BAB 8 K ESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Dari kegiatan pemetaan Perda dan pelaksanaan survey persepsi terhadap 900 UMKM yang dilakukan di 10 Kabupaten/Kota dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dari 10 lokasi studi, 6 kabupaten merupakan daerah dimana sektor pertanian menjadi lokomotif ekonomi. Sedangkan 2 kota perekonomiannya didasarkan kepada sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebagai leading sector. Hal yang menarik terdapat 2 kabupaten dimana perekonomian daerahnya ditopang oleh sektor industri pengolahan sebagai lokomotif. Dari aspek penerimaan daerah, seluruh kabupaten/kota yang menjadi fokus dalam studi ini memperlihatkan bahwa sumber penerimaan daerah yang terbesar adalah dari dana perimbangan, yang berkisar antara 51% - 80%. Dari aspek belanja daerah, sebagian besar dana oleh Pemerintah Daerah pada 10 kabupaten/kota dialokasikan pada belanja pegawai dengan persentase berkisar antara 35% - 60%. Implikasinya, rata-rata belanja modal hanya berkisar 5% - 16%, kecuali untuk Kabupaten Tanggerang yang mencapai 30%. 2. Dari total 234 Perda yang dianalisis di sepuluh lokasi studi, sebanyak 66% merupakan Perda terkait dengan retribusi. Hal ini mengindikasikan bahwa Perda yang berlaku dan terkait kegiatan usaha banyak membebani dunia usaha karena bersifat memungut uang dari dunia usaha atau masyarakat secara umum. Perda yang menjadi burning issues dan dianggap menghambat kegiatan usaha di lokasi studi adalah Perda yang terkait dengan perizinan. Hambatan yang muncul disebabkan oleh beberapa hal, yaitu tidak jelasnya prosedur, jumlah persyaratan yang terlalu banyak dan kadang sulit dipenuhi, waktu pengurusan izin lama, tarif yang dianggap terlalu mahal, serta adanya beban biaya tambahan (illegal) yang terpaksa harus dikeluarkan ketika mengurus izin. 3. Perda yang menjadi burning issues di daerah juga terkait dengan Perda yang mengatur pajak dan retribusi. Secara umum, besaran tarif pajak maupun retribusi dianggap oleh pelaku usaha memberatkan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari peraturan di tingkat pusat, khususnya PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang menjadi rujukan Perda. Dua Peraturan Pemerintah tersebut tidak mengatur semua jenis pajak dan retribusi dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
113
pusat, tetapi ketentuannya diserahkan pada Pemda (waktu, tarif, jumlah syarat, serta frekuensi (daftar ulang/waktu pembayaran). Sehingga ketentuan-ketentuan yang dibuat Pemda, terutama terkait dengan retribusi, secara umum cenderung lebih berorientasi pada upaya peningkatan PAD dan tidak memperhatikan kepentingan dunia usaha sehingga dianggap memberatkan pengusaha. 4. Beberapa karakteristik dari sampel UMKM dalam studi ini adalah sebagai berikut: a. Status UMKM dominan sebagai pemilik sekaligus pengelola, dengan rata-rata tingkat pendidikan adalah SMU. b. Sebagian besar pengusaha UMKM telah melaksanakan usahanya lebih 10 tahun dengan mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja tetap dari luar keluarga dan dengan status tenaga kerja yang dibayar. c. Sekitar 65% responden merencanakan efisiensi untuk pengembangan usaha dan terdapat sekitar 19% - 21% perusahaan merencanakan untuk menginvestasikan kembali keuntungannya, dengan proporsi sekitar 34% - 40%. d. Secara umum sebagian besar responden tidak menjadi anggota asosiasi atau koperasi. e. Jika dibandingkan dengan 7 jenis izin usaha yang biasanya dimiliki oleh usaha formal, maka sebagian besar UMKM dalam survey ini merupakan usaha formal. Untuk UMKM informal, tiga alasan utama yang menyebabkan UMKM tidak memiliki atau mengurus perizinan usaha adalah UMKM tidak merasa perlu, persyaratan rumit, dan biaya mahal. f. Modal sendiri merupakan sumber utama permodalan UMKM. Sedangkan 2 sumber permodalan utama lainnya adalah kredit dari bank umum dan pinjaman dari teman/saudara. Berbeda dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Usaha Menengah juga dominan dalam menggunakan kredit dari bank umum dan LKBB. g. Ditinjau dari tekonologi yang digunakan UMKM dan kompetitornya, sebagian besar responden menyatakan bahwa positioning usaha mereka tidak berbeda dengan kompetitornya. 5. Beberapa persepsi dari UMKM terhadap lingkungan usahanya dalam tahap pendirian usaha, adalah sebagai berikut: a. Semakin besar skala usaha, maka pengetahuan tentang pendirian usaha semakin baik. Sebagai ilustrasi, sekitar 75% Usaha Menengah mengetahui peraturan tentang pendirian usaha. UMKM yang mengetahui informasi tentang peraturan pendirian
114
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
usaha sebagian besar memperoleh informasi dari relasi usaha. Keterbatasan akses UMKM terhadap informasi tentang peraturan terkait dengan pendirian usaha disebabkan oleh: (1) kemampuan UMKM untuk mengakses informasi yang terbatas, dan atau (2) terbatasnya prasarana publik yang mampu memberikan informasi kepada UMKM dengan mudah diperoleh dan dipahami, cepat, dan murah. b. Semakin besar skala usaha maka kepemilikan badan hukum/badan usaha juga semakin besar. Sebagai ilustrasi, terdapat sekitar 50% Usaha Mikro yang tidak memiliki badan usaha/hukum, Usaha Kecil sekitar 20%, dan Usaha Menengah hanya 4%. Tiga alasan utama UMKM tidak memiliki badan hukum/usaha adalah tidak butuh badan hukum/usaha, prosedur rumit dan tidak tahu cara mengurus badan usaha/hukum. c. Sebagian besar UMKM yang memiliki badan hukum/badan usaha berstatus usaha dagang dan perusahaan perorangan. Dalam pengurusan badan hukum/badan usaha, UMKM yang melakukan pengurusan sendiri atau melalui jasa perantara relatif hampir sama. Dua jasa perantara yang paling banyak digunakan pengusaha adalah jasa perorangan dan PNS di luar tugas utamanya. Alasan tidak tahu prosedur dan menghemat waktu merupakan dua alasan utama yang menyebabkan UMKM menggunakan jasa perantara. d. Tiga persyaratan yang dinilai paling memberatkan dalam pengurusan ijin usaha yaitu akte pendirian usaha, rekomendasi/pengantar camat/lurah dan ijin tetangga. Alasan biaya mahal
yang menyebabkan peryaratan ijin menjadi memberatkan dinyatakan
UMKM dalam pengurusan dokumen gambar lokasi. Alasan prosedur rumit dinyatakan UMKM dalam pengurusan akte pendirian usaha dan NPWP. Alasan perlu waktu lama dinyatakan UMKM dalam pengurusan beberapa persyaratan yaitu ijin tetangga, rekomendasi/pengantar camat/lurah, bukti pemilikan tanah, bukti SPPT PBB, dan AMDAL/UPL-UKL. Alasan informasi tidak jelas yang menyebabkan persyaratan ijin menjadi memberatkan dinyatakan UMKM dalam memperoleh rekomendasi asosiasi. e. Dari delapan indikator penentu baik-buruknya birokrasi dan pelayanan perijinan, empat indikator dinilai sudah cukup baik oleh sebagian besar UMKM, yaitu: (1) keramah-tamahan petugas pelayanan perizinan, (2) kejelasan prosedur pelayanan, (3) kemampuan (skill) petugas dalam memberikan penjelasan, (4) kelengkapan peralatan dan kenyamanan kantor perizinan. Sementara itu, empat indiktor lainnya yang dinilai masih buruk oleh sebagian besar UMKM adalah: (1) ada tidaknya dan atau besar
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
115
kecilnya pungutan tidak resmi, (2) keberadaan sarana penampungan keluhan, (3) tindak lanjut atas pertanyaan/keluhan, dan (4) ada tidaknya duplikasi persyaratan dan prosedur. f. Sebagian
besar
UMKM
menyatakan
tidak
pernah
dilibatkan
dalam
merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Kondisi ini relevan dengan pendapat sebagian besar UMKM bahwa mereka tidak pernah mendengar pengusaha lain/asosiasi dilibatkan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Hal ini mengindikasikan bahwa perumusan kebijakan daerah dan implementasi peraturan perijinan belum akomodatif dan transparan. Terdapat persepsi yang kuat bahwa Pemerintah Daerah tidak berpihak kepada UMKM dalam pengurusan ijin usaha dan cenderung memberikan kemudahan kepada usaha besar daripada kepada UMKM. g. Salah satu program Pemerintah Daerah untuk membantu akses UMKM kepada bank umum adalah Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dalam kenyataannya cukup banyak UMKM yang tidak tahu tentang adanya Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dari 29% UMKM yang mengetahui tentang Program Bantuan Sertifikasi Tanah, hanya 26% yang memanfaatkan. 6. Beberapa persepsi dari UMKM terhadap lingkungan usahanya dalam tahap operasional usaha, adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar UMKM telah mengetahui tentang pajak. Dari sejumlah UMKM yang mengetahui tentang pajak, sebagian besar UMKM memperoleh informasi tentang pajak langsung dari petugas pajak dan media. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak juga ditunjukkan oleh sebagian besar UMKM menyatakan pernah membayar pajak. Walaupun pengusaha UMKM membayar pajak, namun dalam kenyataannya pengetahuan mereka mengenai jenis, tarif dan cara perhitungan pajak masih sangat rendah. Pengetahuan yang rendah terkait dengan pajak dimungkinkan karena sedikitnya sosialisasi yang dilakukan. Sebagian besar UMKM belum atau tidak pernah mendapatkan sosialisasi dan penjelasan tentang pajak. Dari sejumlah UMKM yang pernah mendapatkan penjelasan, hanya sekitar 60% UMKM menyatakan sosialisasi dan penjelasan diperoleh dengan jelas. b. Sebagian besar UMKM melakukan pembayaran pajak dengan cara datang sendiri ke kantor pajak. Faktor keramah tamahan, kelengkapan dan kenyamanan kantor, skill petugas dan kejelasan prosedur merupakan faktor-faktor yang dianggap baik oleh
116
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
UMKM sehingga mendorong UMKM melakukan pembayaran pajak dengan mendatangi sendiri kantor pajak. Tetapi, terdapat 4 aspek pelayanan yang mendapat penilaian buruk adalah pungutan yang tidak resmi, tindak lanjut keluhan, kemudahan prosedur dan persyaratan, dan sarana penampungan keluhan. Meskipun tidak sebanyak yang melakukan pembayaran langsung ke kantor pajak, terdapat sejumlah UMKM yang menggunakan jasa perantara dalam pembayaran pajak. Disamping karena lebih mudah, penggunaan jasa perantara juga disebabkan faktor kecepatan c. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan tentang manfaat pembayaran pajak juga semakin baik. Secara umum pengusaha Usaha Mikro dan Kecil tidak mengetahui manfaat atas pembayaran pajak yang mereka lakukan. Kondisi ini berbeda pada Usaha Menengah lebih dominan mengetahui manfaat dari pajak yang dibayarkan. d. Meskipun sebagian besar UMKM berpendapat bahwa tarif pajak yang dikenakan pada masing-masing jenis pajak termasuk dalam kategori wajar, tetapi sebagian besar UMKM juga tidak tahu apakah pajak yang dibayarkan dikenakan secara progresif atau tidak. e. Sebagian besar UMKM mengetahui tentang keberadaan dan jenis-jenis retribusi. Sedangkan sebagian besar UMKM tidak mengetahui tentang tarif dan tata cara retribusi. Sumber informasi utama tentang retribusi diperoleh dari petugas pemerintah, disamping dari media. Dengan kata lain, besarnya tarif retribusi yang dikenakan oleh instansi yang terkait tidak diketahui dengan jelas dasar pengenaannya. Sehingga dalam prakteknya, pengusaha membayar retribusi lebih utama karena kewajiban. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa alasan untuk harus membayar retribusi, besaran tarif yang sesuai aturan yang harus dibayar, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur oleh peraturan daerah tidak diketahui dengan jelas oleh sebagian besar pengusaha UMKM. f. Meskipun UMKM tidak mengetahui dengan jelas dasar pengenaan retribusi dan hanya membayar karena kewajiban, UMKM memiliki kepatuhan yang cukup tinggi dalam membayar retribusi. Sekitar 60% UMKM telah melaksanakan pembayaran retibusi. Disamping membayar retribusi kepada petugas instansi yang berwenang memungut retribusi, terdapat sekitar 20% - 24% UMKM yang pernah didatangi oleh pihak-pihak selain dinas teknis pemerintah daerah untuk mengumpulkan pungutan liar. g. Untuk beberapa aspek yang berkaitan dengan pengenaan retribusi seperti: kepatutan obyek, kepatutan jenis, keterjangkauan, manfaat retribusi, dan kualitas pelayanan,
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
117
sebagian besar UMKM memiliki persepsi yang baik. Meskipun demikian, untuk aspek pilihan penyediaan layanan sebagian besar UMKM menyatakan tidak baik/layak. h. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih baik. Tingkat pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih tinggi pada Usaha Menengah dan Usaha Kecil dibanding pada Usaha Mikro. Meskipun demikian, hanya 22% UMKM yang mengetahui peraturan dan ketentuan ketenagakerjaan yang terkait dengan usahanya. Peraturan yang paling banyak diketahui oleh UMKM adalah peraturan terkait dengan upah seperti upah minimun regional/propinsi, diikuti peraturan tentang jaminan kesejahteraan bagi pekerja seperti peraturan tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Pada saat yang sama, peraturan tentang UMR menjadi peraturan yang dianggap paling memberatkan oleh UMKM diikuti dengan ketentuan tentang Jamsostek. i.
Dari penilaian terhadap peraturan ketenagakerjaan secara implisit terlihat bahwa penilaian terhadap manfaat peraturan dan ketentuan tentang ketenagakerjaan identik dengan pemenuhan terhadap ketentuan tersebut. Jumlah absolut UMKM yang sudah memenuhi ketentuan ketenagakerjaan mendekati jumlah UMKM yang memberikan penilaian positif tentang peraturan tersebut. Dengan kata lain, UMKM yang sudah memenuhi
peraturan
ketenagakerjaan
umumnya
menilai
ketentuan
tersebut
memberikan manfaat bagi UMKM. j.
Sekitar 66% - 71% UMKM membutuhkan pinjaman. Meskipun demikian, proporsi UMKM yang mengajukan pinjaman berbanding lurus dengan skala usaha. Sebagai ilustrasi, sekitar 90% dari Usaha Menengah yang membutuhkan pinjaman pernah mengajukan pinjaman. Frekuensi pengajuan kredit Usaha Mikro yang relatif lebih rendah dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah bukan disebabkan oleh dokumen persyaratan kredit yang sulit dipenuhi/memberatkan.
k. Beberapa kebijakan yang dibuat perbankan terhadap pengajuan kredit dianggap oleh UMKM cenderung kurang kondusif. Bank juga dianggap kurang memberi kelonggaran pemenuhan dokumen persyaratan kredit dan penggunaan purchasing order (PO) untuk agunan kredit. Perbankan/lembaga keuangan juga dianggap tidak banyak memberikan insentif bagi UMKM dalam proses kredit yang diterima UMKM. Namun bank cukup informatif dengan memberikan informasi atas pengajuan kredit yang dilakukan oleh UMKM. Adapaun insentif yang relatif lebih banyak diterima UMKM adalah dalam
118
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
bentuk bantuan penyusunan proposal dan unit khusus pelayanan UMKM. Sebaliknya informasi yang berasal dari pemerintah seperti keberadaan program penjaminan kredit masih sangat kurang diterima oleh UMKM. l.
Masalah utama yang dikeluhkan oleh UMKM berkaitan dengan pelayanan infrastruktur adalah transparasi tarif. Keluhan ini semakin besar disampaikan oleh UMKM yang berskala mikro dan kecil.
Sosialisasi tentang cara perhitungan tarif juga menjadi
masalah utama, khususnya dalam pelayanan air bersih dan telepon. Dalam pelayanan infrastruktur jalan, kualitas jalan yang cukup baik masih belum dirasakan oleh UMKM secara merata.
8.2 Implikasi Kebijakan Berdasarkan sejumlah permasalahan terhadap lingkungan usaha yang terungkap dalam survey persepsi terhadap 900 UMKM di 10 kabupaten/kota, beberapa implikasi kebijakan yang direkomendasikan adalah: 1. Perlu dilakukan evaluasi terhadap Perda yang tidak sesuai dengan peraturan pusat yang menjadi rujukannya. 2. Penyediaan
informasi
yang
terkini
dan senantiasa
diperbaharui
tentang
peraturan-peraturan dan persyaratannya berkaitan dengan formalisasi usaha, pajak, dan retribusi. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa informasi terhadap peraturan-peraturan yang disebutkan diatas tidak menjadi masalah sejalan dengan semakin membesarnya skala usaha. Fakta lainnya adalah informasi tentang peraturanperaturan tersebut diperoleh oleh skala usaha yang lebih kecil utamanya dari petugas atau kantor dinas pemerintah yang ada di daerah. Untuk itu, perlu diperbanyak kegiatan sosialisasi, ditingkatkan penggunaan media (utamanya dalam bentuk barang cetakan dan media elektronik), penyediaan informasi peraturan dan persyaratannya dalam bentuk CD, dan mengupload informasi peraturan dan persyaratannya di website milik PEMDA. 3. Pembentukan Kantor Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa persoalan waktu, transparansi biaya, dan masih merebaknya pungutan liar merupakan persoalan-persoalan yang dominan dikeluhkan UMKM, khususnya dalam formalisasi usaha. Disisi lain, aksesibilitas terhadap kredit mensyaratkan sejumlah izin usaha yang harus dimiliki oleh UMKM sebagai persyaratan administrasi. Sehingga dengan keberadaan Kantor PPTSP, akan semakin
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
119
mempercepat Usaha Mikro dan Kecil yang saat ini masih berstatus informal menjadi usaha formal. Keberadaan Kantor PPTSP sebaiknya juga dioptimalkan fungsinya sebagai: (i) sarana bagi Bank Umum dan BPR menyampaikan informasi kepada UMKM tentang persyaratan dan prosedur dalam pengajuan kredit, (ii) sarana bagi perusahaan penyedia jasa infrastruktur (BUMN dan BUMD) mengsosialisasikan tentang cara perhitungan tarif, dan (iii) sarana penyampaian peraturan ketenagakerjaan. 4. Pembentukan Kantor Penyampaian Keluhan dan Penyediaan Solusi Masalah. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki ide jika menghadapi permasalahan usaha, khususnya yang bersumber dari perilaku birokrasi. Meskipun praktek terbaik pembentukan kantor penyampaian keluhan masih terbatas di daerah perkotaan, tetapi diduga kuat bahwa keberhasilan kantor tersebut di daerah perkotaan dapat direplikasikan di daerah pedesaan (kabupaten). 5. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Nasional. Studi ini menunjukkan bahwa secara umum Perda terkait kegiatan usaha tidak menyalahi peraturan nasional yang menjadi rujukan utamanya. Masalah yang banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan beberapa jenis tarif, dimana Pemda dalam menggunakan kewenangannya dalam menentukan tarif tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di daerahnya sehingga dipandang memberatkan dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status legal formal dalam bentuk Peraturan Pusat tentang penilaian dampak peraturan yang menjadi basis bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan penilaian dampak terhadap peraturan-peraturan terkait kegiatan usaha dan potensial memiliki dampak negatif, baik yang sudah ada saat ini atau yang direncanakan akan disusun. 6. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Daerah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa permasalahan peraturan di daerah banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan beberapa jenis tarif, dimana Pemda dalam menggunakan kewenangannya dalam menentukan tarif tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di daerahnya sehingga dipandang memberatkan dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status legal formal dalam bentuk Peraturan Daerah tentang penilaian dampak peraturan daerah atau peraturan Bupati/Walikota yang potensial memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, baik yang sudah ada saat ini atau yang direncanakan akan disusun.
120
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
7. Penguatan Asosiasi Usaha atau Sejenisnya di Daerah. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa Asosiasi Usaha atau sejenisnya belum berperan sebagai salah satu sumber utama informasi kepada UMKM dan media bagi UMKM dalam menyampaikan persoalan yang dihadapi. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM menganggap bahwa Asosiasi Usaha tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan atau evaluasi kebijakan yang berpeluang memberikan dampak negatif terhadap UMKM. Dengan tidak optimalnya peran asosiasi usaha, dapat dipahami jika sebagian besar UMKM tidak menjadi anggota asosiasi usaha atau sejenisnya. Penguatan asosiasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: pelatihan, studi banding, dan pelibatan secara aktif asosiasi usaha atau sejenisnya dalam kegiatan mapping dan review peraturan serta pelaksanaan survey iklim usaha di daerah.
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM
121
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
122
Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM