BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Schlumberger adalah perusahaan multinasional nomor satu di dunia yang bergerak dibidang jasa perminyakan yang menyediakan jasa teknologi, dan solusi informasi (dikenal sebagai oil service company)1. Sebagai perusahaan yang memberikan jangkauan paling lengkap, Schlumberger tentunya dituntut untuk selalu memiliki inovasi baru baik dalam bidang teknologi, maupun ide kreatif. Schlumberger berhadapan dengan klien, supplier, dan juga investor asing yang berasal dari berbagai negara yang menuntut Schlumberger untuk memahami, dan memberikan layanan yang sesuai dengan harapan mereka. Selama 80 tahun Schlumberger beroperasi di Indonesia, perusahaan ini telah memperkerjakan lebih dari 2800 orang dari Indonesia dan lebih dari 118.000 orang dari 85 negara. Sebagai perusahaan dengan jumlah karyawan yang besar dan juga beragam, Schlumberger dituntut untuk mampu mengelola keragaman tersebut. Schlumberger sangat menghargai perbedaan (diversity). Diversity yang terjadi di Schlumberger dipetakan berdasarkan benua asal masing-masing karyawan. Yaitu Amerika, Asia, Australia, Eropa, dan Afrika. Peneliti menangkap adanya fenomena diversity ini dari web internal Schlumberger, serta program-program
internal
yang
1
ada
di
perusahaan.
Oil service company adalah perusahaan yang menyediakan pelayanan atau jasa kepada oil company. Oil service company memegang peranan dalam keberlangsungan sebuah oil company, karena banyak oil company yang membutuhkan jasa dari oil service company. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan alat serta SDM dari oil company itu sendiri. Dengan kata lain, oil service company bukanlah perusahaan yang memproduksi minyak. Schlumberger menempati urutan ke-17 dalam daftar oil company terbaik, dan urutan pertama dalam daftar oil service company terbesar didunia.
1
Dengan adanya beragam kebangsaan, justru memberikan kekuatan tersendiri bagi oil service company ini. Seluruh karyawan bekerja mengikuti budaya perusahaan yang ada. Schlumberger sangat menekankan adanya budaya profesional dan safety dalam setiap aktivitas pekerjaannya. Untuk itu setiap karyawan yang masuk dalam perusahaan ini harus mampu menyesuaikan diri dengan budaya yang dianut. Schlumberger menerapkan kebijakan workforce diversity yakni kebijakan yang merekrut dan mengembangkan karyawan yang berasal dari latar belakang sosial dan budaya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan dengan semakin beragamnya karyawan yang dimiliki, maka akan lebih banyak ide kreatif yang muncul dalam perusahaan, serta menjadikan mereka lebih inovatif dibandingkan dengan kompetitornya. Schlumberger terbukti memiliki teknologi serta inovasi yang lebih baik
dibandingkan
kompetitornya.
Hal
ini
disebabkan
perusahaan
ini
memperkerjakan karyawan yang diambil dari berbagai negara serta memiliki rentang usia yang cenderung beragam. Dengan kondisi seperti ini, perusahaan dihadapkan dengan realita bahwa banyak kemungkinan konflik yang terjadi dengan beragamnya karyawan yang ada. Bukan hal yang mudah bagi karyawan lokal untuk beradaptasi dan bekerja bersama karyawan ekspatriat yang berasal dari berbagai macam negara di dunia. Begitu pula sebaliknya, dibutuhkan usaha dan adaptasi bagi karyawan ekspatriat untuk dapat memahami budaya dan pola kerja masyarakat Indonesia. Hal ini tidak hanya terjadi pada level manajerial, namun hingga level terendah dalam perusahaan ini. Kendala bahasa, dan juga perbedaan nilai yang dianut menjadi hambatan saat berkomunikasi dengan karyawan yang berbeda budaya. Hal tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan bagi individu maupun perusahaan. Konflik karena adanya perbedaan budaya pun menjadi konsekuensi atas adanya keragaman dalam lingkungan perusahaan. Kesalahpahaman pun kerap dialami oleh karyawan Schlumberger menghadapi partner kerja yang berasal dari berbagai negara. Perbedaan kultur dalam bekerja menyebabkan perselisihan. Namun hal ini tidak akan menimbulkan konflik berkepanjangan atau krisis bagi perusahaan jika disikapi 2
dengan tepat, baik dari level manajemen maupun individu. Hambatan-hambatan tersebut juga disiasati dengan media internal, dan program-program yang berbasis multicultural competence yang dibuat oleh Personnel Department. Schlumberger rutin
mengadakan
program
internal
perusahaan
berupa
training
(yang
diselenggarakan bagi karyawan yang baru direkrut perusahaan), meeting yang diadakan secara rutin, dan beberapa special events perusahaan yang diselenggarakan bagi seluruh publik internal perusahaan. Media internal yang dimanfaatkan oleh Schlumberger sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi adalah intranet perusahaan “The HUB”, dan juga majalah internal perusahaan “LeadING”. Penelitian mengenai program komunikasi internal dalam perusahaan multinasional ini akan
memfokuskan perhatian pada bagaimana upaya yang
dilakukan perusahaan dalam mengatasi perbedaan budaya antar karyawan sehingga mampu
berinteraksi dalam sebuah proses komunikasi. Penelitian ini akan
memaparkan bagaimana program internal komunikasi yang dilakukan oleh Personnel Department di Schlumberger Balikpapan. Kegiatan atau program apa saja yang dilakukan untuk membuat karyawan ikut terlibat dan mudah untuk beradaptasi dengan diversity dalam perusahaannya. Serta bagaimana tanggapan dari publik internal perusahaan mengenai adanya program-program tersebut. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang diatas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Bagaimana unit Personnel Department mengembangkan program komunikasi internal untuk mereduksi konflik diversity? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: -
Untuk mengetahui program-program yang dibuat oleh Personnel Department dalam upaya penguatan budaya organisasi.
3
-
Untuk mempelajari bagaimana implementasi-implementasi program internal yang dijalankan oleh perusahaan.
-
Untuk mengetahui bagaimana ekspektasi karyawan dan perusahaan dengan keberadaan program komunikasi internal di perusahaan.
D. OBJEK PENELITIAN Objek dalam penelitian ini adalah program-program yang dikerjakan oleh Personnel Department dalam mengelola diversity di Schlumberger Balikpapan. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: Manfaat Akademis Dari sisi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada ilmu pengetahuan, khususnya mengenai wawasan yang
terkait dengan
penguatan budaya organisasi dalam perusahaan multinasional. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai program-program apa saja yang dikembangkan oleh Personnel Department terkait isu diversity, serta untuk melihat dinamika antara manajemen dengan karyawan dengan adanya isu diversity. F. KERANGKA PEMIKIRAN Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini disusun dengan alur deduktif. Alur deduktif tersebut disusun berdasarkan teori-teori berikut: Komunikasi organisasi Manajemen komunikasi Diversity
4
1.
Komunikasi Organisasi Terjadinya komunikasi merupakan konsekuensi dari interaksi sosial.
Komunikasi dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu. Komunikasi akan selalu ada dalam setiap kehidupan organisasi. Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleksitasnya jelas terlihat melalui jenis, peringkat, bentuk dan jumlah interaksi yang berlaku. Organisasi muncul karena adanya dua manusia atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila tidak ada komunikasi, para pegawai tidak dapat mengetahui apa yang dilakukan rekan sekerjanya, pimpinan tidak dapat menerima masukan informasi, dan para penyelia tidak dapat memberikan instruksi, koordinasi kerja tidak mungkin dilakukan, dan organisasi akan runtuh karena ketiadaan komunikasi (Davis & Newstrom, 1993). Untuk itu, adanya komunikasi dalam organisasi memiliki peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi. Organisasi didefinisikan sebagai suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari definisi tersebut digambarkan bahwa di dalam sebuah organisasi terdapat jenjang jabatan ataupun kedudukan dimana semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan jabatan. Selain itu dalam sebuah organisasi juga terdapat pembagian kerja, dimana masing-masing individu memiliki bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sendiri. Setiap organisasi selalu ingin terus mengembangkan organisasinya, untuk selalu dapat mengembangkan organisasi tentu harus dapat meningkatkan komunikasi di dalam organisasinya dengan cara mengeluarkan semua ide yang ada pada dirinya untuk kemajuan organisasi. Everett M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Tubbs dan Moss dalam Human Communication (2001:166) memiliki pendapat lain mengenai, yakni:
5
Ciri-ciri utama komunikasi organisasional adalah faktor-faktor struktural dalam organisasi yang mengharuskan para anggotanya bertindak sesuai peranan yang diharapkan. Deddy Mulyana dalam Panuju (2001:21) menawarkan lingkup kajian komunikasi organisasi sebagai berikut: Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Goldhaber (1986) juga memaparkan definisinya mengenai komunikasi organisasi, sebagai berikut: Organizational communication is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty. Dengan kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling bertukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti. Komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Adanya komunikasi dalam organisasi juga menjadi salah satu faktor penentu dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Definisi tersebut menjelaskan pentingnya arti komunikasi didalam sebuah organisasi. Dengan komunikasi yang baik, maka pencapaian tujuan perusahaan akan lebih mudah dilaksanakan. Komunikasi dapat membentuk rasa saling pengertian, dan juga dapat menyebarkan pengetahuan terhadap seluruh individu yang ada dalam organisasi. 1.1
Budaya Organisasi Budaya organisasi adalah sebuah komponen manajerial yang esensial dalam
aktivitas sebuah organisasi. Beberapa pihak mendefinisikan budaya organisasi sebagai makna dan asumsi bersama yang dianut oleh anggota kelompok (Cutlip, et al., 2006). Budaya merupakan kebiasaan yang sudah tertanam dalam kehidupan masyarakat, budaya terbentuk melalui proses penciptaan, penertiban, dan pengelolaan 6
nilai-nilai. Budaya muncul dari adanya interaksi dari para anggota organisasi untuk memecahkan masalah yang ada didalam organisasi. Budaya yang kuat memiliki dampak besar terhadap perilaku karyawan karena tingginya kebersamaan dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dan perilaku yang tinggi serta dapat mengurangi tingkat keluar masuknya karyawan. Budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami dan dipraktekkan oleh organisasi, sehingga budaya tersebut menjadi dasar perilaku. Sedangkan Kotter dan Heskett (1992) menyatakan budaya organisasi ialah nilai-nilai dan cara perlakuan yang umum dalam masyarakat yang seterusnya di bawa masuk ke dalam organisasi semasa bekerja. Budaya organisasi bukan hanya dipandang sebagai warisan masa lalu belaka, tetapi ditempatkan sebagai langkah strategis untuk mencapai tujuan perusahaan. Hampir semua aspek pengembangan perusahaan ada kaitannya dengan budaya organisasi. Budaya organisasi sulit untuk dirumuskan walaupun sangat dirasakan keberadaannya. Padahal setiap perubahan apapun dalam organisasi harus disertai pula perubahan budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan suatu hal yang bersifat dinamis. Budaya organisasi selalu berkembang dan mengalami perubahan seiring dengan dinamika yang terjadi dalam perusahaan. Budaya yang kuat memberi pengaruh besar terhadap perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas menciptakan suatu iklim organisasi dan kontrol perilaku yang tinggi. Dengan kuatnya budaya sebuah organisasi, maka seluruh anggota organisasi dipastikan dapat mengerti tujuan yang ingin dicapai organisasi tersebut, sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin untuk meraih tujuan tersebut.
Sebagian budaya berorientasi kepada
pemecahan masalah, sebagian lainnya menekankan pada penerimaan situasi yang terjadi. Budaya organisasi memang memilki pengaruh besar terhadap sikap atau 7
perilaku orang-orang yang bernaung dalam organisasi tersebut, namun budaya nasional memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap mereka. Robbins dalam Organizational Behavior (1992: 595-596) mengemukakan sejumlah fungsi budaya organisasi, yakni: 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota perusahaan. 3. Budaya meningkatkan kemantapan stabilitas sistem sosial 4. Budaya memfasilitasi terbentuknya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu. Budaya yang paling baik adalah budaya yang melibatkan semua tingkat dalam suatu proses tim untuk merumuskan budaya yang ada sekarang dan budaya yang diinginkan (Miller, 1987: 105). Menurut Furnham dan Gunter (1993), budaya merupakan alat perekat sosial dan menghasilkan kedekatan, sehingga dapat memperkecil diferensiasi dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi juga memberikan makna bersama sebagai dasar dalam berkomunikasi dan memberikan rasa saling pengertian. Jika fungsi budaya ini tidak dilakukan dengan baik, maka budaya secara signifikan dapat mengurangi efisiensi organisasi. 1.2
Komunikasi Internal Untuk mencapai visi misi, sebuah perusahaan harus mampu menjalankan
komunikasi yang efektif dengan publiknya, baik eksternal maupun internal. Namun kebanyakan perusahaan lebih memperhatikan publik eksternal, karena menurut mereka hal tersebut dapat memberi dampak terhadap citra perusahaan. Pada kenyataannya, publik internal perusahaan tidak kalah pentingnya. Karena publik internal merupakan aset perusahaan untuk mencapai segala tujuan perusahaan. Seperti yang dikemukakan oleh Bovee dalam Bussiness Communication Today berkaitan dengan komunikasi internal dalam perusahaan “...the better the communication between managers and employees, the more satisfied the employees and the better their attitudes and performances.” 8
Berikut ini adalah definisi komunikasi internal yang dikemukakan oleh Lawrence D. Brennan dalam Effendy (2003: 122) Internal communication is interchange of ideas among the administrators and its particular structure (organization) and interchange of idead horzontally anf vertically within the firm which gets work done (operation and management). Merujuk pada definisi diatas, dalam komunikasi internal perusahaan harus terjadi pertukaran ide dengan baik diantara seluruh anggota organisasi, baik secara vertikal aupun horizontal. Komunikasi internal memegang peranan yang penting bagi kelangsungan sebuah perusahaan, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Komunikasi internal dalam hal ini melalui dua tahapan penting: sebagai pembelajaran, dan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi di perusahaan. Komunikasi internal memiliki empat fungsi utama dalam sebuah organisasi, yaitu: sebagai kendali (kontrol/pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional, dan informasi. Pendapat lain dikemukakan oleh Richmond dan McCroskey dalam Organizational Communication for Survival yang menyebutkan enam fungsi dari komunikasi internal dalam perusahaan, yakni: 1.
Fungsi Informatif Fungsi ini memberikan informasi kepada karyawan tentang apa yang mereka butuhkan, sehingga mereka dapat melaksanakan pekerjaan secara efisien dan efektif. Sudah semestinya karyawan mendapatkan informasi mengenai pekerjaan mereka, mulai dari prosedur hingga kebijakan yang berhunungan dengan pekerjaan yang akan mereka kerjakan. Biasanya fungsi ini dijalankan melalui pertemuan rutin perusahaan, maupun melalui pesan secara tertulis.
2.
Fungsi Regulasi Fungsi ini dijalankan untuk mengarahkan karyawan agar tetap sejalan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam perusahaan. Fungsi ini sangat diperlukan agar perusahaan dapat beroperasi dengan sebagaimana mestinya,
9
namun sayangnya fungsi ini dianggap sebagian orang tidak menyenangkan karena berkaitan dengan peraturan dan kebijakan. 3.
Fungsi Integratif Fungsi ini menitikberatkan pada koordinasi sesama karyawan yang memiliki kesamaan unit kerja. Komunikasi ini digunakan untuk mengarahkan agar karyawan meningkatkan kerja samanya, sehingga pekerjaan akan selesai dengan tepat dan efektif.
4.
Fungsi Manajemen Fungsi ini berkaitan dengan tiga fungsi sebelumnya. Komunikasi difokuskan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan pekerjaan dengan baik, mengenal anggota lain dalam perusahaan, serta membangun hubungan antar karyawan.
5.
Fungsi Persuasi Fungsi ini merupakan pengembangan dari fungsi manajemen. Manajer berusaha mengarahkan karyawan agar melakukan pekerjaan mereka dengan baik.
6.
Fungsi Sosialisasi Fungsi ini merupakan fungsi terpenting dari keenam fungsi dari komunikasi internal. Karena dengan fungsi ini, dapat ditentukan apakah karyawan mampu bertahan dengan baik di lingkungan perusahaan atau tidak. Fungsi ini berkaitan erat dengan proses integrasi karyawan ke dalam jaringan komunikasi dalam perusahaan. Virginia Richmond menyebutkan bahwa jaringan komunikasi internal dalam
perusahaan (internal communication network) dibagi menjadi dua, yaitu jaringan komunikasi formal (formal communication network), dan jaringan komunikasi informal (informal communication network). 1. Jaringan komunikasi formal Jaringan komunikasi formal merupakan aliran komunikasi internal yang memiliki struktur dan telah direncanakan, sehingga tidak dapat dihindari oleh perusahaan. Jaringan komunikasi formal berlangsung di antara anggota– 10
anggota organisasi yang menduduki posisi atau jabatan tertentu secara hierarki dalam sebuah organisasi. Jaringan komunikasi formal memiliki alur secara vertikal, dan komunikasinya terbatas pada hal yang berkaitan dengan tugas. Komunikasi ini berjalan secara struktural dalam tatanan organisasi. Komunikasi seperti ini seringkali mengalami
distorsi
pesan,
untuk
itu
manajemen
harus
mampu
mengembangkan komunikasi yang efektif dan terbuka, baik secara vertikal, horizontal, maupun diagonal. Komunikasi internal ini menyangkut bagaimana informasi dan interaksi yang terjadi, saluran-saluran yang disediakan, serta bagaimana komunikasi tersebut dikomunikasikan kepada karyawan. 2. Jaringan Komunikasi Informal Jaringan komunikasi informal merupakan jaringan komunikasi yang berlangsung antara anggota organisasi tanpa mengindahkan posisi atau jabatan mereka secara hierarki dalam organisasi. Dalam jaringan komunikasi informal, informasi mengalir dengan arah yang tidak diduga. Komunikasi informal lebih bersifat personal, dan jaringannya digolongkan sebagai selentingan (grapevine). Stein dalam Pace dan Faules (1993:200) juga menjelaskan selentingan merupakan metode untuk menyampaikan rahasia dari orang-orang yang tidak dapat diperoleh melalui jaringan komunikasi formal. Pada kebanyakan organisasi, komunikasi informal lebih disukai oleh kalangan internal perusahaan, terutama karyawan. karena komunikasi informal tidak memiliki halangan berupa tingkatan jabatan/ posisi dalam berinteraksi dengan kalangan internal perusahaan. Karyawan sebaiknya mampu beradaptasi dengan kedua jaringan tersebutformal dan informal. Sebab dengan cara demikian, karyawan mampu bertahan di lingkungan kerjanya. Komunikasi internal merupakan proses yang sangat vital bagi berlangsungnya sebuah perusahaan. Melalui komunikasi internal, setiap karyawan yang ada dalam perusahaan dapat beradaptasi dengan segala gejala dan perubahan yang terjadi di lingkungan kerjanya. 11
2.
Manajemen Komunikasi Setiap perusahaan memiliki manajemen yang didalamnya berfungsi untuk
mengelola
sesuatu.
Manajemen
komunikasi
merupakan
perpaduan
konsep
komunikasi dan manajemen yang diaplikasikan dalam berbagai setting komunikasi. Manajemen dalam arti sempit diartikan sebagai “Getting things done through the efforts of other people”. Artinya manajemen adalah melakukan atau menyelesaikan pekerjaan melalui usaha orang lain (Rudy, 2005:29). Menurut James A.F. Stoner manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Dari definisi-definisi mengenai manajemen diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan kegiatan pengarahan untuk melakukan pekerjaan yang di distribusikan kepada orang lain. Sedangkan manajemen komunikasi adalah proses timbal balik pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para komunikator dan konteks sosialnya (Cutlip, 2007). Manajemen komunikasi merupakan sebuah tindakan dan proses komunikasi yang terjadi secara personal dan profesional. Michael Kaye (1994) menjelaskan sebagai berikut: Communication management is how people manage their communication processes through construing meanings about their relationships with others in various setting. They are managing their communication and actions in a large of relationship – some personal some professional Manajemen komunikasi merupakan sebuah kegiatan yang menjadi penggerak bagi aktivitas komunikasi yang berguna untuk mencapai tujuan komunikasi. Manajemen komunikasi identik dengan terjadinya interaksi sosial. Setiap individu dalam perusahaan harus dapat menempatkan diri pada setiap situasi. Selain itu juga mereka dituntut untuk dapat menjalin kerjasama dengan baik antara karyawan dan manajer. Karyawan adalah orang-orang yang akan menjalankan kebijakan yang 12
dibuat oleh manajemen demi kemajuan perusahaan. Untuk itu, diperlukan komunikasi yang baik antara manajemen dan karyawan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi kinerja, baik individu maupun tiap segment atau department di perusahaan tersebut. Manajemen dan karyawan dituntut untuk mampu membangun hubungan yang baik sehingga tercipta iklim kerja yang kondusif bagi seluruh individu di perusahaan. Dalam kegiatan manajemen komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan, objek yang menjadi sasarannya adalah publik organisasi. Dengan demikian diharapkan publik dapat memahami, menerima, dan bekerjasama apabila terdapat masalah yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dalam hal ini publik dapat membantu manajemen dengan memberikan peringatan agar perusahaan dapat mengantisipasi kemungkinan adanya krisis dimasa sekarang ataupun dimasa yang akan datang. Maka dari itu diperlukan pembahasan mengenai manajemen yang dilakukan oleh Personnel Department. Seorang manajer harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi budayabudaya yang dianut tiap publik dalam perusahaannya. Hal ini merupakan salah satu strategi yang perlu ditekankan untuk mempermudah proses komunikasi yang berlangsung dalam perusahaan. Terkait dengan strategi manajemen yang dilakukan oleh perusahaan dalam memudahkan komunikasi internal, Cutlip, Center, dan Broom dalam bukunya Effective Public Relations (2005) menyebutkan empat langkah proses pemecahan masalah: 1. Mendefinisikan masalah (atau peluang), yang mencakup penyelidikan, pemantauan atas pengetahuan, opini, sikap, dan perilaku mereka yang terpengaruh oleh kebijakan dan tindakan organisasi. Langkah ini muncul untuk menjawab permasalahan “Apa yang terjadi saat ini?” 2. Membuat rencana dan program, digunakan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan publik, program, tujuan, tindakan, serta strategi dan tujuan komunikasi. Hasil temuan dari langkah pertama akan dijadikan acuan untuk membuat kebijakan dan program komunikasi perusahaan. 13
Langkah kedua ini menjawab permasalahan “Bagaimana situasi yang dipelajari, dan apa yang sebaiknya kita ubah dan lakukan?” 3. Bertindak dan berkomunikasi, dirancang unutk mencapai tujuan bagi setiap publik demi mencapai tujuan program. Langkah ini menjawab pertanyaan, “Siapa yang akan melakukannya, serta kapan, dimana, dan bagaimana akan dilakukan?” 4. Mengevaluasi program. Langkah ini mencakup penilaian atas persiapan, pelaksanaan, hingga hasil akhir dari program yang dijalankan. Apakah program yang dijalankan berjalan sesuai keinginan atau tidak. Berlanjut atau tidaknya sebua program akan diketahui setelah mengetahui dan mempelajari pertanyaan, “Bagaimana kita sekarang atau dulu?” 3.
Diversity Diversity (keragaman) berarti perbedaan. The Chancellor's Committee on
Diversity mengartikan diversity sebagai: The variety of experiences and perspective which arise from differences in race, culture, religion, mental or physical abilities, heritage,age, gender, sexual orientation, gender identity and other characteristics. Dalam konteks pekerjaan, diversity terjadi ketika organisasi merekrut dan mempertahankan orang terbaik dari seluas mungkin bakat dasar terlepas dari jenis kelamin orientasi, usia, ras, agama. Namun peneliti akan memberikan batasan pada makna diversity dalam penelitian ini. Diversity yang dimaksud dalam penelitian ini dipetakan melalui benua darimana tiap karyawan berasal. Diversity terdengar sederhana, namun keragaman tidak hanya melibatkan bagaimana orang melihat dirinya sendiri, tapi bagaimana mereka memandang orang lain. Persepsi yang dimiliki sangat berpengaruh terhadap interaksi mereka. Diversity muncul diantaranya karena faktor penurunan populasi, peningkatan penduduk etnis minoritas dan pekerja migran. Perubahan ini menyebabkan berubahnya pola kerja dimana karyawan juga mulai memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap karyawan lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan pekerjaan mereka. 14
Menyadari keragaman berarti memahami bagaimana perbedaan masyarakat dan persamaan dapat dimobilisasi untuk kepentingan individu, organisasi dan masyarakat secara keseluruhan. Kelompok orang yang berbeda menawarkan keahlian yang berbeda yang dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk memberikan barang dan jasa, menambahkan nilai dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Diversity dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, diantaranya adalah -
Untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi.
-
Meningkatkan pengetahuan tentang bagaimana dalam beroperasi dalam budaya yang berbeda. Selain itu, workforce diversity dipercaya dapat memberikan dampak-dampak
positif terhadap perusahaan. Disebutkan juga bahwa organisasi yang menjalankan workforce diversity menemukan bahwa tingkat absensi lebih rendah, menurunkan biaya turnover karyawan dan menurunkan tuntutan hukum atas diskriminasi. Masalah-masalah tersebut dapat membebankan biaya yang sangat besar bagi perusahaan. Kesuksesan organisasi dan daya saing tergantung pada kemampuannya untuk merangkul keragaman dan menyadari manfaat. Perusahaan yang mendorong diversity di tempat kerja menginspirasi seluruh karyawan mereka untuk melakukan kemampuan tertinggi mereka. Dalam sebuah organisasi yang memiliki tingkat diversity tinggi, pelatihan mengenai diversity saja tidak cukup untuk rencana pengelolaan diversity dalam organisasi. Strategi harus dibuat dan dilaksanakan untuk menciptakan budaya keragaman yang menembus setiap departemen dan fungsi organisasi. Selain itu, kerjasama dan partisipasi manajemen diperlukan untuk menciptakan budaya yang kondusif bagi keberhasilan tujuan organisasi. Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, “Bagaimana seorang pemimpin mampu mengelola diversity?” Pertama-tama, pemimpin harus punya kesadaran untuk menerima
keanekaragaman,
dan
mengizinkan
karyawan
untuk
membawa
keanekaragaman yang mereka miliki tersebut ke dalam lingkungan kerja. Selanjutnya, pemimpin harus dapat membangun awareness terhadap keanekaragaman 15
ini kepada karyawan-karyawannya. Pemimpin harus menekankan pentingnya menghargai keanekaragaman dalam lingkungan kerja, baik dalam internal karyawan maupun berhubungan dengan pihak eksternal. Pembangunan awareness ini harus dilakukan secara terus menerus, sehingga menghargai workforce diversity menjadi bagian dari budaya perusahaan. Mengelola diversity didefinisikan sebagai perencanaan dan pelaksanaan sistem dan praktik organisasi untuk mengelola anggotanya sehingga potensi keuntungan
dari
keragaman
yang
maksimal
sementara
potensi
kerugian
diminimalkan. Mengelola keragaman berarti mengakui perbedaan masyarakat dan mengakui
perbedaan-perbedaan
sebagai
sesuatu
yang
berharga,
melainkan
meningkatkan praktek manajemen yang baik dengan mencegah diskriminasi serta mempromosikan keterbukaan. Manajemen yang baik saja belum tentu membantu organisasi dalam bekerja secara efektif dengan tenaga kerja yang beragam. G.
MODEL PENELITIAN
•Program reduksi konflik diversity •Pengelolaan program reduksi konflik
Personnel Department Schlumberger Balikpapan
Manajemen
• Budaya Organisasi • Ekspektasi terhadap karyawan
•Diversity dalam lingkungan kerja • Konflik •Perspektif karyawan terhadap program
Karyawana
Bagan 1.1 Model Penelitian
16
H.
KERANGKA KONSEP Penelitian ini berangkat dari beberapa konsep, yaitu: Program reduksi konflik diversity yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program apa saja yang dibuat oleh manajemen dalam rangka mengatasi konflik yang disebabkan oleh diversity dalam lingkungan kerja. Program-program yang dimaksud merupakan program yang pernah atau sedang dilakukan mulai dari ketika dilakukan input karyawan, training, atau program khusus yang dibuat untuk mengatasi masalah komunikasi internal perusahaan. Budaya organisasi yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana perusahaan menanamkan nilai-nilainya sehingga program-program
yang
dimaksud merupakan program yang dilakukan mulai dari ketika dilakukan input karyawan, hingga pada akhirnya menjadi karyawan. Proses tersebut penting untuk diketahui karena dari situ akan terlihat bagaimana budaya awal yang dibawa oleh seorang karyawan, hingga akhirnya budaya yang dibawa tersebut mengalami perkembangan sesuai dengan kondisi perusahaan. Diversity (keragaman) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana tiap individu dalam perusahaan memahami satu sama lain. Serta
pemanfaatan
munculnya keragaman dijadikan sebagai kekuatan perusahaan. Diversity akan dibedakan berdasarkan benua. Perspektif karyawan terhadap program yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana penilaian dan tanggapan karyawan terhadap adanya programprogram yang dibuat perusahaan yang bertujuan untuk mengatasi konflik diversity. Serta apa yang melatarbelakangi mereka untuk ikut involve dan mau beradaptasi dengan kondisi perusahaan.
17
I.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif merupakan metode yang tidak menjelaskan hubungan antar variabel, tidak menguji hipotesis atau melalui prediksi (Rakhmat, 1989:
37).
Berdasarkan
definisi
dari
penelitian
deskriptif,
peneliti
akan
menggambarkan kondisi yang terjadi dalam Schlumberger Balikpapan. Peneliti akan meneliti manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Schlumberger Balikpapan dalam kaitannya dengan isu diversity. Bagaimana program-program komunikasi internal yang dijalankan oleh Schlumberger dalam mengatasi terjadinya konflik diversity. 1.
Sumber Data Menurut Moleong (2007:88) sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Dalam penelitian yang hendak dilakukan, data yang akan dicari adalah bagaimana program internal yang dijalankan oleh Personnel Department mampu mengatasi isu multikulutral, serta bagaimana capaian-capaian dari program yang telah dijalankan. Untuk mencari data tersebut, peneliti membutuhkan beberapa sumber data yang terdiri dari: 1. Informan Untuk mendapatkan data dan informasi maka peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan, yaitu dengan Personnel Representative, dua orang line manager, dan satu orang field specialist. Data yang dibutuhkan merupakan data berupa paparan mengenai program-program yang dijalankan oleh Personnel Department serta tanggapan karyawan tentang sejauh mana efektifitas program tersebut terhadap isu diversity dalam perusahaan.
18
2. Dokumen Dokumen sebagai sumber data adalah berupa arsip atau berkas-berkas yang sesuai dengan permasalahan penelitian dan sifatnya memberi tambahan informasi yang dibutuhkan bagi peneliti. Peneliti akan memanfaatkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan program internal perusahaan. 2.
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan penelitian, diantaranya adalah dengan cara: a.
Observasi Observasi merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
primer yang diperlukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian. Observasi pada penelitian ini akan dilakukan untuk melihat program-program yang sudah dilaksanakan oleh perusahaan dalam isu keragaman. Peneliti akan melihat bagaimana implementasi program tersebut dalam mengatasi konflik dalam diversity. b.
Wawancara Peneliti melakukan wawancara dengan karyawan dan juga manajemen
perusahaan Schlumberger Balikpapan untuk memperoleh keterangan spesifik berkaitan dengan komunikasi internal dan program atau upaya apa saja yang dilakukan oleh perusahaan melalui program-program multicultural competence yang dibuat oleh Personnel Department. Serta bagaimana tanggapan pihak-pihak terkait dengan adanya program tersebut. Wawancara akan dilakukan kepada empat orang karyawan Schlumberger Balikpapan yang terdiri dari: -
Personnel Representative
-
KAL IT Manager
19
-
Line Manager Deep Water Project, dan
-
Field Specialist Alasan pemilihan informan tersebut adalah karena orang-orang tersebut
mampu memberikan paparan dan juga informasi lebih lanjut mengenai diversity. Peneliti juga mendapatkan data dan laporan mengenai diversity serta program internal melalui Personnel Representative. Pertanyaan yang akan diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan seputar tinjauan umum perusahaan, budaya perusahaan, komunikasi internal, program-program perusahaan yang dilakukan oleh Personnel Department, dan pertanyaan seputar isu diversity di perusahaan. c.
Dokumentasi Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen berupa
poster, buletin, foto, dan arsip-arsip lainnya yang berkaitan dengan kegiatan internal perusahaan. 3.
Teknik Analisis Data Menurut Strauss (2007:51), analisis data atau yang biasa disebut dengan
pengkodean merupakan proses penguraian data, pengkonsepan, dan penyusunan kembali dengan cara yang baru. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif merupakan proses analisis yang berasal dari data primer maupun sekunder dengan penyajian yang bersifat deskriptif karena penelitian ini merupakan penelitian yang meneliti tentang suatu fenomena atau peristiwa. Dalam melakukan analisis data, peneliti melakukan tiga tahap yaitu: Pertama, peneliti memerhatikan data‐data yang dibutuhkan dan mengumpulkan data‐data yang dalam penelitian ini adalah segala data yang terkait dengan program internal yang dilakukan oleh Personnel Department. Kedua, data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan dan disusun berdasarkan teori yang digunakan pada kerangka pemikiran. Ketiga, peneliti melakukan penelitian dengan teknik penjodohan pola (pattern matching). Teknik ini dilakukan dengan cara mengkaitkan antara hasil temuan dan teori yang berhubungan dengan komunikasi internal. Teknik penjodohan
20
pola merupakan teknik yang membandingkan suatu pola berdasarkan acuan yang pasti atau empiris dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Untuk menguji validitas data maka selanjutnya digunakan teknik triangulasi data. Pada proses ini peneliti memeriksa kembali data yang peneliti dapatkan melalui proses triangulasi data. Analisis triangulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris. Disini jawaban akan dicocokkan dengan sumber data yang ada. Sumber data yang akan digunakan dalam teknik ini meliputi data yang diperoleh dari observasi langsung, wawancara mendalam dengan informan dan dokumen yang peneliti dapatkan.
21