BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu transportasi akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Sektor transportasi merupakan sektor penting yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah. Perkembangan sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan politik sangat dipengaruhi oleh transportasi. Di kota-kota besar di Indonesia, masalah transportasi merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi. Pada dasarnya, permasalahan transportasi di perkotaan terjadi karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan peningkatan panjang ruas jalan. Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan data Semarang Dalam Angka tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa, dan jumlah ini akan terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaran bermotor, berdasarkan data dari Polwiltabes Semarang jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang pada tahun 2011 mencapai 190.107 unit, yang terdiri atas 184.809 kendaraan pribadi dan 5298 kendaraan umum. Jumlah tersebut terus bertambah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 167.159 unit kendaraan. Di lain pihak, pertambahan panjang ruas jalan kota hanya dari tahun 2009 hingga tahun 2011 hanya sekitar 7,99 Km (Semarang dalam angka, 2011). Ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan menjadikan volume lalulintas kendaraan di Kota Semarang meningkat sehingga menimbulkan masalah seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena 1
beberapa faktor antara lain dari faktor lingkungan, kondisi jalan, kondisi kendaraan, dan faktor perilaku pengemudi kendaraan (Hobbs,1995). Berdasarkan data dari Polwiltabes Semarang, angka kecelakaan lalulintas di Kota Semarang masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2011 tercatat ada ada 721 kejadian kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan 65 orang meninggal dunia, 56 orang luka berat, dan 901 orang lainnya luka ringan dengan jumlah kerugian diperkirakan sekitar Rp.600.000.000,-. Jumlah ini meningkat pada tahun 2012 menjadi 1049 kasus kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 176 orang, korban luka berat sebanyak 56 orang, dan korban luka ringan sebanyak 901 orang. Tabel 1.1 berikut menyajikan data jumlah kejadian kecelakaan di Kota Semarang tahun 2010-2012.
Tabel 1.1. Data kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang tahun 2010-2012 Tahun
Jumlah
Meninggal
kecelakaan
Luka
Luka
berat
ringan
2010
1708
249
313
1827
2011
721
65
56
901
2012
1049
176
92
1252
Sumber: Polda Jateng 2012
Beberapa contoh kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Semarang anatara lain kecelakaan di Jalan Arteri Soekarno Hatta pada tanggal 7 April 2012. Kecelakaan ini merupakan kecelakaan tunggal akibat pengendara sepeda motor Suzuki Satria D 6244 HJ kurang hati-hati dan berkendara dengan kecepatan tinggi saat jalan menikung sehingga hilang kendali dan menabrak marka/ jalur pembatas jalan dan selanjutnya menabrak tiang lampu penyebrang jalan akibat kecelakaan ini 1 orang mengalami luka berat. Kecelakaan lalu lintas yang lain juga terjadi di Kota Semarang pada tanggal 12 April 2012 di Jalan Kaligarang tepatnya di depan Klenteng Sam Poo Kong. Kecelakaan ini terjadi karena pengendara sepeda motor Tiger H 3894 JP kurang hati-hati dan berkendara dalam kecepatan tinggi serta kurang memperhatikan situasi jalan menikung tajam sehingga hilang kendali 2
memasuki jalur kanan dan terjadi tabrakan dengan sepeda motor Yamaha Vega R 3349 VZ. Akibat kecelakaan ini 3 orang mengalami luka ringan (Polwiltabes Kota Semarang, 2012). Besarnya kerugian akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan Polwiltabes Semarang bertekat untuk menurunkan angka kecelakaan. Hal ini dapat dicapai melalui suatu kegiatan menejemen lalu lintas. Menurut UU no 43 tahun 1993 tentang lalu lintas, menejemen lalu lintas meliputi beberapa kegiatan yaitu perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Sebagai langkah awal untuk melakukan upaya menekan bertambahnya jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dengan mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan. Selama ini data mengenai daerah rawan kecelakaan yang ada hanya berupa data tertulis saja sehingga diperlu dibuat suatu basis data yang dapat membantu untuk memudahkan pengolahan dan pencarian data mengenai kecelakaan. Tersedianya basis data dan penyajian data mengenai kecelakaan dalam bentuk peta daerah rawan kecelakaan, diharapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk kegiatan menejemen lalu lintas bagi pemerintah atau lembaga yang paling bertanggung jawab. Transportasi di Indonesia merupakan gabungan dari beberapa kelembagaan membentuk suatu sistem transportasi makro untuk itu perlu diketahui masingmasing tugas dan tanggung jawab dari lembaga tersebut. Lembaga yang terkait dengan transportasi di Indonesia yaitu meliputi: kelembagaan sistem aktivitas, kelembagaan
sistem
transportasi,
dan
kelembagaan
sistem
pergerakan.
Kelembagaan pada sistem aktivitas terdiri dari Bappenas, Bappeda, serta Pemda tingkat I dan II. Sistem aktivitas ini bertugas untuk mengendalikan permintaan transportasi dengan berbagai kebijakan misalnya menata penyebaran penduduk (urbanisasi), menata dan memanfaatkan lahan, serta mengembangkan wilayah pinggiran dan wilayah pusat kota. Kelembagaan sistem transportasi terdiri dari Departemen Perhubungan dan Bina Marga. Tanggung jawab utama dari kelembagaan ini adalah untuk menyediakan jasa transportasi sekaligus menjaga keterhandalannya (availability) meliputi membangun jalan-jalan raya, rel, terminal, stasiun, pelabuhan, serta infrastruktur lainnya beserta kelengkapannya, 3
selain itu juga bertanggung jawab untuk menyediakan alat angkut kendaraan sebagai sarana utuk bergerak. Kelembagaan sistem pergerakan terdiri dari DLLAJ dan Polantas. Tugas dari kelembagaan ini adalah untuk mengatur pergerakan arus lalu
lintas
agar
dapat
memaksimalkan
kapasitas
dan
meminimalakan
keterlambatan misalnya dengan penataan rute tempuh dan jaringan trayek, pengaturan volume dan menjaga keseimbangan lalu lintas dengan teknik-teknik rekayasa lalu lintas, dan pengelolaan perparkiran (Miro,1997). Geografi adalah salah satu ilmu yang memperlajari interaksi dan keterkaitan antara obyek dalam suatu wilayah, karenanya permasalahan lalu lintas termasuk masalah kecelakaan lalu lintas dapat dikaji dari prespektif geografi. Kecelakaan lalu lintas yang dalam penelitian ini akan di fokuskan pada kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh faktor ekternal yaitu dari faktor jalan dan faktor lingkungan. Karena kecelakaan yang disebabkan oleh faktor diluar faktor eksternal akan sulit dikaji melalui prespektif geografi dan penginderaan jauh Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu basis data yang dapat memberikan informasi persebaran serta dapat menganalisis pola hubungan antar berbagai fenomena yang terjadi di permukaan bumi secara keruangan. SIG juga dapat digunakan untuk melakukan suatu permodelan sehingga dapat diketahui karakteristik daerah yang rawan kecelakaan berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan. Input untuk melakukan identifikasi daerah rawan kecelakaan berasal dari data citra penginderaan jauh. Semakin
berkembangnya
teknologi
penginderaan
jauh
saat
ini
memungkinkan tersedianya berbagai jenis data penginderaan jauh dengan berbagai variasi resolusi baik resolusi spektral, spasial, temporal, maupun resolusi radiometrik. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi yang mutahir dan dapat memberikan gambaran yang nyata mengenai keadaaan berbagai macam objek di permukaan bumi, selain itu juga dapat mencakup daerah yang luas sehingga efektif digunakan untuk melakukan kajian mengenai lalu lintas di perkotaan yang bersifat dinamis. Porsi kegiatan pengukuran di lapangan dapat diminimalkan dengan adanya data pengindearaan jauh sehingga dapat lebih menghemat waktu dan biaya. Beberapa faktor penyebab kecelakaan yang dapat 4
diamati kenampakannya melalui citra penginderaan jauh antara lain faktor lingkungan dan faktor kondisi jalan. Beberapa parameter lingkungan yang dapat dikaji dari citra penginderaan jauh misalnya penggunaan lahan, dan pola arus lalu lintas, sedangkan beberapa faktor kondisi jalan yang dapat dikaji dari citra penginderaan jauh antara lain radius belokan jalan, kondisi marka jalan, dan keberadaan perlintasan kereta api yang ada di jalan.
Tabel 1.2. Beberapa bentuk belokan jalan Gambar
Bentuk jalan Jalan lurus
Penyebab kecelakaan Kepatan terlalu tinggi
Jalan lurus kemudian Kecepatan tinggi, belok
Pandangan ke depan terhalang
Jalan melengkung
Pandangan ke depan
bertahap
terhalang, Sulit mengendalikan kendaraan
Jalan melingkar
Pandangan ke depan terhalang
Jalan naik kemudian
Sulit mengendalikan
turun
kendaraan
Jalan naik turun
Sulit mengendalikan
berulang
kendaraan
Sumber: F.D.Hobbs,1995 dengan modifikasi
5
1.2. Perumusan Masalah Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Indonesia sekaligus Ibu Kota Provinsi Jawa tengah yang terletak pada jalur pantai utara Jawa (Pantura) menjadi salah satu jalur transportasi utama yang menghubungkan berbagai daerah. Mengingat pentingnya peranan transportasi di Kota Semarang, maka diperlukan suatu manejemen lalu lintas yang baik agar dapat meningkatkan keamanan dan keselamatan berlalu lintas. Sebagai salah upaya preventif atau pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas adalah dengan mengidentifikasi lokasi-lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan sehingga dapat dilakukan penanganan lebih lanjut di daerah tersebut. Teknologi penginderaan jauh saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga tersedia citra dengan berbagai resolusi baik resolusi tinggi seperti Quickbird dan IKONOS, citra resolusi menengah seperti ASTER dan LANDSAT, dan citra resolusi rendah seperti NOAA dan MODIS. Hal ini memungkinkan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena di permukaan bumi tanpa melakukan kontak secara langsung dengan fenomena tersebut. Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan terutama dari faktor lingkungan dan faktor kondisi jalan. Kemampuan citra penginderaan jauh untuk mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan tergantung pada resolusi spasialnya. Pemanfaatan data penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis digunakan untuk membuat suatu model spasial yang dapat menggambarkan lokasi ruas jalan dan tingkat kerawannya kecelakaan lalu lintas. Parameter daerah rawan kecelakaan diekstraksi dari citra penginderaan jauh melalui proses interpretasi diikuti dengan proses cek lapangan kemudian dilakukan pengolahan dan analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penilitian sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan lalu lintas terutama dari faktor konsisi jalan dan lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang? 6
2.
Bagaimanakah menspasialkan data tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas-ruas jalan utama Kota Semarang?
3.
Bagaimanakah tingkat akurasi model rawan kecelakaan lalu lintas dari hasil interpretasi citra Quickbird? Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat akurasi citra Quickbird untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan di Kota Semarang. Dipilihnya Kota Semarang sebagai lokasi kajian karena tingginya angka kecelakaan di Kota Semarang. Dengan mengetahui lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan, diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi angka kejadian kecelakaan di Kota Semarang. Judul untuk penelitian ini adalah: Pemanfaatan Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Daerah Rawan Kecelakaan di Kota Semarang.
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas terutama faktor kondisi jalan dan lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang 2. Menghasilkan model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di ruas jalan utama Kota Semarang dalam bentuk peta. 3. Mengetahui tingkat akurasi model spasial daerah rawan kecelakaan lalu lintas Kota Semarang.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Mengembangkan manfaat teknik penginderaan jauh dan SIG untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek keruangan. 2. Memberikan informasi mengenai lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan. 3. Sebagai masukan bagi instansi terkait untuk melakukan perencanaan menjemen lalu lintas.
7
1.5. Tinjauan Pustaka Studi pustaka diperlukan untuk menambah khasanah dan teori dasar mengenai
obyek
kajian termasuk
di
dalamnya
mengenai
transportasi,
penginderaan jauh, dan citra Quickbird yang menjadi sumber data dalam penelitian ini, serta Sistem Informasi Geografis. Tinjauan pustaka juga dilakukan terhadap hasil-hasil dari penelitian sebelumnya agar dapat mengembangkan penelitian-penelitian yang sudah ada.
1.5.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar yaitu indera yang berarti melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal katanya (epistimologi), penginderaan jauh berarti melihat objek dari jarak jauh. Lillesand dan Kiefer (1999) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji. Sistem penginderaan jauh terdiri atas berbagai komponen yang terintegrasi dalam satu kesatuan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumber tenaga, atmosfer, objek, sensor dengan wahana, pengolahan data,interpretasi/ analisis dan pengguna (user).
Gambar 1.1. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994) 8
Dalam penginderaan jauh tenaga yang digunakan merupakan tenaga elektromagnetik. Sumber tenaga dapat berasal dari tenaga alami seperti tenaga matahari maupun tenaga buatan manusia seperti sinyal radio. Sistem penginderaan jauh yang bekerja dengan memanfaatkan tenaga yang dihasilkan oleh matahari atau objek lain disebut sistem peginderaan jauh pasif, sedangkan sistem peginderaan jauh yang bekerja dengan cara menghasilkan tenaga sendiri disebut penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga elektromagentik akan berinteraksi dengan objek-objek di permukaan bumi yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu objek dengan objek yang lain. Perbedaan karakteristik objek di permukaan bumi menyebabkan tenaga elektromagnetik mengalami interaksi yang berbeda dengan objek tersebut. Pada objek yang memiliki daya serap tinggi dan daya pantul rendah, tenaga elektromagnetik akan lebih banyak diserap sehingga akan menghasilkan pantulan spektral yang rendah demikian juga sebaliknya. Jadi setiap objek di permukaan bumi akan memiliki karakteristik spektral yang berbeda-beda. Kemampuan sistem penginderaan jauh untuk merekam objek di permukaan bumi dipengaruhi oleh kemampuan sensor untuk menyadap dan merekam objek. Sensor dipasang pada suatu wahana dan masing-masing sensor memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda. Seiring perkembangan teknologi, saat ini telah berkembang berbagai sensor penginderaan jauh dengan resolusi spasial dan resolusi spektral yang semakin baik.
1.5.2. Citra Quickbird Quickbird merupakan satelit sumberdaya kerjasama antara Amerika Serikat dan Jepang dengan resolusi spasial sagat tinggi yakni mencapai 0,65 meter. Satelit ini diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001. Berikut adalah karakteristik dari citra Quickbird
9
Tabel 1.3 Karakteristik Citra Quickbird Ketinggian orbit
459 Km
97,20 1-3,5 hari 16,5 Km x 16,5 Km pada nadir Pankromatik: 61 cm (nadir) 72 cm (250 off nadir) Multispektral: 2,44 m (nadir) 2,88 m (250 off nadir) Panjang gelombang Pankromatik : 450-900 nm Biru : 450-520 nm Hijau : 520-600 nm Merah : 630-690 nm Near IR : 760-900 nm Sumber: http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/quickbird.html Inklinasi orbit Pengulangan perekaman Luas area liputan Resolusi spasial
(diakses 29 Desember 2012) Berdasarkan spesifikasi tersebut, citra Quickbird termasuk dalam citra resolusi tinggi dan sangat cocok digunakan untuk kajian lalu lintas perkotaan dalam penilitian ini.
1.5.3. Interpretasi Citra Berbagai kenampakan objek yang ada pada citra penginderaan jauh dapat diidentifikasi melalui kegiatan interpretasi citra, yaitu perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto,1986). Kegiatan interpretasi ini dapat dilakukan baik secara visual maupun secara digital. Interpretasi secara digital dilakukan dengan menggunakan bantuan dari perangkat lunak atau software pengolah citra dan perangkat komputer. Sedangkan interpretasi visual citra dilakukan dengan memperhatikan berbagai unsur interpretasi antara lain: 1. Rona dan warna Rona dan warna merupakan tingkat pantulan spektral dari objek yang tertangkap oleh sensor. Rona biasa dinyatakan dalam derajat keabuan (grey scale). 10
2. Bentuk Unsur bentuk merupakansalah satu unsur yang paling mudah dikenali dari sebuah objek karen biasaanya tiap objek memiliki bentuk yang khas. 3. Ukuran Ukuran objek yang terekam pada citra sangat dipengaruhi oleh skala yang digunakan. Oleh karena itu, penggunaan skala yang tepat sangat penting diperhatikan untuk mendukung kegiatan interpretasi. 4. Bayangan Bayangan objek yang terekam pada citra dapat membantu untuk proses interpretasi dengan adanya bayangan dapat menghasilkan kesan ketinggian pada objek. 5. Tekstur Tekstur merupakan kesan kekasana yang tampak pada objek dalam citra penginderaan jauh. Tekstur biasa dinyatakan
dalam wujud kasar, halis, ata
bercak-bercak 6. Pola Pola merupakan pengulangan bentuk objek. Pola objek pada citra ada yang teratur maupun tidak teratur, mengelompok maupun menyebar. 7. Situs Situs merupakan letak suatu objek relatif terhadap objek yang lain. Dengan mengetahui lokasi relatif objek terhadap objek yang lain dan lingkungan di sekitarnya, maka suatu objek akan lebih mudah diinterpretasi. 8. Asosiasi. Unsur ini merupakan salah satu unsur interpretasi yang dilakukan dengan mengamati keterkaitan satu objek dengan objek lain. Hal ini memerlukan pengalaman dari interpreter.
1.5.4. Sistem Informasi Geografis Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem informasi yang dapat diguanakan untuk menyusun, menyimpan, mengolah dan menganalisia data yang memiliki referensi lokasi atau posisi di permukaan bumi. Sistem informasi 11
geografis merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. komponen yang terdapat dalam sistem informasi geografis adalah: 1. Perangkat keras (hardware) Merupakan peralatan fisik yang berkaitan dengan komputer. Perangkat keras dapat dibedakan berdasarkan fungsi prosesnya menjadi: a. Perangkat keras input atau masukan yang berfungsi untuk memasukan data seperti keyboard, mouse, digitizer, dan lain sebagainya b. Perangkat keras pemroses seperti RAM, hardisk, processor, dan lain sebagainya. Perangkat ini berfungsi untuk memproses data yang dimasukan melaului perangkat input c. Perangkat keras output seperti printer dan monitor. Perangkat ini berfungsi untuk menampilkan hasil dari data yang telah dimasukan dan diproses sebelumnya. 2. Perangkat lunak (software) Perangkat lunak dalam SIG merupakan perangkat yang digunakan untuk menyimpan, menganalisa, dan memvisualkan data. 3. Data Data dalam SIG dapat berupa data grafis dan data tabular atau data atribut yang menambah informasi dari data grafis. Data grafis dapat memilki dimensi berbentuk raster maupun vektor. 4. Manusia Merupakan komponen yang paling penting dalam SIG. Manusialah yang bertugas untuk mengoperasikan berbagai komponen lain. orang yang mengoperasikan SIG haruslah mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang memadai di bidang ini. 5. Metode Metode merupakan prosedur kerja yang digunakan dalam SIG. Prosedur ini dapat berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ingin diselesaikan. 12
Saat ini sistem informasi geografis telah banyak digunakan untuk beberapa aplikasi seperti untuk pemilihan lokasi (site location), penentuan jalur tercepat, atau untuk mengetahui jangkauan pelayanan sebuah fasilitas umum. Sistem informasi geografis juga dapat melakukan beberapa fungsi antara lain pengukuran, pemetaan, permodelan, serta monitoring. Permodelan dalam sistem informasi geogafis dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penggunaan metode ini harus disesuaikan dengan kebutuhan dan hasil yang ingin diperoleh. Permodelean dalam sistem informasi geografis meliputi: a. Permodelan dua dimensi Model dua dimensi digunakan untuk membandingkan informasi di suatu daerah dan tema yang sama pada waktu yang berbeda. Contoh penggunaaan model dua dimensi ini misalnya untuk memonitor perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada suatu daerah sehingga dapat diketahui luasan perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu
b. Permodelan kuantitatif binary Model ini menggunakan pengharkatan biner yaitu 0 atau 1. Hasil yang diperoleh dari permodelan biner cenderung bersifat mutlak. Contoh penggunaan model kuantitatif binary ini misalnya untuk identifikasi daerah yang sesuai untuk lahan pertanian dengan kriteria kemiringan lereng kurang dari 30%, curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun, dan bentuk lahan aluvial. Dengan model kuantitatif binary, kritera-kriteria tersebut bersifat mutlak. Apabila ada salah satu kriteria yang tidak terpenuhi maka daerah tersebut dianggap tidak sesuai
c. Permodelan kuantitatif berjenjang Dalam permodelan kuantitatif berjenjang, diasumsikan bahwa model yang dihasilkan dipengaruhi oleh tema-tema yang ada secara setimbang. Setiap tema memiliki unsur atau unit dengan harkat yang nilainya berjenjang 13
disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil modelnya. Contoh penggunaan model kuantitatif berjenjang misalnya untuk menentukan daerah rawan bencana banjir dengan faktor-faktor atau tema yang berpengaruh antara lain: kemiringan lereng, tekstur tanah, dan drainase. Masing-masing tema memiliki unsur atau unit yang memiliki kontribusi terhadap hasil yang berjenjang misalnya, kemiringan lereng memiliki harkat 1 untuk kemiringan lereng lebih dari 45% sampai harkat 5 untuk kemiringan lereng kurang dari 8,1%. Untuk tekstur tanah memiliki harkat 1 untuk tekstur sangat kasar hingga harkat 5 untuk tekstur sangat halus. Untuk drainase memiliki harkat 1 untuk drainase sangat cepat hingga harkat 5 untuk drainase sangat lambat.
d. Permodelan kuantitatif berjenjang tertimbang Perbedaan model kuantitatif berjenjang tertimbang dengan permodelan berjenjang adalah selain setiap unit dalam satu tema memiliki harkat, tiap tema juga akan dianggap memiliki kontrribusi yang berbeda pada hasil model sehingga harus diberikan bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya terhadap hasil. Contoh penggunaan model kuantitatif berjenjang tertimbang misalnya untuk pemetaan daerah lahan kritis dengan faktorfaktor yang berpengaruh antara lain: produktivitas, kemiringan lereng, erosi, prosentasi batu-batuan, dan manajemen lahan. Model berjenjang tertimbang ini akan mengasumsikan bahwa terjadinya lahan kritis adalah akibat pengaruh dari keempat tema tersebut dimana didalamnya terdapat unsur atau unit yang memiliki jenjang harkat yang sama 1-5. Akan tetapi dominasi pengaruh tiap tema dalam menentukan terjadinya lahan kritis berbeda beda sehingga tiap tema diberikan bobot sesuai dengan kontibusinya dalam pembentukan lahan kritis.
1.5.5. Faktor penyebab kecelakaan lalulintas Menurut UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak terduga dan tidak 14
disengaja melibatkan kendaraan atau pengguna jalan
yang
lain yang
mengakibatkan korban manusia dan /atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat menyebabkan luka-luka hingga kematian pada manusia. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena beberap faktor antara lain: pengguna jalan (manusia), kondisi lingkungan, jalan, dan kendaraan (Harahap, 1995 dalam Wedasana, 2011). 1. Faktor pengguna jalan (manusia) Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. Penggunan jalan dapat dibedakan menjadi pengemudi dan pejalan kaki. Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi, sedangkan pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalulintas jalan (UU no.22 tahun 2009). Faktor pengguna jalan merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sekitar 89,56% kecelakaan lalulintas disebabkan karena faktor manusia dan hampir semua kejadian
kecelakaan
didahului
dengan
pelanggaran
lalu
lintas
(Abubakar,1998). Keadaan fisik serta perilaku pengguna jalan juga akan mempengaruhi keselamatan dalam berlalu lintas. 2. Faktor kendaraan Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaaraan tak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan dengan tenaga manusia dan/atau hewan (UU no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas). Kondisi kendaraan yang digunakan akan sangat mempengaruhi keselamat dalam berkendara. Kendaraan dilengkapi dengan berbagai peralatan pengereman dan penahan getaran yang dapat melindungi pengendara dari resiko kecelakaan. Adanya perlengkatan penerangan seperti lampu depan, lampu belakang, dan lampu rem pada kendaraan juga dapat mengurangi resiko kecelakaan (Wedasana,
15
2011). Kerusakan pada suatu bagian dari kendaraan dapat berpengaruh terhadap keselamatan berlalu lintas. 3. Faktor kondisi lingkungan Kondisi lingkungan yang dimaksud disini adalah penggunaan lahan di sekitar jalan dan kondisi volume lalu lintas. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kegiatan berlalu lintas dan dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. 3.1. Penggunaan lahan di sekitar jalan a. Di dalam kota misalnya di sekitar perumahan, perkantoran, atau pertokoan, dan lain sebagainya b. Di luar kota misalnya di sekitar perdesaan, pegunungan, dan lain sebagainya. c. Di tempat khusus misalnya di daerah rumah sakit, tempat ibadah, tempat wisata dan sebagainya. (Wedasana, 2011) 3.2. Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas merupakan jumlah gerakan per satuan waktu pada lokasi tertentu (Hobbs, 1995) atau dengan kata lain volume lalu lintas merupakan banyaknya kendaraan yang lewat di titik tertentu dalam periode tertentu. Besarnya volume lalu lintas pada setiap ruas jalan dapat berbeda-beda. Biasanya masing-masing ruas jalan memiliki saat-saat tertentu dimana volume lalu lintas mencapai puncaknya. Volume lalu lintas sangat erat kaitannya dengan kapasitas jalan. Kapasitas jalan merupakan kemampuan jalan untuk menampung kendaraan dalam periode tertentu. Hubungan perbandingan antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan sering disebut dengan V/C rasio. Umumnya, arus lalu lintas yang padat (ramai) dengan kapasitas jalan yang kecil lebih beresiko terjadi kecelakaan lalu lintas. 4. Faktor kondisi jalan. Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya 16
yang diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22 tahun 2009 tentang lalu lintas). Jalan harus direncanakan dengan memperhatikan
kenyamanan
dan
keamanan
bagi
penggunanya.
Perencanaan geometrik jalan dilakukan dengan memperhatikan: lalu lintas yang akan melewati jalur tersebut, kelandaian jalan, alinyemen horizontal (berkaitan dengan tikungan dan belokan jalan), persilangan dan komponen pada penampang melintang (Soesantiyo,1985 dalam Wedasana, 2011).
Persimpangan tiga kaki
Persimpangan empat kaki
Persimpangan banyak kaki dengan bunderan
Gambar 1.3. Beberapa jenis persimpangan jalan
1.5.6. Jenis- jenis jalan Ruas jalan merupakan unit analisis dalam penelitian ini, maka perlu diketahui jenis-jenis jalan baik berdasarkan struktur maupun fungsinya. Perbedaaan kelas jalan akan mempengaruhi karakteristik jalan tersebut sehingga kemungkinan akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas. Secara
umum,
jaringan
jalan
berdasarkan
struktur
jaringannya
dapat
dikelompokan menjadi enam (Bambang I.S, 1992 dan UU No.3 Tahun 1965 tentang jalan) yaitu:
1. Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung) Jaringan jalan berdasarkan pelayanan penghubung terbagi atas: 1.
Jaringan jalan primer Jaringan jalan primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan kota/ wilayah di tingkat nasional atau dengan pengertian lainnya merupakan 17
ruas (link-link) yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota tingkat nasional. 2.
Jaringan jalan sekunder Jaringan jalan sekunder adalah jaringan jalan yang menghubungkan zonezone, kawasan-kawasan (titik simpul) di dalam kota.
Gambar 1.2. Jaringan jalan primer dan sekunder (Sumber: Miro, 1997) 18
2. Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi) Berdasarkan peranannya, jaringan jalan dapat dibagi menjadi atas: 1. Jalan arteri Jalan arteri merupakan jalan yang melayani jarak jauh dengan kecepatan rata-rata tinggidan jumlah jalan masuk (access road) dibatasi secara efisien. 2.
Jalan kolektor Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan jarak sedang (angkutan pengumpul/pembagi) dengan kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk (access road) masih dibatasi
3.
Jalan lokal. Jalan lokal merupakan jalan yang melayani angutan jarak dekat (angkutan setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk (access road) tidak dibatasi
3. Jaringan jalan berdasarkan peruntukan Berdasarkan peruntukkannya, jaringan jalan dibedakan menjadi dua yaitu jalan umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang tidak diperuntukkan bagi lalu lintas umum seperti jalan di komplek-komplek, perkebunan, jalan pipa, dan lain sebagainya.
4. Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis Pengelompokan
jalan
berdasarkan
klasifikasi
teknis
merupakan
pengelompokan jalan yang dihubungkan dengan kemampuan teknis jalan dalam mendukung beban lalu lintas yang lewat diatasnya. Berdasarkan pembagian ini jalan dapat dikelompokan menjadi: 1. Jalan kelas I 2. Jalan kelas II 3. Jalan kelas III 4. Jalan kelas IV 19
5. Jalan kelas V 6. Jalan kelas VI Pembagian jalan dari kelas I sampai dengan kelas VI biasanya juga terkait langsung dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan pengelompokan jalan berdasarkan fungsinya, misalnya jalan kelas I biasanya merupakan jalan arteri primer dan sekunder, jalan kelas II merupakan jalan kolektor primer dan jalan kolektor sekunder, demikian seterusnya.
5. Jaringan jalan berdasarkan status dan wewenang pembinaan Berdasarkan wewenang pembinaan, jalan dapat dikelompokan menjadi: Jalan Nasional (Negara), Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan Jalan Desa. Pengelompokan jalan berdasarkan wewnang pembinaan biasanya juga masih terkait dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan pengelompokan jalan menurut fungsinya. Berikut adalah penjelasannya: 1. Jalan Nasional (Negara) Jalan nasional merupakan jaringan jalan primer, jalan arteri kelas I yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat (Departemen PU) 2. Jalan Propinsi Jalan provinsi merupakan jaringan jalan kolektor primer dan kelas I yang pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat I 3. Jalan Kabupaten Jalan kabupaten merupakan jaringan jalan kolektor dan jalan lokal primer, kelas III yang pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat II 4. Jalan Desa Jalan desa merupakan jaringan jalan lokal baik primer maupun sekunder sebagai akses untuk mencapai pekarangan rumah yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah desa setempat.
6. Jaringan jalan berdasarkan kualitas permukaan Berdasarkan kualitas permukaannya, jaringan jalan dapat diberdakan menjadi: jalan aspal, jalan kerikil, dan jalan tanah. Umumnya, kualitas permukaan jalan 20
juga terkait dengan fungsi,status, dan peruntukan jalan. Umumnya jalan beraspal atau campuran aspal beton merupakan jalan negara, provinsi, dan jalan kabupaten/ kota dan temasuk dalam Jalan kelas I sampai dengan Jalan kelas IV,dan seterusnya kebawah.
1.6. Penelitian terdahulu Penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas dan manajemen lalu lintas di perkotaan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Tingginya angka kecelakaan lalu lintas di perkotaan yang mengakibatkan banyaknya kerugian menjadi latar belakang dilakukannya penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas. Adanya penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk mengurangi kejadian kecelakaan lalu lintas di perkotaan. Yusuf Wibisono (2008) melalukan penelitian dengan judul Penggunaan Foto Ortho untuk Mengkaji Tingkat Pelayanan Jalan di Sebagian Kotamadya Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas dan tingkat pelayanan jalan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi interpretasi ortho foto skala 1:1000, survei lapangan, serta analisis data sekunder. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa foto udara skala 1:1000 memiliki tingkat ketelitian bentuk objek 96,45%. Katon Kurniawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Data Digital Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Studi Manajemen Jalan dan Lalu Lintas. Penelitian ini dilakukan Kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji tingkat ketelitian hasil interpretasi terhadap unsur penggunaan lahan dan geometrik jalan pada citra Quickbird dan membuat rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas jalan. Metode yang digunakan adalah interpretasi citra Quickbird Pansharpened tahun 2003, cek lapangan, dan melakukan analisis terhadap data sekunder. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat ketelitian pemetaan dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan 97, 87% dan untuk pemanfaatan lahan 88,448%
21
Norma Prabawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Kecelakaan Lalu Lintas (Kasus Sebagian Kota Surakarta). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan, membuat permodelan spasial kecelakaan lalu lintas Kota Surakarta, serta membuat rekomendasi manajemen lalu lintas untuk menekan tingkat kecelakaan lalu lintas. Metode yang dilakukan pada penelitian ini meliputi interpretasi visual citra Quickbird, survey lapangan, dan analisis data sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter kondisi jalan dan lingkungan sebesar 87,5%. Hasil validasi permodelan sebesar 62,86% Penelitian mengenai masalah lalu lintas telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan berbagai metode, sumber data, dan lokasi penelitian yang berbeda. Sumber data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu menggunakan citra Quickbird. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini akan sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya karena akan ada beberapa parameter tambahan untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan. Metode yang digunakan memiliki beberapa persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan metode interpretasi visual untuk melakukan interpretasi citra. Analisis data akan dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Tabel 1.4 berikut menjelaskan beberapa persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
22
Tabel 1.4. Perbandingan penelitian terdahulu
Nama
Tahun
Lokasi penelitian Kota Surakarta
Pokok bahasan Kapasitas jalan
Yusuf Wibisono
2008
Katon Kurniawan
2008
Kota Yogyakarta
Manajemen lalu lintas
Norma Prabawati
2010
Kota Surakarta
Kecelakaan lalu lintas
Lina Adi Wijayanti
2013
Kota Semarang
Kecelakaan lalu lintas
Metode
Hasil
-Interpretasi ortho foto skala 1:1000 -Survey lapangan -Analisis data sekunder -Interpretasi citra Quickbird pan-sharpened -Cek lapangan -Analisis data sekunder
Perhitungan hasil interpretasi citra untuk identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kapasitas jalan
-Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi Citra Quickbird untuk interpretasi kondisi jalan dan lingkungan serta pemanfaatan lahan -Rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas jalan -Interpretasi citra Quickbird -Perhitungan hasil interpretasi Citra Quickbird -Cek lapangan untuk identifikasi kondisi jalan dan lingkungan -Analisis data sekunder -Model tingkat rawan kecelakaan -Perhitungan tingkat akurasi model -Interpretasi visual citra -Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird Quickbird untuk identifikasi kondisi jalan dan -Survey lapangan lingkungan -Analisis deskriptif -Model daerah rawan kecelakaan lalul intas -Perhitungan tingkat akurasi model daerah rawan kcelakaan
23
1.7. Kerangka Pemikiran Geografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari keterkaitan keruangan termasuk interaksi dan hubungan antara obyek-obyek yang ada di dalamnya. Interaksi dan hubungan keruangan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu komplementer atau saling melengkapi permintaan dan penawaran akan kebutuhan ekonomi maupun sosial antarra wilayah satu dengan lainnya, intervening opportunity yang dapat menghalangi interaksi antara dua wilayah karena permintaan akan kebutuhan ekonomi maupun sosial dapat dipenuhi oleh pihak ketiga, dan trasferabilitas yaitu penggantian atau subtitusi dari suatu permintaan ke permintaan lainnya karena manfaat yang hampir sama. Interaksi dan hubungan antara obyek-obyek dalam suatu wilayah salah satunya dapat tercerminkan dari arus lalu lintas dan karakteristik fasilitas transportasi. Lalu lintas merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia sehingga kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi akan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Kota sebagai pusat
berbagai kegiatan
perekonomian, perdagangan, dan jasa membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk tinggal dan beraktivitas di dalamnya. Daya tarik ini membuat kota semakin padat dan bertambah penduduknya. Meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan memberikan tekanan bagi daya dukung kota tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk ini idealnya harus diikuti dengan peningkatan jumlah fasilitas pelayanan umum yang mendukung kegiatan penduduk di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, rekreasi, pengolahan sampah dan limbah, termasuk sarana pendukung transportasi. Masalahnya, di kebanyakan kota-kota besar, keadaan ideal itu sering kali tidak terpenuhi sehingga banyak terjadi permasalahan yang terjadi di dalam kota. Salah satu masalah yang paling banyak terjadi di kota-kota besar adalah masalah yang berkaitan dengan transportasi yaitu tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas. Diperlukan suatu kajian yang menyeluruh dari berbagai aspek untuk mengatasi permasalahan lalu lintas sehingga dapat menghasilkan suatu sistem transportasi yang yang lebih baik, aman, nyaman dan selamat. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor kondisi jalan maupun faktor 24
lingkungan. Faktor kondisi jalan yang berpengaruh terhadap tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas yakni radius belokan, kondisi persimpangan jalan, daya layan jalan, serta penggunaan lahan yang berada di tepi jalan. Sedangkan faktor kondisi lingkungan yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalulintas antara lain jarak pandang, keberadaan rambu-rambu lalulintas dan marka jalan, keberadaan fasilitas penyeberangan seperti zebra cross dan jembatan penyeberangan, serta kecepatan rata-rata kendaraan. Beberapa parameter penyebab kecelakaan dapat di identifikasi melalui kegiatan interpretasi visual menggunakan citra Quickbird. Interpretasi visual ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari parameter kondisi jalan seperti radius belokan, keberadaan marka jalan, kondisi persimpangan jalan, serta keberadaan fasilitas penyeberangan seperti jembatan penyeberangan dan zebra cross. Selain itu interpretasi citra ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi dari penggunaan lahan di sepanjang tepi jalan. Citra Quickbird dipilih untuk penelitian ini karena memiliki resolusi spasial yang tinggi. Hal ini mendukung kegiatan penelitian terutama untuk studi kasus di daerah perkotaan yang penggunaan lahannya cenderung heterogen dan luasan penggunaan lahannya cenderung sempit sehingga diperlukan citra penginderaan jauh dengan resolusi tinggi untuk mengidentifikasinya. Perbedaan tingkat akurasi interpretasi dari suatu citra akan dipengaruhi oleh resolusi spasialnya. Asumsinya, citra dengan resolusi spasial yang lebih detil akan dapat menghasilkan tingkat interpretasi yang lebih dapat berpengaruh terhadap akurasi tinggi, demikian juga sebaliknya. Tingkat akurasi model daerah rawan kecelakaan juga dipengaruhi oleh hasil interpretasi dari citra karena beberapa parameter diekstrasi dari citra. Model dapat dikatakan semakin akurat apabila semakin sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Kegiatan survey lapangan dimaksudkan untuk melakukan uji akurasi hasil interpretasi. Informasi yang telah di ekstraksi dari citra penginderaan jauh akan diuji interpretasi untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil interpretasi dengan kondisi yang ada di lapangan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan dan
25
pengukuran lapangan untuk mendapatakan informasi lain yang tidak dapat diekstrasi dari citra. Beberapa informasi tambahan yang lain juga diperoleh dari data sekunder dari instansi terkait, misalnya informasi mengenai jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang di peroleh dari Satlantas Kota Semarang. Sedangkan data mengenai jumlah dan kondisi rambu lalu lintas, data daya layan jalan, dan data kecepatan rata-rata kendaraan diperoleh dari dinas perhubungan Kota Semarang. Penyusunan model tingkat kerawanan kecelakaan dilakukan setelah semua data berhasil dikumpulkan. Model tingkat kerawanan kecelakaan ini dibuat dengan menggunakan model berjenjang tertimbang dimana setiap parameter diberi skor. Dari hasil penjumlahan skor dari setiap parameter akan diketahui ruas jalan yang rawan kecelakaan lalulintas. Hasil model selanjutnya akan diwujudkan dalam sebuah peta tingkat kerawanan kecelakaan lalulintas. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode stratifed sampling. Sampel diambil dari setiap ruas jalan yang mewakili tingkat kelas jalan yang berbeda-beda yaitu jalan alteri primer, jalan alteri sekunder, jalan kolektor primer, dan jalan kolektor sekunder. Pengambilan sampel ini berdasarkan asumsi pada kelas jalan yang sama akan cenderung memiliki sifat-sifat parameter yang relatif sama baik dari parameter kondisi jalan maupun dari parameter kondisi lingkungan. Model yang dihasilkan kemudian dicocokan dengan data sekunder untuk mengetahui tingkat akurasinya. Gamaber 1.4 berikut menunjukkan skema diagram alir kerangka berpikir dalam penelitian ini.
26
Interaksi dan hubungan antara objek dalam suatu wilayah
Kebutuhan transportasi sebagai penghubung dalam suatu wilayah Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran kebutuhan transportasi
Meningkatnya kecelakaan lalu lintas
Identifikasi faktor penyebab kecelakaan dengan citra penginderaan jauh Faktor Kondisi lingkungan
Faktor Kondisi geometris Jalan
Analisis spasial dengan menggunakan SIG
Model daerah rawan kecelakaan lalu lintas
Gambar 1.4 Diagram alir kerangka pemikiran
27
1.8. Batasan Istilah
Penginderaan jauh: Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1999). Citra: Gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti penginderaan jauh (Ford,1979 dalam Sutanto ,1986) Sistem Informasi Geografis (SIG): Suatu sistem berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis yaitu pemasukan, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi,dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989 dalam Danoedoro,1996) Interpretasi citra: Perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Etes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986) Kecelakaan lalu lintas: Kecelakaan lalulinatas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak terduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan /atau kerugian harta benda (UU nomor 22 tahun 2009). Kendaraan: Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor (UU nomor 22 tahun 2009). Jalan: Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22 tahun 2009).
28