BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak sebagai mahluk sosial sama halnya dengan orang dewasa, membutuhkan orang lain untuk membantu dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Pada dasarnya anak merupakan individu yang membutuhkan bantuan orang lain dalam mencapai aspek perkembangannya. John Locke (Nuryati, 2008:3) menyatakan bahwa ketika bayi dilahirkan kondisinya tabula rasa atau seperti kertas kosong yang bersih. Pikiran anak merupakan hasil dari pengalaman dan proses belajar. Oleh karena itu, anak memerlukan bimbingan orang dewasa dalam pengembangan dan pencapaian segala aspek dalam kehidupannya, baik aspek pribadi maupun sosial. Peran pendidikan sangat penting untuk anak, karena melalui pendidikan anak akan belajar mengenal dirinya, lingkungan sekitar, mengembangkan potensi yang dimiliki dan sebagainya. Pendidikan
merupakan
sebuah
proses
berkesinambungan
yang
sangat
menentukan masa depan seseorang. Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang mengintegrasikan tiga komponen utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling (Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, 2008: 193). Pencapaian perkembangan yang optimal tidak hanya memerlukan bimbingan akademik saja, melainkan siswa perlu bimbingan dalam hal pribadi, sosial dan karir. Proses pendidikan dapat diperoleh melalui proses belajar. Kegiatan belajar setiap individu dapat berlangsung sepanjang hayat, baik di rumah, di sekolah, di sekitar lingkungan tempat tinggal, dan berdasarkan sebuah pengalaman yang telah dialaminya. Sekolah merupakan tempat memperoleh pendidikan kedua setelah keluarga, karena pendidikan pertama kali
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
muncul dalam lingkup keluarga, dan guru pertama seorang anak adalah orang tuanya. Adapun sekolah pun memiliki peranan yang penting sebagai tempat berlangsungnya pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Hadiani (Syabibah, 2012:1), “Sekolah merupakan wahana sosialisasi yang dapat dilihat dalam suatu kebudayaan dan memberikan
pengaruh
terhadap
perkembangan
individu
sepanjang
rentang
kehidupannya”, sehingga apa yang diperoleh individu di sekolahnya akan memberikan pengaruh bagi perkembangan dalam berbagai aspek kehidupannya”. Melalui pendidikan individu dapat melakukan hal-hal yang diinginkan, baik positif ataupun negatif bergantung cara individu memahami yang akan dilakukannya. Pendidikan dapat pula berpengaruh terhadap status sosial ekonomi seseorang. Pada era modern seperti sekarang, masyarakat di Indonesia masih sangat bervariasi dalam status sosial ekonomi. Terdapat yang berstatus sosial ekonomi atas, menengah dan rendah. Status sosial ekonomi merupakan pengelompokkan manusia dengan berbagai karakteristik pekerjaan, pendidikan, dan ekonomi yang sama (Santrock, 2007:14) Anak dengan status sosial ekonomi apapun layak untuk mendapatkan pendidikan. Namun tidak jarang justru yang ditemui anak dari kalangan ekonomi rendah sedikit yang bisa mengenyam dunia pendidikan. Idealnya pendidikan dapat dirasakan oleh semua kalangan karena pendidikan sebagai salah satu gerbang menuju sebuah kesuksesan. Orang tua pada kelompok sosio ekonomi yang berbeda cenderung berpikir berbeda tentang masalah pendidikan (Huff,Laursen & Tadrif, 2002; Magnuson & Duncan, 2002). Orang tua berpendapatan menengah dan tinggi lebih sering memikirkan pendidikan sebagai sesuatu yang harus di dorong oleh orang tua dan guru. Sebaliknya, orang tua berpendapatan rendah lebih cenderung memandang pendidikan sebagai tugas guru. Oleh karena itu, sistem keterkaitan sekolah-keluarga dapat memberikan keuntungan kepada siswa dari keluarga berpendapatan rendah. (Suntrock; 2007:193)
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, pada 2011 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 243,8 juta jiwa, dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa pada tahun 2011 anak usia 5-17 tahun yang berstatus sekolah sebesar 80,29 persen. Dan ternyata pada kelompok usia tersebut terdapat 7,36 persen yang tidak bersekolah lagi dan yang belum pernah sekolah sebesar 12,35 persen. Meskipun persentase anak usia sekolah yang masih bersekolah cukup tinggi, namun kualitas dari anak tersebut juga harus ditingkatkan demi terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas bagi bangsa dan negara di masa mendatang. Hal ini dikarenakan masih adanya permasalahan terbatasnya akses pendidikan berkualitas bagi anak, terutama bagi anak keluarga kurang mampu dan di masyarakat terpencil. Dampaknya dapat terlihat dari semakin meningkatnya kasuskasus kekerasan, jumlah anak yang bermasalah dengan hukum, eksploitasi (termasuk trafficking), dan diskriminasi terhadap anak. (Profil Anak Indonesia, 2012) Data Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta orang pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta orang pada Maret 2011 menjadi 18,48 juta orang pada Maret 2012). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8,78 persen pada Maret 2012. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 15,72 persen pada Maret 2011 menjadi 15,12 persen pada Maret 2012. (BPS, 2013). Keinginan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan sangat tinggi namun terkadang karena faktor ekonomi maka mereka cenderung untuk meninggalkan bangku sekolah, Status sosial ekonomi di sekolah beragam, terkadang anak yang
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
berasal dari kalangan menengah ke bawah cenderung minder untuk berinteraksi dengan teman-temannya, penampilan fisik mereka yang terlihat kurang terurus, menunjukkan perilaku yang kurang baik karena merasa ingin diakui diantara temantemannya, dan sebagainnya. Namun, terdapat juga anak yang berasal dari keluarga menengah kebawah cenderung menunjukkan prestasi yang bagus di sekolah, karena mereka memiliki motivasi untuk menjadi sukses di kemudian hari. Hal inilah yang perlu menjadi perhatian para guru untuk terus mengembangkan dan memotivasi anak untuk terus mengembangkan potensi yang ada pada dirinya serta mampu menghargai dirinya walaupun mereka berasal dari keluarga menengan kebawah, karena kesuksesan berlaku untuk semua kalangan. Banyak orang
sukses yang ternyata
mereka dulunya berasal dari keluarga menengah kebawah. Self confidance dan self respect pada anak bisa dikembangkan atau tidak dikembangkan oleh orang dewasa. Sebagaimana orang dewasa tersebut mampu membimbing anak untuk menghormati, mencintai, menghargai, dan mendukung apa yang ada pada dirinya. Salah satu aspek yang perlu dikembangkan anak sejak dini adalah harga diri (self esteem) karena harga diri (self esteem) merupakan evaluasi individu yang dibuat dan dijadikan kebiasaan dalam memandang dirinya. Self Esteem diperlihatkan melalui sikap menerima dan menolak, yang mengidentifikasi besarnya kepercayaan diri atas kemampuan, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. (Coopersmith, 1967:90). Melalui harga diri individu dapat memandang dirinya secara positif ataupun negatif. Ketika individu memiliki self esteem yang tinggi, berarti individu tersebut mampu menghargai potensi
yang telah dimilikinya, namun
sebaliknya individu yang memiliki self esteem rendah, akan cenderung memandang dirinya kurang berharga, merasa tidak memiliki potensi, dan cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi harga diri individu, salah satunya adalah status sosial ekonomi keluarga. Coopersmith (1967:82) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa individu dengan kelas sosial yang tinggi
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
cenderung memiliki harga diri yang tinggi pula, sedangkan individu yang berasal dari kelas sosial ekonomi rendah cenderung memiliki harga diri yang rendah pula. Swanson (Huraerah, 2006) mengungkapkan lingkungan yang mendukung (environmental
support)
sangat
menentukan
perkembangan
seorang
anak.
Environmental support termasuk ke dalamnya adalah perlakuan yang diterima anak baik dari keluarga maupun lingkungan sekitar tempat tinggal. Apabila perlakuan yang diterima seorang anak dari keluarga dan lingkungan sekitar mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, maka anak akan tumbuh dan berkembang secara normal. Segala tekanan yang didapatkan anak karena kondisi ekonominya yang rendah akan membuat anak merasa dirinya tidak berharga. Apabila anak kurang dapat menerima yang ada dalam dirinya maka dia akan cenderung menarik diri dan enggan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, selain itu ada yang cenderung berperilaku kurang baik karena ingin mendapatkan perhatian dan ingin diakui oleh lingkungan sekelilingnya, hal ini yang membuat anak memiliki harga diri yang rendah. Status sosial ekonomi yang rendah dapat mengakibatkan self-esteem yang rendah pula karena adanya evaluasi negatif dari diri mereka, terbukti dari hasil penelitian yang menyebutkan tema-tema harga diri anak jalanan yang berupa penyesalan menjadi anak jalanan, menilai diri negatif, dan sikap marah terhadap penilaian masyarakat. Hal ini tentu akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar khususnya di sekolah.(Nasution dan Nashori). Selain itu juga menurut Singer (2003) menyatakan bahwa anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, cenderung memiliki harga diri rendah dan terkait dengan masalah-masalah kesehatan mental. Depresi, frustrasi dan kemarahan merupakan bentuk konsekuensi terhadap kesehatan mental dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Pentingnya harga diri (self esteem)
pada individu dipaparkan pada buku
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling di Jalur Pendidikan Formal (2008: 208). Materi yang pertama disebutkan dan menjadi
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
fokus pada layanan bimbingan dan konseling adalah terkait Self Esteem. Dapat disimpulkan bahwa self esteem sangat penting dimiliki oleh individu. Pengembangan self esteem perlu dimulai sejak dini agar ketika individu menginjak usia remaja kemudian dewasa sudah terbentuk self esteem yang positif pada individu. Harter (Papalia,Diane E.,et.al, 2008:371) menyatakan harga diri pada usia prasekolah cenderung bersifat semu atau tidak sama sekali : “Saya baik atau Saya Jelek”. Baru pada masa kanak-kanak tengah evaluasi personal terhadap kompetensi dan kecukupan (yang didasarkan pada internalisasi standar pengasuhan dan masyarakat) menjadi kritis dalam bentuk mempertahankan perasaan akan nilai-nilai yang ada. Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan peran bimbingan dan konseling. Keberadaan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan bukan sekedar tuntutan dari pemerintah, namun dalam sekolah harus adanya guru bimbingan dan konseling untuk membantu mengembangkan individu dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan optimal. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah memiliki peranan penting dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal dan mampu mencapai tugas-tugas perkembangannya. Program layanan bimbingan dan konseling dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan harga diri (self esteem) khususnya pada anak yang berlatar belakang status sosial ekonomi rendah. Layanan bimbingan berupa bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, konseling individual, konseling kelompok dan perencanaan individual. Anak yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah perlu menghargai dirinya dan mampu menunjukkan pada orang lain walaupun mereka berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi rendah namun mereka memiliki potensi dan layak mendapatkan kesuksesan melalui pendidikan seperti halnya anak-anak lain.
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
Gejala-gejala siswa yang menunjukkan kecenderungan self esteem rendah ditemukan di SDN 2 Keduanan Cirebon. Gejala ini ditemukan berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak sekolah, dalam hal ini adalah kepala sekolah, wali kelas, dan guru mata pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah dengan menggunakan studi dokumentasi jumlah seluruh siswa di sekolah tersebut 163 siswa. Sedangkan dilihat dari status sosial ekonominya, 20% berada pada menengah keatas, 35% menengah, dan 45% berada pada menengah kebawah. Artinya secara umum siswa sekolah tersebut berada pada kateori kelas status sosial ekonomi rendah. Gejala yang muncul pada siswa cukup bervariasi, terdapat anak yang selalu mencari perhatian dari orang lain dengan cara berbuat jahil pada teman-temannya, ada pula yang cenderung menarik diri dengan teman-temannya, sulit ketika harus maju kedepan kelas untuk menjawab pertanyaan atau sekedar mengemukakan pendapat. Selain terlihat dari perilaku nampak juga dari penampilan fisik anak. misalnya pakaiannya yang kurang rapi, rambut yang kurang terurus.
Dari hasil
temuan di lapangan, maka penelitian akan dilakukan guna mengungkap bagaimana harga diri siswa yang berstatus sosial ekonomi rendah, yang selanjutnya akan menghasilkan sebuah program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan harga diri siswa dengan status sosial ekonomi rendah. Di karenakan tidak semua Sekolah Dasar memiliki guru Bimbingan dan Konseling yang khusus, sehingga rancangan program pribadi-sosial untuk mengembangkan harga diri pun dapat di integrasikan oleh wali kelas ataupun guru mata pelajaran ketika mengajar dan mendidik siswa-siswinya.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Faktor sosial ekonomi sangat memengaruhi siswa ketika berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Hal ini yang dikhawatirkan ketika siswa tidak mampu
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
menghargai dirinya sehingga terbentuknya harga diri yang rendah terhadap dirinya. Untuk itu perlu adanya pengembangan harga diri untuk siswa dengan status sosial ekonomi rendah agar mereka memiliki harga diri yang tinggi. Secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Bagaimana program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan harga diri (self esteem) pada siswa berstatus sosial ekonomi rendah?” Secara khusus dapat pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran harga diri (self esteem) siswa Kelas IV,V, dan VI SDN 2 Keduanan Cirebon Tahun Ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana rancangan program bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan harga diri (self esteem) pada siswa Kelas IV, V , dan VI berstatus sosial ekonomi rendah di SDN 2 Keduanan Cirebon Tahun Ajaran 2013/2014?
C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah merancang program bimbingan pribadisosial yang sesuai untuk mengembangkan harga diri (self esteem) siswa Kelas IV,V, dan VI berstatus sosial ekonomi rendah di SDN 2 Keduanan Cirebon Tahun Ajaran 2013/2014. Secara khusus, tujuan penelitian adalah : 1. memperoleh gambaran umum empirik mengenai harga diri (self esteem) siswa kelas IV,V, dan VI SDN 2 Keduanan Cirebon; dan 2. mendeskripsikan rancangan program layanan bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan harga diri (self esteem) pada siswa kelas IV, V, dan IV berstatus sosial ekonomi rendah di SDN 2 Keduanan Cirebon Tahun Ajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai ilmu psikologi anak dan ilmu bimbingan dan konseling, khususnya yang berkaitan dengan kajian teoretis mengenai self esteem pada anak yang berstatus sosial ekonomi rendah, dan intervensinya melalui program bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan self esteem siswa berstatus sosial ekonomi rendah pada anak usia sekolah dasar. 2. Manfaat Praktis a. Bagi wali kelas dan guru mata pelajaran, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi wali kelas dan guru mata pelajaran untuk mengembangkan harga diri siswa melalui bimbingan yang bisa diintegrasikan dengan pembelajaran di kelas. Ataupun melalui sikap dan perilaku yang ditampilkan. b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian dapat dijadikan bahan acuan peneliti berikutnya untuk lebih mendalami mengenai self esteem.
E. Struktur Organisasi Penelitian terdiri dari lima Bab. Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi. Bab II berisi kajian pustaka tentang Self Esteem, Karakteristik Siswa Sekolah Dasar, Konsep Status Sosial Ekonomi dan Program Bimbingan dan Konseling, kerangka pemikiran, dan hipotesis penelitian. Bab III berisi metodologi penelitian yang terdiri dari lokasi dan subjek populasi/sampel, desain penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik pengumpulan data, dan analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Bab V berisi kesimpulan dan saran.
Rina Anur Sari, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Mengembangkan Harga Diri (Self Esteem) Siswa Berstatus Sosial Ekonomi Rendah Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu