasaran (produk, harga, promosi, dan distribusi) yang paling berhubungan erat dengan proses keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen Pond’s Age Miracle.
B. Rumusan Masalah Sikap yang ada pada seseorang akan memberikan warna atau corak pada perilaku manusia yang bersangkutan. Dalam bidang pemasaran, mengetahui sikap konsumen terhadap suatu produk merupakan informasi yang sangat berharga, karena sikap merupakan pencerminan dari apa yang konsumen pikirkan, apa yang konsumen rasakan dan apa yang konsumen lakukan terhadap suatu produk. Topik di atas dapat dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah gambaran umum sikap konsumen wanita terhadap bauran pemasaran yang dilakukan oleh Pond’s Age Miracle?
8
2. Bagaimanakah gambaran umum proses keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen Pond’s Age Miracle? 3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara keseluruhan dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita? 4. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara parsial dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Gambaran umum sikap konsumen wanita terhadap bauran pemasaran yang dilakukan oleh Pond’s Age Miracle. 2. Gambaran umum proses keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen Pond’s Age Miracle. 3. Hubungan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara keseluruhan dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita. 4. Hubungan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara parsial dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita.
9
D. Kegunaan Penelitian 1. Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang sikap konsumen terhadap bauran pemasaran dan hubungannya dengan proses keputusan pembelian terhadap sebuah produk. Informasi dan pengetahuan yang digali dapat menjadi bahan masukan empiris dan menambah referensi dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian Psikologi Industri atau Psikologi Konsumen. 2. Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi produsen dalam memasarkan produknya. Dengan mengetahui bagaimana sikap konsumen wanita terhadap langkah-langkah bauran pemasaran yang selama ini telah dilakukan dan alasan pembelian yang mereka lakukan terhadap produk Pond’s Age Miracle, maka akan dapat dibuat suatu strategi pemasaran yang lebih masimal dan dapat menarik lebih banyak kosumen, khususnya pada produk-produk Pond’s.
E. Asumsi Asumsi yang diajukan pada penelitian ini adalah ”Semakin positif sikap konsumen terhadap bauran pemasaran produk Pond’s Age Miracle maka semakin mudah konsumen terpengaruh saat melakukan tindakan pembelian. Sebaliknya, semakin negatif sikap konsumen terhadap bauran pemasaran produk Pond’s Age Miracle maka konsumen semakin sulit terpengaruh pembelian.”
10
saat melakukan tindakan
F. Hipotesis 1. Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara keseluruhan dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita. Ho : ρ = 0 Hi : Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara keseluruhan dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita. Hi : ρ ≠ 0 2. Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara parsial dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita. Ho : ρ = 0 Hi : Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bauran pemasaran secara parsial dengan proses keputusan membeli produk Pond’s Age Miracle pada konsumen wanita Hi : ρ ≠ 0 Hipotesis akan diuji pada α = 0.05
G. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan adalah Deskriptif-Korelasional. Hipotesis penelitian akan
11
diuji dengan statistik parametrik, yakni melalui uji korelasi product moment yang dimaksudkan untuk melihat hubungan antara sikap konsumen wanita terhadap bauran pemasaran yang dilakukan oleh Pond’s, dengan proses keputusan mereka untuk membeli produk Pond’s Age Miracle. Uji korelasi product moment digunakan karena data yang dihasilkan adalah data interval, dan sumber data dari kedua variabel adalah sama. Pengumpulan data tentang sikap konsumen terhadap bauran pemasaran menggunakan skala Likert yang diturunkan berdasarkan indikator bauran pemasaran dari Philip Kotler (2002), yang terdiri dari produk, harga, distribusi, dan promosi. Sedangkan pengumpulan data tentang proses keputusan membeli pada konsumen menggunakan skala Likert yang juga diturunkan berdasarkan indikator dari Philip Kotler (2005), yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perlaku pasca pembelian.
H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi pengambilan data dilakukan di Hypermart BIP, Hypermart SukarnoHatta, BSM, Carrefour Braga, dan Carrefour PvJ. Sampel penelitiannya adalah para wanita yang telah menggunakan produk Pond’s Age Miracle. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive, yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004: 91). Total responden penelitian berjumlah 30 orang.
12