BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia adalah salah satu cabang ilmu dalam pengetahuan alam (sains). Banyak siswa menganggap kimia sebagai pelajaran yang sulit. Pelajaran kimia sering dirasa tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa (Sirhan, 2007: 2). Adams dan Sewry (2010: 3) menyatakan bahwa alasan utama mengapa siswa tidak mampu memecahkan masalah dalam kimia adalah karena banyak konsep kimia yang tidak masuk akal bagi siswa. Konsep-konsep yang terdapat dalam kimia pada umumnya merupakan konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep tersebut penting dipahami oleh siswa untuk mempelajari materi kimia selanjutnya atau untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya (Taber, 2002 dalam Sirhan, 2007: 2). Miskonsepsi dan masalah dengan model/pemodelan merupakan hambatan bagi siswa dalam memahami suatu konsep. Banyak siswa bahkan hanya menghafalkan konsep kimia tanpa benar-benar memahami konsep tersebut (Haidar, 1997; Niaz dan Rodriguez, 2000 dalam Pekdag, 2010: 112). Karakteristik ilmu kimia dipelajari dalam tiga level representasi, yaitu level makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik (Johnstone, 1982 dalam Chittelborough, 2007: 274). Level makroskopik merupakan fenomena nyata dan dapat dilihat, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari. Level sub-mikroskopik merupakan fenomena nyata dalam level partikulat, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau atom (Johnstone, 1982 dalam Chittelborough, 2007: 274). Sedangkan level simbolik merupakan ekspresi nyata, visualisasi, matematis dan/atau model verbal dari level makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa kimia seperti rumus senyawa (Justi dan Gilbert, 2002: 47).
Lia Apriani, 2014 IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa sekolah menengah, mahasiswa, dan bahkan beberapa guru, mengalami kesulitan untuk mentransfer dari satu level representasi ke level representasi yang lain (Gabel, 1998 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 275). Baik guru maupun buku teks tidak menekankan perbedaan dan keterkaitan ketiga level representasi dalam memahami fenomena kimia. Hal ini karena siswa dianggap sudah dapat membedakan dan mengaitkan ketiga level representasi tersebut (Chittleborough dan Treagust, 2007: 275). Faktanya menurut hasil penelitian (Ben-Zvi, Eylon, dan Silberstein, 1987; Ben-Zvi, Eylon, dan Silberstein, 1988; Griffiths dan Preston, 1992 dalam Wu et al., 2001: 821), siswa mengalami kesulitan dalam belajar sub-mikroskopis dan simbolis karena representasi ini tidak terlihat dan abstrak, sementara siswa memahami kimia bergantung pada apa yang dilihat (makroskopik). Hubungan antar ketiga level representasi harus secara eksplisit diajarkan (Johnstone, 1991; Gabel, 1992; Harrison dan Treagust, 2000; Ebenezer, 2001; Ravialo, 2001; Treagust et al., 2003 dalam Sirhan, 2007: 5). Jika siswa memiliki kesulitan di salah satu level maka dapat mempengaruhi pemahamannya pada level yang lain. Interaksi dan perbedaan di antara ketiga level tersebut diperlukan untuk pencapaian dalam memahami konsep-konsep kimia (Sirhan, 2007: 5). Ketika hubungan terbentuk antar ketiga level representasi, siswa dapat memahami dan mempelajari lebih dalam tentang kimia. Pemahaman tentang bagaimana cara siswa belajar dapat membantu guru untuk merencanakan strategi yang efektif dalam mengajar. Menurut Wena (2010: 1417), keberhasilan guru dalam mengimplementasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber/media belajar, dan karakteristik bidang studi. Suatu strategi pembelajaran dalam kimia yang dapat mengakomodasi ketiga level representasi dan juga dapat mengaitkan hubungan antara ketiganya diperlukan untuk dapat memahami konsep kimia secara utuh. Strategi pembelajaran yang dimaksudkan adalah strategi pembelajaran intertekstual. Lia Apriani, 2014 IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan suatu strategi pembelajaran intertekstual yang membangun ketiga level representasi kimia secara utuh pada materi sistem koloid. Berdasarkan masalah-masalah yang dipaparkan di atas, untuk mengetahui bagaimana strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid dilaksanakan dalam proses pembelajaran maka strategi pembelajaran tersebut perlu untuk diimplementasikan.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian diungkapkan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI”. Secara khusus masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid?
2.
Bagaimana pengaruh strategi pembelajaran intertekstual terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid?
C. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini, materi sistem koloid yang diimplementasikan adalah definisi koloid, jenis-jenis koloid, dan sifat-sifat koloid. Penelitian ini hanya menjelaskan hasil belajar siswa dalam domain kognitif, dan metode pengambilan data dalam penelitian ini hanya melibatkan siswa dalam satu kelas. Deskripsi keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual mencakup kegiatan pembelajaran, tanggapan guru dan siswa, serta kendala-kendala selama proses pembelajaran.
Lia Apriani, 2014 IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang keterlaksanaan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid dan pengaruhnya terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid dalam rangka mengevaluasi strategi pembelajaran intertekstual yang telah dikembangkan oleh Andini (2010) melalui implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam dunia pendidikan, diantaranya: 1.
Bagi siswa, penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar intertekstual dan diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid.
2.
Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pembelajaran kimia, yaitu strategi pembelajaran intertekstual khususnya pada materi sistem koloid.
3.
Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid.
4.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pengalaman belajar dan mengajar kimia menggunakan strategi pembelajaran intertekstual, khususnya pada materi sistem koloid.
F. Penjelasan Istilah 1.
Strategi pembelajaran adalah rangkaian rencana dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai hasil pembelajaran yang telah ditentukan (Costa, et al., 1988: 141).
2.
Intertekstual adalah cara untuk membuat suatu makna melalui teks-teks. Makna yang terbentuk tersebut bergantung pada teks-teks lain yang memiliki arti
Lia Apriani, 2014 IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tertentu serta memiliki hubungan antar satu teks dengan teks yang lain (Lemke, 2004: 3). Dalam kimia, intertekstual dipandang sebagai proses pertautan antar representasi kimia, pengalaman siswa sehari-hari, dan keadaan di dalam kelas (Santa Barbara Classroom Discourse Group, dalam Wu, 2003: 869). 3.
Strategi pembelajaran intertekstual adalah strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi ketiga level representasi kimia serta mempertautkan hubungan antar ketiganya.
4.
Representasi kimia dapat diartikan sebagai kiasan, model, dan konsep teoritis yang digunakan untuk menginterpretasikan alam dan kenyataan (Hoffman dan Laszlo, 1991 dalam Wu et al., 2001: 823). Representasi kimia terdiri dari tiga level yaitu level makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
5.
Level makroskopis adalah fenomena nyata dan dapat dilihat, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
6.
Level sub-mikroskopis adalah fenomena nyata dalam tingkat partikulat, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau atom (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).
7.
Level simbolik adalah ekspresi nyata, visualisasi, ungkapan matematis dan/atau model verbal dari level makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa kimia seperti rumus senyawa (Justi dan Gilbert, 2002: 47).
Lia Apriani, 2014 IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu