BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber
kerumitan
masalah
keputusan
bukan
hanya
dikarenakan
faktor
ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab lainnya seperti banyaknya faktor yang mempengaruhi terhadap pilihanpilihan yang ada, dengan berbagai macam kriteria. Dalam masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM), pengambil keputusan menilai sekumpulan alternatif keputusan berdasarkan kriteria. Salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk menyelesaikan persoalan MCDM ini adalah dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) (Saaty, 1991). Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio terbaik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontiniu. AHP sangat cocok dan flexibel digunakan untuk menentukan keputusan yang menolong seorang decision maker untuk mengambil keputusan yang efisien dan efektif berdasarkan segala aspek yang dimilikinya. Jenis-jenis AHP antara lain (Bound dalam Setiawan, 2009:4):
Single-criteria adalah memilih salah satu alternatif dengan satu kriteria.
Multi-criteria adalah pengambilan keputusan yang melibatkan beberapa alternatif dengan lebih dari satu kriteria dan memilih satu alternatif dengan banyak kriteria.
2.1.1 Landasan Aksiomatik AHP memiliki landasan aksiomatik yang terdiri dari : 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity,
yaitu
mengandung
arti
kesamaan
dalam
melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy). 4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat
merupakan data
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
2.1.2 Prinsip-Prinsip dasar AHP Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami (Mulyono, 2004:335-337) : 1.
Decomposition
Prinsip ini merupakan pemecahan persoalan-persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikatakan complete dan incomplete. Suatu hirarki disebut complete bila semua elemen pada suatu
tingkat berhubungan dengan semua elemen pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete adalah kebalikan dari complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan (goal) Tingkat kedua : Kriteria-kriteria Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif Tujuan (GOAL)
Kriteria 1
Alternatif 1
Kriteria 2
Alternatif 2
...
…
...Kriteria i
Alternatif j
Gambar 2.1 Hirarki keputusan dari AHP
2.
Comparative judgement
Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penggunaan metode AHP. Penilaian ini dapat disajikan dalam bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk kriteria. Skala preferensi dengan skala 1 menunjukan tingkat paling rendah sampai dengan skala 9 tingkatan paling tinggi. Untuk skala perbandingan berpasangan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Skala Perbandingan Berpasangan
Intensitas Kepentingan
Defenisi
1
Sama pentingnya dibanding dengan yang lain
3
Moderat pentingnya dibanding yang lain
5
Kuat pentingnya dibanding yang lain
7
Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain
9
Ekstrim pentingnya dibanding yang lain
2, 4, 6, 8
Nilai diantara dua penilaian yang berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas
Reciprocal
dibandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika dibanding dengan i
Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen berlaku aksioma reciprocal artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1 3 kali pentingnya dibanding elemen i. Di samping itu, bila dua elemen dibandingkan menghasilkan angka 1 berarti sama penting. 3.
Synthesis of priority
Pada prinsip ini menyajikan matriks pairwise comparison yang kemudian dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priorty dapat dilakukan sintesa diantara local priority. 4.
Logical consistency
Merupakan karakteristik yang paling penting. Hal ini dapat dicapai dengan mengagresikan seluruh vektor eigen yang diperoleh dari tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan.
2.1.3 Tahapan-tahapan AHP Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin diurutkan. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali.
2.2 Menetapkan Prioritas Dalam menetapkan prioritas dilakukan dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan seluruh elemen untuk setiap hirarki Apabila dalam suatu subsistem operasi terdapat n elemen operasi yaitu A1, A2,…,An maka hasil perbandingan dari elemen-elemen operasi tersebut akan membentuk matriks A berukuran n × n sebagai berikut: Tabel 2.2 Matriks Perbandingan Berpasangan
A1
A2
⋯
An
A1
a11
a12
⋯
a1n
A2
a21
a12
⋯
a2n
⋮
⋮
⋮
⋱
⋮
An
an1
an2
⋯
amn
Matriks An×n merupakan matriks reciprocal, yang diasumsikan terdapat n elemen yaitu w1,w2, . . . ,wn yang membentuk perbandingan. Nilai perbandingan secara berpasangan antara wi,wj dipresentasikan dalam sebuah matriks wi, wj = aij dengan ij = 1, 2, 3,…,n sedangkan nilai aij merupakan nilai matriks hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj bersangkutan sehingga diperoleh matriks yang dinormalisasi. Nilai aij = 1, untuk i = j (diagonal matrik memiliki nilai 1), atau apabila antara elemen operasi Ai dengan Aj memiliki tingkat kepentingan yang sama maka nilai aij = aji = 1. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi dinyatakan dengan W, dengan W = (w1, w2,…,wn ), maka intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2 adalah
𝑤1 𝑤2
= 𝑎12 , sehingga matriks perbandingan berpasangan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Intensitas Kepentingan Elemen Operasi
A1
A2
⋯
An
A1
𝑤1 𝑤1
𝑤1 𝑤2
⋯
𝑤1 𝑤𝑛
A2
𝑤2 𝑤1
𝑤2 𝑤2
⋯
𝑤2 𝑤𝑛
⋮
⋮
⋮
⋱
⋮
An
𝑤𝑛 𝑤1
𝑤𝑛 𝑤2
⋯
𝑤𝑛 𝑤𝑛
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan maka dilakukan normalisasi dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Bobot setiap kolom j dijumlahkan, total nilai kolom dilambangkan dengan Sij. 𝑛
𝑆𝑖𝑗 =
𝑎𝑖𝑗 𝑖=1
2. Nilai setiap kolom dibagi dengan total nilai kolomnya. Hasil dari pembagian itu dilambangkan dengan Vij. Vij =
𝑎𝑖𝑗 𝑠𝑖𝑗
𝑖𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛
3. Selanjutnya dengan menghitung vektor prioritas relatif dari setiap kriteria dengan merata-ratakan bobot yang sudah dinormalisasi dengan baris ke-i Prioritas kriteria ke-i dilambangkan dengan Pi. 𝑛
𝑃𝑖 = 𝑖=1
𝑄𝑖 𝑛
2.3 Menentukan Eigenvalue dan Eigenvektor Untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang berada dalam satu tingkatan dengan tujuan untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau yang penting maka dapat disajikan dalam sebuah matriks perbandingan dalam setiap level atau tingkatan. Nilai eigenvektor merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. Untuk mengetahui pembahasan lebih lengkap tentang eigenvektor dan eigenvalue maka akan diberikan definisi-definisi sebagai berikut : 1) Matriks Matriks ialah susunan berbentuk empat persegi panjang dari elemen-elemen (bilangan) yang terdiri dari beberapa baris dan kolom dibatasi dengan tanda kurung, seperti berikut : a11 a21 ⋮ am1
a12 a22 ⋮ am2
a13 a23 ⋮ am3
⋯ a1n … a2n ⋱ ⋮ … amn
Dimana (aij), i,j = 1,2,3,...,n Matriks di atas disebut matriks tingkat mxn, yang terdiri dari m baris dan n kolom. Setiap aij disebut elemen atau unsur dari matriks itu, sedang indeks i dan j berturut-turut menyatakan baris dan kolom. Pasangan bilangan (m,n) disebut dimensi (ukuran dan bentuk) dari matriks itu. 2) Vektor n dimensi atau 𝑅𝑛 Secara matematis suatu vektor ditentukan ujung vektornya yang dinyatakan dengan bilangan riil(a,b) dalam ruang dua. Secara umum pengertian ini dapat diperluas dalam ruang n, (n bilangan positif) atau 𝑅𝑛 . Jadi suatu vektor dalam 𝑅𝑛 dinyatakan dengan baris-n riil (a1,a2,a3,...,an). Koordinat barisan-n bilangan ini berturut-turut disebut dengan koordinat pertama, kedua sampai koordinat ke-n yang semuanya disebut dengan komponen-komponen vektor itu. Jika barisan ini berupa bilangan komples maka ruang disebut ruang kompleks berdimensi n atau Cn. Suatu himpunan dari barisan-n bilangan riil yang dinyatakan dengan Rn disebut ruangan berdimensi n. Suatu vektor di Rn ditulis
dengan 𝑥 = 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛
dimana bilangan-bilangan riil 𝑥𝑖 , i = 1,2,3,...,n
disebut komponen-komponen dari vektor.
3) Eigenvektor dan Eigenvalue Definisi : Jika A adalah matriks mxn, maka vektor tak nol x di dalam 𝑅𝑛 dinamakan vector eigen dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x ; yakni 𝐴𝑥 = 𝜆𝑥 Untuk suatu skalar 𝜆 dinamakan nilai eigen (eigenvalue) dari A dan x dikatakan vektor eigen yang bersesuaian dengan 𝜆. Untuk mencari nilai eigen dari matriks A yang berukuran nxn maka dituliskan kembali Ax=𝜆x sebagai Ax= 𝜆𝑥 atau secara ekivalen 𝜆𝐼 − 𝐴 𝑥 = 0 Supaya 𝜆 menjadi nilai eigen, maka harus ada pemecahan tak nol jika dan hanya jika det 𝜆𝐼 − 𝐴 = 0 Ini dinamakan persamaan karakteristik A; skalar yang memenuhi persamaan ini adalah nilai dari eigen A. 4) Interpretasi Geometrik dari vektor Eigen Definisi : 𝑇 ∶ 𝑅𝑛 → 𝑅𝑛 adalah operator linier, maka skalar λ disebut sebagai nilai eigen dari T, jika terdapat x yang taknol dari 𝑅𝑛 sehingga 𝑇𝑥 = 𝜆𝑥; vektor-vektor 𝑥 taknol tersebut memenuhi persamaan ini disebut vektor eigen dari T yang terkait dengan λ. Jika nilai λ adalah nilai eigen dari A, dan x adalah suatu vektor eigen yang terkait maka 𝐴𝑥 = 𝜆𝑥, sehingga perkalian A memetakan 𝑥 ke dalam suatu perkalian skalar dengan dirinya sendiri. Pada 𝑅2 dan 𝑅3 , ini berarti perkalian A memetakan setiap vektor eigen 𝑥 ke suatu vektor yang terletak pada garis yang sama dengan 𝑥.
Jika diketahui perbandingan elemen Ai dengan Aj adalah maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij= 1 𝑎𝑖𝑗 . Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor 𝑤 = (𝑤1 , 𝑤2 , 𝑤3 , … , 𝑤𝑛 ). Nilai 𝑤𝑛 menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada subsistem tersebut. Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap faktor j dan aik menyatakan derajat kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan 𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑎𝑗𝑘 atau jika 𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑎𝑗𝑘 = 𝑎𝑖𝑘 untuk semua i, j, k. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w, maka elemen 𝑎𝑖𝑗 dapat ditulis: 𝑎𝑖𝑗 =
𝑤𝑖 ; ∀𝑖, 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 𝑤𝑗
Jadi, matriks konsistennya adalah: 𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑎𝑗𝑘 =
𝑤𝑖 𝑤𝑗 𝑤𝑖 ∙ = = 𝑎𝑖𝑘 𝑤𝑗 𝑤𝑘 𝑤𝑘
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pairwise comparison matrix diuraikan menjadi: 𝑎𝑖𝑗 =
𝑤𝑖 1 1 = = 𝑤𝑗 𝑤𝑗 𝑤𝑖 𝑎𝑗𝑖
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa: 𝑎𝑖𝑗 ∙
𝑤𝑗 =1 𝑤𝑖
Dengan demikian untuk matriks perbandingan berpasangan yang konsisten menjadi: 𝑛
𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑤𝑖𝑗 ∙ 𝑖,𝑗 =1
1 = 𝑛 ; ∀𝑖, 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 𝑤𝑖𝑗
𝑛
𝑎𝑖𝑗 ∙ 𝑤𝑖𝑗 = 𝑛𝑤𝑖𝑗 ; ∀𝑖, 𝑗 = 1, 2, 3, … , 𝑛 𝑖,𝑗 =1
Persamaan tersebut ekuivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini: 𝐴∙𝑤 =𝑛∙𝑤
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa w adalah eigen vektor dari matriks A dengan nilai eigen n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: 𝑤1 𝑤1 𝑤2 𝑤1 ⋮ 𝑤𝑛 𝑤1
𝑤1 𝑤2 𝑤2 𝑤2 ⋮ 𝑤𝑛 𝑤2
𝑤1 𝑤𝑛 𝑤1 𝑤1 𝑤2 𝑤 𝑤 ⋯ 2 2 𝑤𝑛 ∙ ⋮ = 𝑛 ⋮ ⋱ ⋮ 𝑤𝑛 𝑤𝑛 𝑤𝑛 ⋯ 𝑤𝑛 ⋯
Tetapi pada prakteknya tidak dapat dijamin bahwa: 𝑎𝑖𝑗 =
𝑎𝑖𝑘 𝑎𝑗𝑘
Salah satu penyebabnya yaitu karena unsur manusia (decision maker) tidak selalu dapat konsisten mutlak dalam mengekspresikan preferensi terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa penilaian yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hirarki dapat saja tidak konsisten (inconsistent).
2.4 Menghitung Indeks Konsistensi Dalam Penilaian matriks berpasangan sering kali menyebabkan perubahan kecil nilai aij yang menyebabkan perubahan nilai eigen maksimum. Penyimpangan nilai eigen maksimum merupakan perubahan ukuran konsistensi. Indikator terhadap konsistensi diukur melalui indeks konsistensi sebagai berikut : 𝐶𝐼 =
𝜆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑛 𝑛−1
AHP mengukur seluruh konsistensi penilaian dengan menggunakan konsistensi ratio (CR) yang dirumuskan : 𝐶𝑅 =
𝐶𝐼 𝑅𝐼
Suatu tingkat konsistensi yang tertentu diperlukan dalam penentuan prioritas untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Nilai CR ≤ 0,100 adalah konsisten jika tidak maka perlu dilakukan revisi. Di bawah ini tabel dari niai random indeks : Tabel 2.4 Tabel Nilai Random Indeks (RI)
N
1
2
3
4
5
6
7
8
RI
0,000
0,000
0,580
0,900
1,120
1,240
1,320
1,410
N
9
10
11
12
13
14
15
RI
1,450
1,490
1,510
1,480
1,560
1,570
1,590
2.5 Penerapan Metode AHP dalam pemilihan supplier Memilih Supplier merupakan kegiatan strategis, terutama apabila supplier tersebut akan memasok item kritis dan akan digunakan dalam jangka panjang sebagai supplier penting. Kriteria pemilihan supplier adalah salah satu hal penting dalam pemilihan supplier. Setelah kriteria ditetapkan dan beberapa kandidat supplier diperoleh maka diadakan pemilihan satu dari beberapa alternatif yang ada. Dalam proses ini perusahaan harus melakukan perangkingan untuk menentukan mana supplier yang akan dijadikan supplier utama dan pendekatan yang digunakan adalah metode AHP dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Penyusunan Kriteria antara lain: Ketepatan waktu kirim, biaya pengiriman barang, kualitas barang, dan kemampuan mensuplai barang dengan tiga alternatif supplier 2. Penetapan bobot dari setiap kriteria dan identifikasi alternatif supplier yang akan dievaluasi 3. Mencari nilai eigen dan vektor prioritas dari setiap alternatif dan kriteria 4. Evaluasi dari masing- masing alternatif dengan kriteria di atas 5. Menetapkan urutan prioritas dari tiap supplier yang dinyatakan dalam vektor prioritas sehingga didapatkan keunggulan dan kelemahan dari tiap supplier yang direncanakan perusahaan.
Pemilihan Supplier
C1
C2
Supplier 1
C3
Supplier 2
C4
Supplier 3
Gambar 2.2 Hirarki Pemilihan Supplier
Keterangan : C1 : Kriteria Ketepatan Waktu Kirim C2 : Kriteria Biaya Pengirman C3 : Kriteria Kualitas Barang C4 : Kriteria Kemampuan Mensuplai Barang
...