BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Ilmu pengetahuan memiliki peranan penting dalam kehidupan individu dan pembangunan bangsa secara ilmiah dan teknologi. Maju mundurnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah pembaharuan kurikulum, intinya pengembangan dan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikembangkan oleh tingkat satuan pendidikan (sekolah). Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan (Puskur balitbang; 2006). Sebagaimana yang disebutkan dalam permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan salah satu ketentuan yaitu substansi mata pelajaran IPA dan IPS merupakan „IPA Terpadu‟ dan „IPS Terpadu‟. Di
samping
itu,
dalam
mengimplementasikan
KTSP
perlu
memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan sebagaimana yang tertera dalam peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, yaitu “ … kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal”. Berdasarkan hal tersebut, topik atau materi untuk pembelajaran sebaiknya berasal dari peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang terjadi di lingkungan sehari-hari. Pengembangan pengetahuan mengenai alam sekitar tentunya tidak hanya dikaji oleh satu disiplin ilmu saja tetapi melalui berbagai macam disiplin ilmu sehingga didapatkan pemahaman mengenai berbagai peristiwa Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2
alam secara utuh. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsurunsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Perolehan keutuhan belajar, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan fenomena alam dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Terdapat berbagai macam model pembelajaran terpadu seperti yang dikemukakan oleh Fogarty (1991), yaitu : Fragmented, Connected, Nested, Sequenced, Shared, Webbed, Threadhead, Integrated, Immersed, dan Networked. Menurut Fogarty (Sugiyanto dalam Garnies, 2009), model pembelajaran terpadu yang sesuai untuk dikembangkan dalam pembelajaran IPA ditingkat pendidikan di Indonesia, yaitu connected (keterhubungan), integrated (keterpaduan), dan webbed (jaring laba-laba). Model connected merupakan model terpadu yang berlandaskan pada suatu Kompetensi Dasar (KD) yang konsep-konsep pada KD tersebut dipertautkan dengan konsep pada KD lain dalam satu disiplin ilmu. Model integrated merupakan model terpadu yang menyajikan beberapa KD melalui topik yang konsepnya berkaitan dan saling tumpang tindih. Sedangkan webbed merupakan model terpadu yang berasal dari tema sebagai pemadu beberapa topik dari beberapa disiplin ilmu yang memiliki keterkaitan antara kompetensi dasar. Dalam penelitian ini, model pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model webbed atau disebut dengan model tematik. Pertimbangan digunakannya model ini karena penentuan tema yang dipilih yaitu „Polusi Cahaya‟, merupakan suatu masalah yang erat dengan lingkungan sehari-hari dan memuat konsep - konsep yang saling berkaitan dari berbagai macam disiplin ilmu, yakni Fisika, Biologi, Kimia, PLH, IPS dan PKn. Sesuai
dengan
Permendiknas
nomor
22
tahun
2006
yaitu
pengembangan pendidikan berdasar kondisi alam dan lingkungan, maka tema polusi cahaya dipilih sebagai pemadu atau penghubung antar lintas mata pelajaran. Mengingat kurangnya kesadaran manusia terhadap dampak industrialisasi dan penggunaan tata cahaya kota yang berlebihan yang biasa ditemui di lingkungan sehari - hari. Dampak yang ditimbulkan tersebut tidak hanya berpengaruh buruk terhadap kesehatan manusia, tetapi juga pada Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
3
kesetimbangan ekosistem hewan dan tumbuhan serta berpengaruh terhadap kebutuhan perekonomian bangsa. Semua permasalahan yang timbul hanya dapat dikaji melalui berbagai macam disiplin ilmu. Oleh karena itu, mata pelajaran yang dapat diintegrasikan melalui tema ini yaitu fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam kehidupan, IPS berkaitan dengan permasalahan lingkungan hidup dan penanggulannya, PLH tentang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup serta PKn berkaitan dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Melalui pembelajaran tematik ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif. Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa diharapkan mampu memahami konsep - konsep dan keterampilan - keterampilan yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep dan keterampilan lain yang sudah mereka pahami sehingga siswa mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap suatu permasalahan yang dekat dengan lingkungan sehari-hari. Konsep dan keterampilan tersebut dapat berasal dari satu bidang studi (intrabidang studi), dapat pula dari berbagai bidang studi (antarbidang studi). Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan, mengingat masalah yang kita hadapi hanya mungkin dapat diatasi secara tuntas dengan memanfaatkan berbagai bidang ilmu secara terpadu (Zuchdi, 2012; 41). NSTA (National Science Teachers Association) merekomendasikan agar guru-guru IPA sekolah dasar dan menengah memiliki kecenderungan interdisipliner pada IPA. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyebutkan bahwa kompetensi guru mata pelajaran IPA SMP/MTs Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4
salah satunya adalah memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika dan teknologi. Sebagai usaha untuk memenuhi tuntutan tersebut, guru-guru IPA SMP/MTs hendaknya disiapkan untuk memiliki kompetensi dalam biologi, kimia, fisika, bumi dan antariksa serta bidang IPA lainnya, seperti kesehatan, lingkungan, dan astronomi. Fakta di lapangan berdasarkan studi pendahuluan di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu masih belum bisa diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan masih terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala untuk menerapkan pembelajaran terpadu di sekolah, seperti belum mendukungnya sarana atau buku sumber yang disajikan secara terpadu dari pemerintah, guru menggunakan silabus
dari pemerintah sebagai
standar perencanaan
pembelajaran sesuai dengan mata pelajarannya masing-masing, evaluasi pembelajaran seperti soal ujian nasional dari pemerintah tidak menyajikan soal secara terpadu, dan kurangnya kemampuan guru dalam menguasai mata pelajaran lain diluar bidang yang guru miliki karena tidak dibekali dengan keterampilan untuk menyajikan suatu pembelajaran secara terpadu. Oleh karena itu, meskipun pemerintah sudah mensosialisasikan pembelajaran terpadu untuk sekolah dasar dan menengah, namun implementasi dari pembelajaran terpadu tersebut masih belum bisa diterapkan oleh pihak sekolah. Masih kurangnya kompetensi yang dimiliki guru dan belum tersedianya sarana untuk pembelajaran terpadu dinilai menjadi faktor utama yang menjadi kendala dalam melaksanakan pembelajaran terpadu. Sehingga sampai saat ini pembelajaran yang dinilai efektif oleh guru yaitu pembelajaran dengan tanpa memadukan atau mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu tema atau topik pembelajaran. Selama ini, sebagian besar pembelajaran menuntut hasil belajar yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan taksonomi Bloom. Dalam pelaksanaanya, pembelajaran berbasis ranah Bloom pun tidak seimbang dengan lebih menitikberatkan pada ranah kognitif siswa. Untuk itu, peneliti dalam penelitian ini menggunakan new taxonomy of science Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5
education yang telah dikembangkan oleh Allan J. McCormack dan Robert E.Yager (1989) berdasarkan pada lima ranah atau lima domain, yaitu knowledge domain, science process skill domain, creativity domain, attitudinal domain, serta application and connection domain. Lima ranah ini merupakan perluasan, pengembangan dan pendalaman tiga ranah Bloom yang mampu
meningkatkan
aktivitas
pembelajaran
sains
di
kelas
dan
mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran itu (Loucks-Horsley dalam Zuchdi, 2012). Dalam pelaksanaan pembelajaran untuk lima ranah pada new taxonomy of science education ini, digunakan perangkat pembelajaran model Susan Louks-Horsley (SLH) melalui empat tahap pembelajaran. Keempat tahapan tersebut adalah tahap invited yaitu berupa penyajian demonstrasi atau fenomena. Tahap kedua explore and discover yaitu analisis, pengamatan untuk menjawab pertanyaan mereka sendiri terkait dengan demonstrasi yang dimunculkan. Tahap ketiga purpose and explanation, murid menyiapkan penjelasan dan penyelesaian, serta melaksankan apa yang mereka pelajari. Tahap terakhir taking action yaitu memberi kesempatan kepada murid untuk mencari kegunaan temuan mereka dan menerapkannya. Dalam hal ini, attitudinal domain menjadi ranah yang cukup ditekankan sebagai hasil pembelajaran disamping ranah atau domain yang lain. Pertimbangan untuk hal ini dikarenakan banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus moral lainnya. Bahkan di kotakota besar tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
6
Sejalan dengan tuntutan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal
3
menyebutkan
bahwa
“
Pendidikan
Nasional
berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam pendidikan karakter tersimpan pembelajaran akhlak mulia yang mencakup etika (baik-buruk, hak-kewajiban), budi pekerti (tingkah laku), dan moral (baik-buruk menurut umum) sebagai perwujudan dari keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. Salah satu gerakan dalam pendidikan karakter dapat diberi nama secara eksplisit “pendidikan moral”. Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang atau dapat dikatakan dengan istilah “bermoral”. Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Mendidik karakter (menurut Lickona dalam Zuchdi, 2012), adalah mendidik tiga aspek kepribadian manusia: moral knowing, moral feeling or attitudes, and moral behavior. Untuk
mengetahui
kedudukan
seseorang
dalam
perkembangan
penalaran moral tersebut, Kohlberg mengemukakan tes dilema moral. Dari keputusan moral seseorang dalam menghadapi dilema tersebut, disertai alasan yang mendasari keputusan tersebut, dapat ditentukan pada tahap yang mana seseorang berada. Oleh karena itu, evaluasi yang dapat menggambarkan tingkat dan tahap penalaran moral tersebut harus dilengkapi dengan evaluasi terhadap tingkat perkembangan afektif yang terkait dengan permasalahan nilai/moral (Zuchdi, 2012; 38-39). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Penanaman Karakter Siswa SMP”. Sehingga timbul kebermaknaan dalam pembelajaran dan membuat peserta didik menjadi lebih memahami konsep secara utuh dan dapat menerapkan dalam ruang lingkup sehari-hari. Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
7
1.2. Rumusan Masalah Untuk mengurangi permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, pembelajaran tematik dihadirkan sebagai salah satu alternatif dalam upaya pengembangan kurikulum 2013 untuk dapat meningkatkan hasil belajar dan penanaman karakter siswa. Hasil belajar yang diukur dalam penelitian ini mencakup lima domain dalam new taxonomy of science education, sedangkan penanaman karakter dilakukan melalui tes dilema moral yang berkaitan dengan tema polusi cahaya. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran terpadu menggunakan pembelajaran model Susan Loucks-Horsley (SLH) dengan empat tahapan pembelajaran pada setiap pertemuannya. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah : -
Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran tematik pada tema polusi cahaya ?
-
Bagaimana profil karakter yang dimiliki siswa setelah diterapkan pembelajaran tematik pada tema polusi cahaya ?
-
Bagaimana pola keterkaitan antardomain dalam new taxonomy of science education ?
1.2.1 Batasan Masalah Pembelajaran terpadu pada penelitian ini menggunakan pembelajaran model webbed (jaring) atau tematik yang berlandaskan pada satu tema yaitu polusi cahaya. Beberapa mata pelajaran yang diintegrasikan antara lain, fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, IPS tentang kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam kehidupan, PLH tentang kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan PKn tentang norma dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Peningkatan hasil belajar siswa diukur berdasarkan lima domain dalam new taxonomy of science education yang dalam pelaksanaannya menggunakan pembelajaran Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
8
model Susan Loucks-Horsley (SLH) dengan empat tahapan pembelajaran. Beberapa domain yang diukur untuk hasil belajar diantaranya knowledge domain (pengetahuan dan pemahaman), science process skill domain (keterampilan proses sains), creativity domain (kreativitas), dan connecting and application domain (mengintegrasikan dan aplikasi). Pengukuran untuk domain-domain tersebut dilakukan melalui tes, lembar observasi dan tes dilema moral. Aspek moral yang diukur melalui tes dilema moral ini mengacu pada penalaran moral yang dikemukakan oleh Lickona yaitu, moral knowing, moral feeling or attitudes, dan moral behavior. Namun, dalam penelitian ini dibatasi hanya sampai moral knowing dan moral feeling saja. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antardomain, digunakan analisis pola keterkaitan antardomain melalui nilai persentase siswa pada masingmasing domain. 1.2.2 Variabel Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pembelajaran tematik dengan tema polusi cahaya. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar dan karakter siswa SMP. 1.2.3 Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi mengenai penelitian ini, maka definisi operasional variabel penelitian yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut : a) Pembelajaran terpadu model webbed atau disebut dengan pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang mengintegrasikan dua atau lebih bidang mata pelajaran dalam suatu pembelajaran dengan berlandaskan pada suatu tema. Tema yang dipilih sebagai pemadu atau penghubung antar lintas mata pelajaran yaitu polusi cahaya. Mata pelajaran yang diintegrasikan melalui tema ini yaitu fisika dengan pembahasan mengenai cahaya dan optik, biologi berkaitan dengan pembahasan ekosistem, IPS berkaitan dengan kependudukan dan permasalahan lingkungan, kimia berkaitan dengan bahan kimia dalam Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
9
kehidupan, PLH tentang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan PKn tentang norma dan peraturan dalam masyarakat.
Dalam
pelaksanaan
pembelajaran
ini,
digunakan
pembelajaran model Susan Loucks-Horsley (SLH) berdasarkan lima ranah pada new taxonomy of science education. Pelaksanaan pembelajaran model SLH ini terbagi menjadi empat tahap. Tahap invited, yaitu berupa penyajian demonstrasi atau fenomena. Tahap kedua explore and discover yaitu observasi untuk menjawab pertanyaan mereka sendiri terkait dengan fenomena atau demonstrasi yang dimunculkan. Tahap ketiga purpose explanation, murid menyiapkan penjelasan dan penyelesaian. Tahap terakhir taking action yaitu memberi kesempatan kepada murid untuk mencari kegunaan temuan mereka dan menerapkannya. Untuk melihat keterlaksanaan penerapan pembelajaran model SLH, maka digunakan lembar keterlaksanaan sebagai lembar observasi agar diperoleh gambaran tentang kegiatankegiatan yang muncul selama pembelajaran. Penilaian menggunakan skor 1 jika aktivitas muncul/dilaksanakan dan skor 0 jika aktivitas tidak muncul. b) Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga lebih baik dari sebelumya. Hasil belajar yang diukur melalui tema polusi cahaya mencakup lima domain berdasarkan pada new taxonomy of science education yang dikembangkan Allan J. McCormack dan Robert E. Yager (1989), yaitu : -
Domain I, knowledge (pengetahuan dan pemahaman) Domain ini menuntut pengetahuan dan pemahaman berkaitan masalah - masalah sains dan sosial yang dimunculkan dalam topik topik baru yang menekankan pengaruh teknologi dan sains dalam lingkungan yang dapat meningkatkan etika moral atau isu - isu sosial. Instrumen untuk mengukur domain ini dilakukan melalui tes
Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
10
berisi 28 butir soal pada saat pretest dan posttest yang berkaitan dengan tema polusi cahaya. Peningkatan hasil belajar pada domain ini diukur berdasarkan nilai gain ternormalisasi.
-
Domain II, science process skill (eksplorasi dan penemuan) Domain ini berkaitan dengan mempelajari proses sains, meliputi obeservasi, komunikasi, klasifikasi, pengukuran, menyimpulkan, inferensi, memprediksi, penyusunan hipotesis, dan eksperimen. Instrumen untuk mengukur domain ini dilakukan melalui lembar observasi kegiatan siswa pada saat pelaksanaan pembelajaran terpadu berlangsung di kelas. Penilaian yang dilakukan berdasarkan pada rubrik yang telah ditetapkan dengan rentang skor 1-4.
-
Domain III, imagining and creativity (imajinasi dan kreatifitas) Domain
ini
berkaitan
dengan
kemampuan
berimajinasi,
menggabungkan objek baru dan ide-ide baru dengan cara baru, memecahkan masalah, serta merancang suatu perangkat dan mesin. Instrumen yang digunakan untuk mengukur domain ini yaitu melalui laporan hasil kreatifitas siswa terhadap pembuatan produk yang terkait dengan tema polusi cahaya. Pembuatan produk yang dimaksud berupa pembuatan tudung lampu sebagai hasil kreatifitas setiap kelompok. Penilaian dilakukan berdasarkan pada rubrik yang telah ditentukan dengan rentang skor penilaian 1-4. -
Domain IV, attitudinal (sikap) Hal-hal
yang
mencakup
dalam
domain
ini
antara
lain:
Pengembangan sikap positif terhadap sains secara umum, terhadap diri sendiri, penggalian emosi kemanusiaan, penampaan perasaan pribadi melalui cara yang konstruktif dan pengambilan keputusan tentang masalah-masalah sosial dan lingkungan. Instrumen untuk tes ini menggunakan tes dilema moral (TDM) meliputi dua aspek penalaran moral yang dikemukakan oleh Lickona yaitu moral Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
11
feeling dan moral knowing. Untuk mengetahui aspek moral apa saja yang dimiliki siswa digunakan rubrik penilaian karakter agar dapat diamati kecenderungan karakter jawaban siswa.
-
Domain V, connecting and application (mengintegrasi dan aplikasi) Domain ini mencakup beberapa hal yaitu, kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan pribadi, nutrisi, dan gaya hidup didasarkan pada pengetahuan konsep ilmiah serta kemampuan untuk membuat hubungan interdisipliner suatu ilmu dengan ilmu yang lainnya. Aspek yang diukur pada domain ini yaitu kemampuan hubungan siswa dalam mengintegrasikan suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain. Untuk mengetahui kemampuan siswa tersebut, penilaian dilakukan melalui analisis nilai pada setiap wacana yang terdapat pada tes dengan menggunakan nilai persentase yang diperoleh siswa pada setiap wacana tersebut.
Untuk dapat mengetahui bagaimana keterkaitan antardomain, dilakukan analisis pola keterkaitan antardomain dengan melihat perolehan nilai persentase siswa pada domain I, domain II, domain III dan domain V, serta karakter apa saja yang muncul pada domain IV. c) Penanaman karakter merupakan salah satu upaya dalam rangka mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa. Tujuan dari upaya penanaman karakter siswa ini adalah mengembangkan kompetensi siswa dalam pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan berdasarkan lima ranah pada taksonomi untuk pendidikan sains (Loucks-Horsley dalam Zuchdi, 2012). Melalui polusi cahaya, siswa ditanamkan karakter positif pada saat menghadapi permasalahan polusi cahaya yang dilakukan pada tahap taking action di Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
12
setiap pertemuan pembelajaran. Permasalahan yang dimunculkan melalui tes dilema moral yang dikemukakan oleh Kohlberg dapat menghasilkan bagaimana profil karakter yang dihasilkan setiap siswa ketika dihadapkan pada suatu permasalahan moral dengan menganalisis kecenderungan jawaban siswa terhadap permasalahan moral tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, tujuan utama dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran penerapan pembelajaran tematik dengan tema polusi cahaya terhadap peningkatan hasil belajar dan menganalisis profil karakter siswa SMP.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Segi praktik Penelitian yang dilakukan diharapkan memiliki kegunaan dalam hal positif yaitu sebagai alternatif untuk membantu pemahaman guru terhadap implementasi pembelajaran terpadu yang diterapkan dalam pembelajaran di kelas dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. 1.4.2. Segi kebijakan Pembelajaran tematik pada penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran yang mendukung kebijakan baru dalam pendidikan yaitu kebijakan pengembangan kurikulum 2013.
1.5 Struktur Organisasi Susunan penulisan skripsi ini yaitu bab I pendahuluan, terdiri dari latar belakang, rumusan masalah (batasan masalah, variabel penelitian dan definisi operasional), manfaat penelitian dan struktur organisasi. Bab II kajian teori, terdiri dari pembelajaran terpadu, pembelajaran tematik polusi cahaya (konsep, karakteristik, tujuan, landasan, prinsip-prinsip merancang tema, alur Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
13
perencanaan pembelajaran, kelebihan dan kekurangan model tematik ), pembelajaran model Susan Loucks-Horsley, hasil belajar, dan penanaman karakter. Bab III metode penelitian terdiri dari subjek penelitian, metode dan desain penelitian, prosedur penelitian, instrumen penelitian, teknik analisis instrumen, analisis uji instrumen, teknik pengumpulan dan teknik pengolahan data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan terdiri dari, pelaksanaan penelitian, dan hasil belajar. Bab V terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi. Setelah itu, daftar pustaka dan daftar lampiran.
Hayyah Fauziah, 2013 Penerapan Pembelajaran Tematik Polusi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Penanaman Karakter Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu