BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan.
Hal ini
merupakan fenomena kehidupan masyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari ruang dan waktu.
Kejahatan bukan merupakan masalah baru di
Indonesia. Kejahatan terjadi di berbagai tempat dan waktu yang berbeda dan modus operandinya selalu berubah setiap waktu. Semakin lama kejahatan di kota-kota besar semakin meningkat baik dari subjek pelakunya sendiri maupun dari jenisnya yang kemudian juga merambah hingga di kota-kota kecil. Seiring dengan perkembangan zaman, tindak kejahatan juga semakin berkembang di berbagai sektor kehidupan. Kejahatan tidak hanya dilakukan oleh orang-perseorangan saja melainkan juga badan hukum yang merupakan bagian dari subjek hukum di Indonesia1. Salah satu masalah hukum yang kerap terjadi adalah tindak pidana korupsi. Tindak pidanakorupsi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat publik untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi sehingga lebih sulit pembuktiannya karena harus dapat dibuktikan tentang bertambahnya kekayaan pelaku korupsi sebelum dan sesudah perbuatan korupsi dilakukan. Namun secara teoritis, unsur “memperkaya”
1
Tika Damayanti, 2015, Penerapan Sanksi Pidana terhadap Korporasisebagai Pelaku Tindak Pidana Korupsi,Makasar: Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hal.1
1
diri bisa saja dibuktikan jika pelaku tindak pidana korupsi berpola hidup mewah dalam kehidupan sehari-harinya2. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary), karena dapat merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. Namun demikian, pada kenyataannya,
penjatuhan
sangat
dengan
ringan
dibandingkan
hukuman kepada pelakunya
ancaman
pidananya,
sehingga
menimbulkan anggapan bahwa meningkatnya kejahatan dikarenakan para hakim memberikan hukuman ringan atas pelaku koruptor.
Penjatuhan
hukuman yang sangat ringan dibanding dengan ancaman pidana terhadap pelaku korupsi
menimbulkan anggapan bahwa meningkatnya kejahatan
adalah disebabkan karena para Hakim memberikan hukuman ringan bagi koruptor. Walaupun dalam hukum pidana ada asas “ultimum remedium” merupkan hukum
pidana hendaklah upaya terakhir dalam hal penegakan
hukum terhadap pelanggar atau pelaku kejahatan,
namun khusus
untuk
tindak pidana korupsi, karena sifat kejahatannya yang sangat merugikan masyarakat, asas ini dapatdikecualikan3. Masalah penjatuhan sanksi atau hukuman tidak hanya penting bagi hakim
dan proses peradilan belaka. Pola penjatuhan hukuman tersebut
sangat penting bagi proses hukum secara menyeluruh terutama dalam hal penegakan hukum.
Salah satu unsur yang harus dipegang agar proses
2
https://wanspeak.wordpress.com/2011/04/23/perbuatan- memperkaya-dan-ataumenguntungkanpada-tindak-pidana-korupsi/ waktu akses tanggal 12/04/2016 pukul 07.38.33 3 Anto Widi Nugroho, 2014, Penggalian Putusan Hakim Penerapan Unsur Memperkaya dan/atau Menguntungkan Dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Dikaitkan Dengan Putusan Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi,Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah, hal.2
2
penegakan hukum berjalan lancar, adalah kepercayaan dan penghargaan yang tinggi terhadap hukum tesebut.4 Korupsi di Indonesia sudah seperti virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh
pemerintahan
pemberantasannya
dan
sejak
tahun
1980-an
langkah-langkah
pun masih tersendat-sendat sampai kini.
Korupsi
berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kroninya. Ditegaskanlah kemudian bahwa korupsi selalu bermula dan berkembang di sektor publik dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat publik dapat menekan atau memeras mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah.
Perkembangan tindak pidana
korupsi merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata secara tertib dan tidak terawasi secara baik karena landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak kelemahan-kelemahan dalam implementasinya5. Pembuktian adalah hal yang sangat penting dalam arti pembuktian pada pemeriksaan perkara dalam persidangan di Pengadilan adalah semua kegiatan pengungkapan fakta-fakta dari sesuatu peristiwa yang lalu yang telah terjadi. Fakta-fakta tersebut jika dirangkai dan dapat menggambarkan suatu peristiwa
yang
sebenarnya
atau
setidak-tidaknya mendekati
kebenaran meteriil untuk dapat dipastikan atau tidaknya
4
muatan
tindak
Ibid.,hal.7 Ermansjah Djajah, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafika, hal.5
5
3
pidana
dalam
peristiwa
tersebut menurut akal sebagaimana yang
didakwakan Jaksa Penuntut Umum.6 Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu
mendapatkan
perhatian
yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.7 Seperti sudah dikemukakan di atas, tindak pidana korupsi adalah tindak pidana yang dilakukan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi sehingga lebih sulit pembuktiannya karena harus dapat dibuktikan tentang bertambahnya kekayaan pelaku tindak pidana korupsi sebelum dan sesudah perbuatan korupsi dilakukan. Namun secara teoritis, unsur “memperkaya”diri bisa saja dibuktikan jika pelaku tindak pidana korupsi berpola hidup mewah dalam kehidupan sehari-harinya8. Pembuktian unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi harus dibuktikan karena hal tersebut tercantum secara tegas dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak 6
Adami Chazawi, 2007, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, Malang:Fakultas HukumUniversitas Brawijaya, hal.199 7 Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi Jilid kedua, Jakarta: Grafika, hal.1 8 https://wanspeak.wordpress.com/2011/04/23/perbuatan- memperkaya-dan-atau-menguntungkanpada-tindak-pidana-korupsi/ waktu akses tanggal 12/04/2016 pukul 07.38.33
4
Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aparat penegak hukum, khususnya hakim yang memeriksa dan jaksa sebagai penuntut umum, harus berusaha semaksimal mungkin menemukan dan merumuskan hukum dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi yang ada untuk menutupi kelemahan hukum yang masih ada demi tercapainya rasa keadilan dan kebenaran dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat.
Hakim serta Jaksa Penuntut
Umum perlu memahami cara bagaimana untuk membuktikan unsur-unsur tindak pidana korupsi, karena pembuktian adalah bagian yang sangat penting dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana. Mereka harus menyadari betul bahwa tujuan dari pemeriksaan perkara pidana adalah untuk menemukan suatu kebenaran materiil, atau kebenaran yang sesungguhnya atau kebenaran yang sebenar-benarnya. Tentunya tidak mudah mencapai hal tersebut dan mengetahui
teknik
pembuktian
adalah
salah
satu
cara
untuk
mencapainya. Aparat penegak hukum, khususnya Hakim dan Jaksa Penuntut Umum diharapkan dapat menemukan dan menetapkan terwujudnya kebenaran yang sesungguhnya karena oleh negara mereka diberi kepercayaan untuk itu. Namun demikian, sebagaimana yang diharapkan, dalam hal penanganan tindak pidana korupsi masih belum terlihat
adanya upaya yang maksimal9.
Selain itu, dalam praktik juga masih terdapat hal-hal yang terabaikan, karena pada poin pertimbangan 9
putusan hakim terkadang tidak secara jelas dan
K.Wantjik Saleh, 1974, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, Jakarta: Yudhistira, hal.67
5
tegas membedakan nilai nominal kerugian negara yang hilang akibat perbuatan terpidana. Maksudnya adalah bahwa hakim atau jaksa penuntut umum sulit
melakukan pembedaan atas pengertian mengenai unsur
memperkaya dan/atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
atas
setiap
diputuskannya, sehingga
kasus pidana korupsi yang didakwa atau mengakibatkan penjatuhan hukuman menjadi
kurang proporsional10. Melihat latar belakang di atas serta kesulitan-kesulitan yang timbul dalam pembuktian unsur-unsur memperkaya dan/atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, maka dalam kesempatan ini Penulis hendak
melakukan
penelitian dengan mengambil judul :
“Pembuktian Unsur Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain, atau Suatu Korporasi yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam Pemeriksaan Perkara Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang (Studi Kasus No: 24/Pid.Sus-TPK/2016/PN Smg).” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas, maka penulis merumuskan beberapa masalah untuk dibahas, yaitu: 1. Bagaimana
upaya
Jaksa
Penuntut
Umum
membuktikan
unsur
menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang?
10
Anto Widi Nugroho, Loc.Cit,hal.2
6
2. Apa kesulitan/hambatan yang ditemui Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi
dalam pemeriksaan
perkara tindak pidana korupsi di
Pengadilan Tipikor Semarang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah
yang
telah dikemukakan diatas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui upaya Jaksa Penuntut Umum membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. 2. Untuk mengetahui kesulitan/hambatan yang ditemui Jaksa Penuntut Umum
dalam membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau
orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan
perkara
tindak
pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti adalah untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar sarjana Hukum dari Fakultas Hukum dan Komunikasi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. b. Bagi aparat penegak hukum dan
masyarakat
adalah
untuk
mengetahui upaya dan hasil kerja yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan terjadinya tindak pidana korupsi. 2. Kegunaan Teoritis
7
Diharapkan hasil penelitian bisa memperkaya khasanah literatur hukum, khususnya hukum pidana mengenai pembuktian unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan
datanya
yang menekankan pada pencarian data di lapangan
dianalisis
menggunakan angka.
dengan
analisis
non-statistik
atau
tanpa
Penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong
lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat penelitian11. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis.
Deskriptif
maksudnya adalah peneliti akan memberikan gambaran mengenai segala hal yang berkaitan mengenai pembuktian unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi yang dilakukan jaksa
penuntut umum
dalam pemeriksaan perkara tindak
pidana
korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. Analitis maksudnya
peneliti
menganalisis
hasil
yang
dideskripsikan tersebut dengan peraturan
perundang- undangan terutama UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
11
Tindak Pidana Korupsi jo. UU No.20 Tahun 2001
Lexy J. Moleong, 2000, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja, hal.11
8
tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dan undang-undang yang
terkait dengan hukum acara pidana serta pendapat ahli12. 3. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan diteliti adalah seluruh informasi yang terkait dengan
pembuktian unsur menguntungkan diri sendiri
atau
orang lain, atau suatu korporasi yang dilakukan jaksa penuntut umum dalam pemeriksaan
perkara
tindak
pidana korupsi
di Pengadilan
Tipikor Semarang. Adapun pada awalnya elemen penelitian meliputi berkas kasus tindak
pidana
korupsi,
perkara tindak pidana
Jaksa Penuntut Umum korupsi
Pada saat
penelitian,
menemui kesulitan untuk melakukan wawancara
dengan terdakwa atau penasihat hukum terpidana elemen yang diteliti dalam pidana
menangani
dan terdakwa dan/atau Penasehat
Hukum terdakwa/terpidana kasus korupsi. Penulis ternyata
yang
korupsi, sehingga
penelitian adalah berkas kasus tindak
korupsi dan Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara
tindak pidana korupsi. 4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder a. Data Primer
12
Petrus Soerjowinoto, 2014, Buku Panduan Metode Penulisan Karya Hukum, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, hal.45
9
Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama atau dari sumber asalnya dan belum diolah dan diuraikan orang lain. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil wawancara yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara yang terarah, yaitu dengan pedoman wawancara dalam bentuk daftar pertanyaan yang telah di persiapkan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam wawancara peneliti melakukan tanya jawab secara langsung dengan
narasumber
perkara
tindak
Jaksa Penuntut Umum
pidana
korupsi
yang
menangani
di Pengadilan
Tipikor
Semarang. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah diolah oleh pihak lain yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka atau bahan lain. sekunder dalam
Data
penelitian ini terdiri dari:
1) Bahan hukum primer Bahan hukum
primer
adalah
bahan
mengikat dan terdiri atas norma-norma
hukum dasar
yang
misalnya
peraturan perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan, putusan-putusan Hakim, dan jurisprudensi.
Dalam penelitian ini yang
termasuk
bahan
hukum primer berupa: a) Undang-undang
No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001
10
tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. b) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) d) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor. e) Undang-Undang
No.
30
tahun
2002
tentang
Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi f) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. g) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2014 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. h) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan
bahan
hukum
primer
dan
dapat
membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Dalam penelitian ini digunakan hasil karya ilmiah, laporan penelitian, Putusan Pidana
korupsi
Pengadilan dan
hasil
yang terkait Perkara Tindak pemikiran yang tertuang dalam
makalah atau literatur yang berkaitan dengan pembuktian unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi.
11
3) Bahan Hukum Tersier Bahan
hukum
tersier
adalah bahan-bahan yang
menjelaskan tentang bahan hukum primer dan sekunder. hukum tersier
yang
digunakan
Bahan
dalam penelitian ini berupa
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris saat dibutuhkan13. 5. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah suatu tempat atau wilayah dimana suatu penelitian akan dilaksanakan.
Lokasi penelitian dalam penelitian ini
adalah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang. lokasi ini, karena Pengadilan Tipikor Semarang
Alasan dipilihnya
merupakan
yang berwenang penuh untuk mengadili perkara
tindak
instansi pidana
korupsi yang terjadi di wilayah hukumnya. 6. Teknik Pengolahan Data dan Penyajian Data Sebagai tindak
lanjut data dari
pengumpulan data, maka dari
data yang telah diperoleh akan disusun melalui tahap data untuk dilakukan editing. relevan
pengolahan
Dalam pengolahan data, data-data yang
akan digunakan sebagai bahan analisis, sedangkan data yang
tidak relevan akan diabaikan. Data yang telah terkumpul
kemudian
disusun secara sistematis untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan selanjutnya disajikan dalam bentuk skripsi.
13
Ibid., hal .17
12
7. Teknik Analisis Data Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah
metode analisis kualitatif sesuai dengan data yang diperoleh data yang deskriptif.
yaitu
Dalam proses ini peneliti secara aktif dan
subjektif melakukan proses tafsir/interpretasi, dan evaluasi data yang dikumpulkan berdasarkan teori dan pemahaman yang berkembang pada saat menafsirkan data.
Data yang ditafsirkan atau diintepretasi adalah
data primer yang berupa hasil wawancara dengan narasumber dan data sekunder berupa putusan Pengadilan, peraturan dan pendapat para ahli
yang tertuang dalam
perundang-undangan literatur.
F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang lebih terarah dan sistematis, maka hasil penelitian ini disusun secara runtut. Adapun sistematikanya diuraikan sebagai berikut: Bab I adalah Bab Pendahuluan yang berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan skripsi. Bab II adalah Bab Tinjauan Pustaka yang menguraikan bahan pustaka serta teori-teori guna mendukung penelitian ini yang meliputi pengertian pembuktian, pengertian dan unsur tindak pidana, pengertian dan unsur tindak pidana korupsi, pengertian proses pemeriksaan perkara di Pengadilan, pengertian Pengadilan Tipikor, pengertian Jaksa Penuntut Umum dan tugas serta wewenang Jaksa Penuntut Umum.
13
Bab III adalah Bab Pembahasan yang menjelaskan hasil penelitian beserta pembahasannya meliputi: upaya Jaksa Penuntut Umum membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarangdan kesulitan/hambatan yang ditemui Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang. Bab IV adalah Bab Penutup yang terdiri atas kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang diberikan oleh peneliti terhadap perumusan masalah yang ada.
14