BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengambilan keputusan tentang kesehatan reproduksi dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh social cultural, faktor ekonomi dalam keluarga. Setiap keluarga berbeda dalam pengambilan keputusannya tergantung pada peraturan dalam keluarga tersebut (Kuponiyi and Alade, 2007). Suami memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan. Hal ini sesuai dengan penelitian medical anthropologist yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh pasangan laki-laki dalam kesehatan wanita dan kesehatan anak-anak mereka (Dudgeon and Inhorn, 2004). Bourdieu dalam Swartz (2002) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan dalam keluarga tergantung dari dominasi atau keseimbangan kekuasaan di
dalam keluarga
tersebut. Sehingga
petugas kesehatan perlu
untuk
mengidentifikasi siapa yang dominan dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut penting karena dapat melihat keputusan medis dari konteks yang lebih luas yaitu faktor-faktor yang berkaitan langsung dan tidak langsung seperti pembiayaan, sumber daya pembiayaan serta dominasi perempuan dalam pengambilan keputusan keluarga. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2007, gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman (BKKBN, 2007). Permasalahan gender memang perlu dipecahkan karena perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki. Secara umum, adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab dan fungsi, bahkan ruang dimana seseorang beraktivitas. Kulczycki (2008) menyatakan bahwa laki-laki atau suami memiliki peran utama dalam penggunaan kontrasepsi dan kedudukan perempuan relatife lebih rendah. Uddin and Arefin (2007) mengatakan bahwa pada beberapa penelitian di negara berkembang penggunaan metode kontrasepsi untuk wanita cenderung lebih tinggi dibandingkan metode kontrasepsi laki-laki. Fakih (2003) mengemukakan
1
2
proses
pengambilan
keputusan
dalam
keluarga
merupakan
salah
satu
ketidakadilan gender. Salah satunya pada program Keluarga Berencana (KB) yang dianggap sebagai salah satu sumber kekerasan terhadap perempuan. Selain dominasi di dalam keluarga, pengaruh faktor kualitas pelayanan KB juga memberi dampak terhadap penggunaan Intrauterine Device (IUD), begitu juga dengan pendidikan ibu, pekerjaan, umur ibu, status ekonomi, dan jumlah anak (Hong et al., 2006). Stakeholder dapat mempengaruhi pengambilan keputusan melalui prosesnya. Langkah awal dari pengambilan keputusan adalah memahami permasalahan. Setelah permasalahan dipahami langkah berikutnya mengevaluasi alternative pemecahan masalah, kemudian membandingkan alternative pemecahan masalah tersebut. Apabila ketiga langkah tersebut dilakukan maka pengambilan keputusan dapat dilakukan (Ullman, 2006). Intrauterine Device (IUD) merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang penggunaanya dengan meletakkan alat kontrasepsi di dalam rahim. Pada tahun 2008 akseptor IUD di Kebumen sebanyak 6,2% sedangkan pada tahun 2009 terjadi penurunan menjadi 5,2%. Namun pada tahun 2010 terjadi sedikit kenaikan menjadi 5,6%. Kenaikan tersebut belum memenuhi target pemerintah Kabupaten Kebumen yaitu 8% (Dinkes Kab. Kebumen, 2011). Keluarga membutuhkan pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan reproduksi seperti besar keluarga, jarak kelahiran, dan metode kontrasepsi yang akan mereka gunakan (Kuponiyi and Alade, 2007). Pilihan dalam pengasuhan anak dan penggunaan alat kontrasepsi merupakan pilihan kesehatan yang sangat penting. Keputusan keluarga mengenai pilihan diperlukan keakuratan, informasi relevan dan medis yang sesuai (Oladeji, 2008). Banyak negara berkembang menganggap kedudukan perempuan lebih rendah. Hal ini membuat efek banyak wanita menyerahkan seluruh keputusan mengenai kesehatan reproduksinya pada pasangannya (Haile and Enqueselassie, 2006). Bosveld (1998) dalam Oadeji (2008) mengatakan bahwa pengambilan keputusan ber-keluarga berencana (KB) sangat dipengaruhi oleh social cultural (budaya), gender, lingkungan sekitar, agama dan kepercayaan.
3
Pada umumnya di Pulau Jawa masyarakat masih menganut pola garis keturunan patrilinear, maka adat kebiasaan keluarga peranan sang suami sangat berpengaruh. Suami sebagai kepala keluarga adalah perantara dalam penentuan nasib termasuk menguasai sumber-sumber ekonomi keluarga. Kecamatan Pejagoan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki wilayah variatif. Wilayahnya terdiri dari dataran rendah yang dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten sampai dengan dataran tinggi. Dari 13 desa di Kecamatan Pejagoan hanya 5 desa yang penduduknya menggunakan kontrasepsi dalam rahim, yaitu 273 akseptor. Hal tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kecamatan lain yang memiliki karakteristik sama, yaitu Kecamatan Alian memiliki akseptor KB IUD berjumlah 370 akseptor. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti bagaimana relasi kuasa dalam pengambilan keputusan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah “Bagaimanakah relasi kuasa dalam pengambilan keputusan dengan penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Berdasarkan pada latar belakang maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui relasi kuasa dalam pengambilan keputusan dengan keputusan penggunaan kontrasepsi dalam rahim. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Diketahuinya proporsi pengambilan keputusan penggunaan kontrasepsi AKDR b. Diketahuinya proporsi penggunaan kontrasepsi dalam rahim c. Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi AKDR
4
d. Diketahuinya pengaruh relasi kuasa dalam penggunaan kontrasepsi AKDR D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Untuk mengetahui bagaimana relasi kuasa dalam pengambilan keputusan penggunaan kontrasepsi sebagai bahan kajian penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Bagi Pemerintah Dapat mengetahui upaya meningkatkan penggunaan kontrasepsi dengan meningkatkan konseling pada akseptor. E. Keaslian Penelitian 1. Orji et al. (2007) melaksanakan penelitian yang berjudul “The role of men in family planning decision-making in Rural and Urban Nigeria”. Penelitian ini meneliti mengenai pengaruh pria dalam pengambilan keputusan di pedesaan dan perkotaan. Penelitian ini menggunakan metode casecontol dengan masyarakat perkotaan sebagai kontrolnya dan masyarakat pedesaan sebagai kasusnya. Analisis penelitian menggunakan Chi-square dengan tingkat kepercayaan
95%.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kesadaran
penggunaan kontrasepsi pada kedua daerah memiliki level yang sama (Rural 98,3% dan Urban 98,4%). Sedangkan keputusan penggunaan kontrasepsi merupakan keputusan bersama antara suami dan istri. 2. Uddin and Arefin (2007) melaksanakan penelitian tentang “Family authority patterns and gender dimension of birth control method adoption in the santal and oraon ethnic communities in Rural Bangladesh”. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan perbedaan otoritas keluarga dalam mempengaruhi penundaan kelahiran. Analisis data yang digunakan adalah Pearson’s Chi-square dengan hasil bahwa terdapat hubungan antara otoritas keluarga dengan penggunaan kontrasepsi sebagi alat mengontrol kelahiran. Sebanyak 90% pasangan menerima metode KB untuk
5
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan 60% wanita lebih menerima menggunakan kontrasepsi permanen utuk mencegah kehamilan. 3. Speizer et al. (2005) melakukan penelitian berjudul “Gender relation and reproductive decision making in Honduras”. Penelitian ini menggunakan metode survey. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 25% wanita dan 28% laki-laki mengatakan laki-laki harus memiliki tanggung jawab pada kesehatan reproduksinya. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada kelompok laki-laki yang memiliki pendidikan rendah memiliki asosiasi pada pengambilan keputusan utama pada suami. 4. Khatun and Cornwell (2009) melakukan penelitian berjudul “Power relation and contraceptive use: Gender differentials in Bangladesh”. Penelitian ini tentang peran laki-laki teori dan kekuasaan teori. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun laki-laki mendominasi di tingkat umah tangga dan mempengaruhi semua keputusan yang telah terjadi, orang-orang ini menjadi benar-benar tak terlihat ketika datang untuk penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan dampak kekuasaan hubungan penggunaan diferensial kontrasepsi antara pria dan wanita di Bangladesh. Karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki dan data perempuan dari Demografi Bangladesh dan Survei Kesehatan 2000 memiliki diimbangi berdasarkan jumlah cluster, jumlah rumah tangga, dan nomor baris dan bergabung untuk mendapatkan ukuran sampel 2249. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan kekuasaan di tingkat rumah tangga memiliki dampak yang signifikan dalam melampaui hambatan untuk kontrasepsi yang digunakan. Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada variabel, metode penelitian dan lokasi penelitian.