BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar kelak mampu bersaing dan berperan dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi secara global. Melalui pendidikan manusia diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam upaya menuju arah yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan Trianto (2014:1) bahwa: “ Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Selanjutnya dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Dari definisi pendidikan tersebut dapat kita simpulkan bahwa untuk meningkatkan sumber daya manusia tidak lain harus melalui proses pendidikan yang baik, terarah dan berkualitas. Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dibutuhkan kegiatan pembelajaran yang membangun dan interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi, yakni pembelajaran yang memberi peluang untuk berkembangnya daya matematik melalui pemberian keleluasaan berpikir siswa secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dinilai cukup memegang peranan penting dalam membentuk siswa menjadi berkualitas, karena
1
2
matematika merupakan suatu sarana berpikir untuk mengkaji sesuatu secara logis dan sistematis. Cockroft (dalam Abdurrahman, 2012:204) mengemukakan alasan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa, karena: (1)selalu digunakan dalam segi kehidupan, (2)semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, (3)merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, (4)dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, (5)meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, (6)memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan untuk kehidupan seharihari dalam menghadapi kemajuan IPTEK. Liebeck (dalam Abdurrahman, 2012:204) menyatakan bahwa: “ada dua macam hasil belajar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, perhitungan matematis (mathematics calculation) dan penalaran matematis (mathematics reasoning)”. Kemampuan penalaran merupakan salah satu hal yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Belajar matematika adalah cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Setyono (dalam Khairunnisa, 2012:2) menyatakan bahwa: “Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. Dengan kata lain, kemampuan yang dibutuhkan dalam belajar matematika adalah kemampuan penalaran. Kepentingan pembelajaran penalaran juga direkomendasikan oleh NCTM (dalam Khairunnisa, 2012 : 2) yaitu untuk matematika sekolah kelas 5-8 agar siswa dapat: (1)mengenal dan menerapkan penalaran induktif dan deduktif, (2)memahami dan menggunakan proses penalaran dengan perhatian khusus pada penalaran keruangan serta penalaran dengan proporsi dan grafik, (3)membuat dan mengevaluasi konjektur dan argumentasi matematika, (4)memvalidasi pikiran mereka sendiri, dan (5)menghargai kegunaan serta kekuatan penalaran sebagai bagian dari matematika. Oleh karena begitu pentingnya penalaran dalam matematika, maka sebaiknya siswa dituntut memiliki kemampuan penalaran agar dapat memecahkan
3
masalah yang akan mereka hadapi. Untuk itu, peran guru sangat diharapkan agar membantu siswa
untuk memiliki kemampuan penalaran dalam pembelajaran
matematika karena penalaran merupakan dasar dari matematika. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Nurdalilah, dkk (2012:8) bahwa: “penalaran adalah suatu cara berpikir yang menghubungkan antara dua hal atau lebih berdasarkan sifat dan aturan tertentu yang telah diakui kebenarannya dengan menggunakan langkah-langkah pembuktian hingga mencapai suatu kesimpulan. Kemampuan penalaran tersebut merupakan dasar dari matematika itu sendiri”. Pada kenyataannya, dari laporan beberapa penelitian mengungkapkan kemampuan menalar siswa Indonesia berada pada kategori rendah. Penelitian Wahyudin
(dalam
Nurhajati,
2014:3)
menemukan
bahwa
salah
satu
kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika akibat siswa kurang menggunakan nalar dan logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Penelitian Nurdalilah, dkk (2012:8) menemukan kemampuan penalaran siswa masih rendah. Banyak siswa mengalami kesulitan ketika siswa mencoba menyelesaikan soal. Soal yang diberikan pada siswa yaitu: Seorang petani mempunyai persediaan makanan untuk 80 ekor ternaknya selama satu bulan. Jika petani tersebut menambah 20 ekor ternak lagi, berapa hari persediaan makanan itu habis. Hasilnya juga menunjukkan bahwa dari 35 orang siswa, 10 orang diantaranya tidak menjawab soal tersebut, 17 orang menjawab soal dengan salah, dan 8 orang menjawab dengan benar. Terlihat bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih rendah. Hal itu terlihat ketika siswa mencoba menyelesaikan soal tersebut, banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menentukan posisi dari nilai suatu perbandingan apakah soal tersebut merupakan perbandingan senilai atau berbalik nilai dan siswa mengalami kesulitan dalam proses perhitungannya. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa masih rendah.. Begitu juga hasil wawancara pada tanggal 25 Februari 2016 yang dilakukan peneliti dengan guru matematika kelas VIII-3 SMP Swasta Nurcahaya Medan (Hadi Ritono, 2016) menyatakan bahwa: “Sebagian besar siswa
4
mengalami kesulitan jika diberikan soal yang bervariasi atau berbeda dari contoh yang telah diberikan”. Ini menunjukkan bahwa penalaran siswa dalam menjawab soal masih rendah. Hal di atas didukung dari hasil tes kemampuan awal yang diberikan peneliti di kelas VIII-3 SMP Swasta Nurcahaya Medan dengan soal-soal yang menguji penalaran siswa mengenai materi garis singgung lingkaran. Salah satu soal yang digunakan pada tes kemampuan awal yaitu, pada gambar di bawah ini, panjang jari-jari OA = 5 cm dan panjang OB = 13 cm. Hitunglah panjang garis singgung AB !
A
B O
Gambar 1.1. Gambar Soal
Pada saat siswa menyelesaiakan soal tersebut, terlihat siswa awalnya sangat bekerja keras untuk memperoleh penyelesaian. Berikut inilah jawaban siswa di kelas VIII-3 SMP Nurcahaya Medan :
5
Gambar 1.2 Beberapa Jawaban Siswa
Dari gambar 1.2 terlihat bahwa siswa belum mampu menyajikan pernyataan matematika secara tertulis dan gambar sehingga siswa tidak mampu melakukan manipulasi matematika dengan baik. Siswa tidak mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam soal, sehingga tidak mampu menggunakan rumus yang sebenarnya yaitu, Dalil Phytagoras. Siswa tidak mampu melakukan manipulasi matematika karena tidak mampu mengajukan dugaan rumus apa yang digunakan. Selain itu, dalam proses pengerjaan soal, kebanyakan siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan sempurna. Ada langkah pengerjaan yang hilang begitu saja, dan kemudian di langkah selanjutnya muncul kembali. Siswa juga kurang mampu dalam menarik kesimpulan dari pernyataan tersebut.
6
Dari hasil tes kemampuan awal yang diberikan, diperoleh hasil bahwa 33 siswa yang diberi tes terdapat 27 orang (75,75%) siswa tidak dapat menyajikan pernyataan matematika secara secara tertulis dan gambar, 29 orang (87,88%) tidak dapat mengajukan dugaan, 25 orang (75,76%) tidak dapat memanipulasi matematika dengan lengkap dan sempurna, dan 31 orang (93,93%) siswa belum bisa menarik kesimpulan dari pernyataan. Berdasarkan tes tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan tertulis penalaran siswa kelas VIII-3 di SMP Swasta Nurcahaya Medan masih rendah. Matematika sering dianggap sebagai ilmu yang hanya menekankan pada kemampuan berpikir logis dengan penyelesaian yang tunggal dan pasti. Sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal. Siswa hanya terpaku pada langkah-langkah penyelesaian yang diberi guru, siswa beranggapan bahwa jawaban guru yang paling benar. Siswa merasa takut mengemukakan ide atau cara mereka sendiri karena dalam pembelajaran itu selalu ada kendala untuk mengembangkan kemampuan penalaran. Proses bernalar perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, sebagai mana tertera dalam Permendiknas No. 22 (Depdiknas 2006) tentang standar isi, pelajaran matematika salah satunya bertujuan agar siswa menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan penyataan matematika. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa yaitu dengan melakukan perbaikan proses pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara efektif. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan di kelas VIII-3 SMP Swasta Nurcahaya Medan proses
pembelajaran
matematika
masih
berpusat
kepada
guru
dimana
pembelajaran masih dominan dengan metode ceramah dan siswa lebih banyak pasif sebagai pendengar. Selain itu sampai saat ini proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Proses pembelajaran matematika yang biasa dilakukan kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika.
7
Hal ini sesuai dengan pendapat Shoimin (2014:17) yang menyatakan bahwa: Sebagian besar guru mengajar menggunakan metodologi mengajar tradisional. Cara mengajar tersebut bersifat otoriter dan berpusat pada guru (teacher centered). Kegiatan pembelajaran berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya dijadikan sebagai objek bukan sebagai subjek. Guru memberikan ceramah kepada siswa-siswanya sementara siswa hanya mendengarkan. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi jenuh sehingga sulit menerima materi-materi yang di berikan oleh guru. Selain itu, komunikasi yang terjadi hanya sebatas satu arah, yaitu guru ke siswa. Dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran siswa diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah Discovery Learning. Discovery learning merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya berperan sebagai pembimbing yang menuntun siswa untuk menemukan sendiri gagasan-gagasan dalam materi pembelajaran. Cahyo (2012:100) menyatakan bahwa: “Discovery Learning adalah metode mengajar yang mengatur sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, namun ditemukan sendiri. Discovery Learning mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif”. Kemendikbud (2014:90) menyatakan bahwa: “Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri”. Berdasarkan pendapat di atas disimpulkan bahwa inti metode Discovery Learning ini adalah mengubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented dimana guru menjadi pusat informasi menjadi student oriented dimana siswa menjadi subjek aktif belajar yang menuntut siswa secara aktif menemukan informasi sendiri melalui bimbingan. Dalam metode Discovery Learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa.
8
Selain metode yang tepat, media pembelajaran juga berperan penting dalam meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Ruseffendi (dalam Putra,2011:3) menyatakan bahwa: “ apabila menginginkan siswa belajar geometri secara bermakna, tahap pengajaran disesuaikan dengan tahap berfikir siswa, sehingga siswa dapat memahaminya dengan baik untuk memperkaya pengalaman dan berfikir siswa, juga untuk persiapan meningkatkan berfikirnya pada tahap yang lebih tinggi”. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sabandar (dalam Nurhajati, 2014:3) yang menyatakan bahwa: “Idealnya pengajaran geometri di sekolah perlu disediakan media yang memadai agar siswa dapat mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba serta menemukan prinsip-prinsip geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian merumuskannya dengan kegiatan formal dan menerapkan apa yang dipelajari”. Oleh karena itu, kemampuan penalaran siswa dapat meningkat dengan adanya bantuan media pembelajaran. Media pembelajaran adalah suatu cara, alat, atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang dilakukan dalam proses pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat juga Sadiman dkk (2010:7) menyatakan bahwa: “Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau dengan istilah lain yaitu Information and Communication Technology (ICT). ICT merupakan teknologi digital atau analog lainnya yang memungkinkan pengguna menciptakan, menyimpan, menampilkan kembali, dan mengkomunikasikan informasi dalam jarak yang tidak terbatas. Media pembelajaran yang didesain dengan melibatkan teknologi komunikasi dan informasi yang memiliki elemen dalam penyampaian informasi seperti teks, gambar, grafik, dan video adalah perangkat lunak (software). Software aplikasi komputer yang dapat digunakan untuk pembelajaran matematika, khususnya pembelajaran geometri adalah
9
Cabri II Plus. Dengan Cabri II Plus ini gambar-gambar titik, garis, vektor, lingkaran, segitiga, dua garis saling tegak lurus, dua garis sejajar, dan sebagainya, dengan mudah dapat dibuat. Demikian juga, panjang ruas garis, ukuran sudut, luas daerah, koordinat titik, persamaan garis, persamaaan lingkaran, dan sebagainya dengan cepat dapat dibuat. Selain itu, Cabri II Plus dapat digunakan untuk mengkonstruksi gambar sama seperti apa yang dilakukan oleh penggaris, pensil, jangka dan lain-lain sehingga hasilnya bisa lebih akurat. Sehubungan dengan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN SISWA MELALUI METODE DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN CABRI II PLUS PADA MATERI GARIS SINGGUNG LINGKARAN DI KELAS VIII SMP SWASTA NURCAHAYA MEDAN T.A. 2015/2016”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dibuat identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran siswa di kelas VIII-3 SMP Nurcahaya Medan masih rendah. 2. Proses pembelajaran yang terjadi di kelas VIII-3 SMP Nurcahaya Medan masih berpusat pada guru. 3. Guru belum pernah menggunakan metode Discovery Learning di kelas VIII-3 SMP Nurcahaya Medan 4. Guru belum pernah menggunakan media pembelajaran software Cabri II Plus di kelas VIII-3 SMP Nurcahaya Medan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika
1.3 Batasan Masalah Untuk
memfokuskan
penelitian,
maka
masalah
dibatasi
pada
meningkatkan kemampuan penalaran siswa melalui metode Discovery Learning
10
berbantuan Cabri II Plus di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016.
1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada batasan masalah di atas maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah penerapan pembelajaran metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016 ? 2. Bagaimana
peningkatan
kemampuan
penalaran
siswa
setelah
diterapkannya metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016 ? 3. Bagaimana proses jawaban siswa pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016 ?
1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah : 1. Untuk mengetahui apakah penerapan pembelajaran metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016 2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran siswa setelah diterapkannya metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/2016. 3. Untuk mengetahui bagaimana proses jawaban siswa pada materi garis singgung lingkaran di kelas VIII SMP Swasta Nurcahaya Medan Tahun Ajaran 2015/201
11
1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh sesudah melakukan penelitian ini adalah: 1. Bagi siswa, melalui metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika. 2. Bagi guru, dapat memperluas wawasan pengetahuan mengenai metode Discovery Learning berbantuan Cabri II Plus dalam membantu siswa guna meningkatkan kemampuan penalaran matematika. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam pengembangan dan penyempurnaan program pengajaran matematika di sekolah. 4. Bagi peneliti, menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan keilmuan. 5. Bagi peneliti berikutnya, sebagai bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian yang serupa.