BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan penting dalam perkembangan anak karena, pendidikan merupakan salah satu wahana untuk membebaskan anak dari keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan merupakan salah satu bukti perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horisontal maupun secara vertikal. Selain itu pendidikan menjadi ukuran kemajuan suatu bangsa. Pendidikan inklusif merupakan idiologi atau keinginan yang hendak diraih sebagaimana cita-cita pendidikan secara umum, pendidikan inklusif harus menjadi tujuan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu pendidikan inklusif tidak diartikan sebagai bentuk / model pendidikan atau pendekatan pendidikan yang sekedar memasukan anak berkelainan ke sekolah reguler semata. Sebagai konsekuensi dari berbagai pendapat bahwa pendidikan inklusi itu menjadi ideologi atau cita - cita dan bukan sebagai alternatif model saja, maka akan terjadi keragaman dalam implementasinya, antara negara yang satu dengan negara yang lainnya antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lainnya. Proses menuju pendidikan inklusif akan sangat tergantung kepada sumberdaya,sarana prasarana yang dimiliki oleh masing-masing negara, daerah, atau sekolah. Meskipun terjadi keragaman dalam implementasinya, tidak ada perbedaan filosofi dan konsep yang digunakannya karena berangkat dari kemauan/niat yang sama dalam rangka mengangkat memfopulairkan pendidikan inklusif menuju pendidikan yang bermasyarakat, diperlukan adanya perubahan pemikiran, pemahaman dan sikap para penyelenggara pendidikan (kepala sekolah, guru, administrator, atau pengambil kebijakan pendidikan, orang tua, dan masyarakat pada umumnya) terhadap anak dan pendidikan yang dapat memberikan layanan kepada masyarakat di sekitar yang memerlukan.
1
Di Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5, ayat 1 s.d. 4 telah menegaskan bahwa: 1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. 2. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), sejak tahun 1979 sudah ada sekolah umum yang menerima ABK untuk belajar bersama-sama dengan anak normal lainnya karena orang tua menghendaki anak mereka mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah umum, dan bukan di sekolah luar biasa (SLB). Searah dengan perkembangan pendidikan baik di luar dan di dalam negeri, pada tahun 2003 Dirjen Dikdasmen menerbitkan SE no. 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003
tentang
pendidikan
inklusif
yang
menyatakan
bahwa
penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusif di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin hari semakin berkembang serta perubahan yang cukup signifikan baik dari pemerintah, sekolah, siswa normal, orang tua, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini ditunjukan pemerintah melalui berbagai kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, serta penerimaan oleh sekolah dan masyarakat yang membuat anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan lebih luas untuk memperoleh pendidikan seperti anak normal lain, sehingga anak berkebutuhan khusus mampu mengembangkan bakat, minat, potensi, yang dimiliki supaya tidak tergantung dengan orang lain (kemandirian).
2
Perubahan yang dilakukan pemerintah dalam sistem layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan dari segregasi, integrasi hingga menjadi pendidikan inklusif merupakan upaya untuk mengentaskan program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah serta penghapusan diskriminasi terhadap keberagaman dan perbedaan yang dimiliki setiap peserta didik tanpa melihat perbedaan fisik, sosial, ekonomi maupun
potensi
anak
dalam
satu
sekolah.
Pendidikan
inklusif
memungkinkan anak dapat belajar bersama-sama dengan anak normal pada umumnya, sehingga saling berinteraksi, saling mengisi, saling menerima dan memberi untuk kebutuhan belajar anak dalam lingkup sekolah yang sama. Pendidikan
inklusif
menghargai
keberagaman
apapun
perbedaannya, dan berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama dengan anak normal pada tempat yang sama dengan layanan yang berbeda. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama seperti anak normal pada umumnya dan mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat ( PP No.17 Tahun 2010 pasal 129 : (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan ketentuan lain dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Pada
penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidkan Khusus dan Layanan Khusus. Kementrian Pendidikan Nasional, (2010:4) Pendidikan inklusif adalah sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang
3
memberikan kesempatan kepada semua anak berkebutuhan khusus dan anak cerdas istimewa dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan anak normal pada umumnya. Sekolah yang sudah merintis pendidkan inklusif baik yang ditunjuk oleh
pemerintah
maupun
dengan
permohonan
sendiri.
Dalam
penyelenggarakannya, sekolah mengacu pada standar sekolah umum yang dikeluarkan pemerintah dimulai dari: standar kelulusan, standar isi, standar proses, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pembiayaan, maupun standar penilaian ditambah dengan pedoman-pedoman khusus penyelenggarakan pendidikan inklusif,
namun
masih
banyak
menemui
kendala-kendala
dalam
pengelolaan di sekolah.. Beberapa sekolah masih mempersepsikan pendidikan inklusif sama dengan sistem integrasi, sehingga anak
menyesuaikan dengan system
yang berlaku di sekolah, sehingga
anak berkebutuhan khusus
diperlakukan sama seperti peserta didik normal di sekolah tersebut, tanpa mendapat pelayanan yang khusus sesuai kemampuannya, masih ada juga yang belum menyediakan guru tenaga pendidik khusus, ada juga sekolah yang masih pilih – pilih dalam menerima siswa berkebutuhan khusus, pembinaan tenaga pendidik dan kependidikan belum semua membekali guru pada pendidikan inklusif, guru belum semua menyusun program pembelajaran individual berdasarkan identifikasi dan assesmen, selain itu juga belum ada system penilaian yang tepat untuk menilai kemajuan hasil belajar siswa berkebutuhan khusus. Meskipun banyak sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang belum melaksanakan sesuai dengan standar pengelolaan dan pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif
secara benar dalam
memberi layanan anak berkebutuhan khusus, namun sekolah ini sudah berupaya untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif seperti yang sudah melaksanakan sekolah yang menjadi tempat penelitian penulis.
4
Pengelolaan pembelajaran pada Sekolah Dasar Negeri III Giriwono Wonogiri sebagai penyelenggara pendidikan
inklusif sejak tahun
pelajaran 2009/2010 menerima anak berkebutuhan khusus, pada saat ini memiliki peserta didik berkebutuhan khusus, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, dan lamban belajar. Pada Tahun pelajaran 2014/2015 memiliki peserta didik berkebutuhan khusus sebanyak 16 anak yang terdiri dari kelas 1 = 1 anak, kelas II = 3 anak, kelas III = 4 anak, kelas IV = 2 anak, kelas V = 4 anak, dan kelas VI = 2 anak. Pembelajaran di sekolah ini menggunakan kurikulum sekolah reguler umum, Guru Kelas umum yang berlatar belakang bukan PLB, memiliki Guru Pembimbing Khusus (GPK), memiliki Guru Pendamping (GP) yang di latih melalui bimbingan teknik (Bimtek), dan masih dibantu oleh Guru Kunjung (GK) yang mempunyai besic ketrampilan, kesenian, dan kerumah tanggaan. Pembelajaran yang dilaksanakan setiap harinya berjalan bersama antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus dalam satu ruang kelas yang sama, akan tetapi untuk anak yang lamban belajar perlu pendampingan dan remidi-remidi agar optimal belajarnya. Guru kelas kesulitan menemukan metode dan teknik dalam memotivasi peserta didik berkebutuhan khusus agar aktif berinteraksi dengan pelajaran. Berdasarkan uraian hasil studi pendahuluan dan kajian teori tentang pengelolaan pembelajaran dalam setting inklusif. Maka peneliti bermaksud mengkaji lebih mendalam tentang “ pengelolaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus dalam setting inklusif di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif yang berada di SD Negeri III Giriwono Wonogiri”. Perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan
di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif menjadi perhatian tersendiri untuk diteliti guna mengetahui sampai sejauh mana deskripsi dari keberhasilan pengelolaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan Sekolah Dasar Negeri III Giriwono Wonogiri sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan dalam tiga (3) permasalahan yaitu: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka ada 3 (tiga) tujuan penelitian. 1. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif. 2. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif. 3. Mendeskripsikan evaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif.
D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini ada dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Menambah
wawasan
keilmuan
terutama
berkenaan
dengan
manajemen penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dasar. b. Sebagai referensi
pembelajaran
anak
berkebutuhan
khusus
di sekolah penyelenggara inklusif. c. Sebagai referensi untuk
peneliti-peneliti
yang
lain
guna
mengadakan penelitian mengenai pembelajaran anak berkebutuhan khusus
pada
sekolah dasar penyelenggara inklusi atau pada
lembaga yang jangkauannya lebih luas lagi.
6
2. Manfaat praktis a. Bagi guru 1) Memberi masukan kepada pendidik untuk dapat memodifikasi kurikulum,
agar
Anak
Berkebutuhan
Khusus
(ABK)
mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhannya. 2) Memberikan alternatif dalam memilih materi, strategi, media, serta evaluasi yang tepat pada proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus. b. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk dapat melakukan pembenahan sesuai dengan temuan masalah. Sehingga kebijakan yang diambil lembaga akan tepat, dan agar dapat menyelenggarakan
pendidikan
inklusif
lebih
baik
memberikan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus.
7
dalam