BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan
adanya mutu pelayanan prima rumah sakit. Mutu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor yang paling dominan adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang terlibat secara langsung dalam pemberian pelayanan kepada pasien adalah dokter, perawat, bidan serta tenaga penunjang lainnya. Diantara tenaga tersebut, tenaga perawat dan bidan menempati urutan jumlah terbanyak (40%) (Depkes, 2005). Kebutuhan tenaga keperawatan ditetapkan berdasarkan karakteristik klien, model penugasan, dan kompetensi yang dipersyaratkan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan. Kesesuaian tenaga keperawatan yang mencakup jumlah, jenis, dan kualifikasi dengan kebutuhan pelayanan diperlukan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan dan kebidanan yang efektif dan efisien (Depkes, 2005). Perencanaan sumber daya manusia merupakan fungsi pertama dan utama dari manajemen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia mengatur tenaga kerja manusia sedemikian rupa sehingga terwujud tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Peranan manajemen sumber daya manusia yaitu mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang mencakup masalah yang salah satunya adalah menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja
1
2
yang efektif sesuai dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan deskripsi pekerjaan, spesifikasi perkerjaan, kebutuhan pekerjaan, dan evaluasi pekerjaan (Hasibuan, 2009). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes, pada tahun 2007 jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.319 yang terdiri atas 1.033 RSU dengan jumlah kunjungan ke RSU sebanyak 33.094.000, sementara data kunjungan ke IGD sebanyak 4.402.205. Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan waktu respon yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat rumah sakit sesuai dengan standard. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 tahun 2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan melakukan resusuitasi dan stabilisasi. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. Semua pemberi pelayanan kegawatdaruratan wajib bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD. Kesediaan tim penanggulangan bencana sebanyak satu tim. Waktu tanggap pelayanan dokter ≤5 menit terlayani setelah pasien datang. Serta kepuasan pelanggan mencapai ≥70%.
3
Lingkungan klinis instalasi gawat darurat menantang perawat untuk harus memberikan perawatan untuk pasien dari segala usia dan presentasi klinis yang beragam. Ciri utama yang membedakan keperawatan gawat darurat adalah menonjolnya pasien dengan diagnosa yang berbeda-beda dalam lingkungan tekanan waktu, sehingga proses pengkajian pasien sangat penting dalam situasi seperti ini. Perawat memerlukan pengetahuan yang mendalam dan keahlian klinis untuk memberikan perawatan di seluruh rentang kehidupan dan mengelola kondisi situasional seperti kepadatan pasien dan teknologi yang kompleks (Fry, 2007 cit Curtis, 2009). Dalam 15 tahun terakhir, instalasi gawat darurat menjadi terlalu padat, dengan waktu tunggu yang memanjang dan waktu tinggal yang lama. Faktor tersebut menyebabkan keterlambatan dalam perawatan, sehingga mengurangi kualitas pelayanan dan meningkatkan potensi kejadian yang merugikan (Stauber, 2013). Semua kesalahan dan kejadian yang merugikan secara signifikan berhubungan dengan bekerja lebih dari 40 jam rata-rata dalam seminggu. Kesalahan medikasi dan luka jarum suntik memiliki hubungan paling kuat dan menetap dengan jam kerja dan kerja lembur (Olds, 2010). RS UGM Yogyakarta sebagai RS kelas B masuk dalam klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standard minimal menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 tahun 2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit. Pelayanan yang diberikan antara lain diagnosis & penanganan: permasalahan pada A (Airway), B (Breathing), C (Circulation) dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk ventilator, penilaian disabilitas:
4
penggunaan obat, EKG, defibrilasi, observasi HCU/R, resusitasi, dan bedah cito. Sumber daya manusia yang dibutuhkan meliputi dokter spesialis (bedah, obsgyn, anak, penyakit dalam) on call, dokter umum (+pelatihan kegawat daruratan) GELTS, ATLS, ACLS yang on site 24 jam, perawat kepala S1 dan D3 (+pelatihan kegawat daruratan) emergency nursing, BTLS, BCLS, dan lain-lain sesuai jam kerja, perawat (+pelatihan Emergency Nursing), dan Non Medis bagian keuangan, kamtib (24 jam), pekarya (24 jam) yang on site 24 jam. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan Desember 2014, didapatkan data bahwa Instalasi Gawat Darurat RS UGM Yogyakarta memiliki 18 tenaga keperawatan di mana 12 perawat adalah berpendidikan S1 dan 5 perawat D3 serta 1 bidan berpendidikan D3. Jumlah tenaga keperawatan lakilaki yaitu 7 orang dan 12 perempuan. Jumlah tenaga pekarya adalah 1 orang. Pada shift pagi dan sore jumlah tenaga keperawatan yang jaga sebanyak 4 – 6 orang sedangkan untuk shift malam ada 4 perawat jaga. Tempat tidur berjumlah 15 yang terdiri dari 9 tempat tidur untuk IGD, 2 untuk resusitasi, 3 untuk observasi dan 1 PONEK. Jam keperawatan di Instalasi Gawat Darurat menurut Depkes yaitu selama 4 jam. Jam keperawatan pasien diperlukan untuk menganalisis kebutuhan tenaga perawat. Sejauh pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penghitungan jam keperawatan di IGD RS UGM. Rata-rata jam kerja perawat per bulan di IGD RSA adalah 166,08 jam. Jam kerja perawat setiap shift yaitu 7,5 jam yaitu pagi pukul 07.00-14.30, sore 14.00-21.30, dan malam selama 10,5 jam pukul 21.00-07.30. Rata-rata angka kunjungan IGD untuk tahun 2014 yaitu 436 pasien per bulan.
5
Pada awalnya, Instalasi Gawat Darurat di RS UGM terdapat ruang Intermediate Care (IMC) sehingga perawat IGD harus mengatasi pasien gawat darurat dan juga pasien IMC. Akibatnya perawat kurang fokus terhadap pasien. Hal tersebut ditandai dengan adanya tindakan yang kadang tertunda. Namun pada tahun 2015, IGD telah berpisah dengan ruang IMC sehingga perlu dilakukan penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan yang sesuai. Sejak mulai beroperasional tahun 2012, RS UGM Yogyakarta memiliki harapan dapat beroperasional sebagai rumah sakit pendidikan penuh sesuai rencana strategi pengembangan rumah sakit. RS UGM Yogyakarta memiliki misi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan terpadu yang bermutu dengan mengutamakan aspek pendidikan berbasis riset. Oleh karena itu untuk mewujudkan misi tersebut diperlukan pengelolaan khususnya sumber daya manusia, salah satunya perlu dilakukan analisis kebutuhan tenaga keperawatan. Analisis kebutuhan keperawatan diperlukan sehingga terjadi kesesuaian tenaga keperawatan dengan kebutuhan pelayanan sehingga tercapai tujuan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien. Sejauh pengetahuan peneliti, Instalasi Gawat Darurat RS UGM Yogyakarta belum pernah dilakukan penghitungan kebutuhan tenaga keperawatan di instalasi gawat darurat. Berdasarkan data di atas peneliti tertarik untuk menghitung kebutuhan tenaga keperawatan yang ideal untuk RS UGM Yogyakarta.
6
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah bagaimana kebutuhan tenaga keperawatan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta berdasarkan kuantitas dan kualifikasinya?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Mengetahui kebutuhan tenaga keperawatan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta berdasarkan kuantitas dan kualifikasinya. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui rata-rata jumlah pasien per hari berdasarkan tingkat kegawatan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta. b. Mengetahui rata-rata waktu tinggal pasien di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta c. Mengetahui rata-rata jam perawatan pasien di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta. d. Mengetahui lama dan jenis kegiatan Non Keperawatan tenaga keperawatan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta. e. Mengetahui kualifikasi tenaga keperawatan yang ada dan yang dibutuhkan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta. f. Mengetahui jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di instalasi gawat darurat RS UGM Yogyakarta.
7
D. 1.
Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi semua pihak dan menambah informasi terkait bagaimana kebutuhan tenaga keperawatan di instalasi gawat darurat.
2.
Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Rumah Sakit Institusi dalam hal ini adalah RS UGM dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai koreksi dan dasar ilmiah untuk menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan yang sesuai di instalasi gawat darurat sehingga dapat meningkatkan/mempertahankan kualitas pelayanan. b. Bagi kepala ruang perawat di IGD Membantu kepala ruang perawat IGD untuk dapat menentukan kebutuhan tenaga keperawatan di Instalasi Gawat Darurat rumah sakit. c. Bagi peneliti selanjutnya Dapat dijadikan bahan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut khususnya pada perencanaan kebutuhan tenaga keperawatan di Instalasi Gawat Darurat. d. Bagi Peneliti Menambah wawasan dalam melakukan penelitian dan menambah pengetahuan mengenai perencanaan kebutuhan tenaga keperawatan di IGD rumah sakit.
8
E.
Keaslian Penelitian Peneliti menemukan beberapa penelitian yang sejenis dan mendukung
penelitian ini antara lain: 1.
Martina Sinta Kristanti, 2003, Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Rawat Darurat RS Dr. Sardjito Yogyakarta . Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan cross sectional dengan metode observasi sistematis dengan menggunakan lembar observasi untuk mengetahu rata-rata jam keperawatan pasien yang dilakukan selama 45 hari. Teknik sampling yang digunakan yang digunakan adalah aksidental sampling. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian yaitu di RS Dr. Sardjito Yogyakarta dan tidak melihat kualifikasi perawat yang dibutuhkan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang analisis kebutuhan tenaga perawat serta unit yang diteliti, yaitu instalasi gawat darurat. Hasil dari penelitian ini yaitu penghitungan kebutuhan tenaga menurut Gillies didapatkan sejumlah 6 orang dan menggunakan rumus Depkes sebanyak 5 orang.
2. Zainudin, 2007, Analisis Kebutuhan Tenaga Perawat dan Mutu Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau Kalimantan Barat. Metode penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional survey. Menggunakan pendekatan formula Depkes RI (2002) untuk menghitung jumlah tenaga perawat yang ideal di rumah sakit dan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) dari Depkes tahun 1997 yang terdiri dari instrument A, B, C untuk mengevaluasi penerapan standar asuhan
9
keperawatan di ruang rawat inap. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tempat penelitian yaitu di RSUD Dr. Achmad Diponegoro Putussibau Kalimantan Barat, unit analisis di ruang rawat inap, dan tidak menganalisis SAK. Persamaannya adalah analisis kebutuhan tenaga perawat. Hasilnya yaitu kebutuhan tenaga perawat menurut BOR sudah memadai, namun bila indikator Depkes dengan BOR 85% diperoleh hasil, ruang kelas I & II dibutuhkan 2 perawat, sementara ruang lain masih cukup. Studi dokumentasi penerapan SAK masih dibawah 50%. 3. Suratno, 2005, Analisis Kebutuhan Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat. Merupakan penelitian studi kasus dengan rancangan deskriptif eksplorasi dengan pendekatan cross sectional menggunakan total sampel. Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perhitungan tenaga keperawatan berdasarkan beban kerja keperawatan. Pengambilan data dilakukan 15 kali selang-seling selama 1 bulan. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi untuk mencatat kegiatan perawat dan checklist yang terdiri dari 4 kategori ketergantungan pasien menurut Depkes 2002 untuk rawat inap. Perbedaannya adalah tempat penelitian dan unit yang diteliti yaitu ruang rawat inap, kamar bersalin, ICU, dan IGD. Persamaannya adalah analisis kebutuhan tenaga perawat. Hasilnya yaitu kebutuhan tenaga keperawatan sesuai perhitungan DEPKES 2002 adalah 38 perawat pelaksana.