BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan korupsi yang melanda negeri ini bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum elite. Oleh karenanya korupsi harus lebih diperhatikan dan dibuat persyaratan yang mampu membuat seseorang berfikir ulang sebelum melakukan tindak pidana tersebut. Pengaturan yang khusus juga perlu dilakukan terhadap aspekaspek pemidanaan yang salah satunya menyangkut pemberian remisi yang oleh sistem hukum Indonesia diakui sebagai salah satu hak narapidana. Di Indonesia sistem pemasyarakatan didefinisikan sebagai suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam
1
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.1 Remisi merupakan suatu hak bagi setiap narapidana sehingga dari sistem yang berlaku tidak ada yang menghambatnya. Pemberian remisi bagi narapidana adalah bentuk dan perwujudan dari pemajuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Remisi juga merupakan suatu pengurangan hukuman yang diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik selama menjalani pidana. Remisi atau pengurangan hukuman selama narapidana menjalani hukuman pidana, juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam sistem pemasyarakatan, Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, atau Klien Pemasyarakatan memiliki hak untuk mendapat remisi yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang berbunyi "mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”. Namun demikian ketentuan tentang prosedur dan syarat-syarat pemberian remisi tidak diatur sejelas mungkin dalam undang-undang tersebut. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan..2 Remisi adalah Pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 1 1
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan No. 12 Tahun 1995, LN No. 77 Tahun 1995, TLN No. 3614, ps. 1 angka (2). 2 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan, UU No. 12 Tahun 1995, LN No. 77 Tahun 1995, T LN No. 3614, ps. 1 angka (7).
2
angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Ketentuan pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 menyatakan Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi apabila memenuhi persyaratan yakni berkelakuan baik, dan telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. Berkaitan dengan kejahatan tentang pemerintah mengambil kebijakan berupa pengetatan dalam pemberian remisi. Hal tersebut diwujudkan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdapat penambahan pasal 34A angka (1) tentang syarat mendapatkan remisi, yaitu: 1. Pemberian Remisi bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi
3
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan: a. bersedia
bekerjasama
dengan
penegak
hukum
untuk
membantu
membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan c.
telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta
menyatakan ikrar: 1. kesetiaan Kapada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau 2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme. 2. Narapidana yang dipidana karena telah melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berlaku terhadap Narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
4
3. Kesediaan untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian disisipkan Pasal 34 ayat (3), dimana terdapat tambahan syarat bagi tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, sebagai berikut : a. berkelakuan baik; dan b. telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana. Latar belakang dari diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan ialah karena tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika,
psikotropika, korupsi, kejahatan
terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya merupakan kejahatan luar biasa, karena itu perlu memperbaiki syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat terhadap Narapidana yang sedang menjalani hukuman atas perbuatan yang dilakukannya.
5
Pemberian Remisi, Asimilasi, dan Pembebasan Bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan precursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya pelu diperketat mengenai syarat dan tata caranya karena untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Kemudian mengenai syarat dan tata cara pemberian remisi, asimilasi, pembebasan bersyarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan atas peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan dianggap belum mencerminkan rasa keamanan, ketertiban umum, dan rasa rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat sehingga perlu diubah.
Salah satu yang telah menerima remisi adalah Amir Hamzah bin Asbi, yang terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersamasama sesuai dengan pasal 2 Jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor: 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan
Undang-Undang
RI
Nomor:
20
Tahun
2001
Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.
6
Kasus ini sudah memiliki kekuatan hukum tetap dengan Putusan Nomor: 704/K/Pid.Sus/2010. Amir Hamzah Bin Asbi dijatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan ditagih dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Dalam kasus tersebut, Amir Hamzah Bin Asbi memperoleh remisi dalam rangka Hari Raya Idul Fitri selama 1 bulan. Pemberian remisi tersebut telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 TAHUN 2013. Sehingga
perlu dikaji
apakah pemberian remisi tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Caara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Oleh karena itu penulis mengambil pembahasan mengenai “ANALISA YURIDIS TERHADAP PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI KASUS: KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK
ASASI
MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR:
PAS-
244.PK.01.01.02 TAHUN 2013) agar kita dapat mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai remisi narapidana tindak pidana korupsi.
7
B. Rumusan Permasalahan
Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah latar belakang diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang
Syarat
Dan
Tata
Cara
Pelaksanaan
Hak
Warga
Binaan
Pemasyarakatan? 2. Apakah pemberian remisi khusus atas nama narapidana Amir Hamzah Bin Asbi (Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan memahami apakah latar belakang diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi Peraturan
8
Pemerintah Nomor 99 Tahun2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 2. Mangetahui dan memahami pemberian remisi khusus atas nama narapidana Amir Hamzah Bin Asbi (Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013) sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
D. Definisi Operasional
Supaya memudahkan memahami pembahasan ini, dibutuhkan suatu batasan yang jelas mengenai istilah-istilah tertentu yang digunakan dalam penulisan. Hal ini untuk mencegah terdapatnya pengertian yang berbeda mengenai satu istilah. Definisi operasional akan mengungkapkan beberapa pembatasan yang akan dipergunakan, sehingga dalam penulisan ini ditetapkan definisi operasional sebagai berikut: 1. Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara. (Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
9
2. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. (Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan). 3. Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka (6) Undang-Undang No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan).
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini agar tujuan lebih terarah dan dapat di pertanggungjawabkan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka (library research). Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturanperaturan yang tertulis dan bahan hukum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan).
10
Penelitian hukum normatif yang dilakukan pada penulisan skripsi dengan meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan penghentian remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi ditinjau dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupaun Peraturan Menteri.
2. Sumber dan bahan penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian yaitu data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan (Library research). Bahan hukum Library Research, mengacu pada 3 bahan hukum: 1. Bahan Hukum Primer, yaitu Perundang-undangan yang mengatur mengenai Remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi yaitu: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b. Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi c. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi d. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan e. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan.
11
f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan. g. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan. h. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 21 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku. Studi kepustakaan yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan yang lain yang berhubunga dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
F. Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif yang berpedoman pada teori-teori hukum pidana khususnya tentang remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi. Analisis secara deduktif artinya semaksimal mungkin penulis berupaya memaparkan
12
data-data yang sebenarnya berdasarkan yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia tentang remisi bagi narapidana tindak pidana korupsi yang dijadikan pedoman mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan dan penyusunan skripsi ini terbagi dalam lima bab yang saling berkaitan. Adapun sistematikanya dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB
1
PENDAHULUAN Bab ini berisikan pendahuluan yang didalamnya diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penulisan dan manfaat, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai definisi dan pengertian-pengertian dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul untuk member batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut dan terakhir diuraikan sistematika penulisan.
BAB
II
TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA KORUPSI Bab ini berisikan kajian umum tentang korupsi, remisi berdasarkan aturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Dua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat
13
dan Tata Cara Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Haak Warga Binaan Pemasyarakatan dan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sehingga dalam bab ini akan dibahas lebih rinci mengenai tindak pinada korupsi serta tipe-tipe tindak pinada korupsi BAB
III
LATAR BELAKANG PERUBAHAN SYARAT PEMBERIAN REMISI BAGI NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI Bab ini berisikan penjelasan tentang dasar kebijakan untuk mengubah syarat pemberian remisi pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
BAB
IV
ANALISA
PEMBERIAN
REMISI
ATAS
NAMA
NARAPIDANA AMIR HAMZAH (KEPUTUSAN MENTERI HUKUM
DAN
HAK
ASASI
MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA NOMOR: PAS-244.PK.01.01.02 TAHUN 2013) Bab ini berisikan analisis pemberian remisi atas nama Amir Hamzah (Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
14
Republik Indonesia Nomor: PAS-244.PK.01.01.02 Tahun 2013 BAB
V
PENUTUP Berisikan kesimpulan dari skripsi ini dan saran-saran untuk topik yang diangkat dalam skirpsi ini
15