BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjaun Pustaka
2.1.1. Penelitian Terdahulu Para peneliti pendahulu telah banyak melakukan penelitian yang tujuannya perancangan fasilitas sistem kerja untuk memperbaiki postur tubuh untuk mengurangi kelelahan musculoskeletal, diantaranya dilakukan oleh Kurnianingtyas & Dewi (2014) , dan Maulana & Sugiharto (2013). Sari (2014) melakukan penelitian yang sama dengan fokus pada perbaikan postur kerja dengan menambah fasilitas kerja. Sedangkan Nasution & Nazlina (2012) melakukan penelitian dengan tujuan merancang fasilitas kerja untuk mereduksi Human Error. Susanto (2014) melakuakan penelitian yang berfokus pada perancangan meja kerja untuk alat pres yang ergonomis meggunakan metode rasional. Kurnianingtyas & Dewi (2014) melakukan penelitian tentang perbaikan fasilitas kerja pada aktivitas memahat pada proses produksi di industri kerajianan batu alam dengan menganalisis postur tubuh metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA). Perancangan dilakukan dengan membuat fasilitas untuk proses memahat berupa meja dan kursi. Ukuran meja mengikuti ukuran dimensi bahan baku. Meja ini dilengkapi dengan penyangga, pin dan bearing. Bearing ini berfungsi untuk memutar kerangka meja bagian atas. Sedangkan dalam perancangan kursi, dilakukan perhitungan antropometri pengguna yaitu operator pengrajin batu alam. Hasil dari penelitian ini adalah harus adanya fasilitas yang mendukung proses memahat, sehingga peneliti merancang fasilitas tambahan berupa meja dan kursi untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan cidera musculoskeletal pekerja pengrajin batu alam. Maulana & Sugiharto (2013) melakukan penelitian tentang usulan perbaikan fasilitas kerja pada stasiun pemotongan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal di CV. XYZ dengan menggunakan pengumpulan data kuesioner SNQ (Standard Nordic Quetionnaire), dan
mengindentifikasi resiko postur kerja dengan QEC (Quick
Exposure Check) serta pendekatan antropometri dalam perancangan fasilitas kerja. Hasil QEC mengindentifikasi postur tubuh pekerja yang kurang baik. Terbukti dari 5
beberapa pekerja sering mengalami keluhan dan rasa sakit pada bagian tungkai bawah, leher, punggung, pinggang, dan lengan kanan. Penyebab keluhan tersebut dikarenakan postur kerja para pekerja yang kurang baik yaitu dengan cara jongkok dalam proses aktivitas atau bekerja. Proses aktivitas dengan posisi jongkok membuat pekerjaan tersebut dalam katagori yang tidak aman dan perlu tindakan dalam waktu dekat. Sari (2014) melakukan penelitian yang hampir sama yaitu perbaikian postur kerja untuk meminimalisasi keluhan musculoskeletal sehingga waktu proses pemahatan lebih cepat. Penelitian dilakukan di salah satu industri kecil menegah yang berada di Ring Road Utara Java Art Stone Yogyakarta. Perbaiakan postur kerja dilakuakan dengan menganalisis postur kerja dengan menggunakan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA). Penelitian ini membandingkan sebelum dan sesudah pemberian fasilitas berupa meja dan kursi terhadap waktu proses, dan keluhan musculoskeletal. Fasilitas kerja yang diberikan mampu memperbaiki keluhan musculoskeletal dengan skor RULA rendah dan mempercepat waktu proses memahat ditinjau dari waktu baku. Nasution & Nazlina (2012) melakukan penelitian tentang perancangan kerja untuk mereduksi human error dengan menggunakan metode pengumpulan data kuesioner SNQ (Standard Nordic Quetionnaire) dan QEC (Quick Exposure Check)
untuk
mengindentifikasi keluhan musculoskeletal para pekerja. Analisis human error dengan menggunakan metode HTA (hierarchical task analysis), HEART (human error assessment and reduction technique) dan FTA (fault tree analysis). Permasalah dari penelitian ini adalah operator sering mengeluh pada bagian leher, bahu, punggugn atas, siku, lengan, kaki, paha dan lutut dikarenakan tidak adanya fasilitas yang membantu pekerjaan atau aktivitas. Peneliti merancang produk menggunakan pendekatan antropometri dalam proses pengukuran fasilitas kerja. Fasilitas yang dirancang adalah meja dan kursi kerja. Susanto (2014) melakukan penelitian dengan berfokus pada metode perancangan rasional dalam membuat meja kerja untuk alat pres yang ergonomis. Peneliti dalam proses pembuatan menggunakan beberapa tahap Clarifying Objectives, Establishing Function,
Setting
Requirement,
Determining
6
Characteristics,
Generating
Alternatives, Evaluating Alternatives dan Improving Detail. Pembuatan meja dengan mempertimbangkan dimensi antropometri dengan uji keseragaman, uji kecukupan dan pemilihan persintil dalam perancangan. Alat press yang ergonomi ini membatu pekerja dan terlihat pada waktu baku proses press. 2.1.2. Penelitian Sekarang Penelitian sekarang dilakukan di sebuah Industri Kecil dan Menengah batu alam Java Art Stone .Tujuan penelitian tidak lain untuk merancangan/memperbaiki fasilitas yang sudah ada berupa meja pahat dengan memasukan metode perancangan produk. Metode perancangan yang digunakan adalah metode perancangan rasional yang memiki tahapan yang sistematis sehingga dapat memperbaiki kekurangan fasilitas yang sudah ada / yang sudah dirancang oleh peneliti sebelumnya. Penelitian sekarang tidak mengubah tujuan penelitian sebelumnya
yaitu
memperbaiki
postur
kerja
untuk
menurunkan
keluhan
musculoskeletal pada proses memahat pengrajin batu alam untuk meningkatkan produktivitas di Java Art Stone. Keluhan musculoskeletal para pekerja Java Art Stone diukur dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map. Analisis postur kerja menggunakan metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan REBA sebagai alat ukur untuk menilai resiko postur kerja. 2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Konsep Ergonomi Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam keterkaitannya dengan pekerjaan di dalam suatu sistem kerja. Istilah ergonomi itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam) sehingga ergonomi didefinisikan sebagai studi aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain /perancangan untuk mendapatkan suasana kerja yang sesuai dengan manusianya (Nurmianto, 2003). Ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan
teknologi untuk
menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004). Manuaba (2000) dalam buku Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas oleh (Tarwaka, HA, & 7
Sudiajeng, 2004) ergonomi adalah Ilmu atau pendekatan multidisipliner yang bertujuan mengoptimalkan sistem manusia-pekerjaannya, sehingga tercapai alat, cara dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan efisien. Ergonomi ialah cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasiinformasi mengenal sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia dalam merancang suatu sitem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, sehat, nyaman, dan efisien. (Sutalaksana, 2006) Penerapan ergonomi bertujuan untuk mencapai kualitas hidup manusia secara optimal, baik di tempat kerja, di lingkungan sosial maupun di lingkungan keluarga. Tujuan ergonomi secara umum menurut (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004) dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban
kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek, yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Sudut pandang ergonomi harus memiliki garis keseimbangan antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja sehingga pencapaian performasi kerja tinggi. Tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload) dikarenakan dapat menyebabkan stress (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004). 2.2.2. Antropometri Istilah antropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan metri yang berarti “ukuran”. Antropometri adalah studi tentang dimensi tubuh manusia (Pulat, 1992). Sritomo (2003) dalam Sari (2014), salah satu bidang keilmuan ergonomi yang dinyatakan sebagai suatu studi yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh 8
manusia dan aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa, dan kekuatan tubuh. Antropometri adalah suatu bidang kajian ergonomi yang mempelajari karakter ukuran-ukuran fisik tubuh manusia seperti dimensi linier, volume, dan berat tubuh yang mambagi 2 jenis antropometri menurut menurut Sutalaksana (2006) yaitu : a. Antropometri Statis Antropometri statis adalah tentang ciri-ciri fisik luar manusia dalam keadaan diam atau dalam posisi yang dibakukan b. Antropometri DInamis Antropometri dinamis adalah tentang ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja tersebut melakukan kegiatannya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas menurut Wignjosoebroto, Gunani, & Pawennari (2012) antara lain dalam hal : a. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dll ) b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya. c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll. d. Perancangan lingkungan kerja fisik.
2.2.3. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan / Fasilitas Kerja Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa
sesuai dengan ukuran
tubuh
manusia
yang akan
mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini : a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.
9
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu : i.
Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
ii. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada ). b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu. Disini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa dirubah-rubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5-th s/d 95-th percentile. c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata. Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan
produk
ataupun
fasilitas
kerja,
maka
ada
beberapa
saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut : i.
Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.
ii. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data struktural body dimension ataukah functional body dimension. iii. Selanjutnya
tentukan
populasi
terbesar
yang
harus
diantisipasi,
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai market segmentation, seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll. iv. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.
10
v. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang dikehendaki. vi. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan lain-lain. 2.2.4. Sikap dan Posisi Kerja Sikap kerja adalah sikap tubuh (posture) manusia saat berinteraksi dengan alat /peralatan kerja. Sikap kerja yang baik adalah sikap kerja
yang memungkinkan
melaksanakan pekerjaan dengan efektif dan dengan usaha otot yang sedikit. Secara mendasar sikap tubuh dalam keadaan tidak melakukan gerakan atau pekerjaan adalah sikap berdiri, berbaring, berjongkok dan duduk (Pheasant, 1991) dalam (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004). Posisi dan sikap kerja para pekerja saat melakukan aktivitas ditempat kerja berpengaruh terhadap respon fisiologis pekerja tersebut. Sikap kerja yang tidak alamiah/ fisiologis merupakan penyebab munculnya berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal (Manuaba, 2000) dalam (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004) Wignjosoebroto, Gunani, & Pawennari (2012) dalam jurnal menyatakan bahwa tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain, pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang "aneh" dan kadang-kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan halhal seperti :
11
a. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka stasiun kerja harus dirancang- terutama dengan memperhatikan fasilitas kerjanya seperti meja kerja, kursi dll yang sesuai dengan data antropometri agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. b. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan). Disamping pengaturan ini bisa memberikan sikap dan posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek ekonomi gerakan. c. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang atau tengkurap.
d. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level Posisi kerja yang didasarkan pada kebiasaan, kultur dan budaya yaitu dengan cara duduk bersila, duduk jongkok, dan duduk dengan salah satu kaki diangkat
yang
sering dilakukan di Aftika Utara, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, Indonesia, Korea, Jepang, dan Amerika merupakan posisi kerja yang tidak biasa dan berdasarakan kebiasaan (Kroemer, Kroemer, & Elbert, 2001). Mereka menyebut posisi kerja dengan sebutan long sitting. Long sitting adalah posisi kerja dimana bagian tubuh punggung dan paha membentuk sudut 90 derajat. Posisi ini akan mengakibatkan long hamstring muscle dikarenakan berat badan tidak ada yang menopang dan posisi ini tidak direkomendasikan dalam duduk yang nyaman secara ergonomi. Posisi ini sangat ditentang akan tetapi menurut merka, posisi tersebut sangatlah nyaman dalam bekerja sehingga menimbulkan kontradikti terhadap posisi tersebut (Bridger, 1995) Sikap kerja yang baik tentunya telah dianalisis postur kerja dan dikatakan aman. Analisis postur kerja bermacam-macam diantaranya Rapid Upper Limb Assessment (RULA), Rapid Entire Body Assessment (REBA), Ovako Working Posture Analysis
12
System (OWAS), Loading on the Upper Body (LUBA), Baseline Risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF), Strain Index (SI), ManTra dan masih banyak lagi. Banyak metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi postur kerja akan tetapi yang dipilih adalah RULA dikarenakan para pekerja Java Art Stone dalam proses memahat sebagian besar aktivitasnya menggunakan bagian tubuh bagian atas seperti tangan, lengan, kepala, bahu, siku, dan punggung. RULA dianggap sangat mendetail dan cepat dalam proses penilaian postur tubuh. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sesuatu metode penilaian postur untuk menentukan risiko gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tubuh bagian atas. RULA dikembangkan dalam usaha untuk penilaian empat faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/kekuatan,dan postur kerja) (Atamney & Corlett,1993) untuk : a. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat, yang berhubungan dengan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas. b. Mengindentifikasi
usaha
otot
yang
berhubungan
dengan
postur
kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan otot. c. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi yaitu epidomiologi, fisik, mental, lingkungan, dan faktor organisasi Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk : a. Mengukur resiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dari perbaikan yang lebih luas dari ergonomi. b. Membandingkan beban musculoskeletal antara rancangan stasiun kerja yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi. c. Mengevaluasi keluaran seperti produktifitas atau keseuaian penggunaan peralatan. d. Melatih operator tentang beban musculoskeletal yang diakibatkan dari perbedaan postur kerja.
13
Tabel 2.1. Skor Bagian Lengan Atas Pergerakan Antara -200 - +200 Lebih dari -200 atau antara 200 - +450 Antara +450 - +900 Lebih dari +900
Skor +1 +2 +3 +4
Skor Penambahan +1 Jika bahu naik +1 jika lengan atas terbuka +1 Jika lengan mendukung
b. Lengan Bawah (Lower Arm)
Gambar 2.3. Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (Lower Arm) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html) Tabel 2.2. Skor Bagian Lengan Bawah Pergerakan Skor 0 Antara -60 - +100 +1 0 0 0 Antara 0 - +60 atau lebih dari +100 +2 0
Skor Penambahan +1 Jika lengan bekerja melewati garis tengah badan +1 Jika keluar dari sisi tubuh
c. Pergelangan Tangan (Wrist)
Gambar 2.4. Postur Tubuh Bagian Pergelangan Tangan (Wrist) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html) 15
Tabel 2.3. Skor Bagian Pergelangan Tangan Pergerakan
Skor
Skor Penambahan
Posisi 00
+1
+1 Jika pergelangan tangan
Antara 150+ keatas - 150+ kebawah
+2
menjauhi sisi tengah
Antara 150+ keatas dan 150+ kebawah
+3
(midline)
d. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)
Gambar 2.5. Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html) Tabel 2.4. Skor Bagian Putaran Pergelangan Tangan Pergerakan Posisi tengah dari putaran Posisi pada atau mendekati putaran
Skor +1 +2
Penentuan skor postur A ditentukan setelah diketahui skor pada masing-masing bagian tubuh lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan. Skor penentuan dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5. Skor Postur A Upper Lower Arm Arm
1
1 2 3
1 1 1 2 2
Wrist posture score 2 3 4 Wrist Twist 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4
16
Lanjutan Tabel 2.5. Upper Lower Arm Arm
2
3
4
5
6
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Wrist posture score 1 2 3 4 Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 6 6 5 5 5 5 5 6 6 7 5 6 6 6 6 7 7 7 6 6 6 7 7 7 7 8 7 7 7 7 7 8 8 9 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
Grup B a. Leher (Neck)
Gambar 2.6. Postur Tubuh Bagian Leher (Neck) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html)
17
Tabel 2.6. Skor Bagian Leher Pergerakan Antara 00 - +100 Antara +100 - +200 Lebih dari 200 Ekstensi
Skor +1 +2 +3 +4
Skor Penambahan +1 Jika leher berputar +1 jika leher bengkok / patah
b. Batang Tubuh
Gambar 2.7. Postur Tubuh Bagian Batang Tubuh (Trunk) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html) Tabel 2.7. Skor Bagian Batang Tubuh Pergerakan Posisi duduk -200 atau antara 00 - +100 Antara 00 - +200 Antara +200 - +600 Lebih dari +600
Skor +1 +2 +3 +4
Skor Penambahan +1 Jika batang tubuh berputar +1 jika batang tubuh bengkok / patah
c. Kaki (Legs)
Gambar 2.8. Postur Bagian Kaki (Legs) (Sumber : http://www.rula.co.uk/survey.html) 18
Tabel 2.8. Skor Bagian Kaki Pergerakan Skor Posisi kaki dan menopang dan menyeimbangkan posisi postur +1 Posisi kaki dan tidak menopang dan tidak menyeimbangkan +2 posisi postur Penentuan skor postur B ditentukan setelah diketahui skor pada masing-masing bagian tubuh leher, batang tubuh dan kaki. Skor penentuan dilakukan dengan menggunakan Tabel 2.9. berikut ini Tabel 2.9. Skor Postur B
1
Neck
1 2 3 4 5 6
1 1 2 3 5 7 8
2 2 3 3 3 5 7 8
1 2 2 3 5 7 8
3 2 3 3 4 6 7 8
1 3 4 4 6 7 8
Trunk 4 Legs 2 1 2 4 5 5 5 5 5 5 5 6 7 7 7 8 8 8 8 8 9
5 1 6 6 6 7 8 9
6 2 6 7 7 7 8 9
1 7 7 7 8 8 9
2 7 7 7 8 8 9
Sistem pemberian skor kemudian dilanjutkan dengan menambahkan skor otot (muscle use) dan tenaga yang digunakan (force/load). a. Skor untuk otot Skor +1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit. b. Skor untuk tenaga Skor 0 bila beban < 2 kg (pembebanan sesekali), Skor 1 bila beban 2-10 kg (pembebanan sesekali)., Skor 2 bila beban 2-10 kg (statis atau berulang berulang) dan Skor 3 bila beban >10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat) Skor C merupakan hasil dari skor penambahan skor tabel A dengan skor otot dan tenaga yang diplotkan dengan skor penambahan skor tabel B dengan skor otot dan tenaga.
19
Gambar 2.9. Sistem Pemberian Skor RULA (Sumber : Atamney & Corlett (1993) RULA: a Survey Method for The Investigation of Work-Related Upper Limb Disorder, Applied Ergonomics)
Skor akhir dilakukan dengan memplotkan skor C pada kolom menurun dan Skor D pada kolom mendatar di Tabel 2.10 dibawah ini. Tabel 2.10 Skor Akhir Skor B + muscle use and force Skor A + muscle use and force
1
2
3
4
5
6
7+
1
1
2
3
3
4
5
5
2
2
2
3
4
4
5
5
3
3
3
3
4
4
5
6
4
3
3
3
4
5
6
6
5
4
4
4
5
6
7
7
6
4
4
5
6
6
7
7
7
5
5
6
6
7
7
7
8+
5
5
6
7
7
7
7
Skor ini merupakan skor akhir yang dapat disimpulkan kedalam beberapa katagori yaitu a. Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini bisa diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama. b. Skor 3 atau 4 yang menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lebih lanjut 20
c. Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan perubahan perlu segera mungkin d. Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya sehingga harus ada pemeriksaan secepatnya. REBA merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menganalisis pekerjaan
berdasarkan
postur
tubuh
pekerja.
Rapid
Entire
Body
Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham‟s Institute of Occuptaional Ergonomic).
Gambar 2.10. Worksheet REBA (Sumber : Hignett & McAtamney (2000), Rapid Entire Body Assessment,
Applied Ergonomics,201-205) Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang
21
melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Hignett & McAtamney, 2000). REBA terbagi 2 segmen tubuh yaitu grup A dan grup B Grup A a. Leher (Neck)
Gambar 2.11. Postur Bagian Leher (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet)
Tabel 2.11. Skor Bagian Leher (Neck) Pergerakan
Skor
Skor Penambahan
0
+1
+1 jika leher berputar/bengkok
0
+2
In exstension
+2
0
Antara 0 -20
Lebih dari 20
b. Batang Tubuh (Trunk)
Gambar 2.12. Postur Bagian Tubuh (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet) Tabel 2.12. Skor Bagian Batang Tubuh (Thrunk) Pergerakan
Skor
Skor Penambahan
Posisi 00
+1
In extension
+2
+1 jika batang tubuh berputar/bengkok
Antara 00-200 0
+3
0
+4
Antara 20 -60 Lebih dari 60
+2
0
22
c. Legs (kaki)
Gambar 2.13. Postur Bagian Kaki (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet)
Tabel 2.13. Skor Bagian Kaki (Legs) Pergerakan
Skor
Kaki Tertopang, bobot tersebar merata, jalan atau duduk
+1
Kaki tidak tertopang, bobot tersebar merata postur tidak stabil
+2
Skor dari bagian dari grup A diketahui, kemudia dimasukkan dalam Tabel A dengan menggunakan Tabel 2.14. Tabel 2.14. Skor Tabel A Neck Tabel A
Trunk
1 Legs 1 2 3 4 5
1 1 2 2 3 4
2 2 3 4 5 6
2 3 3 4 5 6 7
4 4 5 6 7 8
1 1 3 4 5 6
2 2 4 5 6 7
3 3 3 5 6 7 8
4 4 6 7 8 9
1 3 4 5 6 7
2 3 5 6 7 8
3 5 6 7 8 9
4 6 7 8 8 9
Nilai grup A didapatkan dari penambahan skor A dengan nilai pembebanan. Skor pembebanan dapat dilihat pada Tabel 2.15. Tabel 2.15. Penilaian Beban Pergerakan
Skor
Skor Penambahan
Kurang dari 5 kg
0
Antara 5-10 kg
+1
+1 jika dalam keadaan kaget
Lebih dari 10 kg
+2
23
Grup B a. Lengan Atas (Upper Arm)
Gambar 2.14. Postur Bagian Kaki (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet)
Tabel 2.16. Skor Bagian Lengan Atas Pergerakan
Skor
0
0
Skor Penambahan
Antara -20 - +20
+1
+1 jika bahu naik
In extension Lebih dari +200
+2
+1 jika lengan berputar/bengkok
0
0
+2
0
0
Antara 45 -90
+3
0
+4
Antara 20 -45
Lebih dari 90
b. Lengan Bawah
Gambar 2.15. Postur Lengan Bawah (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet) Tabel 2.17. Skor Bagian Lengan Bawah Pergerakan 0
Skor 0
Antara 60 -100 0
0
+1 0
Antara 0 -60 atau dari 100
24
+2
c. Pergelangan Tangan
Gambar 2.16. Postur Pergelangan Tangan (Sumber : REBA Employee Assessment Worksheet) Tabel 2.18. Skor Bagian Pergelangan Tangan Pergerakan
Skor
Skor Penambahan
Posisi- 15 - +15
+1
Kurang dari -150atau lebih dari 150
+2
+1 jika pergelangan tangan menjauhi sisi tengah
0
0
Skor masing-masing nantinya akan diplotkan kedalam Tabel B. Penentuan skor dapat dilihat pada Tabel 2.19. Tabel 2.19. Skor Tabel B Lower Arm Tabel 1 B Wrist 1 2 3 1 1 1 2 2 1 2 1 2 3 2 3 3 4 5 4 Upper Arm 4 4 5 5 5 5 6 7 8 7 6 7 8 8 8
2 2 2 3 5 6 8 9
3 3 4 5 7 8 9
Nilai Grup B didapatkan dari penambahan skor B dengan nilai genggaman. Penilaian genggaman dapat dilihat pada Tabel 2.20. Tabel 2.20. Penilaian Genggaman Pergerakan
Skor
Kondisi baik, pegangan mudah di genggam
0
Cukup baik, pegangan cukup baik tapi tidak ideal
+1
Kurang baik, pegangan tidak baik meskipun dapat digunakan
+2
Tidak aman atau tidak ada pegangan
+3
25
Skor Akhir didapatkan dari kombinasi nilai akhir skor grup A yang diplotkan dengan nilai akhir skor grup B pada Tabel C. Tabel C dapat dilihat pada Tabel 2.21 Tabel 2.21. Skor Tabel C Score A (Table A+load) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 1 2 3 4 6 7 8 9 10 11 12
2 1 2 3 4 4 6 7 8 9 10 11 12
Table C Tabel B (tabll B value + couplings core) 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 3 4 5 6 7 2 3 4 4 5 6 6 7 3 3 4 5 6 7 7 8 4 4 5 6 7 8 8 9 4 5 6 7 8 8 9 9 6 7 8 8 9 9 10 10 7 8 9 9 9 10 10 11 8 9 10 10 10 10 10 11 9 10 10 10 11 11 11 12 10 11 11 11 11 12 12 12 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
11 7 7 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
12 7 8 8 9 9 10 11 11 12 12 12 12
Skor Reba didapatkan dari Skor Tabel C ditambah dengan skor nilai aktivitas. Skor penilaian aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.22. Tabel 2.22. Penilaian Aktivitas Pergerakan
Skor
Jika satu atau lebih bagian tubuh pada posisi statis, misalkan postur tetap selama lebih dari 1 menit
+1
Jika terjadi aktivitas yang berulang pada area yang relatif kecil, misalkan berulang lebih dari 4 kali/menit (tidak termasuk jalan)
+1
Jika aktivitas menyebabkan perubahan besar atau pada pijakan yang tidak stabil
+1
Skor
hasil
kombinasi
postur
kerja
dan
penambahan
aktivitas
dapat
diklasifikasikan level resiko. Tabel 2.23 merupakan tabel katagori level katagori dan tindakan. Tabel 2.23. Katagori Level Resiko dan Tindakan Skor REBA
Level Tindakan
Kategori
Tindakan
1
0
Minimum
Aman
2-3
1
Kecil
Mungkin perlu dilakukan tindakan
4-7
2
Sedang
Diperlukan beberapa waktu ke depan
26
Lanjutan Tabel 2.23. Skor REBA
Level Tindakan
Kategori
Tindakan
8-10
3
Tinggi
Tindakan dalam waktu dekat
11-12
4
Sangat tinggi
Tindakan sekarang juga
2.2.5. Keluhan Musculoskeletal Keluhan pada sistem musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka atau skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen atau tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993) dalam (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004). Secara garis besar keluhan musculoskeletal dapat dikelompokan menjadi dua menurut Tarwaka, HA, & Sudiajeng (2004), yaitu : a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot meneritoma beban statis, namun demikian keluhan tersebuta akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan b. Keluhan tetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap walaupun pembebanan dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut Pengukuran dan mengenali sumber penyebab untuk melakukan evaluasi ergonomi terdapat banyak cara, antara lain check list, model biomekanik, tabel psikofisik, model fisik, pengukuran dengan videotape, pengamatan melalui monitor, metode analitik dan Nordic Body Map.
2.2.6. Kuesioner Nordic Body Map (NBM) Nordic Body Map (NBM) adalah salah satu cara untuk mengenali sumber penyebab untuk melakukan evaluasi ergonomi. Kuesioner Nordic Body Map yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi (Tarwaka,
27
HA, & Sudiajeng, 2004). Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan. Kuesioner ini menggunakan gamabr 9 bagian utama tubuh yaitu : a. Leher b. Bahu c. Punggung bagian atas d. Siku e. Punggung bawah f.
Pergelangan tangan bawah
g. Pergelangan tangan h. Pinggang i.
Lutu
j.
Rumit
Nordic Body Map (NBM) dapat dilihat pada Gambar 2.17 yang sering digunakan untuk mengetahui keluhan pada bagian-bagian tubuh.
Gambar 2.17. Nordic Body Map (Sumber : Corlett,1992. Static Muscle Loading and the Evaluation of posture)
28
Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian dan juga tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan. Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem musculoskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup (Tarwaka, HA, & Sudiajeng, 2004) 2.2.7. Metode Perancangan Metode perancangan adalah prosedur, teknik-teknik, bantuan, atau alat yang biasanya digunakan dalam merancang. Metode perancangan menggambarkan beberapa
aktivitas
yang
memungkinkan
perancangan
menggunakan
dan
mengkombinasikan proses perancangan keseluruhan. Metode perancangan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu metode kreatif dan metode rasional (Cross, 1994) a. Metode kreatif Ada beberapa metode perancangan dalam membantu mendorong pemikiran kreatif. Pada umumnya mereka bekerja dengan usaha untuk meningkatkan aliran ide dengan menghilangkan batas mental yang menghambat kreativitas atau dengan memperluas area penelitian. Beberapa cara yang digunakan dalam metode ini antara lain : i.
Brainstorming Brainstorming merupaka metode yang digunakan dalam membangkitkan ideide tang nantinya akan dibuang, tetapi beberapa ide yang terindentifikasi akan dipergunakan. Metode ini dilakukan dalam suatu group kecil yang terbagi menjadi 4 sampai 8 orang. Group ini nantinya akan menyeleksi ideide, yang kemudian pemimpin group mengevaluasi ide-ide tersebut. Peraturan yang utama dari brainstroming adalah tidak ada kritikan selama pertemuan, besarnya jumlah ide yang diinginkan, ide ide yang tidak masuk akal dan gila diterima, menjaga semua ide-ide singkat dan tajam dan mencoba mengkombinasikan dan memperbaiki ide yang lainnya.
ii. Synetic Pemikiran yang kreatif seringkali digambarkan pada pemikiran anlogis pada kemampuan untuk melihat topik.
Penggunaan
antara persamaan dan ketidaksamaan antar
pemikiran
analogisyang 29
terbentuk
dari
metode
perancangan kreatif disebut synectics. Sama seperti brainstroming, synetic adalah kelompok aktivitas yang mengkritik anggota kelompok yang berusaha membangun, mengkombinasikan dan mengembangkan ide-ide penyelesaian kreatif dalam meyelesaikan masalah. Perbedaan dengan brainsroming, dimana
kelompok
tersebut
mencoba
untuk
bekerja
sama
untuk
menyelesaikan masalah dengan memberikan solusi. Synectic memiliki beberapa tipe analogi yaitu direct analogies, personal analogics, symbolic analogies, dan fantasyanalogies iii. Perluasan Daerah Penelitian Penghalang dalam berpikir kreatif
adalah berasumsi batasan yang lebih
sempit dimana solusi dilihat. Pembatasan terhadap ide-ide kreatif akan membuat perancang dalam merancang sukar dalam mencari solusi yang tepat terhadap pekerjaan. Pemikiran kreatif harus diperluas dengan ide-ide perancang sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. Beberapa teknik yang digunakan dalam memeperluas area penelitian adalah Transformation, Random Input, Why? Why? Why? dan Counter planning i.
Proses Kreatif Metode-metode di atas dipergunakan dalam merancang dalam berpikir kreatif,
Terkadang,
Keaslian
ide
muncul
karena
spontanitas
atau
ketidaksengajaan tanpa harus berpikir kreatif. Proses kreatif ini dapat diartikan munculnya keaslian ide secara spontan.Terdapat susunan umum yang berurutan yaitu Recognition merupakan realisasi pertama atau pengakuan masalah yang ada. Preparation adalah aplikasi dari usaha hatihati untuk mengerti suatu masalah. Setelah preparation adalah Incubation. Illumination adalah persepsi atau formulasi dari sebuah kunci dari ide dan yang terakhir adalah Verification yang didefinisikan sebagai pekerjaan berat dari peningkatan dan percobaan sebuah ide. b. Metode Rasional Metode rasional merupakan suatu metode yang sistematis dalam perancangan. Tujuan metode rasional hampir sama dengan metode kreatif, yaitu memperluas daerah pencarian untuk mendapat solusi potensial atau memfasilitasi kelompok kerja dan kelompok pengambil keputusan. Metode rasional dengan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak benar metode rasional merupakan 30
lawan dari metode kreatif. Beberapa perancang mencurigai bahwa metode rasional dapat mengekang kreativitas. Hal ini merupakan kesalahpahaman dari maksud perancangan sistematis, yang berarti untuk meningkatkan keputusan kualitas
rancangan
dan
kualitas
akhir
dari
produk.
Metode
rasional
menggabungkan aspek prosedural dari suatu perancangan dengan aspek struktural dari masalah perancangan. Proses perancangan dan metode-metode rasional yang relevan dan paling luas penggunaannya dapat diuraikan sebagai berikut : i.
Klarifikasi Tujuan Tahap pertama yang terpenting dalam perancangan adalah bagaimana mencoba untuk menjelaskan tujuan perancangan. Tahap ini sangat membantu pada keseluruhan langkah perancangan untuk mendapatkan ide yang jelas terdapat sasaran, walaupun sasaran itu dapat berubah selama perancangan. Sasaran awal dan sementara dapat berubah, meluas dan lebih singkat atau benar-benar berubah sepanjang permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ide-ide dapat berkembang. Metode yang
dapat
digunakan
dalam
menjelaskan
tujuan
tersebut
adalah
menggunakan metode Objectives Tree. Metode ini menawarkan format yang jelas dan berguna untuk menyatakan tujuan. Selain itu juga metode ini menunjukan sasaran dan maksud umum untuk pencapaian tujuan dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuantujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hierarki tujuan dan sub tujuan. Prosedur dalam suatu Objectives Tree membantu menjelaskan sasaran-sasaran dan meraih persetujuan diantara klien, manager dan anggota tim perancangan. Langkah-langkah dalam pembuatan Objectives Tree adalah sebagai berikut Menyiapkan daftar tujuan perancangan. Daftar ini harus diambil dari ringkasan perancangan dari pernyataan kepada klien dan dari diskusi di dalam perancangan. Sehingga tujuan perancangan dapat juga disebut kebutuhan konsumen dan fungsi produk itu sendiri. Menyusun daftar dalam kumpulan tujuan level tinggi dan level rendah.
31
Dengan perluasan daftar tujuan dan sub tujuan akan terlihat jelas adanya tingkat kepentingan yang lebih tinggi antara satu dengan yang lain, dan semua ini dikumpulkan ke dalam tingkatan hierarki. Menggambarkan diagram Objectives Tree yang menunjukkan hierarki dan garis hubungan. Cabang-cabang
pada
pohon
tujuan
menujukan
hubungan
yang
mengusulkan bagaimana mencapai tujuan.
Gambar 2.18. Clarifying Objectives (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design)
ii. Penetapan Fungsional Analisis fungsi merupakan suatu analisis yang membantu untuk menentukan dan membatasi tingkatan permasalahan dimana penyelesaian dapat dipecahkan serta dihasilkan rancangan yang sesuai dengan fungsi essensialnya. Metode ini menawarkan cara-cara untuk mempertimbangkan fungsi-fungsi dasar dan tingkat masalahnya. Fungsi dasar tersebut adalah fungsi di mana alat-alat, produk, dan sistem yang akan dirancang harus
32
meyakinkan dan tidak peduli dengan komponen fisik yang digunakan. Langkah-langkah dalam penetapan fungsi adalah sebagai berikut
Menentukan fungsi perancangan secara keseluruhan dalam perubahan input menjadi output. Cara yang paling sederhana untuk mengekspresikan hal tersebut adalah dengan Black Box sederhana yang mengubah input tertentu menjadi output yang diinginkan.
Membagi fungsi kebeberapa sub-sub fungsi. Sub fungsi-fungsi terdapat di black box dengan tujuan menjabarkan dengan cara memecahnya dimana setiap sub fungsi memiliki input dan output sendiri
Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antara sub fungsi. Black Box dibuat „tembus pandang‟, jadi sub fungsi dan hubungan menjadi jelas.
Menggambarkan batasan sistem. Batasan sistem didefinisikan sebagai batasan bagi produk yang akan dirancang.
Mencari komponen yang sesuai untuk setiap sub fungsi dan hubungan antara mereka. Banyak komponen alternative yang sesuai untuk fungsi
Gambar 2.19. Model Transparent Box (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design)
33
iii. Setting Requirement Tahap ini untuk menetapkan spesifikasi kinerja yang akurat dari suatu alternative solusi rancangan produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen berdasarkan data yang diperoleh dari bagian pemasaran. Metode yang digunakan adalah Performance Specification, yang bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan pelaksanaan suatu solusi perancangan. iv. Penentuan karakteristik (Determining Characteristics) Metode yang dapat digunakan dalam tahap ini adalah Quality Function Deployment (QFD). Tujuannya adalah untuk menetapkan target teknis yang akan dicapai oleh karakteristik teknis produk yang dapat memenuhi keinginan konsumen. Sembilan tahap penyusunan QFD dapat digambarkan dengan matrik yang berbentuk sebuah rumah yang disebut rumah kualitas atau House of Quality (HOQ). Berikut ini pada Gambar 2.20. adalah struktur matrik HOQ. Secara garis besar matriks ini adalah upaya untuk mengkonversi voice of costumer secara langsung terhadap persyaratan teknis atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan. Perusahaan akan berusaha mencapai persyaratan teknis yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dengan sebelumnya melakukan benchmarking terhadap produk pesaing. Benchmarking dilakukan untuk mengetahui posisi-posisi relatif produk yang ada di pasaran yang merupakan competitor.
Gambar 2.20. House of Quality (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design)
34
Tembok sebelah kiri (Bagian A) Berisikan data atau informasi yang diperoleh dari penelitian pasar atas kebutuhan dan keinginan konsumen. Suara konsumen ini merupakan input dalam HOQ Tembok rumah sebelah kanan (Bagian B) adalah matriks perencanaan. Matriks ini merupakan komponen yang digunakan untuk menerjemahkan persyaratan pelanggan menjadi rencana-rencana
untuk
memenuhi
atau
melebihi
persyaratan
yang
ditentukan pelanggan. Matriks ini meliputi tiga langkah data seperti menggambarkan persyaratan pelanggan pada suatu matriks dan proses pemanufakturan
pada
matriks
lainnya,
memprioritaskan
persyaratan
pelanggan, dan mengambil perbaikan yang dibutuhkan dalam proses pemanufakturan. Persayaratan pelanggan dipenuhi maka perusahaan mengusahakan spesifikasi kinerja tertentu dan mensyaratkan pemasoknya untuk melakukan hal yang sama. Langkah ini terdapat pada bagian langitlangit rumah (Bagian C). Pada bagian tengah rumah (Bagian D) adalah tempat di mana persyaratan pelanggan dikonversikan ke dalam aspek-aspek pemanufakturan. Pada bagian atap (Bagian E), langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi pertukaran yang berhubungan dengan persyaratan manufaktur. Pertanyaan yang akan dijawab dalam bagian E adalah apa yang terbaik yang dapat dilakukan organisasi dengan mempertimbangkan persyaratan pelanggan dan kemampuan pemanufakturan organisasi. Pada bagian bawah rumah (Bagian F) merupakan daftar prioritas persayaratan proses manufaktur.
35
Gambar 2.21. Contoh House of Quality untuk Pintu Mobil (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design) v. Penentuan alternatif (Generating Alternatives) Metode yang digunakan adalah Morphological Chart, yang bertujuan untuk membangkitkan range lengkap dari solusi-solusi perancangan alternatif dan memperluas pencarian terhadap solusi baru yang potensial. Langkahlangkah pembentukan Morphological Chart adalah sebagai berikut :
Membuat daftar fitur atau fungsi produk yang mendasar.
36
Daftar tersebut mampu secara luas mencangkup fungsi-fungsi umum pada tingkat yang tepat.
Untuk setiap fitur atau fungsi, urutkan berdasarkan kemungkinan pencapaiannya.
Menggambarkan peta yang mencakup seluruh sub solusi yang memungkinkan.
Mengidentifikasikan kombinasi sub solusi yang layak. Total nomor kombinasi yang ada dapat sangat besar, maka pencarian strategis harus diarahkan pada batasan-batasan kriteria.
Berikut ini pada Gambar 2.22. merupakan contoh peta morfologi untuk perancangan Forklift Truck.
Gambar 2.22. Peta Morfologi untuk Perancangan Forklift Truck (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design) Berdasarkan alternatif pada Gambar 2.22. diperoleh banyak kombinasi alternatif, sehingga perlu dilakukan eliminasi pada alternatif-alternatif yang dianggap kurang penting. Pada akhirnya akan diperoleh alternatif yang terbaik untuk diterapkan dalam perancangan.
37
vi. Evaluasi Alternatif (Evaluating Alternatives) Metode yang digunakan adalah Weighted Objectives, yang bertujuan untuk membandingkan nilai guna alternatif usulan perancangan dasar performansi dengan keseragaman pembobotan objektif. Penentuan pembobobtan didasarkanpada
kombinasi-kombinasi dari alternatif yang ada. Kombinasi
alternatif yang telah ada ini selanjutnya dipilih alternatif yang terbaik dengan menentukan perbedaan pembobotan obyektif dengan metode pairwaise comparison. Tabel 2.24. Pairwaise Comparison Objectives (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design) Objectives A B C D E
A __ 1 1 1 0
B 0 __ 0 0 0
C 0 1 __ 0 0
D 0 1 1 __ 0
E 1 1 1 1 __
RowTotal 1 4 3 2 0
Metode ini menggunakan skala ordinal dan kriteria yang lebih unggul diberi nilai 1, sedangkan kriteria yang dinilai kurang diberi nilai 0. Skala yang biasanya digunakan adalah skala 5 (0-4), tetapi akan lebih baik jika digunakan skala 9 poin (0-8) atau skala 11 poin (0-10) dengan penilaian dari jelek ke baik. Tabel 2.25. berikut menampilkan performansi skala untuk 11 poin dan 5 poin. Tabel 2.25. Performansi Skala 11 Poin dan 5 Poin (Sumber : Cross,1994. Engineering Design Methods Strategies for Product Design) 11 Point Scale 0 1 2 3
Meanings Totally useless solution Inadequate solution Very poor solution Poor solution
38
5 Point Scale
Meanings
1
Inadequate
2
Weak
Lanjutan Tabel 2.25 11 Point Scale 4 5 6 7 8 9 10
Meanings
5 Point Scale
Meanings
3
Satisfactory
4
Good
5
Excellent
Tolerable solution Adequate solution Satisfactory solution Good solution Very good solution Excellent Perfect or ideal
Pemilihan alternatif terbaik diperoleh hasil penjumlahan dari perkalian bobot kriteria dengan poin masing-masing kriteria, Alternatif yang terbaik memilkiki jumlah nilai yang paling tinggi. vii. Penyempurnaan Rancangan (Improving Details) Metode yang digunakan adalah Value Engineering, yang bertujuan untuk membandingan produk lama dengan produk hasil rancangan secara fungsional. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan nilai jual produk baru yang
jauh
lebih
unggul
daripada
produk
sebelumnya.
Beberapa
tahapan/prosedur yang perlu dilakukan dalam teknik value engineering adalah :
Pembuatan daftar komponen-komponen produk, identifikasi fungsi dari setiap komponen.
Pembandingan nilai dari setiap fungsi yang telah diidentifikasi (nilai disini adalah nilai yang dirasakan oleh konsumen).
Pembandingan biaya dari setiap komponen (setelah komponen selesai dirakit).
Pencarian
solusi
untuk
pengurangan
biaya
tanpa
pengurangan
performansi/nilai fungsional produk atau penambahan performansi/nilai fungsional tanpa penambahan biaya. Dalam hal ini perlu adanya suatu teknik kreatif yang kritis.
Pengevaluasian alternatif dan pemilihan pengembangan yang dilakukan.
39
2.2.8. Pengetahuan Bahan a. Besi Besi dapat dibedakan menurut bentuknya yaitu besi berbentuk angel (siku), Hrolled, H-welded, I-bean, Channel pipa dan lain-lain. Material yang berbentuk siku digunakan sebagai bahan produk industri, otomotif, bangunan, kontruksi dan pabrikan seperti bengkel las dan bengkel bubut. Besi siku pada umumnya mempunyai dimensi yang sama yaitu equal dengan ukuran dan ketebalan yang berbeda sesuai dengan standart dan kebutuhan user. Tabel 2.26. Ukuran Besi Siku Sectional Dimension
Sectional Properties Center Sec.of Unit of grav. Area Weight
A mm L 25 L 30 L 40
L L
x B t mm mm mm mm x 25 3.0 x 30 3.0 x 40 3.0 4.0 5.0 45 x 45 4.0 5.0 50 x 50 4.0 5.0 6.0
Geometrical Moment
Radius of Gyration
Modulus of Section
K r1 r2 (c) of Inertia (cm4 ) of Area (cm) (cm3 ) mm mm mm mm mm (cm) cm (cm2) cm² (kglg) kg/m Ix=ly Ix=Iy ix=iy Iv Sx=Sy Iu Svix=iy Su iv iu Sx=Sy Sv 7.0 4.0 2.0 0.72 1.43 1.12 0.80 0.33 1.26 0.75 0.48 0.94 0.45 0.33 7.0 4.0 2.0 0.84 1.73 1.36 1.42 0.59 2.26 0.91 0.58 1.14 0.66 0.50 7.5 4.5 2.0 1.09 2.34 1.84 3.53 1.46 5.60 1.23 0.79 1.55 1.21 0.95 10.0 6.0 3.0 1.12 3.08 2.42 4.48 1.87 7.12 1.21 0.78 1.52 1.55 1.18 9.5 4.5 3.0 1.17 3.76 2.95 5.42 2.25 8.59 1.20 0.77 1.51 1.92 1.36 10.5 6.5 3.0 1.24 3.49 2.74 6.50 2.70 10.30 1.36 0.88 1.72 1.99 1.54 11.5 6.5 3.0 1.28 4.30 3.38 7.91 3.29 12.50 1.36 0.87 1.70 2.46 1.82 10.5 6.5 3.0 1.37 3.89 3.05 9.06 3.76 14.40 1.53 0.98 1.92 2.50 1.94 11.5 6.5 3.0 1.41 4.80 3.77 11.10 4.58 17.50 1.52 0.98 1.91 3.09 2.30 12.5 6.5 4.5 1.44 5.64 4.43 12.60 5.23 20.00 1.49 0.96 1.88 3.54 2.57
Su 0.71 1.07 1.98 2.52 3.04 3.24 3.93 4.07 4.95 5.66
Besi berbentuk pipa juga sering digunakan dengan ukuran yang berbeda-beda. Berikut ini ukuran besi pipa Tabel 2.27. Ukuran Pipa Besi Nominal Size in 1/8 1/4 3/8 1/2 3/4 1 1 1/4 1 1/2
Outside Diameter D mm 10.5 13.8 17.3 21.7 27.2 34.0 42.7 48.6
Sectional Dimension Inside Thickness Diameter (t) d mm mm 6.5 2.0 9.2 2.3 12.7 2.3 15.1 2.8 21.6 2.8 27.6 3.2 35.7 3.5 41.6 3.5
Sectional Area cm² 0.5 0.8 1.1 1.9 2.1 3.1 4.3 5.0
Unit Weight kg/m 0.42 0.65 0.85 1.31 1.68 2.43 3.38 3.89
Geometrical Moment of Inertia (I) cm4 0.051 0.143 0.312 0.833 1.618 3.709 8.341 12.678
Sectional Properties Radius of Modulus of Gyration of Section Area (i) cm cm3 0.309 0.097 0.415 0.207 0.537 0.361 0.661 0.768 0.868 1.189 1.095 2.182 1.391 3.907 1.599 5.217
Outside Surface Area m²/m 0.03 0.04 0.05 0.07 0.09 0.11 0.13 0.15
b. Kayu Kayu jati merupakan kayu yang paling banyak diminati karena kualitasnya, ketahanannya terhadap kondisi cuaca, tahan rayap, dan seratnya yang menarik. Kayu ini merupakan kayu kelas satu yang banyak diolah menjadi furniture berkelas. Jenis furniture ini pun sangat diminati oleh penduduk mancanegara
40
sehingga permintaan eksport selalu meningkat dari tahun ke tahun. Warna kayu jadi adalah coklat muda, coklat kelabu hingga coklat tua kemerahan. Sekalipun keras dan kuat kayu ini mudah dipotong dan dibentuk. Kayu jati berdasarkan kelas kuat kayu berada pada kelas kuat II dan kelas awet I dan II. Tabel 2.29 adalah tabel yang menyatakan kelas dari kayu jadi Tabel 2.28. Kelas Kuat Kayu (Sumber : PPKI,1979 dalam WIbowo,2011)
Tabel 2.29. Kelas Awet Kayu Jati (Sumber : PPKI,1979 dalam WIbowo,2011)
c. Kain Oscar Sofa merupakan perabotan pengisi ruangan yang banyak disukai. Bentuknya yang fleksibel dan dudukan yang empuk membuat sofa mampu memberikan kenyamanan ketika digunakan, baik untuk duduk maupun berbaring. Selain fungsi, sofa juga dipilih sebagai bagian dari interior karena kesanggupannya
41
menciptakan nilai estetika pada ruang tempat sofa tersebut diletakkan. Salah satu bahan yang umum digunakan sebagai penutup sofa adalah bahan oscar. Walaupun sebenarnya pilihan atas bahan mana yang digunakan, bergantung pada selera pemakai dan kesesuaiannya dengan desain sofa. Oscar adalah bahan sintetis yang menyerupai kulit. Secara fisik, tampilan oscar mirip dengan kulit. Namun, kualitasnya tentu berbeda. Selain digunakan sebagai bahan pelapis sofa, oscar juga digunakan sebagai pelapis kursi makan atau kursi kantor.
2.2.9. Produktivitas Secara umum dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan dari berbagai keluaran dan masukan. Keluaran adalah hasil yang bermanfaat bagi manusia yang diperoleh melalui kegiatan dalam bentuk barang atau jasa, sedangkan masukan adalah sumber daya. Model pengukuran produktivitas dengan pendekatan rasio output/input. Pendekatan rasio output/input merupakan model pengukuran produktivitas yang paling sederhana yang megasilkan 3 jenis ukuran yaitu produktivitas parsial, produktivitas faktor total dan produktivitas total. Produktivitas parsial atau disebut juga factor tunggal adalah rasio dari output terhadap salah satu jenis input. Perhitungan produktivitas parsial terdapat produktivitas tenaga kerja, material, modal, energy dan input lainnya. 2.2.10. Uji Statistik Uji statistik diperlukan untuk menguji data yang diperoleh dan dianalisis dengan menggunakan software. Terdapat beberapa software salah satunya adalah minitab. Program minitab merupakan salah satu software yang sangat besar kontribusinya sebagai media pengolahan data statistik. Software ini menyediakan berbagai jenis perintah yang memungkinkan proses pemasukan data, manipulasi data, pembuatan grafik dan berbagai analisis statistik (Triyanto, 2009). Uji yang dilakukan adalah uji normalitas untuk membuktikan bahwa data yang didapat tidak menyimpang sedangkan metode Paired T-Test untuk membandingkan 2 rata-rata sampel sesudah dan sebelum perbaikan.
42