BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping
kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan. Karena hanya dengan kondisi kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan proses kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas hidupnya. Adapun yang menjadi tujuan pembangunan kesehatan yang tertera dalam GBHN adalah meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat dan mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana terutama melalui upaya pencegahan dan peningkatan upaya pemerataan pelayanan kesehatan agar terjangkau sampai kepelosok pedesaan, maka upaya pengobatan tradisional adalah salah satu alternatif yang tepat sebagai pendamping pengobatan modern ( Zulkifli, 2004 ). Pengobatan tradisional adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental, dan sosial (WHO, 1978). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, menunjukkan angka kesakitan penduduk secara nasional sekitar 33,24%. Dari jumlah tersebut sekitar 65,59% memilih berobat sendiri (termasuk berobat ke klinik tradisional), sisanya sekitar 34,41% memilih berobat ke pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia, namun jumlah masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
memilih pengobatan tradisional cukup tinggi (Depkes RI, 2009). Untuk itu, menurut UU Kesehatan RI no 23 Tahun 1992 pasal 47 menyatakan perlu adanya pembinaan, pengawasan dan pengembangan terhadap pengobatan alternatif sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pengembangan obat tradisional dilakukan sebagi upaya mengintegrasikan pengobatan tradisional ke dalam sistem kesehatan nasional. Untuk itu, sejumlah kerangka regulasi telah diterbitkan seperti Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Menkes/SK/2003 tentang pengobatan tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1109/Menkes/PER/IX/2007 tentang penyelenggaraan pengobatan komplementer – alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan, jenis pengobatan, tenaga pelaksana termasuk tenaga asing (Dirjen BUK, 2011).
Secara garis besar jenis pengobatan tradisional ada empat yaitu (1) pengobatan
tradisional
dengan
ramuan,
(2)
pengobatan
tradisional
spiritual/kebatinan, (3) pengobatan tradisional dengan memakai peralatan, dan (4) pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan & pengaturan dari pemerintah. Berdasarkan jenis pembagian tersebut, pengobatan tradisional patah tulang termasuk pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsangan (Ratna, 2010).
Pengobatan tradisional patah tulang adalah salah satu jenis pengobatan tradisional yang diminati oleh masyarakat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari data selama periode Januari 2005 sampai Maret 2007 didapatkan kasus patah tulang di RSUP HAM Medan sejumlah 864 kasus, dimana 463 (53,6%) kasus merupakan
Universitas Sumatera Utara
kasus baru, 401 (46,4%) kasus lagi datang ke rumah sakit lebih dari satu minggu setelah kecelakaan. Dari 463 kasus baru hanya 211 (45,5% ) kasus yang bersedia dilakukan pengobatan di RSUP HAM Medan, sedangkan 252 (54,5 % ) lagi menolak melakukan pengobatan, hanya dilakukan pertolongan pertama dan foto rontgen saja dari tungkai yang patah. Jadi masih banyak masyarakat kita yang menderita patah tulang tidak mencari pertolongan ke rumah sakit, melainkan pergi ke dukun patah atau sinshe/pengobatan tradisional (Moesbar, 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh pakpahan (2010), menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi seseorang memilih pengobatan tradisional yaitu faktor sosial, faktor budaya , faktor ekonomi, faktor persepsi tentang sakit penyakit, faktor kejenuhan terhadap pelayanan medis, faktor manfaat dan keberhasilan, dan faktor
pengetahuan
juga
mempengaruhi
seseorang
memilih
pengobatan
tradisional.
Adapun fenomena pada pengobatan tradisional patah tulang Sepadan Tarigan yaitu tingginya minat masyarakat pada pengobatan tradisional tersebut dibanding dengan pengobatan tradisional patah tulang lain seperti Pargendangan yang juga berada di T.Morawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kunjungan pasien yang berobat sekitar 80 pasien per bulannya yang rata-rata berasal dari dalam dan luar kota. Sedangkan jumlah pasien pengobatan tradisional patah tulang pergendangan di T.Morawa hanya sekitar 4 pasien setiap bulannya. Hal ini terlihat perbedaan yang cukup jauh pada kedua pengobatan tradisional yang samasama berada di T.Morawa. Pengobatan tradisional patah Tulang Sepadan Tarigan
Universitas Sumatera Utara
menjadi pengobatan tradsional yang diminati oleh masyarakat di T.Morawa. Pengobatan tradisional ini sudah memiliki izin dari Kejaksaan Tinggi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang. Tidak hanya itu, pengobatan tradisional Sepadan Tarigan ini juga melakukan kerja sama dengan RSU. Dermaga berupa pemberian anastesi, pemeriksaan kesehatan, obat-obatan dan foto rontgen. Adapun Prinsip yang digunakan pada pengobatan patah tulang Sepadan Tarigan pada dasarnya hampir sama dengan prinsip pengobatan modern yaitu , (1) prinsip reduksi yaitu penarikan bagian tubuh yang patah untuk mengembalikan posisi tulang seperti semula, (2) pemberian bidai, prinsipnya sebagai fiksasi tulang yang patah setelah dikembalikan pada posisi semula, (3) adanya pemijatan/uruturut dengan menggunakan
minyak karo yang bertujuan sebagai fisioterapi
disertai minyak yang menghangatkan bagian tubuh yang patah sehingga memperlancar aliran darah, (4) pemberian obat – obatan oleh petugas medis jika terjadi masalah kesehatan selama pengobatan, (5) ditambah lagi dengan minuman yang telah diberi ramuan dan bacaan doa-doa. Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara singkat dengan beberapa kepala keluarga pasien diperoleh data sebagai berikut, 1) pada umunya mereka berobat ke pengobatan tradisional karena lebih percaya pada teknik pengobatan secara tradisional, 2) takut dioperasi jika berobat ke rumah sakit, 3) pernah berobat ke rumah sakit namun tidak kunjung sembuh, 4) adanya trauma dari keluarga pasien atau kerabat ketika berobat ke rumah sakit, 5) biaya pengobatan lebih murah dan dilakukan diakhir pengobatan setelah pasien sembuh, dan 6) adanya pihak keluarga lain yang menyarankan
Universitas Sumatera Utara
untuk berobat ke pengobatan tradisional patah tulang, hal ini menunjukkan keluarga sangat berperan penting dalam mentukan pilihan pengobatan. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu sama lain (Mubarak, 2008). Dalam mengatasi masalah kesehatan, peran keluarga sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan yang tepat bagi keluarga termasuk dalam pemilihan
pengobatan. Dengan demikian, keluarga sangat berperan penting dalam menentukan pilihan pengobatan termasuk dalam pemilihan pengobatan tradisional (Setiadi, 2008). Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran karakteristik keluarga pasien fraktur yang memilih pengobatan tradisional patah tulang Sepadan Tarigan di T.morawa. 2. Pertanyaan Penelitian Adapun yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah gambaran karakteristik keluarga pasien fraktur yang memilih pengobatan tradisional patah tulang Sepadan Tarigan di T.Morawa.
3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: Mengetahui gambaran karakteristik keluarga berdasarkan karakteristik demografi yang meliputi usia, suku, agama,
Universitas Sumatera Utara
pendidikan,
pekerjaan,
penghasilan,
sumber
informasi,
alasan
memilih
pengobatan tradisional patah tulang Sepadan Tarigan. 4. Manfaat penelitian 4.1 Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi sistem pelayanan kesehatan dalam membina dan mengawasai pengobatan tradisional sebagai pengobatan komplementer yang saling melengkapi agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. 4.2 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat dimanfaakan sebagai sumber data/refrensi bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan fraktur dan pengobatan tradisional.
Universitas Sumatera Utara