BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab kematian dari seluruh penyakit infeksi di dunia setelah human immunodeficiency virus (HIV) (WHO, 2012). Di Asia dan Afrika prevalensinya sangat besar, yaitu 60-80%
dari
terinfeksi.
anak-anak (Weyer,
dibawah
1997).
Di
usia
14
Indonesia
tahun
sudah
tuberkulosis
adalah pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan
penyakit
pernapasan
akut
pada
seluruh
kalangan usia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006). Pada
tahun
1999,
WHO
memperkirakan
setiap
tahun
terjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian karena
TB
sekitar
140.000.
Secara
kasar
diperkirakan
setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita tuberkulosis dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif, yaitu
1
2
sekitar 30% penderita terdapat disekitar Puskesmas, 30% lainnya ditemukan di pelayanan rumah sakit atau klinik pemerintah
dan
swasta,
praktek
swasta,
serta
sisanya
belum terjangkau oleh unit pelayanan kesehatan. Padahal kematian
karena
tuberkulosis
diperkirakan
175.000
per
tahun (Weyer, 1997). Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan, tidak
hanya
di
Indonesia
namun
juga
di
dunia
dan
merupakan salah satu penyebab utama kematian. Terdapat sekitar 8 juta kasus baru terjadi tiap tahunnya di dunia dan
kurang
lebih
sepertiga
penduduk
dunia
terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis secara laten (Aditama, 2006). Angka kematian akibat tuberkulosis diperkirakan mencapai 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan World Helath Organization tahun 2004 memaparkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terjadi di Asia Tenggara, yaitu
mencapai
625.000
jiwa
atau
angka
mortalitasnya
sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat di Afrika, yaitu 83 orang per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang tinggi mengakibatkan cepatnya
peningkatan
(Perhimpunan
Dokter
kasus Paru
tuberkulosis
Indonesia,
2006).
yang Pada
muncul tahun
3
1995,
World
Health
Organization
mendeklarasikan
bahwa
tuberkulosis termasuk dalam kegawatdaruratan global dan pada
tahun
melawan
3
1998
Deklarasi
infeksi
yang
Amsterdam
memaparkan
untuk
menyebabkan
kematian,
salah
satunya tuberkulosis (Omerod, 2005). Penyakit tuberkulosis adalah penyakit kronis menular yang
menjadi
permasalahan
serius
bagi
penduduk
dunia
terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini diperberat dengan maraknya multi-drug resistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB). Multi-Drug Resistant Mycobacterium
tuberculosis
(MDR-TB)
telah
dilaporkan
sejak awal munculnya chemotherapy, namun hal ini hanya terbatas Dunia
pada
negara
ketiga
pada
berkembang. tahun
1992
Konggres
Tuberkulosis
menyimpulkan
terdapat
informasi baru dalam ranah global mengenai (MDR-TB), yang didefinisikan
adanya
resistansi
terhadap
obat
tuberkulosis (obat lini pertama, paling tidak terhadap isoniazid
dan
rifampicin)
(Espinal,
2003).
Pengobatan
MDR-TB ini amat susah, mahal, dan memiliki banyak efek samping (Aditama, 2006). MDR-TB
sebagai
masalah
publik
memiliki
angka
kematian lebih tinggi daripada tuberkulosis yang sensitif
4
terhadap obat tuberculosis lini pertama, terutama pada individu dengan penurunan sistem imun. Pasien dengan MDRTB membutuhkan pengobatan dengan obat tuberculosis lini kedua yang lebih banyak mengandung toksik. Selain itu, memerlukan durasi pengobatan yang lebih lama dibandingkan pasien
yang
terhadap
terinfeksi
obat
dengan
tuberculosis
bakteri
lini
yang
pertama.
sensitif
Biaya
pun
menjadi lebih tinggi akibat hospitalisasi yang lebih lama (Mendez, 1998). Indonesia memiliki
merupakan
kekayaan
alam
negara
megabiodiversity
tumbuhan
di
Indonesia
yang
meliputi
30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia,
940
berkhasiat sekian
jenis obat.
banyak
dibudidayakan
diantaranya
Berdasarkan
jenis
tanaman
(Dephut,
2010).
merupakan
hasil obat,
tumbuhan
penelitian, baru
Sebagian
20-22% besar
dari yang rakyat
Indonesia sudah menggunakan obat tradisional secara turun temurun. Tuberkulosis tubuh,
gejalanya
pada
manusia
meliputi
dapat
peradangan
merusak selaput
jaringan paru-paru
dan rasa sakit samar-samar, batuk, demam setiap hari dan turunnya berat badan. Pengobatan tuberculosis selama ini
5
menggunakan
INH
(isonicotinic
acid
hydrazide)
atau
streptomisin dan asam paraaminosalisilat, diberikan dalam bentuk
kombinasi.
resisten
terhadap
Mycobacterium obat-obat
TBC
tuberculosis yang
lazim
telah
digunakan
seperti isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin, etionamid dan kenamisin. Resistensi ini terjadi karena adanya
mutasi
gen
rpoB
dan
katG
sebagai
akibat
dari
pemberian monoterapi atau terapi terlalu singkat. Untuk terapi yang efektif minimal harus diberikan dua macam obat anti TBC (James, 2006). Pemerintah Indonesia telah menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shourt-Course) sejak tahun 1995
sebagai
upaya
penanggulangan
tuberkulosis
secara
nasional. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan tuberculosis dapat berlangsung dengan cepat. Dari dengan
1995-1998, strategi
cakupan DOTS
penderita
baru
mencapai
tuberculosis 36%
dengan
paru angka
kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupan penderita tuberkulosis mencapai angka 56% dengan angka kesembuhan 1998).
hanya
40%
sampai
60% (Ditjen
PPM
dan
PLP,
6
Berdasarkan data resistensi, maka obat tuberkulosis perlu dikembangkan penemuan senyawa alternatif yang dapat digunakan untuk pengobatan tuberkulosis terutama terhadap Mycobacterium
tuberculosis
yang
telah
resisten.
Pada
penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas ekstrak air dan etanol Bawang Putih terhadap isolat klinis MultiDrugs Resistant Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri resisten bakteri resisten karena pertumbuhannya tidak
dapat
dihambat
rifampisin
dan
isoniazid
(Weyer,
1997). Bawang oleh
putih
manusia,
sumber
penting
(Allium
namun
saat
sativum) ini
substansi
umumnya
mulai
dikonsumsi
dianggap
antimikroba.
sebagai
Bawang
putih
(Allium sativum) merupakan antibiotik natural yang cukup baik,
efektif
melawan
bakteria
yang
mungkin
resistan
terhadap antibiotik lain, dan dapat menstimulasi sistem limfatik untuk membuang material yang tidak berguna dalam tubuh. Ekstrak bawang putih dapat melawan Staphylococcus aureus,
dimana
resistansi
strain
terhadap
S.
ampicilin
aureus dan
sudah
mengalami
tetracycline,
namun
100% bawang putih mampu memproduksi zona inhibisi. Bawang
7
putih
menunjukkan
properti
antimikroba
yang
efektif
melawan patogen spektrum luas (Derrida, 2003). Tidak seperti antibiotik lainnya, bawang putih tidak merusak flora normal tubuh, ia memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan sel dan aktivitas sel, sehingga dapat memaksimalkan semua fungsi tubuh. Dari penelitian, Albert Schweitzer dilaporkan menggunakan bawang putih di Afrika
untuk
mengobati
disentri
amuba
dan
sebagai
antiseptik dalam mencegah infeksi (Derrida, 2003).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, yaitu,
dapat
dirumuskan
“Apakah
ekstrak
suatu etanol
pertanyaan bawang
penelitian,
putih
(Allium
sativum) mempunyai aktivitas anti-tuberkulosis terhadap Mycobacterium Resistant
tuberculosis
Mycobacterium
strain
H37RV
tuberculosis
Yogyakarta secara in vitro ?”
dan
Multidrug
(MDR-TB)
isolat
8
1.3
Keaslian Penelitian
Penelitian terhadap bawang putih (Allium sativum) telah
banyak
mengenai
dilakukan.
bawang
Kedokteran
putih
Namun
(Allium
Universtias
demikian, sativum)
Gadjah
Mada
penelitian di
Fakultas
Yogyakarta
belum
pernah dilakukan. Penelitian karena
ini
pengujian
berbeda
ekstrak
dengan
etanol
penelitian
bawang
putih
lain
(Allium
sativum) dilakukan pada Mycobacterium tuberculosis strain H37RV dan Multidrug Resistant Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) isolat Yogyakarta.
1.4
Manfaat Penelitian
Data penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bukti ilmiah sativum)
potensi
ekstrak
sebagai
ethanol
antimikroba
tuberculosis
strain
H37RV
Mycobacterium
tuberculosis
dan
bawang terhadap
putih
Mycobacterium
Multidrug
(MDR-TB).
(Allium
Selain
Resistant itu
hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian potensi ekstrak ethanol bawang putih sebagai antimikroba Mycobacterium Tuberculosis secara in vivo.
9
1.5
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti-tuberkulosis
dari
(Allium
terhadap
strain
sativum) H37RV
dan
ekstrak
etanol
Mycobacterium
Multidrug
Resistant
bawang
putih
tuberculosis Mycobacterium
tuberculosis (MDR-TB) isolat Yogyakarta secara in vitro.