BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan pencerminan dari keadaan masyarakat, tumbuh dan timbulnya dari kesadaran masyarakat, sehingga hukum itu tak dapat dilepaskan dari sifat suatu bangsa.1 Sehingga Tidak ada bangsa yang dapat dikategorikan beradab tanpa mempunyai hukum yang adil dan pengadilan yang baik dan berdaulat. Sampai sekarang pengadilan masih dipercaya sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa bahkan sebagian masyarakat pernah memberikan cap sebagai benteng keadilan. Pengadilan sebagai benteng terakhir untuk tegaknya pilar-pilar hukum di republik ini semakin mendapat sorotan publik ketika ia menjadi isu sentral dalam menangani sebuah kasus besar. Pihak yang pro maupun kontra terhadap sebuah putusan seharusnya legowo dalam menerima apapun bentuk putusan yang diketukkan oleh Hakim persidangan. Jika pihak yang kalah dan kontra terhadap putusan yang dijatuhkan, hukum acara kita sudah mengatur masih ada upaya hukum lain yang ditempuh atas ketidak puasan tersebut melalui banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Namun kenyataan yang ada dilapangan malah tidak demikian, upaya hukum tersebut malah diabaikan dan tidak dipergunakan dengan sebaiknya. 1
Samidjo, Pengantar Hukum Indonesia, (Bandung : Armico, 1985), 47
1
Masyarakat cenderung anarkis dan main hakim sendiri terlebih ketika proses persidangan berlangsung.2 Seperti kasus penghinaan terhadap peradilan atau contempt of court juga terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Dalam kasus Pamudji (1985), contempt of court bermula dari komentar Advokat tersebut di media massa yang tidak senonoh, tidak patut dan berlebihan yaitu menilai seorang Hakim di Surabaya melanggar hukum acara.3 Dan pada Oktober 1993, sejumlah nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PT. Surya berteriak-teriak menggelar poster sambil mengipas-ngipas lembaran pecahan 10.000-an kepada Majelis Hakim di PN Surabaya.4 Serta kasus penghinaan terhadap peradilan atau contempt of court pada 2009, yakni perbuatan terdakwa John Refra alias John Key cs dalam sidang Pengadilan Negeri Surabaya yang menghina dan mengancam akan membunuh Jaksa Penuntut Umum5 karena merasa tidak terima dengan tuntutan Jaksa. Penegakan hukum telah menjadi ungkapan sehari-hari dikalangan masyarakat, pejabat, pengamat, mahasiswa, pelaku dan anggota masyarakat biasa. Demikian pula kalangan pers, sangat bersahabat dengan ini. Begitu juga ungkapan kedilan, berkeadilan atau lain-lain dengan maksud sama pula.
2
Firman Wahyudi, Menggagas Undang-undang Contempt of court, http://www.pabengkayang.go.id, (7 Oktober 2012) 3 Todung Mulya Lubis, Jalan Panjang Hak Asasi Manusia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005 ), 210 4 Made Darma Weda, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, (Jakarta : Guna Widya, 1999), 98 5 Radar Lampung, Contempt of court, http://radar.lampung.co.id/read/opini/tajuk/4755-contemptof-court, (14 Oktober 2012)
2
Terdapat berbagai kesamaan dari berbagai kalangan tersebut mengenai masalah dan peristiwa penegakan hukum yang selama ini terjadi. Hampir semua ungkapan mengatakan hingga saat ini penegakan masih jauh dari rasa keadilan. Karena didapati berbagai putusan penegakan hukum yang tidak mampu memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan atau mayarakat umum.6 Tindakan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Tindakan tersebut semakin sering terjadi semenjak bergulirnya era reformasi yang lebih bebas. Tindakan dan situasi ini dinamakan contempt of court. Tindakan terdakwa tersebut merupakan tindakan pelecehan terhadap lembaga penuntutan negara dan pelecehan terhadap peradilan. Meski demikian tidak ada sanksi untuk mereka. Di lapangan hukum Indonesia dikenal adanya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berfungsi sebagai ketentuan materil. Sedangkan dalam pelaksanaanya didasarkan kepada ketentuan yang terkandung dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP ) merupakan induk dari kitab hukum pidana yang hingga kini tetap berlaku sebagai hukum positif di Indonesia. KUHP yang berlaku sekarang di Indonesia lahir pada zaman (Zeitgeist) liberalos individual dan rasionalisme abad ke-19 di Eropa. Dari wujud aslinya, Wetboek Van Straftrechts, mulai berlaku di Belanda pada tahun 1886, kemudian tanggal 15 6
Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (Suatu Pencarian), (Yogyakarta: FH UII Press, 2004), 1
3
Oktober 1915 lewat titah Raja Belanda diusulkan diberlakukan di Indonesia. Di Indonesia dikenal dengan nama Wetboek Van Straftrechts Voor Netherlandesch Indie. Dalam kaitanya dengan tindakan pelecehan terhadap peradilan (contempt of court), maka kita harus melihat sejarahnya, contempt of court rana hukum muncul dari negara common law yang kebanyakan menganut adversary system, yaitu sistem hukum dimana dalam pemeriksaan persidangan Hakim lebih bersifat pasif atau dapat diibaratkan sebagai wasit saja. Sistem ini lebih bertumpu kepada kemampuan para pihak dalam memperjuangkan kepentingan masing-masing. Konsekuensi dari sistem ini adalah terbatasnya kekuasaan Hakim dalam ruang persidangan. Untuk mengimbangi hal inilah, maka negara yang menganut adversary system, mengatur contempt of court dalam suatu perundang-undangan. Sedangkan Civil Law termasuk Indonesia menganut sitem insquitorial system (non adversary system) dimana dalam proses peradilan penemuan fakta, kesalahan, hukum dan hukuman merupakan pendelegasian wewenang saja. Sehingga dalam persidangan, Hakim adalah pemimpin dan menjaga tata tertib persidangan. Oleh sebab itu segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan harus seizin Hakim. Kekuasaan Hakim yang besar ini diberikan melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
4
Meskipun secara resmi istilah contempt of court sudah dipaterikan dalam Undang-undang No.14 tahun 1985 pada penjelasan umum butir 4, ternyata keharusan suatu Undang-undang tentang contempt of court belum terwujud. Namun seperti telah diketahui, sebenarnya cukup banyak perumusan delik di dalam KUHP kita sebagai contempt of court, terlihat masih adanya berbagai pendapat tentang delik-delik mana yang dapat dikualifikasikan sebagai contempt of court. Meski demikian kebanyakan sependapat bahwa telah cukup banyak diatur oleh KUHP kita masalah-masalah yang menyangkut delik terhadap penyelenggaraan peradilan.7 Padmo Wahjono berpendapat bahwa di Indonesia perlindungan terhadap pengadilan sehingga dapat mencegah (preventif) dan menghukum (represif) setiap usaha untuk mencemarkan nama baik berupa gangguan, hambatan, tantangan maupun ancaman sudah ada pengaturanya, yaitu dalam KUHP dan KUHAP.8 Berkaitan dengan masalah ini, dalam kesempatan lebih dahulu Prof. Oemar Seno Adji, SH. Telah mengemukakan hal-hal yang termasuk cakupan delik mengenai jalanya peradilan, yaitu : “Delik-delik yang bersangkutan dengan “rechtspleging” (peradilan) yang mendampingi hal “contempt of court” meliputi beberapa ketentuan pidana dalam KUHP, yang terpencar dalam beberapa bab, dan pula pada beberapa buku 7
Andi Hamzah, Delik-delik terhadap Penyelenggaraan peradilan (Contempt of court), (Jakarta: Sinar Grafika, 1989), 14 8 Padmo Wahjono., “Contempt of court dalam Proses Peradilan di Indonesia”, termuat dalam Hukum dan Pembangunan, No. 4 Agustus 1986, hal. 366
5
dalam kodifikasi. Disebut dalam pasal-pasal mengenai suap kepada dan dari Hakim (pasal 210 dan 420 KUHP), menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan (pasal 217 KUHP), tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan keterangan kesaksian (pasal 224 KUHP), dengan pasal 522 KUHP yang ada dalam buku ke-III, sumpah palsu (pasal 242 KUHP), pengaduan palsu (pasal 220 KUHP), pengaduan fitnah (“lasterlijk aanlacht” dalam pasal 317 KUHP), “bengunstingings delict” (pasal 221 dan pasal 223 KUHP), menarik barang dari sitaan
(pasal 231
KUHP), merusak
segel dst.
(pasal 232 KUHP),
menghancurkan, merusak barang bukti dst. (pasal 233 KUHP), dan lain-lain”. Dalam Islam pembentukan imamah atau pemerintahan yang merupakan bagian dari fardu kifayah sama halnya dengan pembentukan pengadilan. Hal ini karena umat memerlukan seseorang pemimpin (ima>m) yang menjalankan urusan-urusan agama, membela sunnah, menyantuni orang yang teraniaya, serta mengatur hak dan kewajiban warga Negara (umat). Apabila imamah telah terbentuk maka tindakan pembangkangan terhadapnya merupakan suatu tindakan pemberontakan. Hukum pidana Islam yang juga bagian dari hukum yang berdasar alQur’a>n dan ha>dis| telah banyak memberi kriteria bentuk pidana beserta hukumanya. Seperti halnya tindak pidana contempt of court manakala ditinjau dari hukum pidana Islam merupakan salah satu bentuk tindak pidana pemberontakan terhadap pemerintah (u>lil amri) dengan jalan merendahkan dan
6
merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan atau cenderung merintangi atau menyia-nyiakan penyelenggaraan peradilan. Dalam hukum pidana Islam dikenal istilah “al-bagyu” yaitu keluar dari ketaatan terhadap kepala negara (Ima>m) yang sah dengan cara yang tidak sah. Jarimah pemberontakan disyaratkan harus ada upaya pembangkangan terhadap kepala negara. Pengertian membangkang adalah menentang kepala negara dan berupaya memberhentikanya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban sebagai warga negara. Contohnya, seperti penolakan untuk membayar zakat, penolakan untuk melaksanakan putusan Hakim seperti hukuman had, zina atau hukuman qis|a>s|.9 Pembangkangan kadang-kadang ditujukan kepada Ima@m atau kepala negara, dan kadang-kadang kepada pejabat yang mewakilinya. Pejabat tersebut antara lain Menteri, Hakim, atau pejabat-pejabat dibawahnya.10 Sehingga bagi orang yang melakukan tindak pidana contempt of court tersebut pantaslah dia memperoleh hukuman dari pemerintah yang dilaksanakan oleh pengadilan, di Pengadilan Negeri Surabaya ada kasus tentang hal tersebut. Namun tidak semua tindak pidana contempt of court di berikan sanksi. Atas dasar itu maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih
9
jauh lagi tentang “ANALISIS
FIQIH
JINA>YAH
TERHADAP
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), 111 Ibid.
10
7
PERBUATAN CONTEMPT OF COURT DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA”
B. Identifikasi Masalah Dari uraian diatas, maka penulis dapat mengetahui masalah-masalah sebagi berikut: 1. Faktor yang melatar belakangi ditentukanya sanksi hukuman bagi tindak pidana contempt of court 2. Sanksi contempt of court menurut KUHP 3. Bentuk-bentuk contempt of court 4. Perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya 5. Penindakan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam menghadapi perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya 6. Tinjauan fiqih jinayah terhadap perbuatan contempt of court Agar penelitian ini tetap mengarah kepada permasalahan dan tidak menyimpang dari pokok pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya 2. Perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya dalam tinjauan Fiqih Jinayah
8
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya? 2. Bagaimana perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya menurut kajian Fiqih Jinayah?
D. Kajian Pustaka Kajian pustaka ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan. Pembahasan contempt of court telah banyak dikaji oleh peneliti lain. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Prof. Oemar Seno Adji, SH dan Dr. Indriyanto Seno Adji., SH., MH dalam buku yang berjudul “Peradilan Bebas dan Contempt of court”. Dalam buku ini terdapat dua penulisan yang substansial mengenai peradilan bebas “Freedom of Judicary” dan yang kedua mengenai karakteristik contempt of court. Serta Luhut M.P. Pangaribuan, SH. LL.M. dalam bukunya yang berjudul “Advokat dan Contempt of court”. Buku ini merupakan study kasus di Dewan Kehormatan Profesi menyusul terjadinya peristiwa yang dianggap sebagai penghinaan terhadap martabat pengadilan oleh Advokat Adnan Buyung Nasution.
9
Serta paper yang berjudul “Contempt of court dalam Rancangan KUHP 2005” yang ditulis oleh Wahyu Wagiman dan diterbitkan oleh Lembaga Advokasi Elsam. Paper ini membahas tentang latar belakang dari pengaturan khusus mengenai tindak pidana terhadap pengadilan (contenp of court) dan kekesuaiannya dengan system peradilan yang dianut Indonesia. Masalah contempt of court sebenarnya belum pernah dibahas sama sekali di IAIN Sunan Ampel Surabaya, tetapi contempt of court ini pernah dibahas di IAIN Surakarta oleh Saudari Dara Rosyda Ardiana dengan skripsinya yang berjudul “ Contempt of court yang Dilakukan Oleh Saksi Atau yang ditujukan Kepada Saksi dalam Perspektif Hukum Islam” , Namun skripsi ini lebih menitik beratkan kepada prilaku yang dikategorikan tindak pidana contempt of court yang dilakukan oleh saksi atau ditujukan kepada saksi menurut hukum islam.11 Skripsi Agus Saleh Saputra Daulay “ Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menaggulangi Terjadinya Tindak Pelecehan Terhadap Pengadilan (Contempt of
court) (Study Kasus Reg. No.1444/Pid.B/2001/Pn.Medan). Skripsi tersebut membahas tentang kebijakan hukum pidana untuk menanggulangi tindak pidana contempt of court di Pengadilan Negeri Medan.12
11
Ardiana, Dara Rosyda., Contempt of court yang Dilakukan Oleh Saksi Atau yang ditujukan Kepada Saksi dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi, Fakultas Syari’ah IAIN Surakarta, 2004 12 Daulay, Agus Saleh Saputra., Kebijakan Hukum Pidana Dalam Menaggulangi Terjadinya Tindak Pelecehan Terhadap Pengadilan (, Skripsi Fakultas Hukum USU, 2008
10
Dari skripsi-skripsi diatas perbedaanya dengan skripsi penulis adalah kalau skripsi penulis lebih menitik beratkan kepada perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya dan dianalisis dengan fiqih jinayah. Dengan demikian pembahasan tentang “Analisis Fiqih Jinayah Terhadap Perbuatan Contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya “ Tidak ditemukan atau belum dikaji, baik berupa buku maupun karya ilmiah lainya. Oleh karena itu penulis berusaha untuk mengangkat persoalan diatas dengan melakukan telaah literatur yang menunjang penelitian itu.
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya. 2. Untuk mengetahui tinjauan Fiqih Jinayah tentang perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini mempunyai manfaat teoritis dan praktis. Adapun kegunaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan data informasi di bidang ilmu hukum. Bagi kalangan akademis untuk mengetahui dinamika masyarakat dan
11
perkembangan hukum pidana dan penanganannya, khususnya dalam hal terjadinya tindak contempt of court terhadap pengadilan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranatapranata peraturan hukum dalam penanggulangan terhadap tindak contempt of court terhadap pengadilan. 2. Secara praktis Manfaat penelitian ini secara praktis sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, dan lembaga pemasyarakatan) dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan rujukan dalam menangani kasus tindak contempt of court terhadap pengadilan, sehingga mempunyai kesamaan pandangan.
G. Definisi Operasional Untuk mempermudah pemahaman dan menghindari kesalah pahaman terhadap pasalah yang dibahas, maka perlu kiranya dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut : 1. Contempt of court : perbuatan manapun yang diperhitungkan mempersulit, mempermalukan, menghalangi atau merintangi pengadilan atau yang dapat mengurangi kekuasaan atau martabat pengadilan.13
13
M. Marwan dan Jimmy.P, Kamus Hukum, (Surabaya : Reality Publisher, 2009), 136
12
Contempt of court yang dimaksud penulis adalah perbuatan atau tindakan penghinaan oleh pengunjung sidang dan pengancaman oleh terdakwa serta komentar yang berlebihan oleh pengacara atau penasihat hukum terhadap Hakim atau pejabat pengadilan dalam proses persidangan yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. 2. Fiqih Jinayah : Ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jari@mah) dan hukumannya, yang diambil dari dalildalil terperinci.14
H. Metode Penelitian Berpijak dari teori keilmuan dan dari keinginan untuk menyajikan keilmuan yang dibangun di atas wawasan dan prosedur pengembangan karya tulis ilmiah tertentu, maka studi ini ditulis dengan cara mengikuti alat pijak metodologi sebagai berikut : 1. Data yang dihimpun untuk menjawab masalah dalam penelitian ini, data-data yang dihimpun adalah : a. Perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya b. Perspektif fiqih jinayah tentang perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya
14
H. Ahmad Wardi Muslich, Fikih Jinayah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004 ), 2
13
2. Sumber Data Untuk mendapatkan sumber data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini digunakan dua sumber data, yaitu : a. Sumber data primer Data primer pada penelitian ini adalah perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya b. Sumber data Skunder Sumber data sekunder merupakan data tambahan yang mendukung sumber data primer. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah : 1) Peradilan Bebas dan Contempt of court, Oemar Seno Adji 2) Delik-delik terhadap Penyelenggaraan Peradilan (Contempt of court), Andi Hamzah 3) Advokat dan Contempt of court, Luhut M.P. Pangaribuan 4) Asas-asas Hukum Pidana Islam, A. Hanafi 5) At-Tasyri’ Al jina@’iy Al-Isla@my, Abdul Qadir Audah 6) Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, H.Ahmad Wardi Muslich 3. Teknik Pengumpulan Data Oleh
karena
penelitian ini adalah
penelitian
lapangan, maka
pengumpulan data akan dilakukan dengan jalan mencari sumber-sumber
14
primer, wawancara, observasi dan menginventarisir beberapa sumber data yang telah diperoleh tersebut. Data dalam penelitian ini di dapat dengan beberapa teknik, antara lain: a. Observasi (pengamatan) : Pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan (observasi) adalah mengamati suatu situasi yang asli, bukan buatan manusia secara senganja dilakukan secara langsung yaitu dengan pandangan mata tanpa perantara alat lain, dengan tujuan mengamati secara langsung.15 Kaitanya dengan penelitian ini adalah peneliti akan melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya. Untuk kemudian lebih memahami perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Hal ini untuk mempermudah langkah penelitian sesuai dengan harapan dan tujuan penelitian ini. Ada beberapa alasan metode pengamatan digunakan dalam penelitian kualitatif seperti yang dukemukakan oleh Guba dan Lincoln dalam Moleong.16 1. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan langsung 2. Memungkinkan peneliti untuk melihat dan mengawasi sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebenarnya.
15
Soerjono Soekanto, pengantar penelitian hukum, 207 Lexi J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 174-175 16
15
3. Pengamatan lebih menekankan kepada kepercayaan data. 4. Memungkinkan peneliti mampu memahami situasi yang rumit. b. Interview (Wawancara) : Interview atau wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan yang diwawancarai atau yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara ini dilakukan untuk mengungkap mengenai orang, kejadian kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.17 4. Teknik Analisis Data Menurut Bogdan, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.18 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data kualitatif, dengan metode deskriptif. Analisis data kualitatif yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil interview, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah dipahami temuanya dan dapat diinformasikan kepada orang lain. Metode deskriptif analisis adalah metode yang digunakan dengan jalan memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas dengan menyusun fakta-fakta yang ada sehingga 17 18
Ibid., 186 Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitati kualitatif dan R&D, 244
16
membentuk konfigurasi (wujud) masalah yang dapat difahami dengan jelas. Kemudian data tersebut dianalisis dengan ketentuan yang ada dan yang sesuai dengan apa yang terdapat dalam hukum Islam dengan pola pikir deduktif. Hasil penelitian dan pengujian tersebut akan disimpulkan dalam bentuk deskripsi sebagai bentuk pmecahan permasalahan.
I.
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan ini bertujuan agar penyusunan ini terarah sesuai dengan bidang kajian, maka sistematika yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Pada bab pertama adalah mengenai pendahuluan yang berisi tentang gambaran umum skripsi yang ditulis meliputi : latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Dengan bab ini diharapkan dapat diketahui batasan-batasan, juga metode dalam penulisan termasuk juga sistematika, sehingga terlihat gambaran yang jelas dalam pembahasan lebih lanjut. Pada bab kedua landasan teori yang mencakup tentang konsep Pemberontakan terhadap Ima>m (al-Bagyu) dalam kajian fiqih jinayah dan contempt of court dalam hukum positif .
17
Pada bab ketiga tentang pembahasan, bab ini berisi setting penelitian yang didalamnya berisi perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya, serta data hasil penelitian di Pengadilan Negeri Surabaya. Pada bab keempat membahas analisis Fiqih Jinayah perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya Pada bab kelima peneliti menyimpulkan hasil penelitian serta saran terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini.
18
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pemberontakan / penentangan terhadap Ima>m (al-Bagyu) 1. Pengertian Pemberontakan (al-Bagyu) Konsep tindak pidana Contempt of Court dalam pemikiran hukum pidana Islam adalah tentang masalah menentang Imam (pemimpin) dan pejabat yang mewakilinya. Pejabat tersebut antara lain menteri, hakim atau pejabat-pejabat di bawahnya. Konsep tersebut dikenal dengan istilah “al-Bagyu” Sebagaimana firman Allah dalam surah QS. an-Nisa>’ ayat 59 sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.19 al-Bagyu menurut arti bahasa adalah :
19
T.M Hasbi Ash-Shiddiqi,dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Mujma’ Khadin Al-haramain, Madinah, 1411, 846
19
ﻃَﻠَﺐُ اﻟﺸﻰء... ً اَﻟْﺒَﻐْﻰُ ﻟُﻐَﺔ... 20
….. Mencari atau menuntut sesuatu.
Pengertian tersebut kemudian menjadi popular untuk mencari dan menuntut sesuatu yang tidak halal, baik karena dosa atau kedzaliman. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah QS. al-A’ra>f ayat 33 :
َﻗُﻞْ إِﻧﱠﻤَﺎ ﺣَﺮمَ رَﺑﱢﻲَ اﻟْﻔَﻮَاﺣِﺶَ ﻣَﺎﻇَﮭَﺮَﻣِﻨْﮭَﺎ وَﻣَﺎﺑَﻄَﻦَ وَﻹِﺛْﻢ ...ِﺑِﻐَﯿْﺮِاﻟﺤَﻖ “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan yang melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar … “ (QS. al-A’ra>f:33)21 Dalam pengertian istilah terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh Imam madzhab yang redaksinya berbeda-beda . a. Pendapat Malikiyah
ِ اَﻹِﻣْﺘِﻨَﺎعُ ﻋَﻦْ ﻃَﺎﻋَﺔِ ﻣِﻦْ ﺛَﺒَﺘَﺖْ إِﻣَﺎﻣَﺘُﮫُ ﻓِﻲْ ﻏَﯿْﺮ... ُاَﻟْﺒَﻐْﻰ ﻣَﻌْﺼِﯿَﺔٍ ﺑِﻤُﻐَﺎﻟَﺒَﺘِﮫِ وَﻟَﻮْﺗَﺄْوِﯾْﻠًﺎ “Pemberontakan adalah menolak untuk tunduk dan taat kepada orang yang kepemimpinanya telah tetap dan tindakanya bukan dalam maksiat, dengan cara menggulingkanya, dengan menggunakan alasan (ta’wil).”22 Definisi tersebut, Malikiyah mengartikan bughat atau pemberontak sebagai berikut.
20
Abd Al-Qadir Audah II, op. cit., 673 T.M. Hasbi Ash-shiddiqi, op. cit., 226 22 Abd Al-Qadir Audah, II, loc. Cit. 21
20
ِ ﻓِﺮْﻗَﺔٌ ﻣْﻦْ ﻣُﺴْﻠِﻤِﯿْﻦَ ﺧَﺎﻟَﻔَﺖِ اْﻹِﻣَﺎمُ اْﻷَﻋْﻈَﻢُ أوْﻧَﺎﺋِﺒَﮫُ ﻟِﻤَﻨْﻊ... ُاَﻟْﺒُﻐَﺎة ِﺣَﻖٍ وَﺟَﺐَ ﻋَﻠَﯿْﮭَﺎ أَوْﻟِﺨَﻠْﻌِﮫ “Pemberontak adalah sekelompok kaum muslimin yang bersebrangan dengan al-Imam al-Ahzam (kepala Negara) atau wakilnya, dengan menolak hak dan kewajiban atau bermaksud menggulingkannya.”23 b. Pendapat Hanafiyah
ٍ اَﻟْﺨُﺮُوْجُ ﻋَﻦْ ﻃَﺎﻋَﺔِ إِﻣَﺎمِ اﻟْﺤَﻖِ ﺑِﻐَﯿْﺮِﺣَﻖ... ُاَﻟْﺒَﻐْﻰ “Pemberontakan adalah … keluar dari ketaatan kepada Imam (kepala Negara) yang benar (Sah) dengan cara tidak benar (Sah)” 24 c. Pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah
ْ ھُﻮَ ﺧُﺮُوْجُ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ذَاتِ ﺷَﻮْﻛَﺔٍ وَرَﺋِﯿْﺲٍ ﻣُﻄَﺎعٍ ﻋَﻦ... ُﻓَﺎﻟْﺒَﻐْﻰ ٍﻃَﺎﻋَﺔِ اْﻹِﻣَﺎمِ ﺑِﺘَﺄْوِﯾْﻞِ ﻓَﺎ ﺳِﺪ “Pemberontakan ... adalah keluarnya kelompok yang memiliki kekuatan dan pemimpin yang ditaati, dari kepatuhan kepada kepala Negara (Imam), dengan menggunakan alas an (ta’wil) yang tidak benar.”25 Dari definisi diatas yang dikemukakan oleh para ulama tersebut, terlihat adanya perbedaan yang menyangkut persyaratan yang harus dipenuhi dalam jarimah pemberontakan, tetapi tidak dalam unsur prinsipil. Apabila diambil intisari dari definisi-definisi tersebut, dapat dikemukakan bahwa pemberontakan
23
Ibid. Ibid. 25 Ibid, 674 24
21
adalah pembangkangan terhadap kepala Negara (Ima>m) dengan menggunakan kekuatan berdasarkan argumentasi atau alasan (ta>’wil).26
2. Unsur-Unsur Pemberontakan (al-Bagyu) a. Memberontak Imam (Pemimpin Tertinggi) Agar terwujud tindak pidana pemberontakan, disyaratkan ada upaya untuk melawan Ima>m. Yang dimaksud melawan Ima>m adalah menentang Ima>m dan berusaha untuk menjatuhkannya atau tidak mau memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan atas mereka. Kewajiban tersebut bisa berupa hak Allah yang ditetapkan untuk kemaslahatan bersama, atau hak manusia yang ditetapkan untuk kemaslahatan perseorangan. Dengan demikian, termasuk di dalam masalah ini adalah setiap hak penguasa atas rakyat yang ditetapkan oleh hukum Isla>m, hak masyarakat atas perseorangan. Hak perseorangan atas perorangan. Barangsiapa menolak mengeluarkan zaka>t berarti menolak hak yang diwajibkan kepada dirinya. Barangsiapa menolak menjalankan hukum yang berkaitan dengan hak Allah SWT, seperti hukuman hudud dalam tindak pidana perzinaan zina, atau hukuman yang berkaitan dengan hak perseorangan, seperti qisa>s, berarti menolak hak yang diwajibkan kepada dirinya. Barangsiapa menolak taat
26
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 111
22
kepada Imam, ia telah menolak hak yang wajib atasnya. Demikian seterusnya.27 Akan tetapi berdasarkan kesepakatan para fuqaha, penolakan untuk tunduk kepada perintah yang menjurus kepada kemaksiatan , bukan merupakan pemberontakan, melainkan merupakan suatu kewajiban . hal ini oleh karena ketaatan tidak diwajibkan kecuali dalam kebaikan, tidak boleh dalam kemaksiatan. Oleh karena itu apabila seorang Imam (kepala Negara) memerintahkan suatu yang bertentangan dengan syari’at maka tidak ada kewajiban bagi siapapun untuk mentaati apa yang diperintahkanya. Pembangkangan kadang-kadang ditujukan kepada Imam atau kepala negara, dan kadang-kadang kepada pejabat yang ditunjuk atau mewakilinya. Pejabat tersebut antara lain menteri, hakim atau pejabat-pejabat dibawahnya. Dalam sistem Imamah, penguasa tertinggi oleh para fuqaha disebut dengan istilah Imam yang diatasnya tidak ada lagi Imam, sedangkan penguasa dibawahnya apabila pemerintahannya berdiri sendiri disebuat Imam secara mutlak, atau dengan wakil Imam apabila mewakili Al-Imam Al-A’zham. Para fuqaha sangat berhati-hati dalam mendefinisikan pemberontak. Imam atau kepala negara Islam tertinggi atau pejabatnya yang diantaranya adalah sultan, menteri, hakim atau lainya. Sebagian fukaha menyebut penguasa Islam tertinggi sebagai Imam yang tidak ada lagi diatasnya. 27
Ahsin Sakho Muhammad, et.al, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, jilid5, (Jakarta: PT.Kharisma Ilmu, 2008), 235
23
Penguasa dibawahnya disebut Imam saja jika ia memimpin negara Islam atau pejabat Imam jika ia mewakili Imam tertinggi. Menurut hukum Islam, hukum Imamah (adalah fardu kifayah, sebagaimana hukum adanya lembaga kehakiman. Suatu hal yang mutlak bahwa umat Islam harus memiliki Imam untuk menegakkan agama, membela sunnah, menolong orang-orang yang tertindas, memenuhi hak-hak dan meletakkanya pada tempatnya. 28 Pembentukan Imamah atau pemerintahan yang merupakan bagian dari fardu kifayah sama halnya dengan pembentukan pengadilan. Hal ini karena umat memerlukan seseorang pemimpin (Imam) yang menjalankan urusanurusan agama, membela sunnah, menyantuni orang yang teraniaya, serta mengatur hak dan kewajiban warga Negara. Apabila Imamah telah terbentuk maka tindakan pembangkangan terhadapnya merupakan suatu tindakan pemberontakan. Meskipun adil merupakan salah satu syarat untuk seorang kepala Negara (Imam), namun menurut mazhab empat dan Syi’ah Zaidiyah, haram hukumnya keluar (membangkang) dari Imam yang fasik, walaupun pembangkangan itu dimaksudkan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Alasanya adalah karena pembangkangan terhadap Imam itu biasanya justru mendatangkan akibat yang lebih mungkar, yaitu timbulnya fitnah, pertumpahan darah, merebaknya kerusakan dan kekacauan dalam Negara,
28
Ibid., 236
24
serta terganggunya ketertiban dan keamanan. Akan tetapi menurut pendapat yang marjuh (lemah), apabila seorang Imam itu fasik, zalim dan mengabaikan hak-hak masyarakat maka ia harus diberhentikan dari jabatanya.29 b. Pembangkangan dilakukan dengan kekuatan Agar tindakan pembangkangan dianggap sebagai pemberontakan, disyaratkan harus disertai dengan penggunaan dan pengerahan kekuatan. Menurut Imam Abu Hanifah, Asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, ada tiga jenis pemberontakan, yaitu sebagai berikut. 1) Pemberontak tanpa alasan (ta’wi>l), baik yang memiliki kekuatan atau tidak 2) Pemberontak yang memiliki alasan, tapi tidak memiliki kekuatan 3) Pemberontak yang memiliki alasan dan kekuatan. Yang dimaksud dengan alasan (ta’wi>l) adalah pernyataan pemberontak tentang sebab-sebab tindakan mereka. Selama kesalahan yang menurut mereka terjadi itu belum terbukti, salah atau benarnya ta’wi>l yang mereka pakai hukumnya sama. Penakwilan dianggap salah jika alasan dan kenyataan tidak sejalan. Yang dimaksud man’ah atau syaukah (kekuatan) adalah banyaknya jumlah pemberontak atau kekuatan fisik mereka, jumlah pemberontak atau kekuatan yang mereka miliki untuk memberi perlawanan sehingga Imam
29
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 112
25
membutuhkan dukungan besar untuk memenuhi anggaran dan kebutuhan pasukan untuk mempersiapkan perang dan sebagainya guna mengembalikan ketaatan mereka. Ulama hanabila menganggap sekelompok kecil orang sebagai pemberontak, misalnya satu, dua, atau sepuluh orang yang bersenjata dan bisa berperang meskipun tidak memilili kekuatan.30 Di
atas
telah
dikemukakan
bahwa
orang-orang
yang
keluar
membangkang itu terdiri atas tiga kelompok. Dua kelompok diantaranya tergolong hirabah (perampokan) dan satu kelompok lagi tergolong pemberontakan. Kelompok ketiga ini adalah orang-orang yang membangkang terhadap pemerintah yang sah dengan alasan atau argumentasi (ta’wi>l) yang didukung dengan kekuatan senjata. Adapun yang dimaksud dengan alasan atau argumentasi (ta’wi>l) adalah suatu pernyataan yang berisi penjelasan tentang sebab-sebab dan alasan pembangkangan mereka terhadap pemerintah, baik alasan tersebut benar atau tidak (fasid). Adapun orang yang keluar dari Imam (kepala Negara) tanpa argumentasi dan tanpa kekuatan, dianggap sebagai perampok, bukan pemberontak. Pendapat ini dikemukakan oleh Hanafiyah dan Imam Ahmad. Demikian pula orang yang keluar disertai argumentasi, tetapi tanpa kekuatan, menurut pendapat yang rajah (kuat) di kalangan mazhab Hanbali, tidak
30
Ahsin Sakho Muhammad, et.al, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam,.,240
26
termasuk pemberontakan. Akan tetapi menurut sebagian fuqaha Hanabila, orang yang keluar (membangkang) dari Imam disertai dengan argumentasi meskipun tanpa kekuatan termasuk termasuk pemberontak. Bagi mereka, tidak ada bedanya jumlah sedikit atau banyak selama pemberontakan didasarkan pada ta’wi>l. Akan tetapi menurut sebagian fuqaha Hanabila, orang yang keluar (membangkang) dari Imam disertai dengan argumentasi meskipun tanpa kekuatan termasuk termasuk pemberontak. Bagi mereka, tidak ada bedanya jumlah sedikit atau banyak selama pemberontakan didasarkan pada ta’wi>l. Mereka menganggap bahwa orang yang menakwil tanpa kekuatan sebagai pemberontak bukan sebagai muharib.31 c. Adanya Niat yang Melawan Hukum Untuk terwujudnya tindak pidana pemberontakan, disyaratkan adanya niat melawan hukum dari mereka yang membangkang. Unsur ini terpenuhi apabila seseorang bermaksud menggunakan kekuatan untuk menjatuhkan Imam atau tidak menaatinya. Apabila tidak ada maksud untuk keluar dari Imam atau tidak ada maksud untuk menggunakan kekuatan maka perbuatan pembangkangan itu belum dikategorikan sebagai pemberontakan . Untuk bisa dianggap keluar dari Imam, disyaratkan bahwa pelaku bermaksud untuk mencopot (menggulingkan) Ima@m, atau tidak mentaatinya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiaban yang diebankan oleh syara’.
31
Ibid.
27
Dengan demikian, apabila niat atau tujuan pembangkangannya untuk menolak kemaksiatan, pelaku tidak dianggap sebagai pemberontak. Apabila seorang pembangkang melakukan jarimah-jarimah sebelum mugha>labah (penggunaan kekuatan) atau selesainya pemberontakan maka disini tidak diperlukan adanya niat untuk memberontak, karena dalam hal ini tidak dihukum sebagai pemberontak, melainkan sebagai jarimah biasa.32
3. Hukuman Tindak Pidana Pemberontakan (al-Bagyu) Ulama fiqih mengatakan bahwa al-Bagyu merupakan salah satu tindak pidana berat yang termasuk tindak pidana hudu>d (tindak pidana yang jenis, bentuk, dan ukuran hukumannya ditentukan syara>’ tidak boleh diubah, dikurangi, dan ditambah). Dalam menentukan hukuman terhadap para pemberontak, ulama fikih membagi pemberontakan itu menjadi dua bentuk. a. Para pemberontak yang tidak memiliki kekuatan persenjataan dan tidak menguasai daerah tertentu sebagai basis mereka. Untuk pemberontak seperti ini, ulama fikih sepakat menyatakan bahwa pemerintah yang sah boleh menangkap dan memenjarakan mereka sampai mereka sadar dan tobat. b. Pemberontakan yang menguasai suatu daerah dan memiliki kekuatan bersenjata. Terhadap para pemberontak seperti ini, pihak pemerintah pertama sekali harus menghimbau mereka untuk mematuhi segala peraturan 32
Ahsin Sakho Muhammad, et.al, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam,116
28
yang berlaku serta mengakui kepemimpinan yang sah . apabila usaha pemerintah ini disambut dengan gerakan senjata, maka pemerintah dapat memerangi mereka. Alasan yang dikemukakan adalah firman Allah SWT dalam QS. al-Hujura>t (49) ayat 9 :
artinya : “Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”33 Sekalipun ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa para pemberontak yang melakukan penyerangan bersenjata boleh diperangi dan dibunuh pihak pemerintah, tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa harta benda yang mereka tinggalkan tidak boleh dirampas. Bahkan sebaliknya, pemerintah berkewajiban memelihara harta tersebut dan mengembalikannya kepada mereka ketika sudah sadar atas kesalahan mereka jika mereka masih hidup dan kepada ahli waris mereka jika mereka terbunuh.34
33 34
Al-Qur’an Digital, Setup Quran In The Word Abdul Aziz Dahlan et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ictiar baru Van Hoeve,2006),
173
29
4. Tujuan diadakan Larangan Pemberontakan (al-Bagyu) Setiap tata aturan itu pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai oleh pembuatnya. Karena itu kalau tidak ada maka pembuatan tata aturan itu menjadi sia-sia serta tidak mencerminkan kebijaksanaan pikiran pembuatnya. Begitu pula adanya larangan contempt of court / menghina peradilan menurut Islam itu mempunyai tujuan. Dalam membahas mengenai tujuan diadakanya larangan penghinaan itu tidaklah dapat dilepaskan dari tujuan diadakanya tata hukum pidana khususnya pidana Islam.35 Adapun tujuan diadakanya pidana dalam hukum pidana Islam itu ada dua macam : a. Untuk memelihara kemuliaan masyarakat dari penetapan hukum yang jelas b. Untuk kemanfaatan dan kemaslahatan umum .36 Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah bahwa tujuan syari>’at Isla>m mewajibkan adanya pidana bagi orang yang melanggar hukum Allah adalah untuk memperbaiki keadaan manusia serta menjaga mereka dari kerusakan dan menunjukkan ke arah yang tidak menyesatkan dan mencegah dari
35
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 111 Imam Abu Zahrah, al-Jarimah wal-Uqubah fi al-Islam, Juz I, (Mesir: Dar al-Bab al-Halabi wa Auladuhu, t.t), 28 36
30
maksiat dan mengajak mereka untuk taat dan menyelamatkan diri dari kebodohan.37 Hanafi, A, M.A mengatakan bahwa tujuan pokok dari penjatuhan hukuman pidana dalam hukum Islam adalah untuk mencegah atau preventif (ar-radu wa az-zajru) dan pengajaran serta pendidikan atau represif (al-islah wa tahz{ib).38
Pencegahan disini adalah menahan pembuat agar tidak
mengulangi perbuatan jarimahnya atau tidak terus menerus melakukan perbuatannya, mencegah orang lain agar tidak melakukannya. Selain untuk mencegah dan mendidik, maka sya>ri’at Isla>m juga memberikan perhatian terhadap si pembuat yakni memberi pelajaran dan mengusahakan agar mereka menjadi orang yang baik. Ini merupaka tujuan inti . Selain kabaikan si pembuat, syari>’at Isla>m dalam menjatuhkan pidana juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang baik dan yang dikuasai oleh penguasa yang saling menghormati dan mencintai diantara anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajiban karena pada hakekatnya perbuatan pidana adalah merupakan perbuatan yang tidak disenangi oleh masyarakat dan menginjak-injak keadilan yang didambakan oleh masyarakat. Pidana (hukuman) juga merupakan salah satu cara perwujudan reaksi balasan masyarakat terhadap perbuatan pembuat yang telah melanggar kehormatanya
37
Abdul Qadir ‘Audah, Tasry’ al-Jina’i Al-Islamy, Juz II (Dar Al-Kitab Al-Arabi, Beirut, tanpa tahun), 609 38 A. Hanafi, M.A, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 225
31
dan merupakan pemenangan terhadap si korban dengan demikian akan terwujudlah ras keadilan dari tujuan diadakanya penjatuhan pidana bagi bagi si pembuat.
B. Contempt of Court dalam Hukum Positif 1. Pengertian Contempt of Court Secara Harfiah, istilah “contempt” berarti menghina, memandang rendah dan melanggar, sedangkan “court” berarti pengadilan, sehingga ada yang memberikan pengertian “contempt of court” sebagai penghinaan terhadap pengadilan atau perbuatan yang merendahkan martabat pengadilan.39 Disebutkan dalam Black Law Dictionary, bahwa Contempt of Court “An act wich is calculated to embarrass, hinder, or obstruct court administration of justice, or wich calculated to lessen its authority or its dignity. Commited by a person who does any act in willful contravention of its authority or dignity, or tending to impede or frustrate the administration of justice or by one who, being under the court’s authority as a party to a proceeding theirin, willfully disobeys its lawful orders or fails to comply with an under taking wich he has given”
(Contempt mempermalukan,
of
Court
ialah
menghalangi,
atau
suatu
perbuatan
merintangi
yang
pengadilan
dipandang di
dalam
penyelenggaraan peradilan, atau dipandang sebagai mengurangi kewibawaan martabatnya. Dilakukan oleh orang yang sungguh melakukan suatu perbuatan 39
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas & Contempt of Court, (Jakarta : Diadit Media, 2007), 198
32
yang melanggar secara sengaja kewibawaan, atau martabat atau cenderung merintangi atau menyia-nyiakan penyelenggaraan peradilan atau oleh seseorang yang berada dalam kekuasaan pengadilan sebagai pihak dalam perkara di pengadilan yang sah atau tidak memenuhi hal yang ia telah akui)
2. Dasar Hukum Contempt of Court Istilah contempt of court di Indonesia pertama kali ditemukan dalam penjelasan umum butir 4 alenia 4 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yaitu sebagai berikut : “selanjutnya untuk dapat lebih menjamin terciptanya suasana yang sebaikbaiknya bagi penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, maka perlu dibuat suatu Undang-Undang yang mengatur penindakan terhadap perbuatan, tingkah laku, sikap dan/ ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan yang dikenal dengan contempt of court.” Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1985 tersebut, diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) No: M. 03-PR’08.05 Tahun 1987 tentang tata cara pengawasan, penindakan, dan pembelaan diri Penasehat Hukum. Disamping ketentuan tersebut menteri kehakiman melalui keputusannya No.01/M.01.PW.07.03Th.1982
tentang
pedoman
pelaksanaan
KUHAP
menyinggung tentang kemungkinan adanya contempt of court, sehingga perlu diberikannya bagi hakim yang memeriksa perkara di persidangan untuk menjaga ketertiban selama berlangsung sidang.
33
Di lapangan hukum pidana Indonesia dikenal adanya Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) yang berfugsi sebagai ketentuan materil. Sedangkan, dalam pelaksananya didasarkan ketentuan yang terkandung dalam (KUHAP). Berkaitan dengan masalah ini, dalam kesempatan lebih dahulu Prof. Oemar Seno Adji, SH. Telah mengemukakan hal-hal yang termasuk cakupan delik mengenai jalanya peradilan, yaitu : “Delik-delik yang bersangkutan dengan “rechtspleging” (peradilan) yang mendampingi hal “contempt of court” meliputi beberapa ketentuan pidana dalam KUHP, yang terpencar dalam beberapa bab, dan pula pada beberapa buku dalam kodifikasi. Disebut dalam pasal-pasal mengenai suap kepada dan dari Hakim (pasal 210 dan 420 KUHP), menimbulkan kegaduhan dalam sidang pengadilan (pasal 217 KUHP), tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan keterangan kesaksian (pasal 224 KUHP), dengan pasal 522 KUHP yang ada dalam buku ke-III, sumpah palsu (pasal 242 KUHP), pengaduan palsu (pasal 220 KUHP), pengaduan fitnah (“lasterlijk aanlacht” dalam pasal 317 KUHP), “bengunstingings delict” (pasal 221 dan pasal 223 KUHP), menarik barang dari sitaan
(pasal 231
KUHP), merusak
segel dst.
(pasal 232 KUHP),
menghancurkan, merusak barang bukti dst. (pasal 233 KUHP), dan lain-lain”.
34
3. Bentuk-bentuk Perbuatan Contempt of Court Apabila dihubungkan dengan pengertian contempt of court sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka pengertian contempt of curt tertuju pada wibawa, martabat dan kehormatan badan peradilan, namun badan atau lembaga peradilan adalah sesuatu yang abstrak (dianggap sesuatu yang tidak konkrit karena mempunyai fisik walaupun benda mati), maka ketiga hal tersebut ditujukan pada : a. Manusia yang menggerakkan lembaga tersebut; b. Hasil buatan lembaga tersebut; c. Proses kegiatan dari lembaga tersebut;40 Istilah contempt of court pada dasarnya mempunyai ruang lingkup variasi yang sangat luas sehingga tidak mudah untuk menjelaskan bentuk dan karakteristik perbuatan yang di kategorikan suatu contempt of court. Menurut Oemar Seno Adji terdapat 5 (bentuk) konstitutif dari contempt of court, yaitu : a.
Perbuatan-perbuatan penghinaan terhadap peradilan dilakukan dengan
pemberitahuan atau publikasi. (sub judice rule). Sub judice rule adalah suatu usaha berupa perbuatan, atau sikap yang ditujukan ataupun pernyataan secara lisan apalagi secara tulisan, yang nantinya menjadi persoalan pers dan aspek hukumnya untuk dapat mempengaruhi suatu putusan yang dijatuhkan oleh hakim 40
Padmo Wahyono, Contempt of court dalam peradilan di Indonesia, dalam Era Hukum No.1 Tahun 1987, 22
35
b.
Tidak memenuhi perintah peradilan ( disobeying the court order)
disobeying the court order adalah suatu perbuatan yang tidak memenuhi perintah pengadilan ataupun yang merendahkan otoritas, wibawa atau keadilan dari pengadilan. Perbuatan yang dikualifikasi sebagai disobeying a court order terjadi apabila perbuatan yang seharusnya dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh seseorang yang diperintahkan ataupun diminta oleh pengadilan dalan menjalankan fungsinya tidak dapat dipenuhi oleh orang yang diperintahkan itu. c. adalah
Mengacaukan peradilan (obstructing justice). Obstructing justice suatu
perbuatan
yang
ditujukan
ataupun
mempunyai
efek
memutarbalikkan, mengacaukan fungsi yang seharusnya dalm suatu proses peradilan. Obstructing justice merupakan mengganggu proses peradilan dimana terdapat usaha mengurangi kebaikan (fairness) ataupun efisiensi dari proses peradilan maupun terhadap lembaga peradilan. Perbuatan pidana contempt of court ini dapat berbentuk pertentangan terhadap perintah pengadilan secara terbuka maupun penyuapan terhadap saksi atau mengancam saksi agar tidak memberikan keterangan ataupun memalsukan keterangan yang diberikan. d.
Menyerang integritas dan impertialitas peradilan (scandalizing the
court). Scandalizing the court dinyatakan sebagai pemberitaan yang cenderung untuk merintangi kekuasaan dan mempengaruhi tujuan peradilan, terhadap pemberitaan yang dipandang untuk mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap keputusan pengadilan karena masalh yang dipublikasikan bertujuan
36
untuk merendahkan atau menurunkan kekuasaan pengadilan secara keseluruhan atau menyatakan keraguan atas integritas , kehormatan dan imparsialitas hakim dalam menjalankan tugasnya. e.
Tidak berkelakuan baik dalam peradilan (misbehaving in court).
Ketentuan ini berkaitan dengan perbuatan atau tingkah lakuyang secara tidak tertib, memalukan, atau merugikan, mengganggu jalannya proses peradilan yang seharusnya dari pengadilan. Pelanggaran ini dapat berbentuk penghinaan terhadap hakim, pemukulan yang dilakukan terdakwa terhadap saksi, atau tidak berdiri ketika hakim memasuki ruang pengadilan ataupun penasehat hokum yangtidak menunjukkan sikap hormat terhadap pengadilan. Dengan demikian, misbehaving in court merupakan suatu pelanggaran ataupun gangguan terhadap pelaksanaan proses peradilan.41
41
Wahyu Wagiman, Contempt of court dalam Rancangan KUHP 2005, (Jakarta:ELSAM, 2005), 16
37
BAB III PERBUATAN CONTEMPT OF COURT DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Surabaya 1. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Negeri Surabaya Pengadilan Negeri Surabaya ini berada di Jl. Raya Arjuno No. 16-18 Surabaya. Pengadilan Negeri Surabaya ini berdekatan dengan kampung ilmu dan Stasiun Pasar Turi. Pengadilan Negeri surabaya ini merupakan pengadilan kelas IA khusus. Dimana selain manjadi rumah pengadilan Umum, pengadilan ini juga menjadi rumah pengadilan bidang lain, seperti Pengadilan Hubungan Industrial, Pengadilan Niaga, Pengadilan HAM, dan Pengadilan Tindak pidana Korupsi. Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama yang dibentuk oleh Menteri Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang
mempunyai
kekuasaan
hukum
pengadilan
meliputi
satu
Kabupaten/Kota. Pengadilan Negeri Surabaya merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum yang mempunyai tugas pokok sebagai berikut:
38
a. Menerima, memeriksa dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum. b. Menyelenggarakan Administrasi Perkara dan Administrasi Umum lainnya Pengadilan Negeri Surabaya masuk dalam wilayah Pengadilan Tinggi Surabaya dengan luas wilayah kurang lebih 274,06 kilometer yang terdiri dari 5 (lima) wilayah yaitu: 1) Wilayah Surabaya Utara meliputi 4 (lima) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pabean Cantikan, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan, Kecamatan Kenjeran, Kecamatan Bulak, 2) Wilayah Surabaya Timur meliputi 7 (tujuh) kecamatan, yaitu: Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Kecamatan Gunung Anyar, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Mulyorejo, 3) Wilayah Surabaya Selatan meliputi 8 (delapan) kecamatan, yaitu: Kecamatan Sawahan, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Dukuh Pakis, Kecamatan Karang pilang, Kecamatan Wiyung, Kecamatan Wonocolo Jambangan, Kecamatan Gayungan, Kecamatan Jambangan, 4) Wilayah Surabaya Pusat meliputi 4 (empat) kecamatan, yaitu: Kecamatan Genteng, Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Simokerto, 5) Wilayah Surabaya Barat meliputi 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu: Kecamatan Tandes, Kecamatan Asemworo, Kecamatan Sukomanggal,
39
Kecamatan Benowo, Kecamatan Pakel, Kecamatan Lakarsantri, Kecamatan Sambikerep 2. Daftar Nama Hakim Dan Pejabat Struktural Ketua
: Heru Purnomo, SH., M. Hum
Wakil Ketua : Suwidya, SH., LLm Hakim 1) Erry Mustianto, SH., MH 2) Lamsana Sipayung, SH., MH 3) Moestofa, SH., MH 4) H. Bambang Kusmumbar, SH., MH 5) Sigid Purwoko, SH., MH 6) H. Heru Mustofa, SH., MH 7) Suko Triyono, SH., MH 8) Hj. Deden Suryanti, SH., MH 9) Bambang Kustopo, SH., MH 10) Eko Sugianto, SH., MH 11) Unggul Ahmadi, SH., MH 12) Sriyatmo Joko Sungkowo, SH., MH 13) Dr Imade Sukadana, SH., MH 14) Bandung Suhermoyo, SH., M.Hum 15) Antonius Simbolon, SH., MH
40
16) Ach Fauzi, SH.,MH 17) Titik Tejaningsih, SH., MH 18) H. Yapi, SH., MH 19) Syarifudin Ainor Rofik, SH., MH 20) Ni Made Sudani, SH., M.Hum 21) Fatchurrochman, SH 22) Suhartoyo, SH., MH Pansek
: Darno, SH., MH
Wasek
: Abdul Khamid, SH., MH
Wapan
: Drs. H. Djamaludin ,D.N SH., MH
Panmud Hukum
: Mashirah Widayati, SH., M.Hum
Panmud Perdata
: Drs. Harij Wandoko, SH., MH
Panmud Pidana
: H. Soedi, SH., MH
Kasubag Umum
: Rully Ardijanto, SH., MH
Kasubag Keuangan
: Retno Isminarsih. H, SH
Kasubag Kepegawaian : Sugeng Setyono, SH
B. Deskripsi Perbuatan Contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya Dalam kaitannya dalam tindak pidana contempt of court, penulis melakukan wawancara dengan hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Adapun
41
tujuan dari wawancara yang dilakukan adalah untuk mengetahui bagaimana perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Berdasarkan informasi yang didapatkan penulis dari Bapak Antonius Simbolon, bahwa tindak pidana contempt of court pernah terjadi namun sekarang jarang terjadi lagi di Pengadilan Negeri Surabaya.42 Diantara kasus-kasus tindak contempt of court yang pernah terjadi di pengadilan Negeri Surabaya, penulis mengambil tiga kasus tindak pidana contempt of court yang paling menyita perhatian masyarakat, diantaranya : 1. Dalam kasus Pamudji (1985 ), contempt of court bermula dari komentar advokat tersebut di media massa yang tidak senonoh, tidak patut dan berlebihan (menilai seorang hakim di Surabaya melanggar hukum acara). Pengadilan Negeri Surabaya melarang advokat Pamudji selama 3 bulan, kemudian, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung mengukuhkan keputusan Pengadilan Negeri Surabaya.43 2. Beberapa waktu lalu sejumlah nasabah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) PT. Surya berteriak-teriak menggelar poster sambil mengipas-ngipas lembaran pecahan 10.000-an kepada Majelis Hakim di PN Surabaya (Oktober 1993). Pengadilan Negeri Surabaya yang di pimpin Mansyur Idris waktu itu sedang menyidangkan perkara SRD pimpinan BPR PT. Surya sahabat yang dituduh menipu dan menggelapkan uang sebesar Rp. 45 Milyar. Dalam perkara 42 43
Antonius Simbolon, Wawancara, Surabaya, 6 Desember 2012 Todung Mulya Lubis, Jalan Panjang Hak Asasi Manusia, 210
42
tersebut, proses persidangan berjalan lambat dan berkali-kali mengalami penundaan.44 3. Kasus penghinaan terhadap peradilan atau contempt of court pada 2009, yakni perbuatan terdakwa John Refra alias John Key cs dalam sidang Pengadilan Negeri Surabaya yang menghina dan mengancam akan membunuh Jaksa Penuntut Umum45 karena merasa tidak terima dengan tuntutan jaksa. ''Tuntutan itu kepentingan siapa? Ini kasus di Ambon. Mana jaksa Ambon? Jaksa anjing, badut,'' caci John Key yang diikuti Edo dan Toni. Tak mau kalah, Tito yang juga berprofesi sebagai pengacara menghardik petugas kepolisian yang membentuk barikade untuk mengamankan jaksa. ''Polisi mau ngapain? Kalian tidak perlu masuk sini,'' teriak Tito yang terlihat berusaha mendekati jaksa. Melihat emosi terdakwa meledak-ledak, jaksa malah tersenyum. Mengetahui Dahlan tertawa, emosi John memuncak. ''Jangan tertawa kau. Kucabut nyawamu dalam 20 hari,'' ancamnya. Tak ingin keributan makin menjadi, Tofik Yanuar Chandra, pengacara terdakwa, merangkul John Key dan meminta kliennya duduk kembali. Di luar ruang sidang terlihat belasan pendukung John Key tersebar di sejumlah gedung PN. Mereka mengenakan kaus hitam bertulisan Maluku di bagian dada dan simpatisan John Key di bagian punggung.46 Dari ketiga kasus tindak pidana contempt of court di atas, hanya satu kasus yang mendapatkan sanksi dari Pengadilan Negeri Surabaya, yaitu pada kasus tindak pidana contempt of court yang dilakukan oleh advokat Pamudji. Menurut Bapak Agus Pambudi. Bahwa sanksi tersebut telah sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) No: M. 03-PR’08.05 Tahun 1987 44
Made Darma Weda, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, 98 Radar Lampung, Contempt of court, http://radar.lampung.co.id, (14 Oktober 2012) 46 Rarif, Preman Jakarta, http://rarif.multiply.com/journal/item/1014/PREMAN-PREMANJAKARTA?&show interstitial = 1&u=%2Fjournal%2Fitem, (12 Desember 2012) 45
43
tentang tata cara pengawasan, penindakan, dan pembelaan diri Penasehat Hukum.47 Sedangkan untuk kasus tindak contempt of court yang ke-2 (pelaku contempt of court merupakan pengunjung sidang). Bapak Syarifudin Ainor Rofik menerangkan bahwa, jika terjadi tindak pidana contempt of court pada saat
proses
persidangan,
maka
berdasarkan
KUHAP
hakim
akan
memperingatkan sampai tiga kali peringatan, jika tetap dilakukan maka hakim akan mengeluarkan pengunjung tersebut dari ruang sidang.48 Untuk kasus ke-3 (pelaku tindak pidana contempt of court merupakan seorang terdakwa), maka berdasarkan KUHAP juga hakim akan di skors sampai situasi mendukung untuk dilakukan jalannya persidangan kembali.49 Dalam kasus ke-2 dan ke-3 tidak ada sanksi yang diberikan, hai ini menurut narasumber dikarenakan tindak pidana contempt of court yang dilakukan merupakan sebuah bentuk emosi sesaat saja dari terdakwa ataupun para pengunjung sidang. Juga belum ada pasal-pasal atau undang-undang yang spesifik mengatur tentang tindak pidana contempt of court. Karena pada dasarnya tujuan dari contempt of court adalah cara bagaimana membuat jalannya sidang berjalan sebaik-baiknya, dan berkeadilan beradasarkan Pancasila serta hak-hak pihak-pihak yang berperkara tidak ada yang terlanggar. Sehingga
47
Agus Pambudi, Wawancara, 6 Desember 2012 Syarifudin Ainor Rofik, Wawancara, Surabaya, 6 Desember 2012 49 Ibid. 48
44
ketika ada pihak-pihak yang mengganggu jalannya sidang, hakim memilih untuk menskors dan mengeluarkan pelaku tindak pidana contempt of court tersebut tanpa harus mengeluarkan sanksi.50 Bapak Fatchurrochman menambahkan, bahwa KUHAP telah cukup banyak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan jalannya proses persidangan termasuk juga langkah-langkah dalam menangani gangguan-gangguan dalam persidangan.
Misalnya
ketika
saksi
menghawatirkan
ancaman
yang
membahayakan diri, jiwa atau hartanya termasuk keluarganya maka berdasarkan pasal 173 KUHAP bahwa keterangan saksi dapat didengar tanpa hadirnya terdakwa, sehingga hakim meminta terdakwa untuk keluar dari ruang sidang.51 Sanksi akan diberikan ketika pelaku tindak pidana contempt of court, jika pelaku sudah melakukan “action”. Artinya : jika pelaku memukul hakim, merusak meja pengadilan, melempar sepatu, dll. Pasal yang akan dikenakanpun pasal pidana umum. Dan prosedur ini ditempuh melalui acara pemeriksaan biasa, yaitu dari sejak penyidikan, penuntutan dan persidangan, sehingga memakan waktu yang lama. Contempt of court seharusnya tidak hanya dimuat dalam Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, tetapi dibuatkan aturan khusus atau dimuat dalam hukum acara pidana dan atau hukum acara perdata. Oleh karena itu narasumber setuju untuk dibuatkannya Undang-Undang tentang contempt of 50
Ibid. Fatchurrochman, Wawancara, Surabaya, 6 Desember 2012.
51
45
court tersendiri. Baik itu berupa pasal-pasal yang di tambahkan dalam KUHP dan KUHAP atau Undang-undang khusus tentang contempt of court, Sehingga memudahkan hakim dalam menindak pelaku contempt of court. Mengadili pelaku contempt of court di Indonesia, masih digunakan Undang-Undang yang tercantum dalam KUHP yang dikategorikan sebagai delik contempt of court sebagai hukum materil, sedangkan hukum formil untuk proses menuntut dan menghukum para pelaku diterapkan KUHAP. Proses hukumnya dirasa terlalu panjang dan lama, dan di satu sisi menjadi permasalahan yang cukup dilematis bagi Hakim yang menjadi korban contempt of court, karena harus diperiksa dan didengar keterangannya sebagai saksi korban, baik pada waktu Penyidikan maupun pada saat persidangan, hal ini akan mengganggu tugas sehari-hari sebagai hakim. Keadaan tersebut mengakibatkan banyaknya kasus-kasus contempt of court yang terjadi dalam sidang pengadilan tidak diproses atau ditindak lanjuti secara hukum dan para pelaku contempt of court menjadi bebas, karena tidak ada penuntutan dan pemidanaan terhadapnya.52 Beberapa faktor komulatif penyebab terjadinya tindak pidana contempt of court terhadap pengadilan yaitu : 1. Belum adanya suatu aturan yang baku tentang sejauh mana sejauh mana perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak pidana contempt of court
52
Syarifudin Ainor Rofik, Wawancara, Surabaya, 6 Desember 2012
46
2. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya hukum 3. Masyarakat salah mengartikan makna reformasi.53 Terkait contempt of court yang terjadi, hakim-hakim di Pengadilan Negeri Surabaya selalu berusaha menjalankan proses persidangan dengan menjunjung nilai-nilai keadilan dan selalu berusaha melindungi hak-hak dari semua pihak yang ada dalam persidangan. Hal ini sesuai dengan “Tri Prasetya Hakim Indonesia” yang selalu di junjung oleh hakim-hakim di Pengadilan Negeri Surabaya.54 Isi dari Tri Prasetya Hakim indonesia adalah sebagai berikut. Tri Prasetya hakim Indonesia Saya berjanji : 1. Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi citra wibawa dan Hakim indonesia 2. Bahwa saya dalam menjalankan jabatan berpegang teguh pada kode kehormatan Hakim Indonesia 3. Bahwa saya menjunjung tinggi dan mempertahankan jiwa korps Hakim Indonesia Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membimbing saya di jalan yang benar” Begitu pula dengan Etika Profesi Hakim yang selalu di taati ketika menjalankan tugasnya sebagai hakim.55 Untuk menjaga jangan sampai contempt of court terjadi hakim harus paham terhadap hak-hak dan kewajibannya, yang telah tertuang dalam Pasal 5 Kode Etik Hakim, sebagai berikut:
53
Ibid. Ibid. 55 Ibid.
54
47
Kewajiban : a. Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial). b. Sopan dalam bertutur dan bertindak. c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar. d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan. e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim. Larangan : a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani. b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara. c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan. d. Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan. e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain. f. Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah. g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang. h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.56 Pengadilan Negeri Surabaya juga berupaya agar tidak terjadi tindak pidana contempt of court dengan cara menempel tata tertib yang harus ditaati oleh para pihak yang mengikuti proses persidangan di setiap pintu ruang persidangan. Tata tertib tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pada saat majelis Hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk memberi hormat. 2. Selama sidang berlangsung, pengunjung sidang harus duduk sopan dan tertib di tempatnya masing-masing dan memlihara ketertiban ruang sidang. 3. Pengunjung sidang dilarang makan, minum, merokok, membaca koran, atau malakukan tindakan yang dapat mengganggu jalanya persidangan.
56
Musyawarah Nasional (Munas) IKAHI ke XIII di Bandung
48
4. Di dalam ruang sidang siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan. 5. Siapapun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak, atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawa wajib menitipkan pada tempat yang disediakan khusus untuk itu yaitu pos satpam. 6. Siapapun dilarang membawa handphone, handy talky, dalam keadaan aktif dalam ruang sidang. 7. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh ketua sidang untuk memelihara tata tertib persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat. 8. Tanpa surat perintah petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya dapat melakukan penggeledahan badan untuk menjamin kehadiran seseorang di ruang sidang tidak membawa senjata bahan atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang. 9. Pengambilan foto, rekaman suara, atau rekaman tv harus meminta izin terlebih dahulu kepada hakim ketua sidang. 10. Siapapun disidang pengadilan, bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib persidangan dan setelah hakim ketua memberi peringatan masih melanggar tata tertib tersebut, maka atas perintah hakim ketua sidang yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang dan apabila pelanggaran tata tertib dimaksud bersifat tindakan pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.57 C. Putusan Pengadilan Negeri Purwakarta No: 241/Pid B/2006/PN.PWK, Tentang
Contempt of court. Pengadilan Negeri Purwakarta yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam peradilan tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut atas terdakwa: Utih Kusumadi, lahir Purwakarta (57) jenis kelamin laki-laki, kebangsaan Indonesia, tempat tinggal di Jl. Raya Curug No. 192 RT 19/08 Kelurahan Mekar, kabupaten Purwakarta.
57
Data Pengadilan Negeri Surabaya
49
Menimbang bahwa, terdakwa diajukan penuntut umum ke persidangan di dakwa dengan dakwaan alternative sebagai berikut: Kesatu: melanggar pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP, atau Kedua: melanggar pasal 310 ayat 1 KUHP jo pasal 316 KUHP Menimbang bahwa, oleh karena dakwaan Penuntut Umum berbrntuk alternatif, maka Majelis Hakim bebas memilih mempertimbangkan dakwaan mana yang lebih mendekati dengan fakta yang terungkap di persidangan. Untuk itu Mejelis Hakim Memilih untuk mempertimbangkan dakwaan kesatu melanggar pasal 335 ayat 1 ke 1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1. Barang siapa 2. Dengan melawan hak 3. Memaksa orang lain 4. Dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain ataupun dengan yang tidak menyenangkan atau dengan ancaman kekerasan dengan suatu perbuatan lain, ataupun ancaman dengan perbuatan perbuatan tak menyenangkan, akan melakukan sesuatu itu, baik terhadap orang tersebut maupun terhdap orang lain; Selanjutnya masing-masing unsure akan dipertimbangkan sesuai fakta persidangan sebagai berikut:
50
1. Unsur Barang Siapa Menimbang, bahwa unsur barang siapa menurut pendapat Majelis Hakim mengacu kepada sujek hukum pelaku tindak pidana, berhubungan erat dengan pertanggung jawaban pidana dan sebagai sarana pencegah eror in persona; Menimbang bahwa, orang yang diajukan ke persidangan ternyata benar terdakwa UTIH KUSUMADI yang telah didakwa Penuntut Umum sebagai pelaku tindak pidana dalam dakwaannya, hal ini diketahui dari pengakuan terdakwa sendiri saat identitasnya dibacakan pada awal persidangan maupun keterangan para saksi diantaranya SRI SUHARINI, SH., RITA RIANA Sm.Hk, NURMANIA, SH., KHAIRUL, MAMAN dan saksi DADANG; Menimbang, bahwa selama persidangan tidak terlihat adanya kelainan psikis dari tingkah lakunya selama persidangan dilaksanakan, sehingga oleh karenanya Majelis Hakim berpendapat terdakwa adalah orang yang mampu menurut hukum; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur pertama ini telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa; 2. Unsur dengan melawan hak memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan barang sesuatu apa;
51
Menimbang bahwa, unsur melawan hak ini jika ditinjau dari doktrin ilmu hukum berhubungan dengan pengertian : a. Bertentangan dengan Undang-undang b. Bertentangan dengan kewajibannya sebagai warga Negara yang baik c. Bertentangan dengan kepatutan Bahwa
hal
yang
bertentangan
dengan
Undang-undang
atau
kewajibannya atau kepatutan itu ditujukan untuk memaksa orang lain, agar malakukan, tiada melakukan atau membiarkan barang suatu apa Menimbang bahwa, dalam hubungannya dengan pelaksanaan tugas Hakim, tidak ada satupun kekuasaan yang sah menurut undang-undang dan bahkan konstitusi, yang diijinkan dan dapat memaksa Hakim untuk bersidang, kecuali Hakim yang bersangkutan sendiri telah menentukan jadwal persidangannya, yang dilaksanakannya bukan karena perintah siapapun akan tetapi karena kewajibanyang melekat langsung pada jabatannya itu; Bahwa seluruh jalannya persidangan diatur dan dikendalikan sendiri oleh hakim yang bertugas pada saat itu, bukan karena kekuasaan lain, yang merupakan perwujudan dari kebebasan hakim yang dijamin oleh UUD 1945; Menimbang bahwa, selanjutnya rumusan ini akan dihubungkan dengan fakta yang terungkap di persidangan;
52
Bahwa pada locus dan tempusdeliciti tersebut saat saksi SRI SUHARINI sedang menjalankan tugasnya sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Purwakarta, tepatnya saat sidang perkara tindak pidana laulu lintas sedang dilaksanakan, terdakwa telah maju ke kursi terdakwa saat nama pelanggar “KARDINAL” di panggil oleh petugas kejaksaan saksi MAMAN; Bahwa terdakwa setelah tanyakan SRI SUHARINI, apakah ia mempunyai surat kuasa untuk menggantikan KARDINAL tersebut mengaku mempunyai kuasa dan kemudian terdakwa menyerahkan bukti tilang berwarna merah kepada SRI SUHARINI, akan tetapi ternyata tidak ada satupun tulisan atau keterangan yang menunjukkan terdakwa adalah penerima kuasa dari KARDINAL tersebut, kolom kuasa itu kosong sebagaimana diterangkan saksi SUHARINI, saksi RITA dan MAMAN. Oleh karenanya, saksi SRI SUHARINI menyampaikan kepada terdakwa bahwa ia tidak mempunyai kuasa, berkas dapat diambil setelah verstek; Bahwa terdakwa tetap berkeras ingin disidangkan dengan alasan bukti tilang yang ada padanya adalah juga sekaligus sebagai kuasa, dan terdakwa tetap menghendaki agar ia diikutkan sidang sebagai kuasa dari KARDINAL tersebut, dan tidak mematuhi perintah hakim, bahkan dengan nada keras berbantahan dengan hakim sehingga akhirnya terdakwa diusir keluar dan digiring oleh saksi KAHIRUL keluar ruang sidang.
53
Bahwa setelah melihat dan mempelajari sendiri berkas tilang dimaksud Majelis Hakim tidak melihat atau menemui keterangan bahwa terdakwa adalah kuasa dari KARDINAL tersebut, kolom penerima kuasa pada bukti tilang dimaksud kosong, kecuali kolom petugas dan terdakwa KARDINAL; Bahwa
terdakwa
tetap
bersikeras
agar
disidangkan
mewakili
KARDINAL dan bahkan selanjutnya sambil brdiri terdakwa merebut berkas tilang yang berwarna merah yang sedang dipegang oleh SUHARINI; Bahwa perbuatan terdakwa memaksakan kehendaknya kepada Hakim yang sedang bersidang yaitu saksi SRI SUHARINI itu menurut pendapat Majelis Hakim Adalah tanpa hak, bertentangan dengan Hukum Acara yang berlaku khususnya tentang tata tertib persidangan, sebagaimana maksud Pasal 217 dan 218 KUHAP yang bunyinya sebagai berikut; Pasal 217: (1) Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan (2) Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib dipersidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat Pasal 218 1. Dalam ruang persidangan saipa pun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan
54
2. Siapapun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang 3. Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat suatu tindak pidana, tidak menutup kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya. Bahwa pergerakan terdakwa dari kursi pengunjung selanjutnya duduk di kursi terdakwa dan berdiri maupun duduk, berdiri serta merebut berkas tilang yang sedang dipegang SRI SUHARINI itu adalah tanpa hak, melanggar dan bertentangan dengan tata tertib persidangan, bahkan secara nyata mengakibatkan telah terganggunya
SRI SUHARINI dalam
melaksanakan tugasnya tersebut; Bahwa akhirnya diperintahkan keluar ruang sidang, namun terdakwa bukannya menyadari kesalahannya akan tetapi terdakwa telah menunjukkan sikap yang sangat tidak pantas dilakukan oleh warga Negara Indonesia dihadapan persidangan yang bahkan presiden sekalipun harus tunduk dan mematuhinya; Bahwa terdakwa dengan sikap demonstrative dan arogannya itu merebut berkas yang sedang berada di tangan SRI SUHARINI tersebut,
55
selanjutnya terdakwa digiring keluar oleh saksi KHAIRUL, Satpam Pengadilan Negeri Purwakarta; Menimbang bahwa, fakta di atas menunjukkan kepada Majelis Hakim terdakwa telah tanpa hak memaksa saksi SRI SUHARINI menyidangkan perkara a.n. KARDINAL, dengan terdakwa sebagai wakilnya; Menimbang bahwa, oleh karenanya unsur kedua ini telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa; 3. Unsur dengan kekerasan, dengan suatu perbuatan lain ataupun dengan perbuatan yang tak menyenangkan, akan melakukan sesuatu itu, baik terhadap orang itu, maupun orang lain Menimbang bahwa, unsur ketiga ini bersifat alternatif, sehingga dengan terpenuhi salah satu kondisi dalam sub unsur itu, maka terbuktilah unsur ketiga ini; Bahwa unsur ini merupakan alat terdakwa untuk memaksakan kehendaknya seperti yang diuraikan dalam dakwaan kedua diatas yang menjadi satu-kesatuan yang tak terpisahkan dengan pertimbangan unsur ketiga ini; Bahwa sesuai fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa telah melakukan perbuatan duduk di bangku terdakwa, untuk melaksanakan kehendaknya sebagai wakil/kuasa dari KARDINAL, yang pada hari itu dijadwalkan persidangan perkara tindak pidana lalu lintas;
56
Bahwa kemudian karena saksi SRI DUHARINI, tidak melihat adanya kuasa yang sah atas diri terdakwa untuk menggantikan cardinal tersebut, maka saksi SRI SUHARINI telah menolak terdakwa sebagai kuasa dari KARDINAL; Bahwa terdakwatidak puas, berbantahan dengan Hakim yaitu saksi SRI SUHARINI, dan menunjukkan sikap yang menolak perintah yang telah dikeluarkan saksi SRI SUHARINI tersebut, bahwa perbuatan terdakwa itu sedemikian rupa untuk memaksakan kehendaknya sebagai kuasa dari KARDINAL tersebut, sehingga akhirnya untuk tertibnya sidang terdakwa telah diperintahkan saksi SRI SUHARINI keluar; Bahwa terdakwa tidak segera mematuhi perintah saksi SRI SUHARINI, akan tetapi terdakwa berdiri dan melangkah maju ke hadapan meja Hakim dan selanjutnya merebut dengan kasar berkas tilang yang sedang dipegang oleh saksi SRI SUHARINI tersebut, sebagaimana yang diterangkan saksi SRI SUHARINI, dan dibenarkan oleh saksi RITA, saksi MAMAN, saksi KAHIRUL; Bahwa perbuatan terdakwa disaksikan oleh RITA RIANA sm.Hk yang sedang bertugas sebagai Penietera Pengganti, saksi MAMAN petugas kejaksaan dan saksi KAHIRUL, Satpam Pengadilan Negeri Purwakarta bahkan disaksikan oleh saksi NURMANIAH, SH Panitera pada Pengadilan Negeri Purwakarta;
57
Bahwa terdakwa setelah digiring keluar oleh saksi KAHIRUL, saat saksi SRI SUHARINI keluar dari ruang sidang setelah menyelesaikan tugasnya, berpapasan dengan terdakwa yang masih berada tidak jauh dari pintu ruang sidang; Bahwa terdakwa mengeluarkan kata-kata “Goblok kamu Hakim tidak becus” kearah saksi SRI SUHARINI, kata-kata yang didengar oleh saksi SRI SUHARINI, saksi RITA RIANA, saksi MAMAN, saksi KAHIRUL,
saksi
NURMANIAH,
dan
saksi
DADANG
(petugas
kepolisisan); Bahwa saksi SRI SUHARINI berbalik dan mengatakan “Contempt of court kamu” dan terdakwa dengan cepat menjawab “kamu yang Contempt of court” Bahwa
perkataan
demikian
dilontarkan
terdakwa
disamping
melecehakn hakim SRI SUHARINI, menurut majelis hakim merupakan ungkapan kekesalan terdakwa atas tidak dipenuhinya keinginan terdakwa untuk ikut sidang beberapa saat sebelumnya; Menimbang bahwa, perbuatan yang dilakukan terdakwa di dalam ruang sidang menurut pendapat Majelis Hakim merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak menghargai dan menghormati kewibawaann pengadilan sebagai institusi pelaksana kekuasaan kehakiman yang diikuti dengan perkara terdakwa di luar sidang yang sangat melecehkan kehormatan hakim;
58
Menimbang bahwa, oleh karena keseluruhan unsur dakwaan kesatu Penuntut Umum telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa, maka Majelis Hakimberpendapat dan berkeyakinan terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Dengan melawan hak memaksa orang melakukan suatu perbuatan.”; menimbang bahwa, tindak pidana ini dilakukan terdakwa terhadap hakim yang sedang melaksanakan tugasnya untuk itu akan dipertimbangkan sebagai berikut; Bahwa sampai hari ini, saat perkara ini diputus pengamanan terhadap Hakim terutama dalam melaksanakan persidangan adalah sangat minim, dan boleh dikatakan tidak ada perhatian apapun dari Negara terutama dalam hal pengadaan tenaga pengamanan yang memadai dari segi jumlah dan kualitas; Bahwa pengaturan tentang pengamanan Hakim dalam persidangan maupun dalam kesehariannya adalah diperlukan, mengingat besarnya ancaman dan risiko yang dihadapi Hakim, apalagi secara fisik dan tuntutan pekerjaannya Hakim tidak dipersiapkan untuk melakukan pengamanan diri sendiri sebagaimana petugas kepolisian atau militer; Bahwa selain dari masalah pengamanan yang ternyata sampai sekarang juga tidak ada aturan yang tegas dan jelas tentang hal yang dalam berbagai literature dikenal dengan istilah “Contempt of court” sebagaimana Negara lain dibelahan dunia ini telah mempunyainya;
59
Bahwa perjalanan perkara ini sejak kejadian jum’at 10 Februari 2006 sampai disidangkan September 2006 menimbulkan suatu pertanyaan yang mendasar tentang keseriusan jajaran aparat penegak hukum dalam melindungi wibawa dan kehormatan Hakim, dalam arti setidaknya tanggap seharusnya penyelesaian perkara ini dalam prioritas utama, bahkan cenderung memandang perkara ini sepele bahkan lebih sepele disbanding penanganan pencurian yang dalam waktu 3 (tiga) bulan sudah sampai di Pengadilan dan disidangkan; Bahwa ketidakperdulian harus segera diakhiri jika memang Negara Indonesia ini adalah Negara Hukum, dan tentu saja Hakim merupakan pelaksana Kekuasaan Kehakiman dan menjadi korban tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya itu adalah sewajarnya dan sepantasnya mendapatkan prioritas dalam penanganan oleh jajaran penegak hukum; Bahwa satu-satunya cara adalah dengan membuat jalur pendek dalam penanganan perkara yang berhubungan dengan Contempt of court ini tanpa harus menunggu prosedur perkara biasanya yang penjang yaitu laporan ke polisi, penyidik membuat BAP P 21 kejaksaan, Jaksa melakukan penuntutan sampai akhirnya disidangkan ke Pengadilan; Bahwa prosedur penanganan yang cepat adalah langsung Hakim yang bersangkutan
yang menghukum
60
terdakwa dengan pidana, sehingga
kewibawaan dan kehormatan Hakim dapat ditegakkan seketika saat dilakukannya tindak pidana tersebut; Bahwa hal ini memang merupakan pengecualian dari ketentuan umum yang menyebutkan hakim tidak boleh mengadili sendiri perkaranya, akan tetapi bukan sesuatu yang aneh di Negara lain dalam hal Contempt of court sebagai missal kasus kesaksian palsu dalam perkara Anwar Ibrahim di Malaysia yang langsung diberi hukuman oleh hakim yang bersangkutan, tanpa menempuh prosedur panjang dan melelahkan. Menimbang bahwa, selanjutnya, pemahaman Majelis Hakim tentang Contempt of court adalah terbatas dan seharusnya memang dibatasi hanya dalam hal peradilan proses persidangan pengadilan atau berhubungan dengan persidangan pengadilan maupun pelaksanaan putusan pengadilan dan ditujukan tidak hanya kepada Hakim akan tetapi juga bias ditujukan aparat pengadilan lainnya seperti jurusita yang melakukan eksekusi, tidak memenuhi panggilan sah pengadilan, pelanggaran tata tertib persidangan , pelanggaran larangan membawa senjata ke dalam ruang sidang, saksi palsu/ sumpah palsu; Bahwa pemahaman yang memperluas pengertian Contempt of court sampai kepada aparat lain dalam criminal justice system menurut pendapat Majelis Hakim disamping sudah terlalu luas dan menjauh dari arti Court itu sendiriyang mengacu kepada pengadilan, juga pada akhirnya akan
61
menurunkan citra khusus, special, istimewa yang ingin ditunjukkan oleh istilah itu, karena semakin luas lingkup yang diaturnya menjadikan Contempt of court sebagai hal yang biasa saja, tidak lagi istimewa; Menimbang bahwa, istilah Contempt of court sampai saat ini belum mempunyai padanan resmi dalam hukum positif di Indonesia, karena tanpa sebab yang jelasbelum ada aturan yang khusus mengatur, sehingga untuk memudahkan pemahaman dan memberikan citra keindonesiaan dalam istilah itu Majelis Hakim perlu untuk memberikan padanan yang resmi; Menimbang bahwa, mengenai Hakim dan segaa hal yang menyangkut pelaksanaan tugasnya itu, dalam UUD 1945 dikenal istilah “Kekuasaan Kehakiman” tepatnya pengaturan mengenai itu adalah dalam Bab IX pasal 24; Bahwa istilah Kekuasaan Kehakiman diartikan sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (ayat 1), dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badanbadan peradilan di bawahnya, oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (ayat2); Bahwa istilah pemberian tugas yang jelas dalan UUD 1945 itu sekaligus menolak pemikiran untuk melebarkan pengertian peradilan yang meliputi juga kepolisian, kejaksaan dan pemasyarakatan, karena tidak ada dasar konstitusionalnya;
62
Menimbang bahwa, karena istilah resmi dalam konstitusi adalah Kekuasaan Kehakiman, sehingga “Contempt of court” menurut pendapat Majelis Hakim lebih tepat diartikan sebagai tindakan menentang Kekuasaan Kehakiman”. Menimbang bahwa, dengan pemahaman diats, maka terdakwa sekarang ini menurut Majelis Hakim adalah termasuk dalam tindakan “Menentang Kekuasaan Kehakiman” (Contempt of court) dalam arti yang sebenarnya; Menimbang bahwa, sekalipun diatas telah dikualifikasikan tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa “dengan melawan hak, memaksa orang melakukan suatu perbuatan, namun dengan uraian pertimbangan diatas, Majelis Hakim perlu merumuskan kualifikasi yang lebih spesifik bagi perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yaitu: “Tindak pidana menentang Kekuasaan Kehakiman: dengan melawan hak memaksa hakim bersidang”; Menimbang bahwa, oleh karena terdakwa telah terbukti bersalah, maka sesuai pasal 193 ayat (1) KUHAP, harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya; Menimbang bahwa, sebelum menjatuhkan pidana Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal berikut: Hal-hal yang memberatkan: 1. Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap Hakim yang sedang bersidang
63
2. Terdakwa tidak pernah menyadari ataupun menyesali perbuatannya 3. Perbuatan terdakwa telah merongrong dan mencederai kewibawaan dan kehormatan Pengadilan 4. Terdakwa pernah dihukum dalam kasus sejenis sebanyak 2 kali, pertama hukuman percobaan, kedua dijatuhi pidana penjara Hal-hal yang meringankan: 1. Terdakwa bersikap sopan selama persidangan 2. Terdakwa punya tanggungan keluarga Manimbang bahwa, Majelis Hakim akan mengenai masa penahanan yang telah dilakukan atas terdakwa, sesuai dengan pasal 22 (4) KUHAP akan dikurangkan sepenuhnya dengan pidana yang dijatuhkan; Menimbang bahwa, oleh karena hukuman yang akan dijatuhkan melebihi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa sesuai dengan pasal 193 ayat (2)b KUHAP, terdakwa harus tetap ditahan; Manimbang bahwa, mengenai barang bukti berupa: 1. 2 lembar foto copy bukti pelanggaran tilang lalulintas No.16274758C dan No. 16274759C tertanggal Rabu, 25 Januari 2006; 2. 2 lembar foto copy STNK NOPOL T. 1963 AA dan T. 1920 AB; Sesuai dengan pasal 194 KUHAP statusnya harus ditetapkan, sehingga Majelis Hakim berpendapat untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan hukum di masa datang, pengembangan perundang-undangan
64
khususnya mengenai “Contempt of court” dan rujukan praktisi hukum, ilmuan, pengemban profesi hukum lainnya dan masyarakat serta untuk fairnya putusan ini, cukup alas an hukum untuk memerintahkannya tetap dilampirkan dalam berkas perkara ini; Mengingat dan memperhatikan pasal 24 UUD 1945, UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman, Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHAP dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, serta peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan perkara ini; MENGADILI 1. Menyatakan terdakwa UTIH KUSUMADI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “tindak pidana Menentang Kekuasaan Kehakiman: dengan melawan hak memaksa hakim untuk bersidang” 2. Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa dengan pidana selama 1 (satu) tahun; 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan; 4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan; 5. Memerintahkan agar barang bukti berupa: -
2 lembar foto copy bukti pelanggaran tilang lalu lintas No. 16274758C dan No. 16274759C tertanggal Rabu, 25 Januari 2006;
65
-
2 lembar foto copy STNK NOPOL T. 1963 AA dan T. 1920 AB; tetap terlampir dalam berkas;
6. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah). Demikianlah
diputuskan
dalam
musyawarah
Majelis
Hakim
Pengadilan Negeri Purwakarta pada hari Rabu, tanggal 24 Januari 2007 oleh kami, R. HENDRAL, SH sebagai Hakim Ketua Majelis, AGUS HAMZAH, SH dan AGUSTINA DYAH P., SH., masing-masing sebagai Hakim Anggota. Putusan diucapkan pada hari itu juga, dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis tersebut didampingi Hakim-Hakim Anggota, dibantu oleh JUJU YOHANA, Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Purwakarta dihadiri oleh RISTU, SH., Penuntut Umum
pada
Kejaksaan
Negeri
Purwakarta
KUSUMADI.58
58
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas & contempt of Court, 325
66
dan
terdakwa
UTIH
BAB IV ANALISIS TERHADAP PERBUATAN CONTEMPT OF COURT DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA MENURUT FIQH JINAYAH
A. Analisis Perbuatan Contempt of Court di Pengadilan Negeri Surabaya Dari uraian-uraian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, yakni menyangkut perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya, maka dapat dikemukakan suatu analisis sebagai berikut. Menurut penjelasan umum butir 4 alenia 4 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, pengertian contempt of court adalah perbuatan, tingkah laku, sikap dan/ ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan. Apabila dihubungkan dengan pengertian contempt of court sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka pengertian contempt of court tertuju pada wibawa, martabat dan kehormatan badan peradilan, namun badan atau lembaga peradilan adalah sesuatu yang abstrak (dianggap sesuatu yang tidak konkrit karena mempunyai fisik walaupun benda mati), maka ketiga hal tersebut ditujukan pada : d. Manusia yang menggerakkan lembaga tersebut; e. Hasil buatan lembaga tersebut;
67
f. Proses kegiatan dari lembaga tersebut;59 Istilah contempt of court pada dasarnya mempunyai ruang lingkup variasi yang sangat luas sehingga tidak mudah untuk menjelaskan bentuk dan karakteristik perbuatan yang di kategorikan suatu contempt of court. Sehingga banyak perbuatan contempt of court hukuman. Namun Berdasarkan 5 karakteristik perbuatan contempt of court menurut pandangan Oemar Seno Adji, maka perbuatan contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya dapat diketahui bentuk contempt of courtnya.
No.
Kasus
1
Advokat Pamudji
@2
Nasabah Surya
3
John Key cs
BPR
Perbuatan contempt of court
Karakteristik contempt of court Menyerang integritas dan impertialitas peradilan (scandalizing the court). Tidak berkelakuan baik dalam peradilan (misbehaving in court)
Berkomentar di media massa menilai seorang hakim di Surabaya melanggar hukum acara PT. Berteriak-teriak menggelar poster sambil mengipasngipas lembaran pecahan 10.000-an kepada Majelis Hakim Menghina dan mengancam Mengacaukan peradilan akan membunuh Jaksa (obstructing justice) Penuntut Umum karena merasa tidak terima dengan tuntutan jaksa.
59
Padmo Wahyono, Contempt of court dalam peradilan di Indonesia, dalam Era Hukum No.1 Tahun 1987, 22
68
Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan di pengadilan Surabaya tersebut telah dapat dikategorikan tindak pidana contempt of court. Begitu pula dengan melihat definisi contempt of court dari putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwakarta yang membuat definisi contempt of court adalah sebagai perbuatan yang menentang Kekuasaan Kehakiman. Sehingga hal ini dapat di jadikan rujukan bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan hukum di masa datang, pengembangan perundang-undangan khususnya mengenai “Contempt of court” dan rujukan praktisi hukum, ilmuan, pengemban profesi hukum lainnya dan masyarakat. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan hakim di Pengadilan Negeri Surabaya, bahwasanya penindakan terhadap pelaku tindak pidana contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya hanya bersifat preventif / pencegahan yaitu pasal yang digunakan adalah pasal-pasal KUHAP. Karena penindakan hukum terhadap pelaku contempt of court masih menjadi kontroversi. Hal ini disebabkan belum adanya Undang-undang Khusus tentang tindak pidana contempt of court.60 Hal tersebut berdasarkan dari penanganan terhadap 2 kasus yang pernah terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya. Pertama, yaitu kasus contempt of court yang dilakukan pengunjung sidang. Hakim akan meperingatkan hingga
60
Bapak Syarifudin Ainor Rofik, Wawancara, 6 Desember 2012
69
mengeluarkan dari ruang persidangan.61 Kedua, yaitu contempt of court yang dilakukan oleh Jhon Kei yang mengancam akan membunuh jaksa. Dalam hal ini hakim akan menskors jalannya persidangan hingga situasi membaik.62 Hakim akan memberikan penindakan secara represif ketika adanya Undang-Undang yang mengaturnya. Seperti penindakan yang di berikan hakim kepada Advokat Pamudji. Hakim meberikan sanksi larangan berpraktek selama 3 bulan kepada advokat Pamudji berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) No: M. 03-PR’08.05 Tahun 1987 tentang tata cara pengawasan, penindakan, dan pembelaan diri Penasehat Hukum.63. Padahal berdasarkan Namun dalam pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menyebutkan : “ Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”
Pasal di atas menjelaskan kedudukan dan wewenang hakim, dimana ketika hakim mendapati perkara atau kasus yang belum ada Undang-undangnya / hukum tertulis yang mengaturnya, maka hakim harus menemukan hukumnya dengan menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Menurut penulis, hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pasal-pasal KUHP yang dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana contempt of court seperti
61
Ibid. Ibid. 63 Agus Pambudi, Wawancara, 6 Desember 2012 62
70
yang telah disebutkan pada bab-bab sebelumnya. Karena menurut pendapat Padmo Wahyono bahwa di Indonesia perlindungan terhadap pengadilan sehingga dapat mencegah (preventif) dan menghukum (represif) setiap usaha untuk mencemarkan nama baik berupa gangguan, hambatan, tantangan maupun ancaman sudah ada pengaturanya, yaitu dalam KUHP dan KUHAP.64 Selain faktor belum adanya aturan baku tentang contempt of court, faktor lain yang mempengaruhi hakim dalam memberikan penidakan terhadap pelaku contempt of court adalah bahwasanya proses hukum akan mengganggu tugas Hakim.65 Proses hukum di Indonesia dirasa terlalu panjang dan lama, dan di satu sisi menjadi permasalahan yang cukup dilematis bagi Hakim yang menjadi korban contempt of court, karena harus diperiksa dan didengar keterangannya sebagai saksi korban, baik pada waktu Penyidikan maupun pada saat persidangan, keadaan tersebut mengakibatkan banyaknya kasus-kasus contempt of court tidak ditindak lanjuti secara hukum dan para pelaku contempt of court menjadi bebas, karena tidak ada penuntutan dan pemidanaan terhadapnya. Menurut Indriyanto Seno Adji, sebaiknya, lembaga yang sesuai dengan prosedural pemeriksaan contempt of court adalah acara yang dikenal dengan KUHAP sebagai “Acara Pemeriksaan Singkat” bagi contempt of court yang
64
Padmo Wahjono, Contempt of court dalam Peradilan di Indonesia, Hukum dan Pembangunan, 1986, 336 65 Bapak Syarifudin Ainor Rofik, Wawancara, 6 Desember 2012
71
bentuknya Ex Facie (tindak pidana contempt of court yang terjadi di luar sidang pengadilan). Serta bagi tindak pidana contempt of court dalam bentuk In Facie (tindak pidana contempt of court yang terjadi di dalam sidang pengadilan) yaitu menggunakan cara seperti yang ada di negara Inggris sebagai pencetus contempt of court act, yaitu menempuh prosedurnya adalah tanpa adanya suatu hearing dan tanpa adanya prosedural lainnya. Misalnya seorang terdakwa sedang dikenakan pemeriksaan pencurian di proses persidangan. Dalam prosesnya, pengacara, terdakwa maupun pengunjung sidang melakukan tindakan
atau
ucapan yang dapat mengganggu jalannya persidangan atau merendahkan martabat persidangan, maka saat itu hakim dapat memerintahkan pelaku untuk dikenakan hukuman penjara atau denda, dan sementara menempatkannya di penjara sampai yang bersangkutan benjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.66 Menurut hemat penulis, hal ini juga dapat diatasi dengan mengadakan penambahan hakim di Pengadilan Negeri Surabaya. Sehingga ketika hakim berhalangan karena terkait kasus contempt of court. Terdapat pengganti untuk melaksanakan tugas hakim tersebut. B. Analisis Perbuatan Contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya Menurut Fiqih Jinayah
66
Oemar Seno Adi, Peradilan Bebas dan Contempt of court, (Jakarta: Diadit Media, 2007), 222
72
Melihat aplikasi penindakan kasus-kasus tindak pidana contempt of court di pengadilan negeri surabaya dapat dianalisis sebagai berikut : Setelah penyusun menguraikan landasan teori dan memaparkan pandangan dari Hakim Pengadilan Negeri Surabaya tentang contempt of court yang
terjadi
di
Pengadilan
Negeri
Surabaya
sebagaimana
konsep
Pemberontakan (al-bagyu) dan kedudukan dan wewenang hakim dalam hukum pidana Islam pada bab-bab sebelumnya, maka dalam bab empat ini penyusun akan mencoba menganalisnya dalam perspektif hukum Islam. Dalam Islam pembentukan imamah atau pemerintahan yang merupakan bagian dari fardu kifayah sama halnya dengan pembentukan pengadilan. Hal ini karena umat memerlukan seseorang pemimpin (ima>m) yang menjalankan urusan-urusan agama, membela sunnah, menyantuni orang yang teraniaya, serta mengatur hak dan kewajiban warga Negara (umat). Apabila imamah telah terbentuk maka tindakan pembangkangan terhadapnya merupakan suatu tindakan pemberontakan. Definisi pemberontakan terhadap imam
yang dikemukakan oleh para
ulama terlihat adanya perbedaan yang menyangkut persyaratan yang harus dipenuhi dalam jarimah pemberontakan, tetapi tidak dalam unsur prinsipil. Apabila diambil intisari dari definisi-definisi tersebut, dapat dikemukakan
73
bahwa pemberontakan adalah pembangkangan terhadap kepala Negara (Ima>m) dengan menggunakan kekuatan berdasarkan argumentasi atau alasan (ta>’wil).67 Menurut mazhab empat dan syi’ah zaidiyah, haram hukumnya keluar (membangkang) dari hakim bahkan hakim yang fasik sekalipun, walaupun pembangkangan itu dimaksudkan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Alasanya adalah
karena
pembangkangan
terhadap
hakim
itu
biasanya
justru
mendatangkan akibat yang lebih mungkar, yaitu timbulnya fitnah, pertumpahan darah, merebaknya kerusakan dan kekacauan dalam Negara, serta terganggunya ketertiban dan keamanan.68 Suatu perbuatan dikatakan sebagai jarimah pemberontakan (al-Bagyu) jika telah memenuhi unsur-unsur jarimah pemberontakan. Berikut penjelasan mengenai unsur-unsur jarimah pemberontakan yang ditelusuri melalui kasus yang diangkat oleh penulis. Yaitu penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) 1. Unsur formil yakni nash yang mengaturnya Sebagaimana berdasarkan pada firman Allah SWT dalam QS. an-Nisa>’ ayat 59 yang berbunyi :
67
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, 111 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), 111
68
74
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Berdasarkan pada ayat tersebut, maka contempt of court merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah karena mentaati perintah Imam adalah lebih baik akibatnya. 2. Unsur Materiil yaitu perbuatan seseorang yang menunjukkan jarimah hal ini tampak dari perbuatan, tingkah laku, sikap dan/ ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan. 3. Unsur Moril yaitu pelaku Jarimah adalah Mukallaf yang dapat bertanggung jawab atas perbuatannya. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa semua pelaku contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya seorang mukallaf yang dapat dituntut atas perbuatan yang dilakukannya. Sehingga bagi pelaku tindak pidana contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya pantas untuk mendapatkan hukuman.
75
Hukuman tersebut adalah berdasarkan firman Allah SWT dalam surah al-Hujurat (49) ayat 9 :
artinya : “Dan apabila ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Ayat diatas menjelaskan bahwa pelaku contempt of court harus di perangi hingga mereka kembali kepada perintah Allah. Menurut konsep albagyu, pelaku contempt of court seperti yang terjadi di pengadilan surabaya haruslah diberikan sanksi hukuman oleh Hakim pengadilan Negeri Surabaya. Hukuman untuk para pemberontak tersebut adalah dengan ditangkap dan memenjarakan mereka sampai mereka sadar dan tobat.69 Hanafi, A, M.A mengatakan bahwa tujuan pokok dari penjatuhan hukuman pidana dalam hukum Islam adalah untuk mencegah atau preventif (arradu wa az-zajru) dan pengajaran serta pendidikan atau represif (al-islah wa tahz{ib).70 Pencegahan disini adalah menahan pembuat agar tidak mengulangi
69 70
Abdul Aziz Dahlan et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, 173 A. Hanafi, M.A, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet IV, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), 225
76
perbuatan jarimahnya atau tidak terus menerus melakukan perbuatannya, mencegah orang lain agar tidak melakukannya. Selain untuk mencegah dan mendidik, maka sya>ri’at Isla>m juga memberikan perhatian terhadap si pembuat yakni memberi pelajaran dan mengusahakan agar mereka menjadi orang yang baik. Dalam Al-Qur’an juga telah disebutkan juga tentang independensi hakim dalam memutuskan suatu perkara. Yang seharusnya kita hormati segala pertimbangan seorang hakim. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-Quran (Q.S. An-Nisa : 65)
ْﻓَﻼَ رَﺑﱢﻚَ ﻻَ ﯾُﺆْﻣِﻨُﻮنَ ﺣَﺘﱠﻰ ﯾُﺤَﻜﱢﻤُﻮكَ ﻓِﯿﻤﺎَ ﺷَﺠَﺮَ ﺑَﯿْﻨَﮭُﻢْ ﺛُﻢﱠ ﻻَ ﯾَﺠِﺪُوا {٦٥} ًﻓِﻰ أَﻧْﻔُﺴِﮭَﻢْ ﺣَﺮَﺟﺎً ﻣِﻤّﺎَ ﻗَﻀَﯿْﺖَ وَ ﯾُﺴَﻠﱢﻤُﻮاْ ﺗَﺴْﻠِﯿْﻤﺎ Artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. Sehingga hakim haruslah selalu menerapkan prinisip-prinsip keadilan seperti salah satu yang di contohkan oleh nabi dalam ha>dis| Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
وَﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ – رَﺿِﻲَ اﷲُ ﻋَﻨْﮭَﺎ – أَنْ ﻗُﺮَﯾْﺸَﺎً أَھَﻤﱠﮭُﻢْ ﺷَﺄْنُ اﻟْﻤَﺮْأ ِة – ِ وَﻣَﻦْ ﯾُﻜَﻠﱢﻢُ ﻓِﯿْﮭَﺎ رَﺳُﻮْلُ اﷲ: َ ﻓَﻔَﺎل، ْاﻟْﻤَﺨْﺰُﻣِﯿﱠﺔِ اﻟﱠﺘِﻰ ﺳَﺮَﻗَﺖ ُ وَﻣَﻦْ ﯾَﺨْﺘَﺰِئُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ إِﻻﱠ أَﺳَﺎﻣَﺔُ ﺑْﻦ:ﺻَﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ – ﻓَﻘَﺎﻟُﻮْا ،ُ ﺣِﺐﱡ رَﺳُﻮْلِ اﷲِ – ﺻَﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢَ – ﻓَﻜَﻠﱠﻤَﮫُ أَﺳَﺎﻣَﺔ،ٍزَﯾْﺪ 77
ْ ِ)) أَﺗَﺸْﻔَﻊُ ﻓِﻰ ﺣَﺪﱟ ﻣ: - َﻓَﻘَﺎلَ رَﺳُﻮْلُ اﷲِ – ﺻَﻠﱠﻰ اﷲُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ وَﺳَﻠﱠﻢ ﻦ ْ )) إِﻧﱠﻤَﺎ اَھْﻠَﻚَ اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﻗَﺒْﻠَﻜٌﻢ:َ ﺛُﻢﱠ ﻗَﺎل،َﺣُﺪُوْدِ اﷲِ (( ﺛُﻢﱠ ﻗَﺎمَ ﻓَﺎﺧْﺘَﻄَﺐ ُ وَإِذَا ﺷَﺮَقَ ﻓِﯿْﮭِﻢُ اﻟﻀﱠﻌِﯿْﻒ،ُﻛَﺎﻧُﻮْا إِذَا ﺷَﺮَقَ ﻓِﯿْﮭِﻢُ اﻟﺸﱠﺮِﯾْﻖٌ ﺗَﺮَﻛُﻮْه ْ ﻟَﻮْ ﻋَﻦْ ﻓَﺎﻃِﻤَﺔَ اﺑْﻨَﺔَ ﻣُﺤَﻤﱠﺪٍ ﺳَﺮَﻗَﺖ،ِ وَاﯾْﻢُ اﷲ،أَﻗَﺎمُ ﻋَﻠَﯿْﮫِ اﻟْﺤَﺪﱠ - ﻟَﻘَﻄَﻌْﺖُ ﯾَﺪَهُ (( – أﺧﺮﺟﮫ اﻟﺨﻤﺴﺔ Aisyah r.a. menceritakan bahwa suatu kali kaum Quraisy dibuat panik setelah ada wanita Al-Makhzumiyah (salah satu suku terhormat di kalangan Quraisy) mencuri. Seorang-di antara mereka-berkata, “Siapakah yang berbicara Rasulullah tentang masalah ini?” Mereka menjawab,”Hanya Usamah bin Zaid, orang yang dicintai Rasulullah.” Usamah pun berbicara kepada Rasulullah tentang masalah ini. Rasulullah Saw. bersabda, “Apakah engkau membela salah satu hukuman yang ditetapkan oleh Allah?” Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah. ” Sesuatu yang menghancurkan golongan sebelum kalian adalah jika ada bangsawan terhormat mencuri, mereka membiarkannya. Tetapi jika yang mencuri rakyat jelata, mereka menghukumnya. Demi Allah, andai saja Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya,”(HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, An-Nasa’i dan at-Tirmidzi).71 Dengan demikian setelah prinsip-prinsip keadilan dilaksanakan oleh hakim di harapkan dapat mengurangi kasus-kasus contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya.
71
Muhammad Shidiq Hasan Khan, Ensiklopedia Hadis Sahih..
78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melakukan pemaparan tentang studi terhadap penindakan kasuskasus contempt of court di Pengadilan Negeri Surabaya, maka dalam akhir bab skripsi ini penulis menyimpulkan menjadi 2 poin sesuai dengan rumusan masalah : 1. contempt of court adalah perbuatan, tingkah laku, sikap dan/ ucapan yang dapat merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan badan peradilan atau Perbuatan Menentang Kekuasaan Kehakiman. Perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya telah memenuhi karakteristik contempt of court, namun perbuatan contempt of court yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya Pengadilan Negeri surabaya adalah hanya diberikan hukuman yang bersifat pencegahan (preventif) yaitu cukup dengan menggunakan cara-cara yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tanpa harus menggunakan proses hukum pidana atau hukuman yang bersifat balasan (represif). Hal ini dikarenakan belum adanya Undang-Undang khusus ataupun dalam bentuk penambahan pasal dalam Kitab Undan-undang Hukum Pidana (KUHP) serta panjangnya proses hukum di Indonesia, mulai
79
dari penyelidikan, penyidikan sampai proses persidangan sangatlah mengganggu tugas sehari-hari hakim. sehingga banyak kasus contempt of court tidak diberikan sanksi tegas, baik berupa sanksi administrasi maupun pidana. 2. Menurut Fiqih Jinayah tindak pidana contempt of court merupakan suatu bentuk tindak pemberontakan terhadap ulil amri. Dalam hukum Islam merupakan suatu bentuk jarimah bughat. Bagi pelakunya akan diberikan hukuman yang telah ditentukan. Menurut konsep al-bagyu, pelaku contempt of court seperti yang terjadi di pengadilan surabaya haruslah diberikan sanksi hukuman oleh Hakim pengadilan Negeri Surabaya. Hukuman untuk para pemberontak tersebut adalah dengan ditangkap dan memenjarakan mereka sampai mereka sadar dan tobat. Karena tujuan pokok dari penjatuhan hukuman pidana dalam hukum islam adalah untuk mencegah atau preventif (Ar Radu Wa az-Zajru) dan pengajaran serta pendidikan atau represif (al-islah wa tahz{ib). Oleh karena itu selama sanksi bagi pelaku tindak contempt of court belum diberikan maka kemaslahatan umum pun tidak akan tercipta di Pengadilan Negeri Surabaya. Hakim Pengadilan Negeri surabaya sebagai pejabat dibawah ulil amri (pemimpin) dalam tugasnya menegakkan keadilan salah satunya dalam menindak pelaku tindak pidana contempt of court belumlah terlaksana sepenuhnya.
80
B. Saran Bagi Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam melaksanakan penindakan terhadap pelaku tindak pidana contempt of court seharusnya lebih dioptimalkan lagi, dengan memberikan sanksi yang tegas. Agar tindakan contempt of court tidak terulang lagi dikemudian hari sehingga martabat dan wibawa pengadilan tetap terjunjung tinggi oleh masyarakat.
81