BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas secara sederhana diartikan sebagai akumulasi lemak tubuh yang berlebihan atau abnormal dan berisiko menimbulkan berbagai gangguan kesehatan (World Health Organization (WHO), 2000). Obesitas terjadi karena tidak seimbangnya jumlah energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (United States Department of Health and Human Services, 2012). National Institue of Health (1998) dalam Cynthia L. et al.(2012) menyatakan, orang dewasa disebut obesitas jika memiliki Indeks Masa Tubuh (IMT) lebih atau sama dengan 30. IMT dinilai berdasarkan rumus berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m2), lalu dibulatkan menjadi satu bilangan desimal. WHO pada tahun 2003 menyatakan sekitar lebih dari satu miliar orang dewasa mengalami kelebihan berat badan (overweight) dan tiga ratus juta di antaranya mengalami obesitas. Penduduk Asia memiliki prevalensi obesitas sebesar 9,3% (American Heart Association, 2013). Menurut WHO (2012) prevalensi obesitas paling tinggi adalah di Amerika sebanyak 26%, dan paling rendah di Asia Tenggara yaitu sebesar 3%. Prevalensi nasional obesitas di Indonesia pada penduduk usia ≥ 15 tahun adalah 10,3%. Sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi obesitas melebihi prevalensi nasional, yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Obesitas merupakan masalah kesehatan utama di dunia, yang mempengaruhi hampir semua usia dan kelompok sosial ekonomi (WHO 2008). Obesitas tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan, tetapi juga memerlukan biaya perawatan kesehatan yang cukup tinggi (Yusuf S., et al., 2005 cit Wan N. W. M., et al., 2011).
1
2
Obesitas juga merupakan faktor risiko sakit kepala kronis (M. E. Bigal, et al.,2006). Lemak tubuh yang berlebihan pada penderita obesitas dapat memicu terjadinya diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskuler, stroke, penyakit batu empedu, disfungsi respiratorik, dan berbagai jenis kanker ( Iowa Department of Public Health (IDPH), 2010). Beberapa penelitian telah banyak membahas mengenai obesitas yang ikut berperan dalam nyeri kepala migrain baik episodik maupun kronis, frekuensi serangan migrain, dan gejala migrain. Obesitas bahkan disebut sebagai salah satu faktor risiko terjadinya migrain (Anke C. W., et al., 2012). Migrain adalah nyeri kepala yang bersifat periodik, unilateral, kadang berdenyut, yang sering ditemukan pada semua rentang usia. Nyeri kepala migrain biasanya dimulai pada awal usia dewasa (Bigal M. E. & Lipton R. B., 2006 cit Siamak A., Ali D., Farnaz A., 2011). Terdapat dua tipe sindrom migrain yaitu migrain dengan aura dan tanpa aura (Pakalnis A. dan Gladstein J., 2010 cit Siamak A., Ali D., Farnaz A., 2011). Episode nyeri kepala migrain biasanya berlangsung sekitar 4 – 72 jam. Mual, muntah, photofobia, phonophobia, dan kelelahan adalah gejala yang sering ditemukan pada penyakit ini (Siamak A., Ali D., Farnaz A., 2011). Keluhan nyeri kepala secara signifikan mempengaruhi kesehatan dan gaya hidup. Hampir semua penderita migrain mengalami penurunan baik pada kegiatan sosial maupun kapasitas kerja mereka (Matilde L., et al., 2005). Penderita migrain dari populasi umum memerlukan rata-rata 3,8 hari istirahat untuk pria, dan 5,6 hari istirahat untuk wanita setiap tahunnya. Jika diproyeksikan ke penduduk Amerika Serikat, migrain menyebabkan total 112 juta hari untuk istirahat bagi penderita migrain. Biaya yang harus keluar akibat tidak masuk kerja dan penurunan kinerja di tempat kerja sekitar tiga belas miliar dolar setiap tahunnya (American Headache Society, 2011). Penderita migrain cenderung mengalami gejala subyektif yang lebih banyak diantaranya kurangnya rasa puas, penurunan vitalitas, dan gangguan tidur di antara serangan migrain. Penderita migrain memiliki kualitas hidup
3
yang rendah dibanding penderita penyakit kronis seperti arthritis, diabetes, nyeri punggung bawah, dan hipertensi (Osterhaus, et al., 1994, Dahlof dan Dimenas, 1995 cit N. Chaushev dan I. Milanov, 2009). Review menurut data populasi melaporkan gangguan sakit kepala paling sering pada orang dewasa di dunia adalah 46% sakit kepala umum, 11% migrain, dan 42% menderita tension-type headache (MacGregor., Jason D. R., Tobias K., 2011). Prevalensi migrain pada orang dewasa di China adalah 9,3 % (Yu Set al., 2012 cit Shengyuan, et al., 2012) dan menyebabkan angka kesakitan dan disabilitas yang cukup besar (Shengyuan, et al. 2012). Fransiska, et al., (2007) dalam penelitiannya di Jakarta terhadap kelompok usia muda 16-30 tahun mencatat prevalensi migrain sebesar 45,3% dengan wanita sebesar 53,5% dan pria 35,8 (Sjahrir, H., 2008 cit Fransiska, et al., 2007). Stimulasi oleh nosiseptor ganglion trigeminal menginduksi pelepasan zat proinflamasi terutama calsitonin-gene related peptide (CGRP) dan substansi P, yang pada pasien obesitas diketahui meningkat. Inflamasi neurogenik tersebut diduga berperan penting dalam timbulnya nyeri kepala migrain (D. S. Bond, et al., 2010). Hubungan antara migrain dan obesitas pertama kali dievaluasi pada kajian klinis yang menemukan pasien obesitas tiga kali berisiko menderita migrain dibandingkan dengan kontrol yang normoweight dengan usia yang sama (Shengyuan, et al.,2012). Ford et al. (2008) menyatakan mereka dengan IMT dibawah normal (underweight) atau IMT 30 (obesitas) memiliki risiko lebih tinggi menderita sakit kepala parah atau migrain dibanding dengan mereka yang memiliki IMT normal (normoweight). Shengyuan et al.,(2012) dalam penelitian yang bersifat cross sectional menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dan prevalensi migrain, namun tidak untuk tingkat keparahan dan frekuensinya. Responden yang mengalami obesitas dua kali lebih besar terkena migrain dibanding mereka dengan IMT normal (p = 0,000).
4
Penelitian yang dilakukan di Denmark tahun 2011 dengan pendekatan cross-sectional mendapatkan hasil yang berbeda dari penelitan-penelitan sebelumnya. Peneliti menyebutkan tidak ada hubungan antara obesitas dan migrain, namun terdapat peningkatan risiko migrain untuk penderita yang underweight. Hal tersebut dikarenakan nyeri yang parah, mual, dan gejala lainnya justru mempengaruhi nafsu makan yang berdampak pada insufisiensi zat gizi dan IMT yang rendah (Han Le, et al, 2011). Penelitian mengenai hubungan obesitas dan migrain belum dilakukan di Indonesia. Adanya perbedaan pendapat mengenai hubungan obesitas dan migrain juga belum dapat dijelaskan. Namun beberapa peneliti menyebutkan perbedaan ini dapat saja dilihat dari metodologi yang digunakan para peneliti. Beberapa penelitian menggunakan alat ukur standar untuk tinggi dan berat badan, sedangkan penelitian yang lain hanya mencantumkan tinggi dan berat badan berdasarkan keterangan langsung dari responden (D.S. Bond et al, 2010). Terlepas dari dampak langsung terhadap kesejahteraan hidup dan kemampuan untuk berfungsi normal, obesitas dan migrain adalah faktor risiko independen untuk penyakit kardiovaskuler (Bigal M. E. & Lipton R. B., 2009 ), komorbiditas yang berhubungan dengan nyeri yang ditimbulkan, dan kondisi psikiatrik, dan sering menimbulkan terganggunya kualitas hidup (Shengyuan Yu et al, 2012). Baik obesitas maupun migrain, masing masing memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan hidup dan kemampuan tubuh untuk berfungsi normal. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, obesitas sebagai faktor risiko migrain masih mengalami kontroversi, sehingga penulis tertarik untuk meneliti hubungan obesitas dengan migrain di Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan terdapat masalah sebagai berikut: 1. Obesitas merupakan masalah kesehatan yang masih memiliki angka kejadian tinggi di dunia. 2. Obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya migrain. 3. Migrain merupakan masalah kesehatan yang masih memiliki angka kejadian tinggi di dunia. 4. Hubungan antara obesitas dengan migrain masih menjadi kontroversi. 5. Belum ada penelitian sebelumnya di Indonesia mengenai hubungan antara obesitas dengan kejadian migrain. Dapat dirumuskan masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara obesitas dengan migrain di poliklinik saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan migrain di Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan migrain. b. Untuk mengetahui mekanisme obesitas dapat menimbulkan migrain. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai hubungan antara obesitas dengan migrain di Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2.
Manfaat Praktis a.
Manfaat bagi peneliti 1) Sebagai salah satu syarat kelulusan untuk menyelesaikan program studi sarjana kedokteran.
6
2) Menambah pengetahuan tentang hubungan antara obesitas dengan migrain di Poliklinik Saraf RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 3) Memberi edukasi yang tepat terhadap pasien obesitas. b.
Manfaat bagi masyarakat Dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya migrain.
c. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai obesitas dapat mempengaruhi terjadinya migrain, serta memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, berkaitan dengan penyakit migrain.