BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Salah satu kebiasaan buruk yang dilakukan manusia yang telah sejak dulu
adalah merokok.Merokok merupakan masalah yang utama bagi kesehatan masyarakat di dunia.Karena dapat menimbulkan kematian. Menurut laporan Global Pengendalian Tembakau tahun 2008, hampir 2/3 perokok tinggal di 10 negara dan Indonesia menempati urutan ke 3 sebagai pengguna rokok, setalah Cina dan India. Berdasarkan survey sosial ekonomi nasional tahun 2004, prevalensi merokok dewasa laki-laki pada tahun 2004 sebesar 63,1%. Sementara prevalensi remaja laki-laki perokok aktif usia 13-15 tahun adalah 24,5% dan remaja usia 15-19 tahun prevalensinya mencapai 33%. Berdasarkan survei gobal tembakau tahun 2006, perokok yang mulai di usia 9 tahun naik dari 0,4% pada tahun 2001 menjadi 1,8% pada tahun 2004 (Helmi, 2008). Survei yang sama pada tahun 2000 yang dilakukan pada remaja jakarta, menemukan bahwa sebanyak 69,9% anak sekolah pernah mendapat materi tentang pendidikan kesehatan yang diberikan di sekolah mengenai bahaya rokok bagi kesehatan, serta adanya keterpaparan siswa dengan iklan rokok sebanyak 92,4%, yaitu iklan perokok pada billboard selama 1 bulan (Helmi, 2008). Menurut WHO, perokok pemula biasnya berawal dari remaja. Remaja yang dapat menghindari rokok sebelum usia 20 tahun, tidak akan merokok di saat dewasa. Remaja senang merokok, karena percaya mereka kebal terhadap penyakit, tak terkalahkan, ingin merasakan sensasi baru, mencari perhatian, dan ingin mendapatkan pengalaman baru (Ftankenberger, 2004).Remaja merokok karena pengaruh keluarga dan teman sebaya yang merokok serta rendahnya koordinasi sekolah dalam mengontrol perilaku didiknya (Tucker, et al., 2008). Di Indonesia, konsumsi tembakau mengalami peningkatan tajam dari 33 milyar batang per hari tahun 1970 meningkat sampai dengan 200 milyar per tahun pada tahun 2000. Angka prevalensi merokok di Indonesia merupakan salah satu di antara yang tertinggi di dunia, 46,8% laki-laki dan 3.1% perempuan dengan usia 10
1
tahun ke atas yang diklasifikasikan sebagai perokok. Jumlah perokok mencapai 62,8 juta, 40% di antaranya berasal dari kalangan ekonomi bawah (Hutapea, 2013). Tingginya jumlah remaja yang merokok karena pengaruh lingkungan dan pergaulan remaja, adanya informasi yang diterima oleh remaja tentang bahaya rokok bagi kesehatan tidak dapat memberikan perubahan yang berarti dalam mengurangi prevalensi merokok pada remaja.Adanya perasaan tidak nyaman bila tidak ikut berpartisipasi dengan teman sebaya dalam setiap kegiatan, termasuk merokok. Dorongan sosial seperti ini dapat membuat rendahnya kesadaran akan bahaya rokok, karena merokok sudah menjadi budaya di masyarakat. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ma, et al. (2006), bahwa merokok telah menjadi penghubung di lingkungan sosial dalam budaya masyarakat Asia. Secara nasional, Departemen Pendidikan Nasional (2001) mencatat bahwa jumlah perokok di kalangan remaja dengan usia rata-rata antara 15-24 tahun sekitar 26,56%. Survei Kesehatan Indonesia secara khusus mencatat bahwa 18% remaja yang duduk di bangku SLTP dan SLTA diketahui mulai merokok, dan 11% di antaranya mampu menghabiskan 10 batang per hari. Prevalensi merokok pada pria meningkat lebih cepat seiring dengan bertambahnya umur dari 0,7% (10-14 tahun), ke 24,2% (15-19 tahun), melonjak ke 60,1% (20-24 tahun). Remaja pria umur 15-19 tahun mengalami peningkatan konsumsi sebersar 65% antara tahun 1995 dan 2001 lebih tinggi dar semua kelompok lain ( Depkes, 2003). Peningkatan dalam kebiasaan merokok dan penderita penyakit akibat rokok tidak dapat dielakan. Orang-orang yang tidak merokokpun bisa dirugikan bila menghisap asap rokok. Orang-orang inilah yang biasanya disebut perokok pasif. Perokok pasif memperoleh dua kali jumlah nikotin, dua kali jumlah tar, dan lima kali jumlah kerbonmonoksida daripada perokok aktif. Orang yang menghisap asap rokok biasanya mendapat kesulitan bila bernapas, perokok pasif biasnya mengalami sakit kepala, pusing, pingsan, sakit mata dan sakit tenggorokan. Wanita yang merokok di waktu mengandung, dapat membahayakan kesehatan bayi yang ada didalam kandungan, bayi tersebut dapat menjadi perokok pasif.Dengan tingginya prevalensi merokok lebih dari 90 % menyebabkan banyak orang menjadi perokok pasif, untuk
2
itu perlu larangan keras merokok ditempat-tempat umum (Sirait, Pradono & Toruan, 2001). Perilaku merokok sudah menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya, yang dilakukan dengan berbagai alasan menurut persepsi perokok, seperti untuk menghilangkan stres, agar terlihat jantan atau iseng saja (Wawolumaya, 1995, cit. Humokor, 2006). Alasan lain agar terlihat keren, dapat menimbulkan perasaan relaks, menjadi lebih terkenal dan terlihat lebih muda ( Song, et al., 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada anak antara lain faktor orang tua, stres menghadapi tekanan di sekolah, ada masalah dengan teman atau pacar, mengikuti teman yang merokok, dan ada masalah dengan keluarga. Orang tua perokok juga memberi contoh yang tidak baik bagi anak-anaknya. Anak-anak dari keluarga perokok cenderung mengikuti jejak yang sama dengan orang tuanya, selain itu stres tidak hanya mempengaruhi individu untuk mengkonsumsi rokok, namun juga yang sudah menjadi perokok (Uli, 2000). SMP Negeri 3 Majenang sendiri telah mendukung gerakan sekolah tanpa rokok. Hal itu terlihat dari beberapa kebijakan dan peraturan-peraturan sekolah dibuat untuk mendukung kebijakan kawasan tanpa rokok. Berdasarkan pengamatan peneliti peraturan tersebut belum sepenuhnya terlaksana, hal ini terlihat dari catatan BK (Bimbingan Konseling), pada bulan Agustus ada 35 siswa terdiri dari 17 siswa kelas VII, 5 siswa kelas VIII, dan 13 siswa kelas IX dan setiap bulannya ada beberapa siswa yang tertangkap membawa rokok ke sekolah dan merokok di lingkungan sekolah seperti kamar mandi, kantin, dan lapangan.Hal tersebut dipengaruhi karena keluarga yang merokok, stres akibat tekanan-tekanan dari sekolah, masalah dengan teman, dan masalah dengan keluarga.Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Siswa Laki-Laki di Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Majenang, Cilacap tahun 2015/2016”.
3
1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: “Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku merokok siswa laki-laki SMP Negeri 3 Majenang, Cilacap Tahun 2015/2016?”
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok di kalangan siswa laki-laki SMP Negeri 3 Majenang.
1.3.2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap perilaku merokok pada pelajar SMP Negeri 3 Majenang. b. Mengetahui pengaruh psikososial terhadap perilaku merokok pada pelajar SMP Negeri 3 Majenang. c. Mengetahui pengaruh sikap terhadap perilaku merokok pada pelajar SMP Negeri 3 Majenang.
1.4.
Manfaat Penelitian 1. Bagi Responden Setelah
dilakukan
penyuluhan
diharapkan
agar
dapat
memberikan
pengetahuan bagi remaja mengenai dampak buruknya perilaku merokok bagi diri dan sekitarnya. 2. Bagi Tempat Penelitian Untuk memberikan masukan bagi pihak sekolah agar lebih mengontrol siswa agar tidak merokok dan mempertegas aturan merokok bagi siswa serta mengantisipasi stres yang mungkin terjadi pada siswa dengan lebih mengaktifkan bimbingan dan konseling.
4
3. Bagi Peneliti Sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan
dan
sebagai
pertimbangan
untuk
melakukan
penelitian
selanjutnya.
1.5.
Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang mirip dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah: 1. Penelitian tentang Perilaku Merokok dan Minum Alkohol pada Remaja di Provinsi Jawa Barat dan Bali oleh Kristianti, Sapardiyah, dan Suhardi (2010). Hasil penelitian: Propinsi Jawa Barat 15,7 % remaja usia 13-19 tahun adalah perokok, meliputi 25,4 % remaja laki-laki perokok dan 3,8 % remaja perempuan perokok. Selain itu 6,4 %remaja pernah minum minuman keras, meliputi 9,4 % remaja laki-laki pernah minum minuman keras, meliputi 9,4 % remaja laki-laki pernah minum dan 1,7 % remaja perempuan pernah minum. Provinsi Bali 10,5 %remaja usia 13-19 tahun adalah perokok, meliputi 18,8 % remaja laki-laki perokok dan 1,1 % remaja perempuan perokok. Selain itu remaja pernah minum minuman keras, meliputi 35,2 % remaja laki-laki pernah minum minuman keras dan 5,7 % remaja perempuan pernah minum. Perilaku merokok remaja laki-laki lebih banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya dari pada orang tuanya.Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pelajar SMP Negeri 3 Majenang. 2. Ratih (2006) melakukan penelitian tentang sikap dan perilaku merokok tenaga kesehatan di Kabupaten Toli Toli. Hasil penelitian menunjukan bahwa tenaga kesehatan mempunyai sikap tidak mendukung terhadap perilaku merokok. Tenaga kesehatan telah menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh perilaku merokok bagi kesehatan, namum sebagian di antaranya masih tetap
5
merokok di tempat yang merugikan kesehatan bagi orang lain. Perbedaan dengan penelitian ini pada variabel penelitian dan tempat penelitian. 3. Helmi (2008) melakukan penelitian berjudul Smoking Belief and Behavior Among Youth in Malaysia and Thailand. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepercayaan, opini, dan sikap remaja berhubungan dengan faktor psikologis pelajar untuk merokok.Perbedaan dengan penelitian ini pada metode penelitian yang digunakan, persamaanya adalah melihat faktor perilaku. Perbedaan dengan penelitian sekarang: Variabel penelitian yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada pelajar SMP Negeri 3 Majenang antara lain pengetahuan, psikososial, dan pengaruh sikap terhadap perilaku merokok. Dan responden penelitian pelajar SMP Negeri 3 Majenang
6