BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan, dan lebar median dimana mobil diperkirakan memutar (U turn). Daya kendaraan akan mempengaruhi kelandaian yang dipilih, dan tingggi tempat duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan pengemudi. Kendaraan rencana yang akan dipilih sebagai dasar perancanaan geometrik ditentukan oleh fungsi jalan dan jenis kendaraan dominan yang memakai jalan tersebut. Pertimbangan biaya tentu juga menentukan kendaraan rencana yang dipilih sebagai kriteria perencanaan. Klasifikasi kendaraan rencana menurut Bina Marga dibagi menjadi : 1. Kendaraan Ringan / Kecil (LV) Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dengan jarak as 2,0 – 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick up, dan truk kecil) 2. Kendaraan Sedang (MHV) Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 – 5,0 m (termasuk bus kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). 3. Kendaraan Berat / Besar (LB – LT) a) Bus Besar (LB) Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 m. b) Truk Besar (LT) Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama ke kedua) > 3,5 m. 4. Sepeda Motor (MC)
52
Kendaraan Bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3. 5. Kendaraan Tak Bermotor (UM) Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong). Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping. Tabel 3.1 Dimensi Kendaraan Rencana
Sumber : TPGJAK ‘97
Gambar 3.1. Dimensi Kendaraan Kecil (Sumber TPGJAK)
Gambar 3.2. Dimensi Kendaraan Sedang (Sumber TPGJAK)
53
Gambar 3.3. Dimensi Kendaraan Besar (Sumber TPGJAK)
3.2. Kecepatan Rencana Kecepatan Rencana (VR), adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak secara aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu-lintas yang lengang, dan hambatan samping jalan yang tidak berarti. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah :
Keadaan terrain, apakah datar, berbukit atau gunung.
Untuk menghemat biaya tentu saja perencanaan sepantasnya disesuaikan dengan keadaan medan. Sebaliknya fungsi jalan seringkali menuntut perancanaan jalan tidak sesuai dengan kondisi medan dan sekitarnya. Hal ini menyebabkan tingginya volume pekerjaan tanah. Keseimbangan antara fungsi jalan dan keadaan medan akan menentukan biaya pembangunan jalan tersebut. Kecepatan rencana daerah datar lebih besar dari daerah perbukitan dan kecepatan di daerah perbukitan lebih besar dari daerah pegunungan.
Sifat dan tingkat pengggunaan daerah.
Kecepatan rencana yang diambil akan lebih besar untuk jalan luar kota daripada di daerah kota. Jalan raya dengan volume tinggi dapat direncanakan dengan kecepatan tinggi, karena penghematan biaya operasi kendaraan dan biaya operasi lainnya dapat mengimbangi tambahan biaya untuk pembebasan tanah dan konstruksi. Tetapi sebaliknya jalan raya dengan volume lalu lintas rendah tidak dapat direncanakan dengan kecepatan rendah, karena pengemudi memilih kecepatan bukan berdasarkan volume lalu lintas saja, tetapi juga berdasarkan batasan fisik. Perbedaan kecepatan rencana yang dipilih di sepanjang jalan tidak
54
boleh terlalu besar dan tidak dalam jarak yang pendek. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada tabel ini. Tabel 3.2 Kecepatan Rencana (VR), sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan.
Sumber : TPGJAK ‘97
3.3. Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih lebar, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya jalan yang terlalu lebar untuk volume lalu lintas rendah cenderung membahayakan, karena pengemudi cenderung mengemudikan kendaraannya pada kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi jalan belum tentu memungkinkan. Dan disamping itu mengakibatkan peningkatan biaya pembangunan jalan yang tidak pada tempatnya. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : 1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis Lalu Lintas Harian Rata-Rata, yaitu Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR).
55
LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. ……………………………………………………(3.1) LHRT dinyatakan dalam SMP/ hari/ 2 arah atau kendaraan/ hari/ 2 arah untuk jalan 2 jalur 2 arah, SMP/ hari/ 1 arah untuk jalan berjalur banyak dengan median. Untuk dapat menghitung LHRT harus tersedia jumlah kendaraan yang terus-menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat biaya yang diperlukan serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun, maka dapat dipergunakan satuan “Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)”. LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan. ……………………………………………(3.2) Data LHR ini cukup teliti jika :
Pengamatan
dilakukan
pada
interval-interval
waktu
yang
cukup
menggambarkan fluktuasi arus lalu lintas selama 1 tahun.
Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan LHR beberapa kali. Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari kendaraan berat,
sedang, ringan, dan kendaraan tidak bermotor, maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekuivalenkan terhadap kendaraan standar. Faktor mobil penumpang (emp) yang digunakan untuk menilai setiap kendaraan terhadap kendaraan standar didasarkan pada peraturan perancanaan geometrik menurut Bina Marga dengan menggunakan kendaraan penumpang sebagai kendaraan standar. Maka dengan demikian satuan LHR dinyatakan dengan satuan mobil penumpang (smp).
56
Nilai emp didefinisikan : faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang (kendaraan ringan lainnya) sehubungan dengan perilaku lalu-lintas. Tabel 3.3 Ekivalen mobil penumpang (emp)
Sumber : TPGJAK ‘97 2. Volume Jam Rencana (VJR) LHR dan LHRT tidak dapat memberikan gambaran tentang fluktuasi arus lalu lintas lebih dari 24 jam. LHR dan LHRT ini tidak dapat memberikan gambaran perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai jam dalam hari, yang nilainya bervariasi antara 0-100% LHR. Oleh karena itu LHR atau LHRT tidak dapat langsung digunakan dalam perencanaan geometrik. Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam dalam satu hari, maka sangatlah cocok jika volume lalu lintas dalam 1 jam dipergunakan untuk perencanaan. Volume dalam satu jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan “Volume Jam Rencana (VJR)”. Volume 1 jam yang dapat dipergunakan sebagai VJR harus sedemikian rupa sehinggga :
Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi arus lalu lintas setiap jam untuk periode satu tahun.
Apabila terdapat volume arus lalu lintas per jam melebihi volume perencanaan, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang terlalu besar.
57
Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar, sehingga akan mengakibatkan jalan akan lengang dan biayanya pun mahal. VJR didefinisikan : prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk tahun
rencana lalu-lintas, dinyatakan dalam smp/jam, dihitung dengan rumus : …………………………………………………………………………………...(3.3) dimana K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F
(disebut
faktor
F), adalah
faktor variasi tingkat
lalu lintas
perseperempatjam dalam satu jam. Tabel 3.4 Penentuan Faktor-K dan Faktor F berdasarkan VLHR
Sumber : TPGJAK ‘97
3.4. Kapasitas Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu-lintas tertentu. Perbedaan antara VJR dan kapasitas adalah VJR menunjukkan jumlah arus lalu-lintas yang direncanakan akan melintasi suatu penampang jalan selama satu jam, sedangkan kapasitas menunjukkan jumlah arus lalu lintas yang maksimum dapat melewati penampang tersebut 1 jam sesuai dengan kondisi jalan (sesuai dengan lebar lajur, kebebasan samping, kelandaian, dll).
58
3.5. Tingkat Pelayanan Jalan Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan baik walaupun VJR/ LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang akan diberikan akan lebih lebar jika pelayanan dari jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan oleh pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut tentu saja menuntut daerah manfaat jalan yang lebih lebar pula. Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukkan dari hubungan antara V/C seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan atas 6 keadaan : TingkatPelayanan A, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan
Volume dan kepadatan lalu lintas rendah
Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi
Tingkat Pelayanan B, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas stabil
Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi
Tingkat Pelayanan C, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas masih stabil
Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi memiliki kecepatan yang diinginkan
Tingkat Pelayanan D, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil
Perubahan volume lau lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan
59
Tingkat Pelayanan E, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas sudah tidak stabil
Volume kira-kira sama dengan kapasitasnya
Sering terjadi kemacetan
Tingkat Pelayanan F, dengan ciri-ciri :
Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah
Sering terjadi kemacetan
Arus lalu lintas rendah
Gambar 3.4. Tingkat Pelayanan Jalan Sumber : Silvia Sukirman, Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Batasan nilai dari setiap tingkat pelayanan jalan dipengaruhi oleh fungsi jalan dan dimana jalan tersebut berada. Jalan tol yang berada di luar kota tentu saja dikehendaki dapat melayani kendaraan dengan kecepatan tinggi dan memberikan ruang bebas bergerak selama umur rencana jalan tersebut. Jalan kolektor sekunder yang berada di dalam kota dapat saja direncanakan untuk tingkat pelayanan E pada akhir umur rencana dan dengan kecepatan yang lebih rendah daripada jalan kota.
3.6. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan dalam perencanaan jalan menjadi pertimbangan tersendiri. Pada kondisi curah hujan yang tinggi, maka harus didesain saluran drainase yang bisa menampung debit air yang mengalir di permukaan jalan dan daerah sekitarnya.
60
Pembangunan jalan juga membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi lingkungan, seperti emisi gas buang dari kendaraan. Emisi gas buangan dan kebisingan berhubungan erat dengan volume lalu-lintas dan kecepatan. Pada volume lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya kecepatan sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat volume lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,80), kondisi arus tersendat “berhenti dan berjalan” yang disebabkan oleh kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buangan dan juga kebisingan jika dibandingkan dengan kriteria lalu-lintas yang stabil. Alinemen yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan kebisingan. Perubahan tataguna lahan akibat adanya jalan, keberadaan jalan akan mempengaruhi tata guna lahan di kawasan di sepanjang pinggir jalan tersebut. Dengan adanya jalan maka kecenderungannya akan terjadi daerah-daerah pengembangan baru, seperti daerah pemukiman, perdagangan dan lainnya. Jalan yang melewati daerah lindung sebaiknya direncanakan dengan diiringi perangkat perundangan yang mengatur tata guna lahan di sekitarnya.
3.7. Pertimbangan Ekonomi Dalam proses pemilihan tipe jalan dan penampang melintang jalan baru, yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH). BSH diperoleh dari berbagai anggapan yang digunakan oleh Bina Marga, yaitu : umur, laju pertumbuhan lalu lintas, suku bunga dan tujuan dari pembina jalan. Seluruh biaya juga sudah diperhitungkan :
Biaya pemakaian jalan yang relevan : operasi kendaraan, waktu, kecelakaan dan polusi
Biaya pembuatan jalan : pembebasan lahan, pembangunan jalan, perawatan jalan dan operasional Analisis BSH, adalah menghitung biaya total yang diproyeksikan ke tahun
1 (nilai bersih sekarang) untuk setiap perencanaan yang dipelajari sebagai fungsi arus lalu-lintas. 61
Dengan membandingkan biaya-biaya yang dinyatakan sebagai biaya per kilometer tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total terendah adalah yang paling ekonomis.
3.8. Pertimbangan Keselamatan Lalu Lintas Faktor keselamatan lalu lintas merupakan faktor yang penting dalam perancanaan jalan. Keselamatan lalu lintas itu sendiri dipengaruhi oleh :
Faktor kondisi geometrik dan permukaan jalan
Faktor kondisi daerah sekitar koridor jalan
Faktor pemakai jalan (pengemudi dan pejalan kaki)
Faktor kendaraan Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2 – 15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil / sempit)
Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu-lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu-lintas
Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25 – 30%
Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15 – 20%
Meluruskan tikungan tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30%
Median penghalang (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10 – 30% tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar faktor (Vsesudah / Vsebelum)2
62