1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Terumbu karang dikawasan Asia Tenggara dengan luas lebih dari 100.000 km2 terdapat disepanjang garis pantai, merupakan suatu wilayah dengan keanekaragaman penyebaran terumbu karang tertinggi di dunia termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon. Kawasan ini dikenal sebagai segitiga Indomalayan yang membentuk pusat keanekaragaman terumbu karang global. Merupakan jantung terumbu karang dunia, mencapai lebih dari 77% dari 800 spesies karang didunia, 51% terumbu karang diAsia Tenggara dan 18% terumbu karang di dunia berada diperairan Indonesia. Terletak diantara 6o LU – 11 oLS dan 95oBT – 141oBT merupakan Negara kepulauan terbesar membentang 5000 km dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik, dengan panjang garis pantai 95.000 km. Kaya akan ekosistem terumbu karang dengan keanekaragaman hayatinya mencapai 590 spesies karang. Sumber daya terumbu karang di Indonesia mencapai luas 39.500 km2 sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut didunia, yang menduduki peringkat terluas kedua setelah Australia (Burke, 2012; Allen, 2014). Terumbu karang sudah ada sejak beribu tahun malah berjuta tahun merupakan deposit kalsium karbonat (CaCo3) ( Albright, 2013 ). Terumbu karang tercipta secara alami, ditempati oleh ribuan tumbuhan dan hewan yang unik dan bernilai tinggi. Lebih dari seperempat spesies laut hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang yang sehat. Merupakan sumber makanan utama, menghasilkan income dan resources bagi milyaran penduduk dunia yang setiap hari lebih dari 500 juta jiwa menggantungkan hidupnya pada terumbu karang yang sehat. Khususnya penduduk Indonesia mencapai 60 juta penduduk tinggal dipesisir dalam jarak kurang dari 30 km dari terumbu karang, menjadikan penduduk terbesar dari suatu negara didunia yang berhubungan dengan terumbu karang. Manfaat yang terkandung di dalam terumbu karang dapat diidentifikasi
2
secara langsung berupa pemanfaatan sumberdaya, pariwisata, penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya yang terkandung di dalamnya (Ramdas, 2014). Sedangkan pemanfataan tidak langsung sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati. Terumbu karang membesar dengan cepat di dalam air yang jernih yang ditembusi oleh cahaya matahari, hidup subur pada suhu 22°C – 28°C. Dijumpai pada kedalaman kurang dari pada 40 meter, dengan salinitas air laut 33 ‰ – 40 ‰, air lautnya jernih, adanya arus agar datangnya planton dan dapat membersihkan diri dari endapan lumpur (Burke, 2012 ; Moreau, 2014). Sejalan dengan perubahan musim siklus bulan dan matahari akibatnya laju pertumbuhan terumbu karang memiliki kemiripan lingkaran tahunan pada tumbuhan (Giry, 2010), digunakan untuk mengukur perubahan asupan nutrisi dari permukaan air yang berhubungan dengan limpasan materi organik dari daratan dan juga lingkaran ini menjadi catatan sejarah akan kosentrasi karbon dipermukaan air dan atmosfer. Namun demikian, terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan di dunia, terumbu karang menghadapi sederet panjang ancaman yang semakin hebat berbagai penelitian dan pengamatan menunjukkan terjadinya degradasi terumbu karang ditimbulkan oleh dua penyebab utama, yaitu kegiatan manusia (Anthropogenic causes) ( Jouffray, 2014; Muthukrishnan, 2014) dan akibat aktivitas alam ( Natural causes ). Kerusakan yang disebabkan oleh proses-proses alam yakni, kerusakan yang disebabkan oleh
proses-proses
fisik (Physical
processes) (Seemann, 2014). Kegiatan
manusia antara lain penambangan dan pengambilan karang, penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan metode merusak, penangkapan yang berlebih, pencemaran perairan dari limbah rumah tangga dan industri berupa logam berat (Burke, 2012; Al-Rousan, 2012). Ditinjau dari aktivitas alam berupa kenaikan suhu permukaan laut secara makro mengalami pertambahan, pada tahun 1998 berkisar 16 % terjadi pemutihan terumbu karang dan penurunan kosentrasi CaCo3 ( Glassom, 2014). Hal senada berdasarkan hasil penelitian selama musim panas 2010, di kawasan kepulauan Lork Howe Australia menunjukkan suhu tidak normal dan melebihi 28 ° C yakni sekitar 2-3 °C di atas suhu normal maksimal, dengan akumulasi lonjakan suhu
3
lebih dari 19 oC tiap minggunya. Kenaikan suhu ini bertepatan dengan keadaan laut yang tenang dan penetrasi cahaya yang tinggi, sehingga terjadi peristiwa pemutihan terumbu karang yang paling luas dan parah yang pernah tercatat dikepulauan tersebut (Harrison, 2011). Demikian pula dengan hasil analisa (James, 2015 ; Migala, 2015 ). Peneliti divisi kelautan BATAN Jakarta (Arman, 2013) juga melakukan penelitian terkait laju pertumbuhan terumbu karang jenis porites di pulau Seribu akibat kenaikan suhu air laut dari perubahan iklim ekstrim El-Nino dan La-Nina ( Hoidonk, 2011 ) menggunakan sinar-X. Menunjukkan rata rata laju pertumbuhan terumbu karang mengalami penurunan pertumbuhan lebih besar
didaerah
dekat dengan daratan. Hasil penelitian (Bowen, 2015)
menunjukkan terumbu karang mengalami kematian jika dalam waktu dua minggu suhu di bawah 18 0C dan suhu melebihi 320C. Penelitian (Cabaitan, 2012) tahun 2006
pertumbuhan terumbu karang mengalami penurunan 17%, tahun 2010
sebesar 28%. Berdasarkan pengaruh anthropogoenic diseluruh dunia berdampak mengarah kearah penurunan pertumbuhan terumbu karang ( Muthukrishnan, 2014 ). Penelitian (Seemann, 2014) dampak aktivitas manusia pada terumbu karang diBocas del Toro, Panama pemantauan terpadu telah menyelidiki adanya peningkatan kecerahan dari 9-13 m menjadi 4 m, dengan nilai kekeruhan lebih tinggi dari 4,7 mg/l, dan dampak fisik mengancam kesehatan pertumbuhan terumbu karang sehingga turun <10%. Peneliti (Burke, 2012) pada kawasan segitiga terumbu karang saat ini terancam oleh penyebab penduduk setempat yang jauh lebih tinggi dari pada rata-rata dunia (60%) dan
hampir 45%
mengalami ancaman yang sangat tinggi. Ancaman yang paling tersebar luas adalah penangkapan berlebih termasuk penangkapan yang merusak, yang mengancam hampir 85% terumbu karang lebih tinggi dari rata-rata dunia (75%). Pencemaran yang berasal dari daerah aliran sungai (DAS) juga banyak ditemui dapat mengancam 45% terumbu karang. Dampak pembangunan pesisir mengancam lebih dari 30% terumbu karang, ketika pengaruh tekanan panas mengakibatkan pemutihan karang persentase terumbu karang tergolong terancam naik hingga lebih dari 90%, jauh lebih tinggi dari pada rata-rata dunia ( 75% ).
4
Apabila ancaman setempat dan dunia dibiarkan sehingga tidak terkendali, persentase terumbu karang yang terancam diprediksikan menjadi hampir menimpa seluruh terumbu karang pada tahun 2050. Demikian pula berdasarkan data Pusat Penelitian Oseanografi mengungkap 5,3% terumbu karang Indonesia tergolong sangat baik, 27,18% digolongkan dalam kondisi baik, 37, 25% dalam kondisi cukup, dan 30,45% berada dalam kondisi buruk ( Core Map, 2006 ). Kabupaten Tapanuli Tengah mengalami perkembangan industri yang cukup pesat. Berdasarkan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, menempati urutan keempat yakni sebesar 11.27 %. Tapanuli Tengah yang berbatasan langsung dengan kota Sibolga memiliki pendapatan daerah dari sektor industri pertanian 25.05%, industri pertambangan 0.01%, industri pengolahan 8.42%, industri listrik dan air bersih 0.70%, industri bangunan 5.26 %, industri perdagangan 21.22 %, industri transportasi 11.51 % (BPS Tapanuli Tengah, 2014). Meningkatnya sektor pendapatan daerah di bidang industri memunculkan kasus pencemaran dan konflik yang ditimbulkan di lingkungan. Hal ini diperjelas dengan hasil pantauan dan wawancara dengan masyarakat pemerhati lingkungan bahwa daerah pesisir pantai semakin tercemar terlihat dengan warna air yang hitam dan berminyak. Selain itu hasil angket yang diberikan ke masyarakat menyatakan bahwa perubahan kondisi tercemarnya daerah pesisir disebabkan oleh laju pertumbuhan industri. Keadaan ini sebenarnya tidak perlu terjadi bila pihak industri sebagai pengguna lahan mengetahui akan tata ruang dalam proses pembuangan limbah berupa padat, cair dan gas. Limbah industri dibuang ke sungai yang kemudian mengalir di pesisir pantai semakin lama semakin terjadi peningkatan konsentrasi. Masuknya bahan-bahan organik dan buangan limbah industri pada perairan menyebabkan tingkat kekeruhan yang terjadi sangat tinggi. Kekeruhan juga di sebabkan adanya percampuran antara air tawar dan air laut. Tingkat kekeruhan menyebabkan menurunkan nilai oksigen terlarut Dissolved Oxygen metabolisme organisme akan terganggu demikian sebaliknya dengan nilai Biochemical Oxygen Demand akan meningkat sehingga ketersediaan unsur hara yang tersebar tidak merata. Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan akan berkurang dan sangat mempengaruhi aktivitas fotosintesis
5
sehingga berdampak terganggunya pertumbuhan terumbu karang ( Wilkinson, 2011; Tyrrell, 2011; Al-Rousan, 2012 ; Muthukrishnan, 2014; Boulay, 2014 ). Berdasarkan data study base line ekologi kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan dari 51 lokasi, 2 lokasi dikategorikan sangat baik dengan tutupan karang 75% - 100%, sedangkan 8 lokasi dikategorikan baik dengan tutupan karang 50% -74%, 10 lokasi dalam kategori cukup dengan tutupan karang 25% 49% dan 31 lokasi dalam kondisi kurang dengan tutupan karang < 25%. Hasil penelitian (Rahmatsyah, 2012) dipesisir pantai Sibolga menunjukkan nilai pH berkisar 8,6 - 8,8 dan nilai kecerahan rata-rata 1,32 m teramati banyak sampah disekitar penelitian sehingga tidak terlihat jelas dasar terumbu karang hidup subur. Air laut yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan lambat laun akan membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.Berdasarkan penelitian ( Al-Rousan, 2012 ) menunjukkan terdapatnya logam berat berupa Cd, Cu, Pb, Mn, Fe, Zn. Disepanjang yordania pantai teluk aqaba laut merah. Hasil penelitian ( Rahmanpour, 2014 ) menunjukkan ekosistem teluk persia mengalami kerusakan diakibatkan anthropogenik, terdapat logam berat pada air Ni>Pb>V>Cd>As>Hg, pada lumpur Ni>Pb>V>Cd>Hg>As dan Ni>V>Pb>As >Hg>Cd. Logam berat tersebut dalam spesies yang sama dari ekosistem yang berbeda memiliki pola akumulasi yang berbeda. Hasil penelitian (Abdelbaset, 2012 ) dampak perubahan lingkungan disepanjang pantai laut merah Mesir pada spesies karang terdapat logam berat Zn, Pb, Mn, Fe, Cr, Co, Ni dan Cu. Hasil ini masih kurang dibandingkan yang terdapat pada pantai Amerika tengah (Fe), Teluk aqaba Yordania (Fe, Cu), Teluk Mannar India (kromium, seng, mangan), Costa Rika Panama (Cr, Ni), pantai utara barat dari Venezuela dan arab saudi (Cu). Nilai – nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada Teluk Aqaba Yordania (besi, seng, mangan), Teluk Mannar India (Co, Ni), pantai Utara-Barat dari Venezuella (Pb, Zn, Cr, Mn), Australia (Cu, Ni, Zn, Mn). Pada saat gempa bumi yang terjadi dalam kurun waktu 40 tahun terakhir di pantai Sumatera, dengan kekuatan mencapai 9,3 skala Richter, ketinggian ombak
6
mencapai 30 m bersumber pada kedalaman 30 km dibawah kerak bumi. Tim ekspedisi Dalhhouse University Canada melakukan sensus kehidupan laut dengan melakukan penyelaman selama 11 jam ke pusat episentrum tsunami yang terjadi desember 2004. Alangkah terkejutnya tim menemukan adanya Zona Mati dimana tak satupun makluk hidup terlihat kecuali keheningan yang menakutkan serta tidak menemukan tanda tanda kehidupan. Kerusakan yang terjadi mematahkan terumbu karang, memecahkan terumbu karang yang rapuh serta menyebabkan terumbu karang terangkat dari laut ( Wilkinson, 2006 ; Satake, 2007; Scalera , 2008; Roger, 2013). Kerusakan habitat terumbu karang dari aktivitas manusia dan aktivitas alam, dapat pulih kembali dibutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu mencapai ratusan tahun, tergantung dari kualitas perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang (Burke, 2012; Bozec, 2014) . Kerusakan habitat terumbu karang dapat menyebabkan degradasi pada pertumbuhan jaringan, rangka batu kapur karang, metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, kemampuan reproduksi melemah, serta akan mengakibatkan hilangnya zooxanthellae. Oleh sebab itu dilakukan rekomendasi yang dirancang oleh aksi regional dan nasional pada segitiga terumbu karang meliputi, mengurangi ancaman dari kegiatan manusia setempat berupa mengurangi penangkapan ikan yang tidak lestari, mengelola pembangunan pesisir, mengurangi pencemaran berasal dari aliran sungai, mengurangi pencemaran yang berasal dari laut, meningkatkan keuletan terumbu karang setempat, membangun pengelolaan terpadu disetiap ekosistem, memperbesar upaya melalui kerjasama Internasional, membantu upaya menghadapi perubahan iklim, bermufakat dan meningkatkan kemampuan, melakukan penelitian ilmiah, dan menyebarluaskan informasi pengetahuan pada masyarakat dan pemerintah (Rogers, 2013). Berdasarkan berbagai sumber data diatas baik data primer dan sekunder sebagai bahan rujukan maka sangat perlu dilakukan penelitian di daerah pesisir pantai Tapanuli Tengah Sumatera Utara yang secara dini berdasarkan hasil pengamatan peneliti telah mengalami kerusakan lingkungan. Hal ini dikarenakan sistem pengelolaan air limbah domestik mulai dari sumber sampai dengan pengelolaan yang standar belum memiliki instalasi pengolahan lumpur tinja
7
(IPLT) dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) rumah tangga umumnya langsung dibuang ke saluran lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Oleh sebab itu sejauh mana pengaruhnya terhadap kehidupan terumbu karang maka dilakukan pengeboran secara vertikal di kawasan pulau Ungge kabupaten Tapanuli Tengah. Peninjauan dilakukan dari aktivitas manusia (Anthropogenic causes) berupa jumlah penduduk dan jumlah industri yang berkembang. Aktivitas alam (Natural causes) berdasarkan data suhu air laut, suhu udara, curah hujan, lama penyinaran matahari, aktivitas gempa bumi. Pada awal penelitian dilakukan metode sederhana memantau kondisi lokasi penelitian dengan wawancara langsung yang dilengkapi dengan kuisioner pada para nelayan dan penduduk sebagai koresponden. Selanjutnya dilakukan pengambilan data pendukung meliputi parameter air sungai, parameter air laut, Akhirnya dilakukan pengeboran terumbu karang untuk di interpretasi keadaan lingkungan beberapa tahun silam oleh kedua faktor tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan mendukung inisiatif dari segitiga terumbu karang (Coral Triangle Initiative) yang didedikasikan untuk mempromosikan laut yang sehat melalui penciptaan dan penguatan kawasan perlindungan laut (Marine Protected Area). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian adalah: 1. Bagaimana kandungan logam berat yang terdapat pada air sungai, air laut, di kabupaten Tapanuli Tengah. 2. Bagaimana struktur, morfologi dan logam berat yang terdapat pertumbuhan terumbu karang jenis porites di kabupaten Tapanuli Tengah. 3. Bagaimana pola pertumbuhan terumbu karang jenis porites yang terjadi di kabupaten Tapanuli Tengah ditinjau faktor aktivitas anthropogenic causes. 4. Bagaimana pola pertumbuhan terumbu karang jenis porites yang terjadi di kab.Tapanuli Tengah ditinjau faktor aktivitas natural causes.
8
1.3 Batasan masalah Batasan masalah pada penelitian laju pertumbuhan terumbu karang jenis porites di pesisir kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara, adalah; 1. Kuisioner sebanyak 50 korenponden dengan 7 kecamatan. 2. Data pertumbuhan penduduk dan data jumlah industri dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 3. Data suhu udara, curah hujan, lama penyinaran matahari tahun 1997-2012 data BMKG Pinang sori. 4. Data suhu air laut dari statelit IGOSS Sea Surface Temperature. 5. Data gempa bumi >3 skala Richter data BMKG Tuntungan dan United State Geological survey (USGS). 6. Parameter air sungai sebanyak 5 sungai melalui analisa BOD, DO, Cu, Cd, Pb, As, Fe. 7. Parameter air laut sebanyak 5 stasiun penelitian melalui analisa BOD, DO, Cu, Cd, Pb, As , Fe, lapisan minyak, kecerahan. 8. Analisa logam berat dengan metode titrimetri, Inductively coupled plasma (ICP) , Atomic absorption spectrometer (AAS) . 9. Analisa kandungan mineral terumbu karang menggunakan difraksi (XRD), kandungan unsur dengan energi Dispersive X-Ray (EDX), morfologi dengan Scanning Electron Microscope (SEM), Transmission Electron Microscopy (TEM), sayatan tipis ( Thin Slice ), density dengan Rongent sinar-X dan Spektrofotometer UV-Vis.
I.4. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan mengkaji laju pertumbuhan linier lingkaran tahunan terumbu karang jenis porites di kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan rekaman Rongent sinar – X dengan meninjau; 1.Menentukan kandungan logam berat yang terdapat pada air sungai dan air laut. 2.Menentukan struktur, morfologi dan logam berat yang terdapat pada terumbu karang jenis porites.
9
3.Mengetahui pengaruh aktivitas anthropogenic causes terhadap pertumbuhan terumbu karang jenis porites. 4.Mengetahui pengaruh aktivitas natural causes terhadap pertumbuhan terumbu karang jenis porites.
1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang faktor aktivitas anthropogenic causes dan natural causes, dengan menitik beratkan pada rekaman pertumbuhan dan kelangsungan hidup koloni terumbu karang jenis porites. Sebagai indikator pencemaran lingkungan ekosistem kawasan konservasi perairan (KKP). Hasil penelitian ini sebagai data pendukung bagi pengambil kebijakan dan menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah kabupaten Tapanuli Tengah dalam melakukan proses perbaikan ( Recovery ) ekositem terumbu karang, sehingga dampak negatif yang terjadi akibat adanya kerusakan terumbu karang diminimalkan dan membantu pelestarian lingkungan.
dapat