1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun menurut Undang-Undang Republik Indonesia, dan 0-8 tahun menurut Nasional Association In Education for Young Children ( NAEYC) . Anak usia dini mempunyai karakteristik-karakteristik yang berbeda dengan orang dewasa. Anak usia dini selalu ingin tahu, selalu mencari jawaban atas pertanyaan meraka, egosentris dan aktif juga merupakan karakteristik anak usia dini.
Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Menurut Berk, (1992) dalam Sujiono (2007: 5) mengatakan bahwa pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat kita simpulkan bahwa anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun dan pada usia dini tersebut pertumbuhan dan perkembangan anak sedang mengalami proses yang cepat dan pada usia dini
2
(golden age) ini juga merupakan masa yang sangat potensial untuk belajar dan sangat menentukan dalam membentuk karakter dan kepribadian anak.
Pendidikan anak usia dini merupakan upaya pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan dari dalam kandungan sampai usia enam dan atau delapan tahun menititikberatkan pada pertumbuhan dan perkembangan fisik, intelektual, sosial emosional, bahasa sesuai dengan usia anak. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan dari anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Sujiono, 2007: 5). PAUD sebagai pendidikan yang diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak usia 0-6 tahun. Usia ini sering disebut sebagai masa keemasan perkembangan, disamping itu juga pada usia keemasan ini anak-anak masih sangat rentan apabila penanganannya tidak tepat justru akan merugikan anak itu sendiri.
Pendidikan anak usia dini harus dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai atau adat istiadat yang dianut oleh lingkungan sekitarnya dan kebiasaan-kebiasaan sosial dilingkungan sekitar. Pendidikan anak usia dini juga merupakan pondasi awal yang diajarkan maupun yang distimulus oleh pendidik, orang tua maupun masyarakat sekitar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Dalam mendidik dan memberikan stimulus pada anak dibutuhkan kondisi yang kondusif dan efisien, karena kebutuhan dan sifat anak usia dini yang unik dan berbeda dengan lainya, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama antara orang tua, pendidik dan masyarakat sekitar dalam mendidik anak usia dini.
3
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 14 menjelaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Berdasarkan pasal di atas dapat kita pahami bahwa undang-undang kita menekankan anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang dilaksanakan oleh PAUD dalam memberikan rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir hingga enam tahun. Pendidikan selalu berkenan dengan upaya pembinaan manusia oleh sebab itu keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada unsur manusianya yang menjadi penentu akan berhasil atau tidaknya sebuah pendidikan.
Pasal 4 UU RI nomor 23 tahun 2002: setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Berdasarkan pasal 4 UU RI nomor 23 tahun 2002 pemerintah menekankan bahwa anak mempunyai hak yang sama dengan manusia lainnya yaitu hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk perlindungan anak dan tempat untuk anak tumbuh dan berkembang.
4
(1) (2) (3) (4)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 34 mengatakan bahwa: Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Berdasarkan pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 mengatakan bahwa pemerintah mencanangkan aturan-aturan tentang wajib belajar. Setiap warga yang berusia 6 tahun dari berbagai lapisan masyarakat wajib mengikuti program wajib belajar, dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah telah menjamin terselenggaranya wajib belajar yang merupakan tanggung jawab negara.
Peluang untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk dapat memperoleh pendidikan dasar yang layak seperti halnya anak-anak lainnya, dan berhak mengembangkan dirinya melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, serta berhak memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan masyarakat luas. Karena pendidikan yang layak adalah hak asas setiap manusia baik usia 0-6 tahun maupun usia 6 tahun keatas. Apalagi kita tahu bahwa anak usia dini merupakan aset negara yang
sangat
berharga,
merekalah
yang
akan
meneruskan
perjuangan
mensejahterakan negara, sehingga mereka perlu meningkatkan kualitas diri dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, dan akses lainnya.
5
Pendidikan anak usia dini (PAUD) harus menyediakan media, alat permainan edukatif, dan fasilitas alat peraga yang menarik bagi anak agar anak termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran selama di sekolah, media dan permainan yang monoton dapat membuat anak cepat merasa bosan sehingga mengakibatkan anak tidak mau mengikuti proses pembelajaran, serta sikap guru juga harus menyenangkan bagi anak sehingga anak tertarik mendengarkan guru bercerita dan atau menjelaskan atau dengan kata lain guru harus dapat masuk kedunia anakanak. Jadi, sekolah-sekolah PAUD harus dapat menyediakan media, alat permainan edukatif dan dapat menciptakan permainan yang tidak monoton serta dapat menciptakan kondisi kelas yang efektif dan pembelajaran yang bermakna untuk anak. Media dan alat permainan edukatif sangat berperan penting dalam mengembangkan aspek perkembangan anak.
Sejak awal guru harus dapat berperan sebagai pelaku pendidikan sebagai observator, motivator, fasilitator, dan evaluator dalam proses pembelajaran. Pendidikan anak usia dini diarahkan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara sehat dan optimal.
Didalam perkembangan anak usia dini, pemerintah telah mengatur standar-standar pendidikan anak usia dini. Didalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini telah mengatur tingkat pencapaian perkembangan anak dari usia 0 sampai 6 tahun. Diantara aspek-aspek yang telah ditentukan tersebut terdapat aspek kognitif yang dimana dalam aspek kogitif ini dipecah kedalam tiga lingkup perkembangan yaitu 1) pengetahuan umum dan sains; 2) konsep bentuk, warna,
6
ukuran dan pola; 3) konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf. Berhitung permulaan merupakan bagian dari lingkup perkembangan konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf yang dimana ranah ini mempunyai dua tingkat pencapaian perkembangan yang berkaitan dengan berhitung permulaan, diantaranya yaitu: 1) menyebutkan lambang bilangan 1-20; dan 2) mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan, untuk mencapai kemampuan tersebut, maka peneliti membuat indikator-indikator yang harus dicapai oleh anak terkait dengan kemampuan berhitung permulaan.
Namun, berdasarkan kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan berhitung permulaan anak belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari 22 anak yang ada baru 18,18% anak yang sudah mampu berhitung permulaan seperti mencocokkan bilangan dengan lambang bilangan, menunjukkan lambang bilangan, membedakan bentuk lambang bilangan, ini berarti masih terdapat 81,82% anak yang belum bisa berhitung permulaan. Hal ini disebabkan karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak, media yang digunakan belum dapat menarik perhatian anak, pembelajaran masih monoton, sehingga anak menjadi pasif dan anak belum dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran selain itu pembelajaran tidak dilakukan melalui bermain. Kegiatan yang dilakukan anak dalam proses belajar mengajar hanya sekedar melaksanakan perintah dari guru berupa tugas-tugas yang harus dilaksanakan sehingga pembelajaran hanya berorientasi pada akademis.
7
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka dapat dikemukakan beberapa identifikasi masalah, diantaranya sebagai berikut: 1.
Ada beberapa anak kelompok B belum mengenal lambang bilangan 1-20
2.
Ada beberapa anak kelompok B belum dapat mengurutkan lambang bilangan dan bilangan 1-20
3.
Asebagian besar anak kelompok B belum dapat mencocokkan lambang bilangan dengan bilangan
4.
Anak belum dapat membedakan kumpulan benda yang sama jumlahnya, dan tidak sama, lebih banyak dan lebih sedikit.
5.
Ada beberapa anak kelompok B belum dapat menyebutkan hasil penjumlahan dan pengurangan dengan benda.
6.
Aktifitas anak dalam mengenal angka masih terbatas.
7.
Terdapat beberapa anak kelompok B belum bisa menunjukkan lambang bilangan dengan tepat.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membatasi masalahnya pada Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match terhadap Kemampuan Berhitung Permulaan pada Anak Kelompok B TK Asiatic Persada Bajubang Tahun Pelajaran 2014/2015.
8
D. Perumusan Masalah dan Permasalahan Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut di atas diajukan rumusan, yaitu: kemampuan berhitung permulaan anak usia 5-6 tahun masih rendah. Maka permasalahan penelitian adalah: “Apakah terdapat pengaruh metode make a match terhadap kemampuan berhitung permulaan pada anak kelompok B TK Asiatic Persada Bajubang tahun pelajaran 2014/2015?”
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang sudah diuraikan di atas maka tujuan penelitian ini adalah: ”Untuk mengetahui pengaruh penerapan metode make a match dalam meningkatkan kemampuan berhitung permulaan pada anak kelompok B TK Asiatic Persada Bajubang tahun pelajaran 2014/2015”.
F. Kegunaan dan Manfaat penelitian 1.
Manfaat Teoritis
Menambah referensi tentang metode pembelajaran make a match untuk meningkatkan kemampuan berhitung permulaan anak usia 5-6 tahun.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi guru 1.
Guru memiliki referensi dalam mengajarkan berhitung permulaan pada anak usia dini.
2.
Guru mengetahui cara dalam meningkatkan kemampuan berhitung permulaan anak.
9
3.
Guru dapat lebih kreatif dalam menyediakan media atau ape (alat permainan edukatif) dalam proses pembelajaran.
4.
b.
Dapat meningkatkan keaktifan proses belajar mengajar dikelas.
Bagi Sekolah 1. Sekolah
akan
mampu
mengembangkan
metode-metode
dalam
pembelajaran. 2. Memberikan masukan kepada kepala sekolah dalam membuat kebijakan tentang peningkatan kualitas disekolah.
c.
Bagi Anak
Untuk membantu dan memudahkan anak dalam meningkatkan kemampuan berhitung permulaan.