BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman salak (Salacca sp.) sefamili dengan kelapa (Palmae) merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di setiap jenis tanah di Indonesia.
Menurut
Kementrian Pertanian (2015), luas panen salak di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 28.366 Ha. Di Kabupaten Sleman sendiri, luas panen salak pada tahun 2014 yaitu 2.500 ha dengan jumlah rumpun sebanyak 5.472.464 (BPS Provinsi DIY, 2015).
Guna menjamin tingkat produktivitas tanaman salak, maka diperlukan
perawatan yang intensif,
salah satu diantaranya adalah pemangkasan pelepah
sebanyak 3-4 untuk setiap tanaman per 4 bulan (Adi, 2008). Dengan berat tiap 3-4 batangnya sebesar ½-1 kg, sehingga diperkirakan limbah dari pelepah salak sebanyak 1368 ton/bulan. Pelepah salak hasil pangkasan belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani, limbah tersebut dibiarkan sampai membusuk di areal perkebunan. Pelepah salak memiliki kandungan alpha selulosa 52%, hemiselulosa 35% dan lignin 29% (Widyorini et al., 2015b). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelepah salak memiliki potensi sebagai bahan baku papan partikel. Alternatif pemanfaatan pelepah salak sebagai papan partikel dapat dipertimbangkan karena saat ini kebutuhan papan partikel meningkat dari tahun ke tahun, dimana konsumsi papan partikel dunia pada tahun 2012 mencapai 73,6 juta m3 dan diproyeksikan meningkat hingga 88,6 juta m3 pada tahun 2017 (Anonim, 2014).
1
Akan tetapi dalam pemanfaatan pelepah salak sebagai bahan baku papan partikel, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kandungan zat ekstraktif larut panas yang cukup tinggi yaitu 22% (Widyorini et al., 2015b). Zat ekstraktif tersebut menurut Maloney (1977) berpengaruh terhadap konsumsi perekat, laju pengerasan perekat dan daya tahan partikel yang dihasilkan. Pada berbagai penelitian dilakukan penghilangan ekstraktif dengan cara perebusan dengan air bersuhu 100°C selama 2-3 jam untuk melarutkan zat-zat seperti tanin, getah, gula, zat warna dan pati (ASTM, 1985). Misalnya di penelitian Widyorini (2008) dilakukan penghilangan ekstraktif pada pembuatan papan partikel tanpa perekat dengan menggunakan ampas tebu beserta kulitnya ternyata memberikan peningkatan sifat mekanika papan. Oleh karenanya, pada penelitian ini dilakukan penghilangan ekstraktif pada pelepah salak beserta kulitnya yang diharapkan dapat meningkatkan sifat fisika dan mekanika papan partikel. Pada pembuatan papan partikel, pemilihan bahan perekat merupakan hal utama yang perlu diperhatikan untuk membentuk ikatan antar partikel. Teknologi perekatan
yang
berkembang
di
industri
papan
partikel
mayoritas
(96,6%)
menggunakan perekat berbasis formaldehida (Li, 2002) yang dapat mengeluarkan emisi formaldehida sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan dan mencemari lingkungan (Hashim et al., 2011). Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi atau mengganti kandungan formaldehida dalam formulasi perekat dengan cara mencampurkan formaldehyde catcher (Lum et al., 2013), pembuatan papan komposit
2
tanpa menggunakan perekat (Widyorini et al., 2005a, 2005b; Okuda dan Sato, 2006; Xu et al., 2006), dan penggunaan perekat alami seperti tannin dan lignin (Bertaud et al., 2012), pati (Moubarik et al., 2009), serta asam sitrat (Umemura et al., 2011, 2012a, 2012b, dan 2013). Asam sitrat mulai digunakan sejak tahun 2011 (Umemura et al., 2011). Berbeda dengan perekat alami yang lain, asam sitrat tidak membutuhkan bahan tambahan lain (extender, filler, hardener, katalis) dalam proses pelaburan, hanya membutuhkan aquades sebagai pelarut. Asam sitrat merupakan agen pengikat alami yang dapat dikembangkan dalam pembuatan papan partikel kayu maupun non kayu yang ramah lingkungan. Asam sitrat terbukti telah digunakan sebagai agen perekat yang baik pada partikel kulit Acacia mangium (Umemura et al., 2011a), partikel kayu Acacia mangium (Umemura et al., 2011b), partikel pelepah kelapa sawit (Widyorini et al., 2012a), partikel pelepah nipah (Widyorini et al., 2012b), dan partikel bambu petung (Widyorini et al., 2012a, 2014). Asam sitrat mampu berikatan baik dengan kayu melalui ikatan ester yang dihasilkan dari gugus karboksil asam sitrat yang berikatan dengan gugus hidroksil kayu sehingga dapat meningkatkan sifat fisika dan mekanika papan partikel (Umemura et al., 2011a). Kualitas papan partikel yang dihasilkan dipengaruhi salah satunya oleh jumlah perekat yang digunakan (Kollman et al., 1975). Pada penelitian ini digunakan asam sitrat sebagai perekat, dimana jumlah asam sitrat optimal berbeda-beda berdasarkan karakteristik bahan baku. Hasil penelitian Widyorini et al. (2012a)
3
menunjukkan bahwa jumlah asam sitrat terbaik pada papan partikel pelepah nipah adalah 10% dengan suhu 180° C, pada molding kulit Acacia mangium diperoleh jumlah asam sitrat terbaik adalah 20% dengan suhu 180°C (Umemura et al., 2011), dan papan partikel bambu petung terbaik diperoleh dari jumlah asam sitrat 30% dengan suhu 180°C (Widyorini et al., 2014). Penambahan jumlah asam sitrat pada papan partikel bambu petung tersebut
dapat meningkatkan nilai keteguhan lengkung
statik
nilai keteguhan
secara
signifikan,
sedangkan
rekat
internal meningkat
signifikan pada jumlah asam sitrat 10% dari jumlah asam sitrat 0% (Widyorini et al., 2014). Penelitian ini menggunakan bahan pelepah salak (Salacca sp.) dan asam sitrat sebagai perekat dengan jumlah perekat sebesar 0%, 10%, dan 20% dari total berat partikel kering udara. Pengaruh kandungan ekstraktif larut air panas yang tinggi pada pelepah salak terhadap sifat papan partikel dengan perekat asam sitrat belum pernah diteliti, oleh karena itu penelitian ini menggunakan bahan pelepah salak tanpa perlakuan ekstraksi dan dengan perlakuan ekstraksi air panas.
4
1.2 Tujuan Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
interaksi
perlakuan ekstraksi dengan jumlah perekat asam sitrat terhadap sifat fisika dan mekanika papan partikel dari pelepah salak (Salacca sp.). 1.3 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemanfaatan limbah perkebunan berupa pelepah salak sebagai bahan baku pembuatan papan partikel Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai sifat papan partikel dari pelepah salak (Salacca sp.) dan pengetahuan mengenai pengaruh interaksi antara perlakuan ekstraksi dan jumlah perekat asam sitrat serta dapat memberikan informasi mengenai perlakuan ekstraksi dan jumlah perekat asam sitrat yang terbaik.
5