BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta sebagai penunjang ekonomi negara yang bersangkutan. Menurut Husnan (2001:4) peran pasar modal sangat penting bagi perekonomian suatu negara karena memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai sarana pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal. Dana ini dapat digunakan untuk perluasan bidang usaha, penambahan modal kerja, dan lain-lain. Fungsi kedua, pasar modal sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti obligasi, saham, reksadana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menanamkan dananya sesuai dengan kemampuan dan karakteristik instrumen investasi yang terdapat di pasar modal. Perkembangan pesat pasar modal di Indonesia tidak lepas dari keikutsertaan para investor dalam mempercayakan pengelolaan dananya kepada emiten-emiten yang bergabung dalam pasar modal. Keuntungan yang diperoleh dari kedua pihak inilah yang membuat pasar modal terus berkembang. Hal ini dapat dilihat melalui beberapa indikator yaitu kapitalisasi pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), serta kontribusi terhadap PDB (www.bapepam.go.id).
1
2
Pada tahun 2007, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada pada level 2.745,83 yang mengalami peningkatan sebesar 52% dari tahun sebelumnya di level 1.805,52. IHSG mencapai level 2.745,83 pada sesi penutupan tanggal 28 Desember 2007. IHSG mengalami peningkatan pesat hingga pada tahun ini, hingga dinobatkan sebagai indeks bursa dengan kinerja paling baik di dunia pada urutan ke-2 setelah China (www.antaranews.com). Namun, pada tahun 2008, IHSG mengalami penurunan tajam hingga mencapai level 1355,41 hal ini diakibatkan oleh krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang berdampak pada indeks bursa di Indonesia dan seluruh dunia. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya, IHSG kembali mencatatkan angka yang normal dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2012 (www.finance.detik.com). Nilai kapitalisasi di pasar modal dari tahun ke tahun pun mengalami peningkatan yang menggembirakan. Hingga pada Desember 2012 lalu mencatatkan nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp 4.092,30 Trilliun. Hal ini disertai dengan tumbuhnya tingkat kontribusi pasar modal terhadap Produk Domestik Bruto yang pada tahun 2012 mengalami kenaikan tajam yakni sebesar 72,80%. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Perkembangan Pasar Modal Tahun 2006-2012
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Kapitalisasi Pasar IHSG Modal (Triliun) 1.249,10 1.805,52 1.988,33 2.745,83 1.076,50 1.355,41 2.019,38 2.534,56 3.247,10 3.703,51 3.537,29 3.821,99 4.092,30 4.308,36
Kontribusi terhadap PDB (persen) 37,42 50,24 21,72 35,97 50,55 65,00 72,80
3
Tabel 1.1 : Perkembangan Pasar Modal 2006-2012 Sumber : Statistik Bapepam www.bapepam.go.id Seiring dengan berkembangnya industri keuangan syariah di Indonesia, industri pasar modal pun mulai membentuk pasar modal syariah untuk mengakomodasi kebutuhan umat Islam yang ingin ikut serta berinvestasi pada produk-produk yang sesuai prinsip syariah. Pada tahun 1997 mulai diperkenalkan produk reksadana syariah, yang merupakan hasil kerjasama antara Bursa Efek Indonesia dengan PT. Danareksa Investment Management. Sejumlah fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengenai kegiatan investasi syariah mulai diterbitkan sebagai cetak biru pembentukan pasar modal syariah di Indonesia. Pada tahun 2000 dibentuklah indeks saham syariah yang memuat emiten yang terdaftar pada DES (Daftar Efek Syariah) dengan kriteria tambahan kapitalisasi pasar yang besar serta likuiditas tinggi, indeks ini diberi nama Jakarta Islamic Indeks. Jakarta Islamic Index (JII) memuat 30 saham yang diseleksi berdasarkan kriteria syariah yaitu bebas dari bisnis yang mengandung segala unsur yang diharamkan (riba, maysir, dan gharar) serta berdasarkan kriteria rasio keuangan dengan ketentuan rasio utang berbasis bunga dibandingkan total asset tidak lebih dari 45% dan rasio pendapatan non halal dibandingkan dengan total pendapatan tidak lebih dari 10%. Pergerakan indeks JII sendiri mencatatkan peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana IHSG yang juga menguat dari tahun ke tahun, meskipun sempat terpuruk pada tahun 2008 ketika terjadi krisis ekonomi global.
4
Namun, kapitalisasi pasarnya semakin menguat dari tahun 2001-2011, sebagaimana pada Tabel 1.2 dibawah ini : Tabel 1.2 Kapitalisasi Pasar Indeks JII (2000-2011)
Sumber : IDX Fact Book 2011 www.idx.co.id Pada indeks JII terdapat beberapa sektor saham diantaranya sektor pertanian, pertambangan, industri dan kimia, industri barang konsumsi, properti dan konstruksi, infrastruktur, serta perdagangan, jasa dan investasi. Dari seluruh sektor ini, saham di sektor pertambangan mempunyai performa dan prospek jangka panjang yang cemerlang jika dibandingkan dengan saham di sektor lainnya.
5
Hal ini dapat dibuktikan dengan masuknya Indonesia pada lima besar jajaran produsen tambang di dunia. Pada tahun 2011, Indonesia dapat memproduksi batubara sebanyak 353 juta ton. Sedangkan pada tahun 2012, terjadi peningkatan produksi batubara menjadi 386 juta ton yang mengalami kenaikan sebesar 9,3%. Menurut World Coal Institute, sejak tahun 2004 Indonesia telah menjadi negara eksportir batubara terbesar di dunia setelah Australia dengan total ekspor 230 juta ton batubara, sebagaimana dalam tabel dibawah ini. Tabel 1.3 Negara Eksportir Batubara No 1 2 3 4
Negara Australia Indonesia Russia Columbia
Jumlah Ekspor (Ton) 256 juta 230 juta 116 juta 69 juta
Sumber : World Coal Institute www.worldcoal.org Kenyataan tersebut dapat menjadi salah satu alasan untuk menempatkan dana investasi pada perusahaan pertambangan. Selain itu perusahaan-perusahaan energi sangat bergantung pada pasokan batubara. Hal inilah yang membuat investasi di sektor batubara terlihat sangat menarik dan menjanjikan. Secara umum, harga saham sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro seperti tingkat inflasi, suku bunga dan nilai tukar. Terdapat beberapa toeri untuk memprediksi perubahan harga saham dengan kaitannya pada variabel makroekonomi. Mishkin (2008:231) menyatakan dalam teori portofolionya bahwa faktor-faktor yang
6
mempengaruhi permintaan surat berharga adalah variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, suku bunga dan nilai tukar, sedangkan penawaran surat berharga dipengaruhi oleh profitabilitas perusahaan, inflasi yang diharapkan, serta aktivitas pemerintah. Nilai tukar rupiah atas saham merupakan salah satu indikator dalam menilai kekuatan suatu perekonomian, karena nilai tukar menunjukkan banyaknya uang dalam negeri yang diperlukan untuk membeli valuta asing. Faktor yang paling mempengaruhi perubahan nilai tukar adalah neraca perdagangan nasional (NPN). Ketika NPN mengalami defisit maka akan cenderung untuk menaikkan nilai valuta asing, dan sebaliknya ketika NPN mengalami surplus maka cadangan valuta asing akan semakin bertambah. Maka dapat dikatakan bahwa perubahan pada nilai tukar dapat digunakan sebagai indikator dalam menilai kestabilan perekonomian. Suku bunga merupakan variabel makroekonomi yang menjadi daya tarik bagi investor untuk menentukan kemana dia akan berinvestasi, apakah dalam bentuk deposito ataukah SBI sehingga investasi dalam bentuk saham akan tersaingi. Dalam kaitannya dengan hubungan suku bunga
terhadap
pergerakan
harga
saham,
Cahyono
(2000:117)
menjelaskan bahwa ketika suku bunga mengalami peningkatan, maka hal ini akan mempengaruhi laba perusahaan karena beban bunga perusahaan meningkat dan tentu saja berpengaruh pada laba perusahaan. Selanjutnya, pada saat suku bunga naik, harga produk menjadi semakin mahal dan hal
7
ini mempengaruhi penjualan. Penurunan penjualan dan laba perusahaan akan menekan harga saham. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maghyereh (2005) yang menyatakan bahwa harga saham (Amman Stock Price Index) memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel makroekonomi dalam penelitian (inflasi, suku bunga, nilai tukar, produksi industri, ekspor dan jumlah uang beredar). Sebaliknya pada penelitian yang dilakukan oleh Kewal (2012) menunjukkan bahwa hanya nilai tukar yang memiliki pengaruh signifikan terhadap indeks saham (IHSG). Selain tingkat suku bunga, inflasi, dan kurs, sektor energi memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai kapitalisasi perusahaan tambang yang tercatat di BEI (Bursa Efek Indonesia) sebesar 15,7%. Selanjutnya berdasarkan data yang diperoleh dari BEI, transaksi perdagangan saham selama dua tahun terakhir di dominasi oleh sektor pertambangan sebesar 22,2% pada tahun 2011 dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 26,41%. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan harga minyak mentah yang kemudian membawa pengaruh positif terhadap harga komoditas tambang dan tentunya harga saham di sektor pertambangan (www.idx.co.id). Sebagaimana hasil dari riset yang dilakukan oleh Sidharta (2011) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perubahan harga minyak mentah dengan harga saham di sektor pertambangan dan pertanian.
8
Pergerakan harga minyak mentah pada tahun 2008 yang berfluktuasi menyebabkan berguncangnya keadaan pasar di seluruh dunia. Pada Februari 2008 harga minyak mentah melesat naik hingga mencapai US$ 147,27 per barel pada 11 Juli mengalami kenaikan sebesar 50%. Namun, pada Agustus harga minyak mentah merosot tajam yang disebabkan melemahnya permintaan di zona Euro dan China. Kondisi ini berakibat pada terkoreksinya indeks saham di dunia, di Indonesia IHSG ditutup di level 2133,92 pada Senin 11 Agustus 2008, IHSG mengalami penurunan sebesar 62 poin atau 2,82% jika dibandingkan dengan level penutupan pada Jumat 8 Agustus 2008. Pada Selasa 12 Agustus 2008 IHSG kembali mengalami penurunan sebesar 76,34 poin atau 4,24% menjadi 2057,57. Pergerakan IHSG yang memburuk ini ditengarai disebabkan oleh penurunan tajam pada indeks di sektor pertambangan sebesar 161,99 poin atau 6% menjadi 2536,45 dan anjlok lagi 121,49 poin atau 4,79% hingga mencapai 2414,96 pada penutupan perdagangan Selasa 12 Agustus 2008. Sebagaimana dilansir oleh media Kompas (www.kompas.co.id), Thauriq Anwar berpendapat bahwa sektor pertambangan sangat rentan terhadap pergerakan harga minyak mentah dunia. Turunnya harga minyak akan menyebabkan harga komoditas batubara tertekan dan selanjutnya akan berimbas pada kinerja saham perusahaan pertambangan. Dari pemaparan fenomena diatas, maka penulis ingin meneliti bagaimana pengaruh variabel makroekonomi (tingkat suku bunga, inflasi
9
dan nilai tukar) serta harga minyak mentah dunia terhadap pergerakan harga saham di sektor pertambangan yang listing dalam Jakarta Islamic Index pada periode 2008-2012. Atas alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk membuat skripsi tentang “Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro dan Harga Minyak Dunia Terhadap Jakarta Islamic Index Sektor Pertambangan” B. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka pokok permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah variabel ekonomi makro (tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, dan inflasi) serta harga minyak dunia mempunyai pengaruh yang signifikan, baik secara bersama-sama maupun secara individual terhadap harga saham sektor pertambangan di Jakarta Islamic Index periode 2008-2012 ? 2. Apakah terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang pada variabel ekonomi makro (tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, dan inflasi) serta harga minyak dunia terhadap harga saham sektor pertambangan pada Jakarta Islamic Index periode 2008-2012 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah variabel ekonomi makro (tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, dan inflasi) serta harga minyak dunia
10
mempunyai pengaruh yang signifikan, baik secara bersama-sama maupun secara individual terhadap harga saham sektor pertambangan di Jakarta Islamic Index periode 2008-2012. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan jangka pendek dan jangka panjang pada variabel ekonomi makro (tingkat suku bunga SBI, nilai tukar, dan inflasi) serta harga minyak dunia terhadap harga saham sektor pertambangan pada Jakarta Islamic Index periode 2008-2012. D. Manfaat Penelitian a. Bagi kalangan akademisi, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran dan bahan pertimbangan bagi penelitian
selanjutnya.
Bagi
peneliti
sendiri,
penelitian
ini
merupakan sarana pembelajaran untuk lebih mendalami dunia pasar modal khususnya pasar modal syariah. b. Memberikan tambahan pengetahuan serta dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat yang ingin terjun pada dunia pasar modal. c. Bagi Investor serta pelaku pasar modal, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai pengaruh variabel makroekonomi serta harga minyak pada harga saham khususnya sektor pertambangan, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi. E. Metodologi Penelitian 1. Analisis Regresi Engle Granger – Error Correction Model (EG-ECM)
11
Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis banyak fenomena ekonomi jangka panjang serta mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi. Penurunan model dinamis Engle Granger – Error Correction Model (EG-ECM) dilakukan dengan Autoregressive Distributed Lags (ADL) dengan cara memasukkan variabel kelambanan dalam model. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Jangka Panjang logHS = β0 + β1IHK + β2 SBI + β3 logKurs + β4 logWTI + Ut 2. Jangka Pendek Penurunan model jangka pendek didapatkan dari Δyt = lagged (Δy, Δx) – λUt-1 + εt 0<λ<1 Dimana Ut adalah residual regresi kointegrasi dan λ merupakan parameter penyesuaian jangka pendek. Pendekatan ini konsisten dengan Granger Representation Theorem, yaitu jika xt dan yt berkointegrasi, maka residual regresi Ut juga akan stasioner. Menurut Engle dan Granger (1987), estimasi model dinamis dengan pendekatan ini memerlukan dua tahapan (Two-stage Procedure Engle Granger Error Correction Model). Jika dimisalkan persamaan regresi kointegrasi yang diestimasi adalah logHSt = β0 + β1IHKt + β2 SBIt + β3 logKurst + β4 logWTIt + Ut Dengan residual kointegrasinya Ut = logHSt - β0 + β1IHKt + β2 SBIt + β3 logKurst + β4 logWTIt
12
Maka pengujian yang dilakukan sebagai berikut (Setyowati, 2004: 147159). Tahap pertama, mengestimasi parameter jangka panjang. Hal ini dilakukan dengan melakukan regresi persamaan kointegrasi logHSt = β0 + β1IHKt + β2 SBIt + β3 logKurst + β4 logWTIt + Ut Jika logHSt dan IHKt berkointegrasi, maka koefisien parameter jangka panjang β0 dan β1 akan konsisten. Tahap kedua melakukan estimasi terhadap persamaan : Δyt = lagged (Δy, Δx) – λUt-1 + εt Banyaknya lag yang digunakan dalam estimasi jangka pendek ini dapat diketahui dengan metode general to spesific yang dikembangkan oleh Hendry atau biasa disebut Hendry’s General Specific Modeling (HGSM). Pada tahap ini estimasi λ dan parameter jangka pendek lainnya dapat diperoleh dari persamaan EG-ECM sebagai berikut : (Setyowati, 2004 : 147-159). ΔlogHS = β0 + Ʃ αij ΔIHKt-1 + Ʃ βij ΔSBIt-1 + Ʃ δij ΔlogKurst-1 + Ʃ σij ΔlogWTIt-1 + λ ECT Dimana : ECT = Ut-1 Dengan melakukan estimasi terhadap persamaan EG-ECM dengan lag yang signifikan, koefisien parameter estimasi jangka pendeknya dapat diketahui. Begitu juga dengan koefisien penyesuaian (speed of adjustment) λ dengan koefisien yang diharapkan bernilai negatif.
13
Melalui two stage procedure EG-ECM tersebut, maka akan diperoleh nilai estimasi jangka panjang maupun jangka pendek. Jadi hasil persamaan penurunan jangka pendek adalah sebagai berikut : ΔlogHSt = β0 + β1ΔIHKt-1 + β2ΔSBIt-1 + β3ΔlogKurst-1 + β4ΔlogWTIt-1 + β5ECT Dimana : HS
= Harga Saham Pertambangan JII
IHK
= Indeks Harga Konsumen
SBI
= Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
Kurs
= Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
WTI
= Harga Minyak Dunia
ECT
= Residual t-1
Δ
= Selisih Variabel Untuk menguji persamaan regresi dari model diatas maka digunakan
beberapa pengujian sebagai berikut :
a. Uji Stasioneritas i. Uji akar unit ii. Uji kointegrasi b. Pengujian Asumsi Klasik i. Uji Heteroskedastisitas ii. Uji Autokorelasi iii. Uji Spesifikasi Model iv. Uji Normalitas Residual c. Uji Statistik
14
i. Uji t ii. Uji F iii. Koefisien Determinasi (R2) F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini tersusun sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang landasan teori yang merupakan penjabaran dari kerangka yang berkaitan dengan harga saham pertambangan, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar, suku bunga SBI, dan harga minyak mentah dunia.
BAB III
: METODE PENELITIAN Berisi tentang data dan sumber data. Metode pengumpulan data, definisi operasional variabel, dan metode analisis data.
BAB IV
: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berisi tentang deskripsi data, analisa data, hasil analisa dan pembahasannya.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.