BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendampingan Luas wilayah maritim Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta Km2 (75,3%) dan untuk wilayah daratan mencapai 1,9 juta Km2 (24,7%). Berdasarkan potensi tersebut, sumberdaya kelautan akan menjadi tumpuan harapan bagi bangsa di masa depan. Perlu diketahui bahwa wilayah laut dan pesisir terkandung sejumlah potensi pembangunan yang besar dan beragam, antara lain: (1) sumberdaya yang dapat diperbarui, seperti ikan, udang moluksa, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, hutan mangrove, hewan karang, lamun dan biota laut lainnya. (2) sumber daya tak dapat diperbarui, seperti minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor, dan mineral lainnya. (3) energy kelautan, seperti energy gelombang, pasang surut, angin, dan lainnya. (4) jasajasa lingkungan, misalnya tempat habitat yang indah untuk lokasi parawisata dan rekreasi, media transportasi dan komunikasi, pengatur iklim, penampung limbah, dan sebagainya.1 Sejalan dengan terlaksananya otonomi daerah berdasarkan Udang-Undang No. 22 dan No. 25 tahun 1999, yang hakikatnya terdapat dua prinsip mendasar, di antaranya: (1) mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa, dan kreativitas masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (2) 1
Suhartini dkk, Model-Model Pemberdayaan Masyarakat (: Pustaka Pesantren, 2011), Cet ke-IV, ha. 83-84
1
2
penyelenggaraan otonomi daerah yang semula dilakukan dengan pola bertahap sekarang dilakukan dengan penyerahan total, bulat, utuh dan menyeluruh terhadap semua kewenangan pemerintah, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter/fiscal, agama serta bidang-bidang tertentu yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.2 Bahkan bidang kelautan dan Desa di era kabinet kerja presiden Jokowi-JK sudah dibentuk menteri kelautan dan perikanan, menteri Desa untuk Desa. Dimana dalam kebijakan menteri Desa, setiap Desa dapat dana segar setiap tahun dari pusat sebesar satu milyar (1 M). Kebijakan ini tentu berdampak positif bagi keberlangsungan perekonomian masyarakat nelayan. Tapi tidak bisa hanya berhenti di situ, mestinya harus ada keseimbangan dari masyarakat desa dalam menyambut kebijakan pemerintah tersebut,
guna
terwujudnya
cita-cita
bersama
yaitu
mengembangkan
pembangunan perekonomian mandiri di Desa. Sebagaimana Theodore Schultz, dia memperlihatkan dalam penelitiannya bahwa “mutu” penduduk, yakni kemampuan mereka, baik fisik maupun psikisintelektual, jauh lebih penting untuk proses pembangunan ekonomi dari pada modal fisik.3 Memang tugas masyarakat desa adalah mempertahankan, meluaskan dan membetulkan segala bentuk potensi desanya sendiri termasuk hasil lautnya. Bagaimanpun keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap masyarakat desa,
2
Moh Ali Aziz, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodologi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), Cet ke-I, ha. 126 3 Johannes Muller, Perkembangan Masyakat Lintas Ilmu, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 90.
3
tapi SDM masyarakat desa rendah, maka tidak ada artinya. Malah yang ada penggelapan anggaran yang dilakukan oleh sepihak. SDM yang diharapkan tentu tidak datang secara simsalabim melainkan butuh proses demi proses. Sebagaimana seseorang yang butuh makan nasi, maka dia memasak beras terlebih dahulu, setelah menjadi nasi atau bubur baru bisa dinikmati. Pada proses inilah manusia dituntut untuk memaksimalkan segala potensinya. Karena setiap manusia di samping mempunyai kelebihan namun juga terselip kekurangan. Hubungan sosial manusia satu sama lain tidak bisa ditinggalkan. Para filosof menjelaskan hal ini, bahwa manusia memiliki tabiat sosial.4 Maka dari sinilah pentingnya membangun pergaulan antara satu dengan lainnya. Sebagaimana dalam peribahasa Yunani pada zaman purbakala, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Istilah tersebut menggambarkan bagaimana eratnya hubungan atau pergaulan antara seorang manusia dan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pergaulan ini berawal dari satu orang dengan orang lainnya, kemudian dianjurkan dari suku (kaum, kabilah atau Desa) kepada suku lainnya. Sehingga semakin luaslah pergaulan manusia tersebut pada beberapa ratus tahun terakhir ini. Bukan saja pergaulan dan hubungan antara satu bangsa dan bangsa tetangga saja, tetapi sudah menjadi pergaulan dan hubungan international, yaitu dengan hubungan Negara dengan Negara lain di seluruh dunia.5
4 5
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2001), hal. 69 Kh. Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Bandung : CV Pustaka Setia, 2002. hal. 11
4
Semakin berkembangnya hubungan antar manusia dengan manusia lainnya menjadikan ilmu pengetahuan semakin berkembang. Hal ini menjadi prioritas utama dalam mengejar sebuah ketertinggalan bagi manusia lainnya. Bahkan perkembangan dalam menghadapi kehidupan yang semakin meng-global. Disinilah pentingnya komonitas berperan. Fungsi komunitas terdiri dari lima bagian yaitu fungsi ekonomi, sosialisasi, pelayanan kesehatan yang baik, kontrol sosial dan interpartisipasi sosial serta dukungan mutualistis. (Sumijatun, dkk, 2005).6 Sehubungan dengan judul tulisan, maka komunitas pengolah ikan sebaiknya mampu melahirkan apa yang menjadi tujuan bersama. Maka dalam kaitannya dengan SDM Islam sudah lama mendakwahkan agar supaya umat islam terus megasah ilmu pengetahuan, keterampilan, serta etos kerja yang tinggi. Bahkan Quran menyatakan “sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang merubahnya”, ini artinya betapa pentinya SDM. Sedangkan aset di Dusun Maroceng sebenarnya sangat potensial namun belum dimaksimalkan. Sebut saja 3 (tiga) aset dasar yang dimiliki di antaranya: 1. Manusia. Di Dusun Maroceng aset manusianya sangat potensial, buktinya mereka memiliki komunitas Bunga Harum yang dibentuk dengan tujuan agar para nelayan memiliki wadah untuk mengutarakan aspirasinya. Dan hasil yang sudah dirasakan komunitas ini lumayan banyak, seperti bantuan dari pemerintah, dan semangat kerja bersama. Dan pemudanya selain bersekolah dan nyantri, juga 6
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45572/5/Chapter%20I.pdf. Diakses pada selasa, 12 Oktober 2016
5
giat berolah raga bola voli setiap sore dan mereka cukup semangat serta jauh dari penyakit yang mematikan seperti kanker, HIV aid. Alhasil SDM masyarakat maroceng sangat potensial untuk dikembangkan. 2. Finansial Rata-rata pendapatan mereka sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Khusus komunitas Bunga Harum sebenarnya sudah makmur artinya untuk kebutuhan makan sehari-hari sudah ada. Karena dalam komunitas ini rata-rata memiliki sampan atau perahu penangkap ikan, juga mereka bertani serta ada yang kerja ke industri rumahan seperti buat kejingan, dan alat bangunan lainnya. 3. Sosial Ekonomi Ekonomi merupakan bagian yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan suatu wilayah oleh karena itu di setiap sumber daya alam yang potensial dan dikategorikan sebagai unggulan perlu dikembangkan lebih lanjut dalam sentrasentra produksi. Adapun unggulan yang potensial dapat dikembangkan di Dusun Maroceng dan menjadi modal dasar pertumbuhan wilayah adalah : pertanian, perdagangan, peternakan, pertambakan garam, perikanan laut dan tambak. Dalam konteks ini penulis mencoba untuk mengetengahkan apa yang menjadi judul tulisan yaitu „optimalisasi perekonomian komunitas nelayan. Dimana komunitas nelayan yang setiap hari kerjanya di laut berdebur dengan ombak untuk mencari ikan, yang jelas taruhannya nyawa, namun setelah ikan didapat mereka menjualanya dengan murah. Dengan harapan agar cepat mendapatkan uang. Padahal andaikan mereka mau mengelolanya menjadi
6
barang jadi atau setenagah jadi mungkin akan lebih mahal harganya. Disinilah pentingnya kesadaran akan potensi yang dimiliki. Sebagaimana yang dijelaskan oleh K Mahalli selaku ketua nelayan „Bunga Harum‟ Seandainya komunitas nelayan mau mengembangkan apa yang dimiliki dan tidak selalu bergantung kepada pemerintah, mungkin nelayan di sini akan terus berkembang. Di sini banyak nelayan yang sudah mulai bosan. Karena menurut mereka, menjadi nelayan tidak seberapa menguntungkan. Padahal andaikan mereka tidak bergantung kepada tengkulak yang dengan lihainya memberi bantuan jarring namun dengan syarat ikan terinya harus dijual pada mereka dengan harga yang kurang sesuai.7 Paparan di atas menunjukkan bahwa masyarakat nelayan yang ada di maroceng masih bergantung kepada tengkulak. Sehingga segala sesuatunya diatur oleh yang punya modal. Maka dalam hal ini mereka tidak punya kekuatan untuk mengelola apa yang mereka punya yakni ikan hasil tangkap mereka. B. Fokus Pendampingan Bagaimana strategi pendampingan komunitas nelayan dalam mengelola asset yang dimiliki? C. Manfaat Pendampingan Jelas manfaatnya yang akan dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas Bunga Harum sangat banyak. Mereka akan bertambah ilmu, karena pendampingan bertujuan untuk berbagi cara dan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pendampiangan. 1.
Mereka akan mendapatkan stimulus atau rangsangan dari apa yang mereka
kerjakan. 7
Hasil wawancara dengan K. Mahalli selaku sesepuh komunitas nelayan di Maroceng, Campor Barat pada tanggal 26 Desember 2016
7
2.
Dan insya Allah apa yang mereka kerjakan bermanfaat bagi kehidupan
mereka sekarang dan yang akan datang. D. Pihak Pihak Yang Terkait Pihak pihak yang terkait dengan upaya pemanfaatan hasil tangkap ikan dalam peningkatan ekonomi masyarakat nelayan Desa Campor Barat Kec. Ambunten Kab. Sumenep sebagaiman berikut; 1.
Kepala Desa Campor Barat Kepala Desa mememiliki peran untuk mengkordinasi masyarakat pemilik
lahan perahu atau sampan untuk dimanfaatkan dan dijadikan salah satu peningkatan ekonomi. 2.
Masyarakat Nelayan. Masyarakat merupakan pihak penting yang mampu mensukseskan suatu
pendampingan, karena masyarakat adalah objek maupun subjek dalam suatu pemberdayaan secara mandiri. Seperti para prangkat Desa, pengolah ikan kenduy, para tokoh masyarakat yakni Kiai kampung dan lain-lain. Dari masyarakat peneliti memperoleh informasi-informasi yang valid yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dari masyarakat sendirilah keberhasilan dan kegagalan pendampingan yang dilakukan secara partisipasi aktif. 3.
Lembaga organisasi masyarakat Dalam pendampingan ini tentu saja membutuhkan bantuan-bantuan dari
organisasi masyarakat karena lewat lembaga organisasi itulah proses pendampingan akan lebih mudah dan lebih efektif dari pada berjalan sendiri
8
tanpa ada bantuan dari pihak yang lain. Organisasi masyarakat seperti ibu-ibu PKK, remaja masjid dan lain-lain. 4.
Tokoh agama Dalam proses pendampingan ini perlu tokoh yang disegani oleh masyarakat
untuk menjalankan pendampingan masyarakat melalui komunitas pengolah ikan kenduy. Oleh karena itu tokoh agama sangat berpengaruh untuk meningkatkan proses pendampingan ekonomi kreatif tersebut. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penulisan pendampingan upaya pemanfaatan komunitas pengolah ikan kenduy
dalam pendapatan ekonomi masyarakat
nelayan di Desa Campor Barat Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep, sebagaimana berikut: 1.
Bab I membahas tentang realitas problematika yang ada pada Desa Campor
Barat, Kec. Ambunten Kab. Sumenep, yang meliputi penjelasan tentang pengembangan ekonomi dampingan itu seperti apa, dan fokus pendampingannya serta membahas tentang agenda yang akan dilakukan. 2.
Bab II membahas teori–teori yang mengiringi pendampingan ini seperti:
teori yang membahas teori ekonomi kerakyatan dan teori ekonomi kreatif sebagai pisau analisis dari fakta yang ada di masyarakat melalui komunitas pengolah ikan teri. 3.
Bab III membahas tentang metodologi dan strategi pendampingan berbasis
Aset Bassed Community Development (ABCD) lebih mendalam. 4.
Bab IV membahas tentang profil lokasi dampingan yang meliputi realitas
9
Desa Campor Barat di dalamnya ada letak geografis, iklim, dan demografi. 5.
Bab V membahas tentang aset dan potensi yang ada, meliputi: aset fisik, aset
budaya, mata pencaharian, sosial, peluang dan tantangan dampingan. 6.
Bab VI membahas lebih banyak proses pendampingan mulai proses
discovery, dream, design, define, dan destiny. Kesemua itu diulas lebih mendalam dalam bab ini. 7.
Bab VII membahas tentang refleksi atas dampingan yang dilakukan mulai
dari proses pra-dampingan, saat dampingan, pasca-dampingan serta kesimpulan refleksi atas ketiga sub proses tersebut. 8.
Bab VIII membahas tentang penutup dari proses pendampingan yang
meliputi kesimpulan akan perubahan proses dampingan ini, adanya saran serta rekomendasi atas pendampingan yang dilakukan.