BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata kini sedang berkembang di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah wisatawan asing ke Indonesia dan jumlah wisatawan Indonesia yang berwisata baik ke dalam maupun ke luar negeri. . Pernyataan tersebut didukung oleh data statistik yang menunjukkan bahwa di Bulan November 2013 jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia ada sebanyak 807.400 jiwa. Jumlah ini meningkat sekitar 12,16% jika dibandingkan dengan Oktober 2013 di mana jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia tercatat sebesar 719.900 jiwa. Jika dihitung secara kumulatif jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia pada periode Januari hingga November 2013 meningkat sebanyak 9,12% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya (travel.kompas.com: 2014). Sementara itu di sisi lain berdasarkan data Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, jumlah wisatawan Indonesia yang melakukan perjalanan pada tahun 2012 tercatat 245,290 perjalanan dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 250,036 perjalanan (Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: 2014) Selain meningkatnya jumlah wisatawan asing yang datang, perkembangan pariwisata juga didukung oleh meningkatnya wisatawan Indonesia yang berwisata baik di dalam dan luar negeri. Wisatawan Indonesia yang melakukan wisata di dalam negeri pada tahun 2013 naik sebesar (3,41%) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (travel.okezone.com: 2013). Sementara untuk wisatawan Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri hingga Desember 2012 tercatat ada lebih dari 8 juta orang (suarapembaruan.com: 2013). Perkembangan sektor pariwisata di Indonesia tidak hanya dapat dilihat dari meningkatnya jumlah wisatawan saja. Munculnya berbagai konten media dengan tema wisata baik cetak dan elektronik dapat dilihat sebagai indikator berkembangnya tren berwisata di Indonesia. Sederet buku wisata seperti Uniquely Lombok-Sumbawa karangan Gagas Ulung, Keliling Tempat-tempat Wisata Eksotis Jogja karangan Suryo Sukendro, acara televisi Wisata Kuliner di
1
TransTV, 100 Hari Keliling Indonesia di KompasTV adalah contoh dari konten media yang bertemakan wisata. Saat ini kita juga melihat munculnya website, blog, akun media sosial yang bertema pariwisata. Salah satu blog dengan tema pariwisata yang terkenal adalah blog milik Trinity Traveller, ada juga akun instagram milik Ernanda Putra yang menyajikan konten media dalam bentuk foto dengan tema wisata. Perkembangan dunia pariwisata membawa pengaruh positif bagi sektor perekonomian di Indonesia. Menurut Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor pariwisata menjadi penyumbang devisa negara terbesar ke-4 (tempo.co: 2014). Sektor ini juga menyerap tenaga kerja sebesar 10 juta orang. Hal tersebut menjadikan sektor pariwisata adalah sektor yang cukup menjanjikan secara ekonomi jika dikelola secara baik. Akan tetapi tren berwisata khususnya di kalangan muda saat ini cenderung lebih memilih destinasi luar negeri daripada destinasi dalam negeri (merdeka.com: 2012). Kecenderungan wisatawan muda untuk memilih destinasi luar negeri dipengaruhi karena keterbatasan informasi mengenai ketersediaan tiket promo, akomodasi, transpotasi, destinasi wisata, serta fasilitas wisata yang memadai. Selain itu perilaku wisatawan muda yang lebih menyenangi wisata di luar negeri juga didasarkan pada alasan psikologis seperti keinginan untuk mengeksplorasi destinasi wisata luar negeri, berbelanja barang tertentu yang biasanya lebih murah di luar negeri, sampai dengan alasan gengsi (prestige) yang didapat saat berwisata di luar negeri. Kondisi ini membuat banyak pihak merasa perlu melakukan langkah strategis
guna
menumbuhkan
keinginan
wisatawan
muda
Indonesia
mengeksplorasi destinasi dalam negeri. Selain melalui berbagai event pariwisata, blog, dan buku panduan wisata, promosi pariwisata domestik juga dilakukan melalui rekaman perjalanan wisata (travel video). Salah satu travel video yang saat ini menarik perhatian adalah travel video Jalan-Jalan Men. Travel video ini merupakan travel video series pertama yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia yang dibuat oleh MalesBanget.com dan bekerja sama dengan Valadoo.
2
Muncul di tahun 2012 keberadaan travel video Jalan-Jalan Men mencuri banyak perhatian para peselancar dunia internet khususnya para pengakses situs video online Youtube. Rata-rata untuk masing-masing seri dari video tersebut memperoleh jumlah viewers berkisar antara 20.000-400.000. Jika dibandingkan dengan travel video sejenis lainnya jumlah ini cukup tinggi. Tingginya jumlah viewers pada travel video Jalan-Jalan Men memberikan indikator bahwa video ini memang cukup diminati. Biasanya sebuah konten media akan diminati oleh audiensnya jika mereka mampu memilih tema dan mengemas konten sehingga sesuai dengan selera target audiensnya. Penerimaan yang baik oleh audiens terhadap konten media tentu akan berpengaruh pada audiens yang mengonsumsi konten itu sendiri. Perubahan yang terjadi bisa terjadi baik dari pengetahuan, perasaan, sampai dengan perilaku. Melalui konten video ini, pihak MalesBanget.com bermaksud untuk mempopulerkan berbagai destinasi wisata Indonesia di kalangan anak muda guna menciptakan tren positif berwisata di dalam negeri (jalan2men: 2012). Di sisi lain, konten video Jalan-Jalan Men digunakan untuk memasarkan paket wisata domestik yang dimiliki oleh Valadoo. Dalam dunia pemasaran, strategi seperti ini dikenal dengan istilah content marketing. Content marketing adalah strategi pemasaran dengan cara menghasilkan konten media
yang bertujuan untuk
memasarkan produk dengan memberi informasi kepada target konsumennya yang bersifat persuasi. Kemunculan content marketing Jalan-Jalan Men yang bertujuan untuk mempopulerkan destinasi wisata Indonesia serta kecenderungan wisatawan muda Indonesia untuk berwisata di luar negeri, menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian terkait pengaruh content marketing terhadap sikap wisatawan muda. Peneliti dalam penelitian ini bermaksud ingin melihat bagaimana hubungan yang terjadi antara perilaku konsumsi konten media terhadap sikap orang yang mengonsumsi konten media tersebut. Meskipun content marketing Jalan-Jalan Men dapat dilihat baik sebagai konten media dari MalesBanget.com dan sebagai strategi pemasaran Valadoo, akan tetapi dalam penelitian ini peneliti melihat content marketing tersebut sebagai konten media
3
yang bertujuan untuk mempopulerkan pariwisata Indonesia. Alasan peneliti adalah karena yang ingin peneliti lihat adalah pengaruh content marketing terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri dan bukan minat pembelian terhadap paket domestik dalam negeri. Meningkatnya minat wisatawan muda terhadap kegiatan berwisata, kecenderungan pemilihan destinasi luar negeri, serta munculnya travel video Jalan-Jalan Men yang bertujuan untuk mempopulerkan destinasi dalam negeri menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh konten media tersebut terhadap sikap wisatawan muda.
B.`Rumusan Masalah Dengan berdasarkan pemaparan masalah yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang, maka peneliti merumuskan pertanyaan dalam penelitian ini menjadi: 1. Apakah ada pengaruh antara content marketing Jalan-Jalan Men terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri? 2. Bagaimana pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri?”
C. Tujuan Penelitian Pada penelitian ini peneliti menetapkan tujuan penelitian yaitu : 1. Untuk melihat pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men terhadap sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri.
D. Manfaat Penelitian 1. Penulis Melalui penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men terhadap sikap wisatawan muda Indonesia. 2. Akademis
4
Peneliti menginginkan bahwa penelitiannya ini dapat berguna bagi sumbangan teoritis di bidang Ilmu Komunikasi dan dapat berkontribusi untuk menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya. 3. Praktis Peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat memberi ide-ide baru untuk pengembangan promosi pariwisata bagi siapa saja yang berkecimpung di dunia tersebut.
E. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah respon audiens terhadap content marketing Jalan-Jalan Men. Lokus penelitian ini adalah audiens pesan dan berfokus pada pengaruh penerimaan pesan terhadap respon audiens. Respon yang dimaksud di sini adalah respon dalam bentuk sikap berdasarkan model ABC yang dikemukakan oleh Solomon. Pemanfaatan konten media sebagai taktik pemasaran yang dikenal dengan istilah content marketing kini diaplikasikan juga di bidang promosi pariwisata. Valadoo bekerja sama dengan MalesBanget.com memproduksi travel video dengan memanfaatkan platform Youtube sebagai media distribusi konten. Melalui teori S-O-R peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men sebagai konten media terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri. Penelitian ini akan melihat sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri melalui 3 aspek yakni afektif, behavorial, dan juga kognitif.
F. Kerangka Pemikiran 1. Perilaku wisatawan muda Tren meningkatnya jumlah wisatawan muda adalah sebuah fenomena global. Pernyataan tersebut didukung oleh data dari UNWTO yang menyebutkan bahwa wisatawan muda berkontribusi sebanyak 20% dari seluruh perjalanan di dunia (UNWTO 2011, dalam Blaha 2012: 7). Hasil survei ini menunjukkan bahwa segmen pasar wisatawan muda dari ke hari berkembang secara pesat.
5
Bahkan Richard dan Wilson menyatakan bahwa berwisata kini telah menjadi bagian dari gaya hidup anak muda (Richard and Wilson 2003, dalam Blaha 2012: 7). Fenemona berkembangnya tren berwisata di kalangan anak muda juga terjadi di Indonesia. Struktur kependudukan Indonesia saat ini mirip dengan kondisi penduduk Jepang yang penduduk usia mudanya ada lebih dari 50% (Nirwandar: 2013). Banyaknya penduduk Indonesia yang berusia muda (youth) menjadikan pasar wisatawan muda menjadi sasaran yang tidak bisa dianggap sepele. Selain itu indikasi semakin meningkatnya minat anak muda untuk berwisata dapat di lihat dari banyaknya jumlah anak muda yang bergabung dalam komunitas traveler di internet. Keberadaan wisatawan muda dalam dunia pariwisata tentu memiliki perbedaan dengan wisatawan kategori lainnya. Menurut World Tourism Organisation (WTO) tahun 2008 mendefinisikan wisatawan muda atau youth travel sebagai : “Youth travel includes all independent trips for periods off less than one year by people aged 15-29 which are motivated, in part or in full, by a desire to experience other cultures, build life experience and/or benefit from formal and informal learning opportunities outside one’s usual environtment” (WTO 2008, dalam Dionysopoulou dan Mylonakis 2013: 23) Akan tetapi sayangnya meskipun memiliki porsi yang cukup besar, keberadaan wisatawan muda di Indonesia tidak lalu memberi dampak positif terhadap perkembangan sektor pariwisata di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kecenderungan wisatawan muda yang lebih suka berwisata ke luar negeri (travel.okezone.com: 2013). Wisatawan Indonesia yang berlibur ke luar negeri biasanya memilih Singapura dan Malaysia sebagai tujuan destinasi wisata mereka. Bahkan Kenneth Lim, Regional Director of ASEAN and Oceania, Singapore Board menyatakan bahwa :
6
“Turis asal Indonesia adalah turis yang paling banyak melakukan kunjungan ke Singapore. Dari total 15,5 juta wisatawan yang datang ke Singapore pada tahun 2013, 2,1 juta adalah wisatawan asal Indonesia. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penyumbang turis terbanyak di Singapore. Kebanyakan turis Indonesia yang berkunjung ke Singapore sebanyak 35% adalah untuk kepentingan MICE (Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition) sementara sisanya sebanyak 65% datang ke Singapore untuk kepentingan leisure atau berwisata” (travel.kompas.com: 2013)
Pernyataan dari Lim tersebut menegaskan meskipun jumlah perjalanan wisata di dalam negeri menunjukkan kenaikan, akan tetapi tingkat ketertarikan wisatawan Indonesia untuk melakukan perjalanan ke luar negeri masih cukup tinggi. Ketertarikan wisatawan Indonesia untuk bepergian ke luar negeri juga terjadi di kalangan wisatawan muda. Situasi ini tentu mengkhawatirkan bila mengingat jumlah pangsa wisatawan muda Indonesia yang cukup besar akan merugikan jika lebih banyak bepergian ke luar negeri. Pemilihan destinasi luar negeri di kalangan anak muda tentu terjadi bukan tanpa alasan. Karakteristik dari wisatawan muda tentu berbeda dari karakteristik wisatawan lainnya. Karakteristik inilah yang lalu berpengaruh pada perilaku wisatawan muda termasuk pada pilihan destinasi wisata. Presenting another view, relate the definition of youth travelers to backpackers (Nash 2006, dalam Farahani 2011: 3). Menurut Nash, ada beberapa karakteristik yang serupa antara wisatawan muda dan backpackers. Salah satu karakter tersebut adalah preference for budget accommodation (Nash 2006, dalam Faharani dan Sukmajati 2011: 3). Pada umumnya wisatawan muda belum memiliki kemampuan finansial yang memadai akan tetapi memiliki keinginan untuk melakukan wisata lebih tinggi dibandingkan segmen wisatawan lainnya (ATI 1995, dalam Faharani dan Sukmajati 2011: 3). Situasi ini membuat wisatawan muda cenderung menjadi lebih selektif dalam pemilihan destinasi wisata mereka. Kecenderungan wisatawan muda di Indonesia untuk memilih destinasi luar
7
negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah budget yang terbatas. Budget yang terbatas membuat wisatawan muda harus lebih selektif dalam memilih destinasi wisata yang akan mereka datangi. Tiket penerbangan promo yang ditawarkan maskapai penerbangan berbiaya rendah pada umumnya adalah tiket promo ke destinasi-destinasi luar negeri yang populer seperti Singapore, Malaysia, atau Thailand. Hal tersebut mempengaruhi sikap wisatawan muda terhadap pilihan destinasi wisata mereka. Selain tersedianya tiket promo ke luar negeri yang lebih sering, perilaku wisatawan muda yang lebih suka ke luar negeri juga dipengaruhi tersedianya informasi tentang akomodasi, transpotasi, destinasi wisata yang lebih banyak jika dibandingkan dengan di dalam negeri. Selain itu perilaku wisatawan muda Indonesia juga dipengaruhi informasi yang diterima dari berbagai sumber termasuk juga media sosial. Seperti kita ketahui bahwa penggunaan media sosial di kalangan anak muda kini semakin jamak. Menurut survei yang dilakukan oleh MarkPlus Youth 76,7% anak muda di Indonesia terintegrasi dengan berbagai media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan lain sebagainya (pcplus.co.id :2014). Berbagai informasi seputar destinasi wisata melalui media sosial juga didapat dari orang terdekat dan juga berbagai sumber termasuk juga artis atau public figure. Artis biasanya memiliki akun di berbagai media sosial yang bisa diakses oleh masyarakat luas termasuk kaum muda. Tidak jarang para artis mengunggah foto atau video ketika sedang berwisata di luar negeri. Informasi mengenai destinasi wisata yang bersumber dari media sosial artis turut pula mempengaruhi sikap anak muda terhadap destinasi mereka. Maka tidak mengherankan jika Tazbir selaku Direktur Promosi Wisata Dalam Negeri dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menghimbau para artis dan public figure untuk tidak terlalu sering mengunggah perjalanan wisata ke luar negeri karena menurutnya generasi muda cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh artis (republika.co.id: 2014) Wisatawan muda Indonesia dalam kegiatan berwisata cenderung lebih aktif menggunakan gadget seperti smartphone, tablet, dan lain sebagainya untuk mencari informasi seputar destinasi wisata (riset.me: 2014). Tidak hanya untuk
8
mencari informasi destinasi wisata saja, penggunaan gadget ini juga dilakukan untuk menjaga wisatawan muda terkoneksi dengan berbagai media sosial yang saat ini tengah digandrungi. Wisatawan muda memiliki kebiasaan untuk mengabadikan foto di tempat wisata dan mengunggah foto tersebut di berbagai lini media sosial saat sedang berlibur (travel.okezone.com: 2014). Media sosial memungkinkan penggunanya untuk berbagi berbagai hal mulai dari foto, video, dan lain sebagainya kepada keluarga, sahabat, dan seluruh orang di lingkungan sosial seseorang. Salah satu motivasi wisatawan dalam berwisata menurut Ryan (1991 dalam Pitana 2005: 20) adalah prestige motivation. Motivasi ini berkaitan dengan kepuasan psikologis wisatawan tentang status sosial di hadapan lingkungan sosial tersebut. Kebiasaan wisatawan muda mengunggah foto atau video mereka saat sedang berlibur berkaitan dengan prestige motivation. Banyak wisatawan muda yang mengaku lebih merasa bangga ketika mengunggah foto saat sedang berlibur ke luar negeri (tribunnews.com: 2012) Karakteristik lainnya yang dimiliki oleh wisatawan muda adalah keinginan mereka untuk mengatur perjalanannya sendiri. Menurut Fahrani dan Sukmajati (2011: 3) menyebutkan salah satu karakteristik wisatawan muda: “An independently organized and flexible travel schedule”. Secara psikologi wisatawan muda yang berada pada rentang usia 15-29 tahun (menurut WTO) berada pada fase usia remaja dan dewasa awal. Gunarsa (1989: 10) memaparkan karakteristik manusia pada fase ini adalah senang bereksperimentasi, eksplorasi, dan juga cenderung berkelompok. Aspek psikologis ini juga berpengaruh pada karakteristik yang membedakan wisatawan muda dengan wisatawan lainnya. Jika kita perhatikan wisatawan muda memang senang untuk mengatur perjalanannya sendiri karena menganggap bahwa membeli paket perjalanan akan membatasi kebebasannya saat berwisata. Selain daripada itu pembelian paket wisata juga membatasi wisatawan untuk mengeksplorasi destinasi wisata sesuai dengan keinginan wisatawan itu sendiri. Kesukaan wisatawan muda untuk pergi berkelompok selain dipengaruhi oleh sikap kaum muda yang suka bersosialisasi biasanya juga dipengaruhi dengan kondisi wisatawan muda yang terbatas budget.
9
Dengan pergi bersama-sama akan mengurangi biaya karena wisatawan muda bisa melakukan cost sharing. Cost sharing adalah cara yang banyak dilakukan untuk wisatawan untuk berbagi biaya wisata seperti biaya transpotasi atau penginapan untuk mengurangi beban wisata yang harus dibayarkan. Keberadaan wisatawan muda dalam pangsa pasar pariwisata memiliki peranan yang cukup krusial mengingat minat wisatawan pada kategori ini terhadap kegiatan berwisata cukup besar. Wisatawan muda yang berada pada fase usia tertentu cenderung memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan wisatawan ini dengan wisatawan lainnya. Terbatas budget, independent tourist, mendapatkan referensi dari media sosial, serta kebiasaan mengunggah foto atau video ke media sosial sebagai bentuk aktualisasi diri menjadi beberapa perilaku wisatawan muda Indonesia yang membedakan mereka dengan wisatawan lainnya.
2. Audiens Sebagai Konsumen Jika kita akan membahas mengenai audiens sebagai konsumen, tentu terlebih dahulu kita harus memahami konsep dari audiens itu sendiri. Audiens secara sederhana dapat dipahami sebagai receiver atau penerima dalam sebuah proses komunikasi yang terjadi secara masiv. McQuail (1997: 1) memberikan definisinya mengenai audiens yakni: “There is an established discourse in which “audience” simply refers to the readers of, viewers of, listeners to one or other media channel or of this or that type of content or performance. Istilah audiens akan mengarah pada bentuk jamak pendengar, pembaca, atau pemirsa konten media. Audiens sebagai penerima pada sebuah proses komunikasi tentu tidak terbentuk begitu saja. Menurut McQuail proses terbentuknya audiens sendiri dapat dilihat dari dua sisi. Audiens terbentuk baik dari stimulasi masyarakat terhadap media atau tanggapan masyarakat terhadap konten yang ditawarkan oleh media. “The history of mass media indicates that audiences can originate both in society and in media and their contents. People stimulate an approriate supply or the media attract people to what they choose to offer” (McQuail 1997: 25)
10
Dikenalnya istilah dualitas audiens terjadi karena proses terbentuknya audiens yang bisa dilihat dari dua sisi tersebut. Jika kita melihat audiens dari pandangan pertama berarti kita menganggap bahwa audiens terbentuk dari tanggapan media terhadap kebutuhan masyarakat akan konten tertentu. Sementara jika kita mengarah pada pandangan kedua, kita akan melihat audiens dibentuk berdasarkan tanggapan mereka terhadap konten yang ditawarkan oleh media. Selain konsep dualitas mengenai audiens, McQuail juga menciptakan tipologi tentang bagaimana audiens terbentuk. McQuail (2010: 408) memberikan tipologi tentang bagaimana audiens terbentuk baik (1) antara kebutuhan audiens dalam konteks sosial dan kebutuhan media, (2) pembentukan audiens secara makro dan mikro. Berikut ini adalah tipologi terbentuknya audiens menurut McQuail :
Gambar 1.1 Typology of audience formation Source Society Makro Level
Social
Media group
or Medium audience
public Mikro
Gratification set
Channel or content audience
Sumber: McQuail (2010: 408)
Pada tipologi tentang terbentuknya audiens yang diberikan McQuail tersebut kita melihat audiens terbentuk berdasarkan social group (usia, pendidikan, pendapatan), medium audience (teknologi komunikasi), Gratification (kepuasan terhadap isi media), dan juga channel/content (konten). Jika kita mengaitkannya 11
dengan penelitian ini maka definisi audiens yang terbentuk dari channel/content suatu media adalah yang paling tepat. Audiens dari content marketing Jalan-Jalan Men adalah audiens yang terbentuk karena ketertarikan audiens terhadap konten dari content marketing tersebut. Terbentuknya audiens melalui content atau channel sejalan dengan konsep audiens sebagai konsumen. McQuail (1997: 34) menyebutkan: “This version of audience is also consistent with market thinking, according to which audiences are sets of consumers for particular media products”. Menurut Puustinen (2006: 2) studi media dan pemasaran memiliki ketertarikan yang sama dalam mempelajari audiens sebagai penerima dalam proses komunikasi dengan pendekatan yang berbeda. Pada studi media audiens dilihat sebagai penerima produk jurnalistik, fiksi, atau konten media lainnya. Sementara itu di sisi lain, studi pemasaran melihat audiens baik sebagai konsumen produk media dan juga target potensial dari sebuah produk atau jasa. Pernyataan tentang konsep audiens sebagai konsumen produk media dan target potensial produk dan jasa diperkuat oleh pernyataan Nightingale dan Ross (2003 dalam Puustinen: 13) yang menyatakan: “The audiences are both consumers and products. They are consumers of the media texts, and they are also audience products of the media companies to be sold to the advertisers” Dari pernyataan Nightingale tersebut audiens sebagai konsumen memiliki dua peranan yang dijalankan dalam waktu hampir bersamaan. Peran pertama adalah audiens sebagai konsumen produk media yang artinya adalah proses membaca, mendengar, atau menonton konten sebuah media dilihat sebagai sebuah proses konsumsi. Pernyataan tersebut didukung oleh pemikiran Wemick yang menyatakan bahwa: “Often media institutions and also media studies talk about consumption of media products instead of reception or interpretation of media texts. This implies that media texts are already seen as products to be sold to the consumer audiences. The merging of the concepts of audience and consumer target group is part of a phenomenon called commercialisation or promotional culture means that the principle of advertising
12
communication has spread to all social communication, also to non commercial fields” (Wemick 1991 dalam Puustinen: 4) Audiens
dalam
pandangan
ini
dilihat
sebagai
konsumen
yang
mengonsumsi konten sebuah media. Hal ini mengarah pada pemahaman bahwa konten sebuah media adalah komoditas yang dijual kepada audiens. Konten media yang dilihat sebagai komoditas inilah yang lalu menimbulkan peleburan antara konsep audiens dan konsumen. Selain Wemick, Kunelius secara ringkas juga memberi penjelasan audiens sebagai konsumen sebagai media produk yakni:
“The first round starts from the mass media company that is selling a media product (magazine, channel, film etc.),its market consists of audiences that have different kinds of needs, wants and tastes. The audience buys the product and pays for it to the company”. (Kunelius 1997 dalam Puustinen: 13)
Peran kedua audiens sebagai konsumen adalah bahwa audiens dari konten media juga menjadi target potensial dari sebuah produk atau jasa. Hubungan antara organisasi media dan institusi periklanan terjadi berdasarkan kepentingan ekonomi. Organisasi media membutuhkan uang guna menghidupi organisasi mereka. Sementara itu di sisi lain institusi periklanan membutuhkan tempat untuk mengiklankan produk mereka kepada target konsumen potensial. Produk media dapat diibaratkan sebagai umpan untuk mengumpulkan audiens dan selanjutnya audiens yang terkumpul tersebut di jual kepada pengiklan sebagai komoditas. McQual (1997:9) memberikan pandangannya tentang bagaimana hubungan antara organisasi media dan institusi periklanan: It links sender and receiver in a “calculative” rather than a normative or social relationship, as a cash transaction between producer and consumer rather than a communication relationship. Dalam konsep ini, hubungan yang terjalin antara organisasi media dan institusi periklanan lebih mengarah pada hubungan yang saling menguntungkan secara ekonomi. Mosco & Kaye (2000 dalam Kunelius 1997, 71-72)
13
menyebutkan: “Financial conditions set the limits for production of television series, magazines, films and other media products – which are profitable to produce, and how they are produced”. Organisasi media memproduksi konten yang menarik minat audiens. Audiens yang terkumpul tersebut dijual kepada pengiklan sebagai komoditas. Pengiklan akan memasukkan produk atau jasa yang ditawarkan ketika konten sebuah media sedang ditayangkan. Harapan utamanya adalah bahwa audiens tidak hanya melihat tetapi juga lalu menjadi tertarik untuk membeli barang yang diiklankan. Puustinen (2006: 3) menyatakan: “The viewer is not only wished to be exposed to the commercial but also addressed to step in to the subject position of a consumer” Content marketing Jalan-Jalan Men dalam bentuk travel video pada dasarnya berkaitan dengan konsep audiens sebagai konsumen produk media dan juga target potensial dari sebuah produk atau jasa. Jika kita mengaitkannya pada konsep audiens sebagai konsumen produk media maka kita akan melihat bahwa konten travel video tersebut adalah sebuah produk yang konsumennya adalah audiens dari travel video itu sendiri. Akan tetapi jika kita mengaitkannya dengan konsep audiens-konsumen sebagai target potensial atau jasa maka kita akan mengarah pada pemahaman bahwa travel video tersebut adalah alat pemasaran Valadoo untuk menjual paket perjalanan domestiknya. Dalam penelitian ini, penggunaan konsep audiens sebagai konsumen ditujukan untuk menjelaskan posisi content marketing yang dilihat sebagai konten media dan bukan strategi pemasaran sebuah produk atau jasa. Content marketing sebagai konten media melihat bahwa audiens yang menyaksikan konten travel video tidak hanya berperan sebagai penerima saja tetapi juga sebagai konsumen dari sebuah produk media itu sendiri. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh konsumsi content marketing Jalan-Jalan Men sebagai produk media terhadap sikap wisatawan muda di Indonesia. Sikap yang dimaksud oleh peneliti adalah sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri yang akan diukur dengan menggunakan konsep ABC dari Solomon.
3. Content marketing
14
Meningkatnya penggunaan internet membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi dunia pemasaran. Internet kini tidak hanya dijadikan media tambahan untuk menjalankan bisnis, tetapi telah menjadi media utama bagi para pemasar untuk memasarkan produk atau jasa yang mereka punyai. Di Indonesia sendiri angka pengguna internet mencapai 82 juta jiwa (kominfo.go.id: 2014) dan diprediksikan akan terus meningkat setiap tahunnya. Data ini menunjukkan bahwa internet dinilai sebagai media yang cukup potensial bagi bidang pemasaran dan komunikasi. Salah satu yang terpenting dalam pemasaran melalui internet menurut McPheat (2011: 8) adalah “content”. Konten atau isi adalah sesuatu yang dianggap esensial di era digital ini. Konten diasumsikan sebagai “manusia” yang berbicara kepada target konsumen mengenai sebuah produk yang dipasarkan. Sementara itu platform media seperti blog, social-media, online video, dan lainnya berperan sebagai alat distribusi konten itu sendiri. Menurut McPheat (2011: 10) mendefinisikan content marketing sebagai: “Content marketing is defined as publishing content that empowers, engages, educates, and connects readers” Konten dalam arti yang lebih dalam lagi tidak hanya berperan sebagai “manusia” yang berbicara dengan target konsumen yang potensial tetapi juga menjadi jembatan yang menghubungkan antara produsen dan konsumen untuk membentuk sebuah proses komunikasi yang menyenangkan. Maka tidak mengherankan jika saat ini ada istilah yang menyebutkan bahwa “content is king” (McPheat 2011: 8) Mandloys Digital Agency (2013 dalam Duc Le M: 7) menuliskan bahwa : “The purpose of content marketing is to educate consumers by providing valuable information” Jika kita menggunakan dasar ini untuk memahami content marketing maka kita bisa mengartikan content marketing sebagai usaha dari para pemasar untuk menciptakan sebuah konten yang tidak hanya berfungsi untuk memasarkan produk tapi juga mengedukasi konsumen melalui informasiinformasi yang dimiliki. Menciptakan konten yang berkualitas tentu dilakukan bukan tanpa tujuan. Dalam logika ekonomi, profit atau keuntungan merupakan hal terpenting dari
15
seluruh proses pemasaran itu sendiri. Maka tidak mengherankan jika proses menciptakan konten yang berkualitas juga dimanfaatkan untuk meningkatkan profit atau keuntungan. Pernyataan ini didukung oleh Duc Le M (2013: 7) yang menyebutkan: “The content will create brand loyalty and purchases will be made in the future”. Jadi pada akhirnya usaha penciptaan konten bertujuan untuk mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian. Pembelian dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai sikap wisatawan terhadap destinasi dalam negeri. Produk pada konteks ini adalah destinasi wisata yang dipasarkan oleh MalesBanget.com The Copyblogger (2013 dalam Duc Le M: 8) menjelaskan bagaimana content marketing dipahami sebagai sebuah bentuk penciptaan konten yang gratis dan berkualitas. Konten tersebut pada masa yang akan datang diharapkan akan membawa pelanggan dan mempertahankan pelanggan tersebut. Tujuan content marketing menurut The Copyblogger (2013) adalah untuk membuat pelanggan lebih memahami perusahaan itu sendiri. “Then they will “know-like-trust” the company to be able to do business with in the future” (The Copyblogger 2013 dalam Duc Le M: 8). Dari definisi yang dikemukakan oleh The Copyblogger ini kita dapat memahami bahwa strategi pemasaran melalui konten akan mempengaruhi konsumen pada keputusan pembelian. Jika kita mengaitkannya pada konteks penelitian ini, content marketing Jalan-Jalan Men diharapkan dapat mempengaruhi sikap wisatawan Indonesia terhadap destinasi dalam negeri. Pada era internet, konsumen tidak hanya berperan sebagai pihak pasif yang menerima pesan-pesan komersial dari sebuah perusahaan produk atau jasa. McPheat (2011: 11) menjelaskan: “One unique thing about content marketing is that your content is not necessarily going to be made entirely by you”. Konten dalam content marketing tidak harus dibuat oleh perusahaan itu sendiri melainkan bisa diciptakan oleh konsumen melalui review produk, tweet, atau blog. Selain konsumen, perusahaan juga merupakan pihak yang bisa menciptakan konten (McPheat 2011: 12). Dalam bukunya The Internet Marketing Academy, McPheat (2011: 15) memberikan indikator-indikator yang harus dimiliki content marketing dalam
16
rangka mengukur kualitas dari konten tersebut. Indikator-indikator itu adalah: Educates, informs ,entertains, dan Creates Trustworthiness. Melalui indikatorindikator tersebut seorang peneliti bisa mengukur kualitas dari content marketing yang ada. Meskipun pada dasarnya content marketing dapat dipahami sebagai strategi yang digunakan oleh Valadoo untuk memasarkan produk mereka, akan tetapi pada penelitian ini peneliti melihat content marketing sebagai sebuah konten media yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh content marketing sebagai konten media terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri.
4. Sikap (attitude) Pada prinsip pemasaran, sikap merupakan evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang secara konsisten menyukai atau tidak menyukai suatu objek atau gagasan (Kotler dan Amstrong, 1997:173). Sikap juga secara singkat dapat didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Sikap merupakan hasil evaluasi yang dilakukan oleh seseorang baik itu terhadap objek benda, isu, ide, dan lain sebagainya. Melalui sikap, pihak pemasar bisa memahami motif dari konsumen dalam bertindak. Mempelajari sikap konsumen secara signifikan akan membantu pemasar untuk menentukan strategi pemasaran yang efektif untuk digunakan pada target konsumen. Jika kita mengaitkannya dengan penelitian ini content marketing selain dipandang sebagai sebuah strategi pemasaran, content marketing juga bisa dilihat sebagai konten media yang dikonsumsi oleh audiens. Perubahan yang dialami setelah mengonsumsi produk media inilah yang menjadi dasar dari penelitian ini. Akan tetapi menurut Berlo (1960 dalam Wiryanto 2005:9) perubahan terjadi dalam tiga kategori. Kategori tersebut adalah perubahan pengetahuan, perubahan sikap, dan yang terakhir adalah perubahan perilaku. Ketiga perubahan ini menurut Berlo tidak selalu terjadi berurutan meskipun biasanya perubahan perilaku terjadi setelah perubahan pengetahuan dan perubahan sikap.
17
Salah satu konsep yang bisa menjelaskan bagaimana sikap memiliki pengaruh terhadap tindakan yang akan diambil adalah model tri-component attitude model atau biasa disingkat menjadi model ABC (ABC model of attitudes).
Gambar 1.2
Hierarchies of effects
18
Sumber: Solomon (2011: 283)
Pada skema yang
ada terdapat tiga komponen penting yang dapat
digunakan untuk mengetahui sikap seseorang. Ketiga komponen tersebut adalah : a. Affect (Afektif) Komponen afektif adalah emosi atau perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek. b. Behavior (Behavioral atau Conative) Komponen ini adalah perilaku atau tindakan yang diambil oleh seseorang terhadap objek sikap. Perilaku pada konteks ini tidak hanya diartikan sebagai perilaku nyata seperti keputusan pembelian tapi juga dapat diartikan sebagai maksud atau niat (intention). c. Cognition (Kognitif) Komponen kognitif menggambarkan pengetahuan atau persepsi yang dimiliki oleh seseorang terhadap komponen afektif. Kognitif sendiri dipengaruhi oleh informasi dan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang. Melalui konsep ABC yang dibuat oleh Solomon kita dapat memahami bagaimana komponen-komponen seperti afektif dan kognitif mempengaruhi behavioral seseorang. Awalnya seseorang membentuk kepercayaan yang berdasar
19
pada pengetahuan dan persepsi yang dimiliki terhadap sebuah objek. Selanjutnya pengetahuan tersebut akan dievaluasi dan membentuk perasaan terhadap objek yang telah dipersepsi sebelumnya. Pada akhirnya perasaan yang terbentuk dari komponen afektif akan mempengaruhi behavioralatau perilaku yang diambil oleh seseorang tersebut. Konsep sikap dengan model ABC yang dikemukakan oleh Solomon ini menggambarkan bagaimana sikap dari seorang audiens yang mengonsumsi konten sebuah media dapat diukur melalui tiga aspek yakni: kognisi, afeksi, dan behavorial. Dalam penelitian terkait pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri, konsep ini dianggap cocok untuk mengukur sikap wisatawan setelah mengonsumsi content marketing berupa travel video Jalan-Jalan Men. Peneliti ingin mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi pada diri responden yang dalam konteks penelitian ini adalah wisatawan muda setelah mengonsumsi produk media tersebut.
5. Teori S-O-R Teori S-O-R (stimulus-organism-response) adalah pengembangan dari teori S-R (stimulus-response) di mana letak perbedaan yang paling mendasar dari kedua teori ini terletak pada organism. Teori ini merupakan behavioristik yang mempelajari tentang perilaku makhluk hidup termasuk manusia. Ivan Pavlov (1936) melalui teori S-R mengemukakan bahwa respon yang diberikan oleh organisme berasal dari stimulus yang mengenainya. Akan tetapi Woodworth (1958, dalam Semiun: 492) mengembangkan teori S-R menjadi S-O-R di mana Woordworth melihat pentingnya (O) organism sebagai proses penting sebelum terjadinya respons. Menurut Woodworth stimulus bukanlah penyebab respon. Respon dipengaruhi oleh
proses organisme yang
terjadi dalam diri seseorang. Sehingga tidak mengherankan jika setiap individu bisa memiliki respon yang berbeda-beda meskipun dikenai atau terkena stimulus yang sama. Teori S-O-R memiliki tiga elemen penting yakni: a. Stimulus (S)
20
Stimulus adalah rangsangan yang bersifat eksternal yang mengenai seorang individu. Jika kita mengaitkannya dalam penelitian ini, stimulus yang dimaksud di sini adalah content marketing Jalan-Jalan Men yang disaksikan oleh audiens. b. Organism (O) Elemen selanjutnya dalam teori S-O-R adalah organism yang memiliki pengertian pengelolaan stimulus yang mengenai individu. Dari proses pengelolaan ini maka akan menghasilkan respon tertentu dari masing-masing individu. c. Response (R) Response dapat dimaknai sebagai tanggapan terhadap stimulus dan proses pengelolaan stimulus yang dilakukan oleh seorang manusia. Response di sini meliputi perubahan cara pandang, keputusan pembelian, atau perubahan sikap, dan lain sebagainya. Teori S-O-R dipakai oleh banyak peneliti untuk memetakan permasalahan di ranah komunikasi terutama untuk menjelaskan perilaku manusia sebagai pihak yang terkena stimulus dari sebuah aktivitas komunikasi. Telah disinggung sebelumnya bahwa organisme merupakan hal yang paling mendasar yang membedakan teori S-R dan S-O-R. Menurut Hovland (1940, dalam Sendjaja 2004:5.15) tiga variabel penting yang terjadi pada proses organisme adalah perhatian, pengertian, dan penerimaan. Ketika seorang audiens terkena stimulus komunikan tersebut bisa menolak stimulus yang mengenainya. Sebaliknya audiens juga bisa menerima stimulus tersebut. Jika stimulus yang mengenai komunikan diterima tahap selanjutnya stimulus akan masuk pada tahap internal (organisme) melalui tiga tahap yakni perhatian, pengertian, dan penerimaan (Hovland dalam Sendjaja 2004: 5.15). Teori S-O-R banyak dimanfaatkan untuk membantu peneliti memetakan respon komunikan dalam sebuah proses komunikasi. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori S-O-R untuk memetakan pengaruh content marketing JalanJalan Men terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri di Indonesia. Stimulus (S) yang dimaksud peneliti di sini adalah content marketing berupa travel video Jalan-Jalan Men, Organisme (O) di sini adalah proses perhatian, pengertian, dan penerimaan wisatawan muda terhadap travel video
21
Jalan-Jalan Men, dan Respon (R) yang dimaksud adalah sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri setelah mengonsumsi content marketing Jalan-Jalan Men.
G. Kerangka konsep Penelitian ini adalah penelitian yang berada pada ranah efek media yang berhubungan dengan aktivitas komunikasi pemasaran. Penggunaan content marketing dalam hal ini travel video Jalan-Jalan Men sebagai bentuk komunikasi pemasaran Valadoo menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh content marketing terhadap sikap audiens yang mengonsumsi travel video tersebut. Meskipun content marketing adalah sebuah strategi yang bisa digunakan oleh pemasar untuk memasarkan produk mereka, akan tetapi pada penelitian ini peneliti melihat content marketing tersebut sebagai konten media yang dikonsumsi oleh audiens Jalan-Jalan Men. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori S-O-R untuk memetakan permasalahan dalam penelitian ini. Menurut Ryan (1997 dalam Ismayanti 2011: 32 ) variabel pemasaran pariwisata akan mempengaruhi keputusan seorang wisatawan terhadap pilihan destinasi mereka. Valadoo sebagai travel agent yang memiliki kepentingan untuk menjual produk wisata domestik. Valadoo bekerja sama dengan MalesBanget.com untuk memproduksi travel video yang berusaha mempromosikan pariwisata di Indonesia. Dalam proses distribusi konten, mereka memanfaatkan platform Youtube sebagai portal video online di mana kebanyakan wisatawan muda memanfaatkan media online sebagai sumber referensi wisata mereka. Melalui content marketing tersebut, pihak MalesBanget.com berharap bisa menciptakan tren positif di kalangan anak muda untuk mengeksplorasi wisata domestik di Indonesia. Sementara itu di sisi lain, pihak Valadoo berharap melalui content marketing tersebut bisa menarik minat audiens Jalan-Jalan Men yang dalam hal ini adalah anak muda untuk membeli paket wisata domestik dari Valadoo.
22
Peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh content marketing JalanJalan Men terhadap sikap wisatawan muda pada destinasi dalam negeri. Peneliti tidak mengukur pengaruh content marketing Jalan-Jalan Men terhadap minat wisatawan muda untuk membeli paket wisata Valadoo karena penelitian berada pada ranah Ilmu Komunikasi. Selain itu penggunaan konsep audiens sebagai konsumen, di mana audiens Jalan-Jalan Men dilihat juga sebagai konsumen dari travel video tersebut menetapkan bahwa content marketing tidak dilihat sebagai strategi dari pemasaran melainkan sebagai konten media. Dengan menggunakan teori S-O-R (stimulus-organism-response) akan memetakan penelitian Content marketing berupa travel video Jalan-Jalan Men dalam dengan kerangka konsep sebagai berikut: Gambar 1.3 Kerangka Konsep Stimulus
Organisme
Respon
Content Marketing
Evaluasi internal wisatawan muda
Sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri
Stimulus (S) dalam penelitian ini adalah unsur dalam content marketing Jalan-Jalan Men yang diukur dengan unsur yang ada pada content marketing tersebut yakni edukasi (educates), informasi (informs), menghibur (entertains) dan juga menumbuhkan kepercayaan (creates trustworthiness). Untuk variabel organisme (O) di sini adalah evaluasi internal wisatawan muda terhadap content marketing Jalan-Jalan Men yang akan diukur dengan menggunakan indikator perhatian, pengertian, dan penerimaan. Sementara untuk variabel respon (R) akan diukur dengan menggunakan konsep ABC dari Solomon yakni: afeksi, kognisi, dan behavorial. Penelitian ini menggunakan tiga variabel
yakni
variabel bebas
(independen), variabel antara (anteseden), dan juga variabel terikat (dependen). Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah content marketing Jalan-
23
Jalan Men. Untuk variabel antara (anteseden) dari penelitian ini adalah evaluasi internal wisatawan muda terhadap konten travel series Jalan-Jalan Men. Sementara variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri. Dalam teori S-O-R, organisme berperan sebagai bagian internalisasi stimulus yang diberikan. Untuk itu peneliti menetapkan evaluasi internal wisatawan muda terhadap content marketing JalanJalan Men dan juga konsumsi wisatawan muda akan konten media dengan tema wisata sebagai variabel antara (anteseden) dalam penelitian ini. Respon yang diambil di sini adalah sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri setelah mengonsumsi content marketing Jalan-Jalan Men. Untuk memahami variabel-variabel dari konsep di atas, peneliti telah menurunkannya ke dalam bentuk operasionalisasi konsep pada tabel di bawah ini :
24
Variabel
Content marketing
Konsep
Stimulus
Menghibur (entertain)
Informasi (informs)
Edukasi (educates)
Dimensi
1.1 Operasionalisasi Konsep
video
d. Kualitas narasi dalam
c. Kualitas pembawa acara
b. Kualitas audio video
a. Kualitas gambar video
transpotasi
c. Kualitas informasi
akomodasi
b. Kualitas informasi tentang
objek wisata
a. Kualitas informasi tentang
konservasi alam
c. Pengetahuan mengenai
kuliner
b. Pengetahuan mengenai
kebudayaan
a. Pengetahuan mengenai
Indikator
Likert
Likert
Likert
Skala
25
Respon
Organisme
saat
wisatawan
Behavioral
wisata
dalam
wisatawan
negeri
melakukan wisata di dalam
Minat wisatawan muda untuk
negeri
mengenai
Perasaan
destinasi dalam negeri
tentang wisata dalam negeri.
Pengetahuan
wisata
konten media yang bertema
Penerimaan audiens terhadap
wisata
konten media yang bertema
Pemahaman audiens terhadap
yang bertema wisata
destinasi dalam negeri Afektif
audiens
mengonsumsi konten media
Atensi
Persepsi wisatawan terhadap
Kognitif
Penerimaan
Pengertian
Perhatian
yang terlibat
a. Kredibilitas narasumber
Sikap wisatawan pada
muda
Evaluasi internal wisatawan
trustworthiness)
Kepercayaan (creates
Likert
Likert
Likert
Likert
Likert
Likert dan ordinal
Likert dan ordinal
Likert
26
H. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel bebas (independen), variabel antara (anteseden), dan variabel terikat (dependen). 1. Variabel content marketing Variabel content marketing Jalan-Jalan Men sebagai produk media berperan sebagai variabel independen (X) yaitu variabel yang mempengaruhi atau penyebab perubahan pada variabel dependen. Kuantitas konsumsi travel series serta penilaian terhadap kualitas content marketing akan diturunkan ke dalam empat dimensi yaitu: edukasi, informasi, hiburan, dan kepercayaan. a. Dimensi edukasi (X1.1) Dimensi ini menjelaskan nilai edukasi di mana sebuah konten harus memberi pengetahuan kepada audiensnya. Indikator dari dari dimensi ini adalah : - Wawasan mengenai kebudayaan - Wawasan mengenai kuliner -.Wawasan mengenai konservasi alam
b. Dimensi informasi (X1.2) Dimensi ini menjelaskan tentang nilai informasi dimana sebuah konten harus memberi informasi kepada audiensnya. Indikator dari dimensi ini adalah : -
Kualitas informasi tentang objek wisata
-
Kualitas informasi tentang akomodasi
-
Kualitas informasi transpotasi
27
c. Dimensi hiburan (X1.3) Dimensi ini menjelaskan tentang kualitas hiburan yang ada pada sebuah content marketing yang dikonsumsi oleh audiensnya. Indikator dari dimensi ini adalah : - Kualitas gambar video - Kualitas audio video - Kualitas pembawa acara - Kualitas narasi dalam video
d. Dimensi kepercayaan (X1.4) Dimensi ini menjelaskan tentang kualitas kepercayaan yang terbentuk setelah seorang audiens mengonsumsi konten travel video. Indikator dari dimensi ini adalah : -
Kredibilitas narasumber yang terlibat
2. Variabel evaluasi internal pada wisatawan muda Variabel evaluasi internal pada wisatawan muda berperan sebagai variabel antara yaitu variabel yang menjadi penghubung antara variabel independen dan variabel dependen. Tujuan dari penggunaan variabel ini adalah untuk melihat bagaimana seorang wisatawan muda melakukan evaluasi internal terhadap berbagai konten media wisata yang dilihatnya. Variabel evaluasi internal menjadi variabel anteseden intervening di mana keberadaannya berfungsi untuk memediasi hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi perhatian, pengertian, dan penerimaan: a. Dimensi perhatian (M1.1) Dimensi ini menggambarkan tentang perhatian responden ketika mengonsumsi konten media yang bertema wisata termasuk ke dalamnya perhatian ketika mengonsumsi content marketing Jalan-Jalan Men. Proses perhatian merupakan proses awal di mana responden memberi
28
perhatian khusus kepada stimulus yang mengenainya. Indikator dari variabel ini adalah : -
Atensi audiens saat mengonsumsi konten media dengan tema wisata dan juga content marketing Jalan-Jalan Men
b. Dimensi Pengertian (M1.2) Dimensi ini menggambarkan tentang proses di mana seseorang memberi pemahaman kepada stimulus yang diberikan. Stimulus yang ditelah diberi perhatian pada selanjutnya akan masuk pada tahap pemberian pengertian. Indikator dari dimensi ini adalah : -
Pengertian audiens terhadap konten media dengan tema wisata dan content marketing Jalan-Jalan Men
c. Dimensi Penerimaan (M1.3) Dimensi ini menggambarkan penerimaan audiens terhadap pesan atau konten media dengan tema wisata dan juga content marketing JalanJalan Men. Indikator dari dimensi ini adalah: -
Penerimaan audiens terhadap konten media dengan tema wisata dan juga content marketing Jalan-Jalan Men.
3. Variabel sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri Variabel sikap wisatawan muda terhadap destinasi dalam negeri dalam penelitian adalah varianel dependen (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel (X) dalam penelitian ini. Variabel dependen ini diturunkan ke dalam dimensi: afektif (affect), kognitif (cognitive), dan behavioral (behavioral) ; a.
Dimensi kognitif (Y1.1)
Dimensi ini menggambarkan tentang pengetahuan yang di dapat oleh audiens mengenai destinasi dalam negeri setelah mengonsumsi konten media travel video Jalan-Jalan Men. Indikator dalam dimensi ini adalah : -
Pengetahuan wisatawan tentang wisata dalam negeri.
-
Persepsi wisatawan terhadap destinasi dalam negeri
29
b.
Dimensi afektif (Y1.2)
Dimensi ini menggambarkan perasaan audiens terhadap destinasi dalam negeri setelah mengonsumsi konten media travel video Jalan-Jalan Men. Variabel dependen afektif ini diturukan ke dalam -
indikator :
Perasaan wisatawan mengenai destinasi wisata dalam negeri
c. Dimensi behaviorial (Y1.3) Dimensi ini menggambarkan perasaan tentang niat atau maksud (intention) seseorang untuk melakukan tindakan tertentu
yang berkaitan dengan
wisata dalam negeri hingga perilaku nyata terjadi (actual behavior). Namun dalam penelitian ini dimensi behaviorisme dibatasi hanya pada niat wisatawan muda untuk melakukan wisata di dalam negeri dan tidak sampai pada wujud nyata wisata itu sendiri. Indikator dalam dimensi ini : -
Minat wisatawan muda untuk melakukan wisata di dalam negeri
I. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi konten media dalam bentuk travel video Jalan-Jalan
Men terhadap sikap wisatawan
muda pada destinasi dalam negeri. Karena bertujuan untuk mencari hubungan kausalitas (sebab-akibat) maka peneliti akan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian explanatory. Menurut Singarimbun (2011: 5), penelitian explanatory adalah suatu jenis penelitian yang digunakan untuk menjelaskan suatu hubungan sebab-akibat (hubungan kausal) dengan cara mengadakan suatu pengujian
terhadap hipotesis awal. Sedangkan, metode penelitian yang akan
digunakan adalah metode penelitian survei. Menurut Singarimbun (2011: 3), penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Metode survei adalah metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan generalisasi dari sebuah fenomena yang terjadi. Fenomena
30
komunikasi yang dimaksud di sini adalah fenomena konsumsi konten media yakni travel video Jalan-Jalan Men dan pengaruhnya terhadap minat wisatawan muda Indonesia pada destinasi dalam negeri. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian explanatory survey di mana peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh konsumsi media terhadap sikap audiens yang mengonsumsi konten media tersebut. Dalam penelitian ini kualitas content marketing Jalan-Jalan Men berperan sebagai variabel bebas (independen), variabel antara (anteseden) adalah evaluasi internal wisatawan muda terhadap konten media Jalan-Jalan Men, dan variabel terikat (dependen) adalah sikap wisatawan muda Indonesia terhadap destinasi dalam negeri.
2. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: H0: Konsumsi content marketing dalam bentuk travel video tidak memiliki pengaruh positif terhadap sikap wisatawan muda Indonesia pada destinasi dalam negeri. H1: Konsumsi content marketing dalam bentuk travel video memiliki pengaruh positif terhadap sikap wisatawan muda Indonesia pada destinasi dalam negeri.
3. Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan (Kuncoro, 2003dalam Yusi dan Umiyati 2009:59). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah wisatawan muda dengan yang berada pada rentang usia 15-29 tahun. Alasan pemilihan populasi tersebut adalah karena menurut WTO (2008) definisi usia wisatawan muda (youth traveler) adalah mereka yang ada pada rentang usia tersebut. Peneliti tidak membatasi responden hanya pada laki-laki atau perempuan saja, melainkan pada keduanya. Alasannya adalah karena peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh travel video Jalan-Jalan Men baik pada laki-laki atau perempuan secara umum. Kriteria lainnya adalah mereka yang
31
nantinya menjadi responden dalam penelitian ini adalah mereka yang pernah menonton travel video Jalan-Jalan Men.
Tabel 1.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Indonesia berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
10-14 tahun
11.662.417
11.008.664
22.671.081
15-19 tahun
10.614.306
10.266.428
20.880.734
20-24 tahun
9.887.713
10.003.920
19.891.633
Sumber: http://sp2010.bps.go.id Data kependudukan yang diambil adalah kelompok usia 10-14 tahun, 1519 tahun, dan 20-24 tahun yang menurut asumsi peneliti pada tahun 2014 kelompok usia tersebut telah memasuki 14-18 tahun, 19-23 tahun, dan 24-28 tahun di mana kelompok usia tersebutlah yang memang sesuai dengan kriteria responden yang diinginkan oleh peneliti. Berdasarkan populasi yang telah dipilih oleh peneliti jumlahnya adalah sebesar 63.443.448 orang. Menurut Rahayu (2008), sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Dalam rumus Slovin toleransi kelonggaran bervariasi dari 10% 5% dan 1% dan juga 10% yang sebenarnya telah cukup dalam penelitian ini. Akan tetapi karena penyebaran kuisonernya peneliti akan dilakukan secara on line, paka peneliti memperketat kelonggaran penelitian dengan berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut : ே
݊ ൌ ଵାேሺሻమ ଷǤସସଷǤସସ଼
n = ଵାଷǤସସଷǤସସ଼ሺǡହሻమ
32
ଷǤସସଷǤସସ଼
݊ ൌ ଵହ଼଼ǡଶଶହ n = 399, 999 ≈ 400
Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas kesalahan) pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini batas kesalahan adalah 5%.
Dari perhitungan di atas didapatkan sampel penelitian sebanyak 399,999 yang digenapkan menjadi 400 orang untuk mendapatkan angka genap. Melalui perhitungan tersebut berarti sampel dalam penelitian ini adalah laki-laki ataupun perempuan yang berusia 15-29 tahun yang berada di Indonesia di mana kuisoner akan disebar secara on line.
4. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non-probability sample Non-probability sample adalah metode pengambilan sampel di mana anggota dalam sebuah populasi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mewakili populasinya dibandingkan dengan anggota lainnya (Prajarto: 2010) Sedangkan untuk teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah convenience sampling (accidental sampling). Pemilihan teknik pengambilan sampel ini dengan pertimbangan kemudahan. Dalam teknik ini, pengambilan sampel tidak ditetapkan terlebih dahulu. Peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang dijumpai dengan kriteria yang sesuai sebagai sumber data. Setelah jumlahnya dirasa mencukupi, pengumpulan data dihentikan, dan data diolah (Yusi dan Umiyati 2009: 68)
5. Teknik pengumpulan data
33
Untuk dapat menjawab research question atau pertanyaan penelitian, peneliti akan menggunakan dua sumber data yakni data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari aktivitas penelitian (Prajarto: 2010) Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian (Prajarto: 2010). Data primer dalam penelitian ini didapatkan secara langsung dari objek penelitian dengan menyebar kuisoner kepada sampel yang telah ditentukan. Kuisoner tersebut berisi pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian yang sedang diadakan. Data sekunder, merupakan data yang menunjang penelitian dan didapatkan dari berbagai literatur, seperti buku, jurnal, makalah, artikel, dan sebagainya.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul (pilot test) dengan menggunakan Pearson test, yaitu membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel), dimana derajat kebebasan = n - 2. Dengan sampel 30 responden, maka didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α) ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari rtabel adalah 0,361. Apabila angka rhitung > 0.361, maka item kuesioner valid. Namun, bila angka rhitung ≤ 0.361, maka item kuesioner dinyatakan tidak valid. Uji reliabilitas juga dilakukan terhadap 30 kuesioner awal yang terkumpul. Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen menunjukkan kestabilan dan konsistensi dalam mengukur konsep. Pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach Alpha, dimana item kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha > 0.6. Hasil uji validitas dan reliabilitas akan ditampilkan pada Bab IV.
7. Teknik Analisis Data Setelah mengetahui metode penelitian, populasi dan sampling dan teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada saat penelitian, dibutuhkan pula teknik dalam menganalisis data agar dapat dalam memproses data lebih sederhana
34
sehingga mudah dibaca dan interpretasikan. Penelitian ini akan menggunakan dua teknik analisis data yaitu analisis korelasional dan analisis deskriptif. x
Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif) Statistika
deskriptif
merupakan
metode
yang
berkaitan
dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Kuswanto, 2012:27). Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation. x
Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test) Tujuan penelitian korelasional menurut Gay dalam Emzir (2007:38); Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara variabel atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Sedangkan menurut Suryabrata (1994: 24) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006:87): 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah >0,25 – 0,5: Korelasi cukup >0,5 – 0,75: Korelasi kuat >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat
35
1: Korelasi sempurna x
Analisis Regresi Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis regresi berganda adalah analisis untuk mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X2), variabel anteseden (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = ܽ ܾଵ ܺଵ ܾଶ ܺଶ ܾଷ ܺଵ Ǥ ܺଶ Keterangan: Y = Variabel dependen X1 = Variabel anteseden X2 = Variabel independen a = Konstanta (nilai Y apabila X=0) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 b3 = Koefisien regresi untuk X3
x
Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur merupakan perluasan dari analisis linear berganda. Analisis jalur merupakan analisis regresi yang digunakan untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model kausal atau sebab-akibat) yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan teori. Analisis jalur sendiri tidak dapat menentukan hubungan sebab-akibat. Apa yang dapat dilakukan oleh analisis jalur adalah menentukan pola hubungan antar variabel dan tidak dapat digunakan untuk menolak hipotesis kausalitas imajiner. Hubungan langsung terjadi jika satu variabel mempengaruhi variabel lainnya tanpa ada variabel ketiga yang memediasi (intervening) hubungan kedua variabel tadi. Hubungan tidak langsung adalah jika ada variabel ketiga 36
yang memediasi hubungan kedua variabel ini. Kemudian pada Setiap variabel dependen (endogen variabel) akan ada variance yang takdapat dijelaskan (unexplained variance) oleh variabel itu. Untuk melakukan analisis jalur diperlukan dua persamaan yaitu: 1. Organisme = b1 content marketing + e1 2. Sikap wisatawan muda = b1 content marketing + b2 evaluasi internal wisatawan muda + e2 Keterangan: b1 = koefisien regresi untuk content marketing b2 = koefisien regresi untuk evaluasi internal wisatawan muda e1 = jumlah variasi variabel yang tidak dijelaskan oleh variabel content marketing e2 = jumlah variasi variabel yang tidak dijelaskan oleh variabel content marketing dan evaluasi internal wisatawan muda 8. Timeline Penelitian Tabel 1.3
Tanggal
Kegiatan
26 Desember – 30 Desember 2014 Penyebaran Uji Kuisoner Awal 17 Januari 2015
Uji Validitas dan Uji Realiabilitas
19 Januari – 30 Januari 2015
Penyebaran Kuisioner
1 Februari – 14 Februari 2015
Pengolahan Data
37