BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu perwujudannya melalui pendidikan bermutu pada setiap satuan pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia adalah suatu pendidikan yang memiliki tujuan yang tertulis dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut, salah satu upayanya adalah dengan mengembangkan keterampilan berhitung bagi warga masyarakat melalui Matematika. Lampiran Permendiknas RI No. 22 (2006:416) menyebutkan bahwa, dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Sementara itu, dalam Permendiknas RI No. 41 (2007:6) disebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi mengajar dan sekaligus melibatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajarannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional dan menghasilkan lulusan yang memiliki
1
2
keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar nasional, Depdiknas melakukan pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran, yaitu dari teacher active teaching menjadi student active learning. Maksudnya adalah perubahan orientasi pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam belajar, dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar dari berbagai sumber belajar. Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa transfer matematika sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum kepada siswa hendaknya melalui proses belajar mengajar yang terencana dan berpola. Keberhasilan dalam proses pembelajarannya menjadi tanggung jawab bersama antara guru dan siswa. Guru dalam merencanakan suatu proses pembelajaran sekurang-kurangnya faktor yang umumnya harus dipikirkan secara simultan oleh guru antara lain adalah: tujuan yang akan dicapai, materi pembelajaran, siswa, media pengajaran, metode pembelajaran, dan waktu belajar. Tanpa mengabaikan faktor yang lain, faktor faktor tersebut secara bersama-sama menentukan hasil dari proses pembelajaran yang terjadi. Kualitas dan produktivitas pembelajaran ini akan tampak pada seberapa jauh siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sementara itu untuk membuat siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tersebut terkait erat dengan efektivitas strategi pembelajaran yang disusun oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kualitas dan produktivitas pembelajaran yang tinggi penyampaian materi pelajaran harus dikelola dan diorganisir melalui strategi pembelajaran yang tepat dan penyampaian yang tepat pula kepada siswa. Untuk itu salah satu tugas guru adalah bagaimana menyelenggarakan pembelajaran efektif. Dikemukakan Suparman (1997:156), bahwa kemampuan mengatur urutan kegiatan pembelajaran, pemilihan metode dan media tertentu serta pembagian waktu dalam kegiatan pembelajaran bagi seorang guru akan menjadi modal utama dalam merencanakan kegiatan pembelajaran secara sistematik. Karena apa yang diajarkan guru, bukan saja relevan dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran yang bersangkutan, melainkan juga harus dikuasai dengan baik oleh siswa yang diajarnya serta kegiatan pembelajarannya harus menarik dan bervariasi. Namun demikian, kenyataan di lapangan guru masih mengalami kesulitan bagaimana menyelenggarakan pembelajaran yang efektif. Seperti dikemukakan Zamroni
3
dalam Sutarto Hadi, (2003:1), orientasi pendidikan di Indonesia pada umumnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) cenderung memperlakukan siswa berstatus sebagai obyek; (2) guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator; (3) materi bersifat subject-oriented; dan (4) manajemen bersifat sentralistis. Ciri-ciri tersebut, mengidentifikasikan bahwa belum adanya peran aktif siswa dalam pembelajaran. Guru di sekolah lebih berperan sebagai subyek pembelajaran (pembelajaran berpusat pada guru), sedangkan siswa sebagai obyek, serta pembelajaran tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, maka perlu kiranya bagi guru bagaimana sebaiknya mengatur urutan kegiatan pembelajarannya sehingga relevan dengan tujuan pembelajaran, dan dikuasai dengan baik oleh siswa yang diajarnya, serta kegiatan pembelajarannya kontekstual, menarik, bervariasi, dan melibatkan peran aktif siswa. Fungsi Matematika dan tujuan pembelajaran Matematika bertujuan agar siswa memiliki kemahiran yang mencakup kemampuan penalaran, komunikasi dan pemecahan masalah. Penerapan kemahiran pemecahan masalah antara lain dengan menerapkan suatu konsep untuk memperoleh penyelesaian dari suatu soal. Pembelajaran Matematika sering dianggap sulit dan membosankan bagi siswa sehinggga hasil belajar Matematika cenderung kurang bagus. Hal ini ditandai dengan nilai hasil evaluasi mata pelajaran Matematika yang masih rendah pada siswa. Siswa yang memperoleh nilai baik hanya sebagian saja. Ilmu matematika diajarkan di segala jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA hingga bahkan di perguruan tinggi. Hal ini dilakukan karena manfaat matematika sangat banyak yaitu untuk kuantitatif, penataan cara berfikir dalam hal pembentukan kemampuan analitis, membuat sintesis, dan untuk evaluasi hingga kemampuan memecahkan masalah. Berdasarkan kondisi-kondisi di atas, maka gurulah yang memegang peranan penting berhasil atau tidaknya suatu tindakan pembelajaran. Karena guru merupakan pelaksana pendidikan pada tingkat yang paling bawah. Seperti halnya pada kegiatan yang peneliti laksanakan pada mata pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri Wonotunggal 03 Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Setelah diadakan evaluasi sebagai langkah untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu pembelajaran melalui tes formatif, menunjukan hasil belajar yang masih rendah atau belum mencapai standar Kriteria
4
Ketuntasan Minimal (KKM). standar Kreteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan pada mata pelajaran Matematika yang dihitung berdasarkan jumlah kompetensi dasar adalah 75. Dari jumlah siswa 25 siswa yang memperoleh hasil belajar mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal hanya 15 anak (60% tuntas belajarnya) dan sisanya 10 anak (40% belum tuntas belajarnya) belum mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal. Sebagai indikator keberhasilan suatu pembelajaran adalah jika hasil belajar yang diperoleh kelas mencapai setandar ketuntasan klasikal sebesar 75% atau lebih. Dalam proses belajar mengajar, penggunaan metode pengajaran sangat membantu suksesnya pembelajaran. Melalui metode siswa dapat memahami secara optimal apa yang disampaikan oleh para guru. Semakin optimal metode yang digunakan oleh guru maka akan semakin mudah materi yang diterima dan diingat, akhirnya metode dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik. Berdasarkan PP No.74 tahun 2008 Pasal 1 mengenai tugas utama sebagai seorang pendidik, keprofesionalan guru dapat diamati dari pengelolaan kelas, hasil belajar siswa, dan tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini keaktifan siswa sangat dibutuhkan dalam pembelajaran supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Pembelajaran yang berorientasi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK), pembelajaran hendaknya diawali dari dunia nyata dan rumus diharapkan ditemukan oleh siswa sendiri. Sebagai contoh: sebelum menjelaskan sifat distributif yaitu a x (b+c) = (axb)+(axc) siswa diberi pertanyaan sebagai berikut. Wayan disuruh membeli beras sebanyak 9 kg. Harga beras per kg Rp.2900,-. Berapa rupiah Wayan harus membayar?. Cara siswa menjawab kemungkinan bervariasi. Beberapa kemungkinan cara siswa menjawab adalah: 9 x (3000-100) = (9x3000) – (9x100), atau (10- 1)x2900 = (10x2900) – (1x2900) atau cara lainnya. Jadi jenis jawaban beragam. Pendekatan pembelajaran yang cocok dengan KBK adalah pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Pada pembelajaran CTL guru tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta tetapi guru hendaknya mendorong siswa untuk mengkontruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Melalui CTL siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami’ bukan ‘menghapal’. Dalam pembelajaran, guru perlu
5
memahami konsepsi awal yang dimiliki siswa dan mengaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Konsepsi awal ini dapat direkam dari pekerjaan siswa dalam LKS dan dari jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan guru yang disampaikan pada awal pembelajaran. Dalam pembelajaran biasanya siswa malu atau takut bertanya kepada gurunya dan lebih suka bertanya kepada teman-temanya. Oleh karena itu implementasi pendekatan kontekstual melalui pembelajaran kooperatif berbantuan media Audio Visual perlu diterapkan. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, penulis dengan dibantu teman sejawat,
maka peneliti terdorong untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas yang
berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Penerapan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri Siswa Kelas IV SD Negeri Wonotunggal 03 Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang “. 1.2 Identifikasi Masalah Proses Belajar Mengajar yang dilaksanakan penulis sering muncul masalah yang perlu diselesaikan dan perlu diperbaiki. Berdasarkan analisis masalah dan untuk membantu siswa agar hasil pembelajaran baik dan memuaskan, maka penulis menuliskan permasalahan : a. berupa hasil belajar matematika yang masih di bawah KKM. b. Belum menggunakan metode dan pendekatan yang tepat dan efektif. c. Guru yang masih menggunakan metode ceramah yang dianggap membosankan. 1.3 Cara Pemecahan Masalah Berdasarkan permasalahan yang sudah dikemukakan di atas maka penulis berusaha memecahkan masalah melalui pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri. Penggunaan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri ini digunakan dengan alasan untuk mengurangi kejenuhan metode
ceramah serta membuat sesuatu yang abstrak menjadi hal yang konkrit, sehingga pemahaman anak semakin meningkat yang pada akhirnya nanti akan berpengaruh pada hasil belajar mata pelajaran matematika, sehingga KKM dapat dicapai. Selain itu juga berdasarkan pada penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti-peneliti yang lain atau teman sejawat yang telah melakukan penelitian dengan menerapkan pendekatan
6
kontekstual komponen inkuiri mengalami peningkatan hasil belajar pada materi yang diteliti. 1.4 Rumusan Masalah Apakah penerapan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri
Wonotunggal 03? 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV SD Negeri Wonotunggal 03 Kecamatan Wonotunggal Semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 melalui penerapan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri. 1.5.2 Manfaat Penelitian 1.5.2.1. Bagi guru, penelitian ini berguna sebagai: a. Membantu guru memperbaiki pembelajaran yang dikelolanya. b. Membantu guru berkembang secara profesional. 1.5.2.2. Bagi para siswa : a. Nilai hasil belajar meningkat. b. Meningkatkan dan memperbaiki cara belajar siswa. c. Menjadikan model bagi siswa dalam bersikap kritis terhadap hasil belajarnya. 1.5.2.3. Bagi SD
:
a. sebagai salah satu cara meningkatkan mutu SD. b. membantu sekolah agar bisa berkembang karena berbagai perbaikan diwujudkan. c. Membantu menanggulangi masalah belajar para siswa. d. Menumbuhkan iklim kerjasama yang kondusif di sekolah.