BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Bagi kaula muda zaman sekarang, nikah di usia dini seakan menjadi ‘tren’. Dengan dalih berbekal rasa cinta dan kasih sayang membuat mereka yakin melangsungkan pernikahan dini. Tentunya bukan hanya berdalih cinta dan kasih sayang saja yang menjadi alasan menikah di usia dini, di antaranya minimnya ilmu pengetahuan, kepentingan ekonomi, tradisi nikah usia dini, dan keleluasaan melakukan hubungan seksual dikalangan pemuda pemudi. Dari penelitian sebelumnya di Indonesia pernikahan dini 50-20% dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya pernikahan dini dilakukan oleh pasangan muda yang rata-rata umumnya 18, 19, dan 20 tahun. Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman,2009). Dampak yang bisa ditimbulkan akibat pernikahan dini tersebut bermacam-macam. Mungkin awalnya secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa, namun dari segi lain yaitu psikis, ekonomi, agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama keluarga, disebabkan emosi di usia remaja yang belum stabil. Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena pernikahan usia dini akan beruntut pada masalah-masalah sosial. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan
2
atau ketidaksiapan untuk membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, serta perilaku menyimpang lainnya. Dari segi finansial, usia remaja juga menimbulkan persoalan, yaitu dari sisi pendidikan yang minim. Karena minimnya pendidikan, pekerjaan semakin sulit didapat dan hal tersebut dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga. Sekarang ini, fenomena nikah di usia dini tersebut juga terjadi di masyarakat
Kecamatan
Tegalwaru
Kabupaten
Purwakarta.
Badan
Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Pernikahan (BP-4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru mencatat dari bulan januari sampai bulan juni 2014 yang melakukan pernikahan di usia dini berjumlah 50 orang. Banyak alasan menikah di usia dini salah satunya adalah karena sudah dekatnya pergaulan dan pernikahan dini dilakukan sebagai solusi untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan dikalangan remaja. Seiring makin mahalnya biaya hidup dan pendidikan, tidak sedikit remaja yang putus sekolah karena orang tua mereka yang tidak sanggup lagi membiayai. Tidak jarang orang tua mengambil jalan singkat untuk menikahkan anak-anak mereka dengan harapan dapat meringankan tanggungan biaya hidup (sumber : hasil wawancara dengan kepala BP-4 KUA Kecamatan Tegalwaru, 20 juni 2014). Undang-undang menyatakan bahwa untuk mengadakan ikatan suci dengan tujuan rumah tangga yang bahagia dan kekal itu harus dipenuhi prinsip-prinsip tertentu perkawinan yaitu :
3
1. Memiliki motivasi yang teguh untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 2. Melangsungkan perkawinan menurut hukum masing-masing agamanya dan mencatatnya menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Menjauhi kecenderungan kepada poligami. 4. Melangsungkan perkawinan apabila calon suami dan isteri telah matang jiwa raganya, dengan usia minimal pria 19 tahun dan wanita 16 tahun. 5. Selalu menjaga keseimbangan hak dan kedudukan isteri dan suami dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Bagi para muda-mudi yang akan memasuki jenjang perkawinan sering menemui kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan. Tidak saja untuk menegakkan prinsip-prinsip yang sangat asasi seperti disebutkan diatas melainkan juga banyak faktor-faktor lain yang juga cukup dominan. Oleh karena itu tidak sedikit hubungan muda-mudi gagal membuahkan perkawinan dengan akibat-akibat yang lebih jauh lagi. Jika suatu perkawinan gagal, kebanyakan yang menjadi korban adalah pihak wanita. Tetapi juga tidak sedikit pria menjadi frustasi. Disinilah fungsi dan peranan penasehatan sebagai upaya bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkannya agar tidak terjadi kegagalankegagalan yang tidak diinginkan. Badan Penasehatan Pembinaan dan
4
Pelestarian Perkawianan (BP4), merupakan salah satu lembaga yang bergerak
dibidang
penasehatan
dan
pembinaan
keluarga
yang
keberadaannya dikukuhkan oleh SK Menteri Agama No.30 Tahun 1977. Dalam surat keputusan tersebut ditegaskan bahwa BP4 adalah satu-satunya badan pemerintah yang berusaha di bidang penasehatan perkawinan yang memberikan layanan kepada masyarakat tentang hal-hal kerumahtanggaan dan masalahnya dengan pendekatan keagamaan. Pelaksanaan bimbingan pranikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Purwakarta terlihat berbeda dengan yang lainnya, disamping Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), yang berperan langsung sebagai badan penasehat perkawinan, Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru membentuk layanan pembinaan keluarga sakinah pra nikah dibawah naungan Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yang berfungsi memberikan gambaran pernikahan atau rumah tangga serta memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban suami-isteri yang dinamakan
dengan
konseling
perkawinan
yang
mana
dalam
pelaksanaannya masih dilakukan oleh Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) karena pada dasarnya keberadaan konseling perkawinan masih berada dalam wewenang dan fungsi Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Fungsi layanan konseling perkawinan salah satunya
adalah turut menjalankan misi dari Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) yaitu
5
pembinaan keluarga sakinah dengan menurunkan angka perselisihan perkawinan dan perceraian. Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru, sebagai lembaga biro layanan masyarakat tentang keluarga, baik itu berupa penasihatan perkawinan maupun penyelesaian konflik antara suami istri. Diantara kegiatan penasehatan perkawinan tersebut salah satunya adalah memberikan penataran dan penyuluhan terhadap mereka yang akan melaksanakan pernikahan dengan memanfaatkan tenggang waktu sepuluh hari sebelum hari pernikahan tiba. Waktu yang dipergunakan untuk penyuluhan tersebut hanya satu hari setiap hari kamis. Sementara itu, penyelesaian konflik antara suami istri dilakukan bila adanya gugatan perceraian. Dalam hal ini Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru berusaha melakukan upaya-upaya agar perceraian tidak terjadi, peran Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) sangat dibutuhkan untuk menghindari suatu perceraian yang akibatnya dari perselisihan atau konflik agar menjadi keluarga yang bahagia. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6 Anggaran Dasar Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) tentang upaya dan usaha Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam memberikan bimbingan penasehatan mengenai nikah, talak, cerai, rujuk, kepada masyarakat maupun kelompok. Akan
6
tetapi dengan penyuluhan atau penataran satu kali tersebut ternyata Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru mampu menekan angka perceraian dan angka perceraian di Kecamatan Tegalwaru hanya berjumlah 3% selama dua tahun berjalan ini. (sumber : hasil wawancara dengan kepala BP4 Kantor Urusan
Agama
(KUA)
Kecamatan
Tegalwaru).
Program
Badan
Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru antara lain adalah 1). Pembinaan calon pengantin 2). Pembinaan keluarga sakinah 3). Pembinaan usia pra nikah. Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kecamatan Tegalwaru dalam pembinaan usia pra nikah melakukan penyuluhan keluarga sakinah bagi remaja usia nikah dengan melakukan konseling kelompok ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dilakukan setiap satu tahun satu kali dengan tujuan untuk memberikan pemahaman keluarga sakinah bagi remaja. Bekerjasama dengan bidang kesehatan (puskesmas dan bidan), unsur Majelis Ulama Indonesia (MUI), unsur Kantor Urusan Agama (KUA) (penyuluh,
pengurus,
penghulu),
Badan
Penasehatan
Pembinaan
Pelestarian Perkawinan (BP4) tingkat Kecamatan dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Tegalwaru, adapun materi yang diberikan antara lain : 1). Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1974. 2). Reproduksi. 3) Fiqih munakahat.
7
Langkah-langkah pembinaan keluarga sakinah bagi remaja usia nikah yaitu bidang agama, bidang kesehatan, bidang psikologi (siap mental, fisik, dan psikis) dalam menanggapi masalah pernikahan usia dini, dipandang sangat perlu adanya pembinaan konseling sakinah pra nikah. Karena pasangan calon pengantin yang hendak melakukan pernikahan bisa diberikan nasihat dan pemahaman pernikahan. Sebagai upaya setelah dilakukan konseling diharapkan sehingga dapat terwujud keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah. Berdasarkan pemaparan diatas, muncul beberapa permasalahan yang menarik untuk diteliti. Di antaranya yaitu : apakah fungsi Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) Kecmatan Tegalwaru berjalan dengan baik? apa saja kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? Dan bagaimana proses konseling sakinah pranikah itu dilaksanakan? Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat bimbingan pranikah BP4 dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? Masalah-masalah di atas merupakan masalah yang menarik untuk diteliti. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis memberikan batasan terhadap permasalahan yang akan diteliti, yakni permasalahan yang menyangkut dengan proses pelaksanaan konseling sakinah
8
pranikah dalam mewujudkan keluarga sakinah. Untuk merumuskan permasalahan di atas maka dapat diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1.2.1. Seperti apakah kondisi terbimbing pada bimbingan pranikah Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.2.2. Bagaimana proses bimbingan pranikah Badan Penasehatan Pembinaan
Pelestarian
dan
Perkawinan
(BP4)
dalam
meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.2.3. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat bimbingan pranikah Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.2.4. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan Badan Penasehatan Pembinaan
Pelestarian
dan
Perkawinan
(BP4)
dalam
meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru?
9
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1.1. Untuk mengetahui seperti apakah kondisi terbimbing pada pembinaan
pranikah
Badan
Penasehatan
Pembinaan
Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.3.1.2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembinaan pranikah Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.3.1.3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat
pembinaan
Pembinaan Pelestarian
pranikah
Badan
Penasehatan
dan Perkawinan (BP4) dalam
meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru? 1.3.1.4. Untuk mengetahui usaha-usaha apa saja yang dilakukan Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru?
10
1.3.2. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.2.1. Bagi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru, penelitian ini menjadi acuan untuk melaksanakan konseling keluarga sakinah bagi calon pengantin dalam rangka meningkatkan pemahaman kehidupan pernikahan. 1.3.2.2. Bagi pembimbing atau konselor pranikah, penelitian ini menjadi bahan masukan dalam merancang program konseling keluarga sakinah pranikah di Kantor Urusan Agama (KUA). 1.3.2.3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat diajukan sebagai rujukan pengembangan penelitian selanjutnya dengan mengangkat
tema-tema
yang
berhubungan
dengan
pernikahan. 1.4. Kerangka Berfikir Sudah menjadi hukum alam, bahwa setiap manusia yang dewasa atau berangkat dewasa mengaharapkan untuk berkeluarga, berteman dekat dan berpasangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Dzariyat ayat 49, sebagai berikut :
11
Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah, (Terjemah Depag, 1989 : 862) Islam memberikan istilah terhadap hidup berpasangan dengan pernikahan, yang berarti suatu aqad dimana bukan saja terkandung kehalalan syar’i bagi hubungan suami isteri, tetapi juga mengandung hakhak dan kewajiban suami isteri dalam rumah tangga, (M. Fuad Nasar, 1996 : 139). Adapun Dadang Hawari (1997 : 207), memberikan pengertian perkawinan dengan suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami isteri berdasarkan hukum (UU), hukum agama atau adat istiadat yang berlaku. Dan, menurut Undang-undang perkawinan RI No.1 tahun 1974 pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, (Dirjen Bimas Islam Jawa Barat, 1997 :4). Dari beberapa pengertian tentang pernikahan, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pernikahan adalah adanya suatu ikatan untuk menghalalkan penyaluran biologis dan ketenangan hidup dengan syah yang dalam bahasa agama disebut dengan membentuk keluarga sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina berdasarkan perkawinan, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material yang
12
layak, mampu menciptakan suasana cinta kasih sayang (mawaddah warrahmah) selaras, serasi dan seimbang serta mampu menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, amal shaleh dan akhlaqul karimah dalam lingkungan keluarga sesuai dengan ajaran Islam, (Bimas Islam Direktorat Urusan Agama Islam, 1997 :5). Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan (Khaeruddin 2002:4). Pendapat di atas merupakan gambaran bahwa keluarga merupakan bagian terkecil dari sebuah masyarakat. Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Dalam sebuah keluarga diperlukan adanya tujuan yang sama. Artinya, dalam berkeluarga tidak hanya memikirkan kepentingan atau kebahagian masing-masing anggota keluarga akan tetapi kebhagiaan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga merupakan hal yang utama dan menjadi tujuan sesungguhnya dalam membangun sebuah keluarga yang utuh dan jauh dari permasalahan atau konflik yang dapat mengakibatkan berakhirnya sebuah keluarga pada perceraian. Perceraian disebut pula talak atau furqah yang berarti melepas ikatan atau membatalkan perjanjian. Perceraian adalah suatu perbuatan yang
13
walaupun halal tetapi sangat dibenci Allah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak” (H.R. Abu Daud). Hadis ini berisi penghalalan talak bila telah memenuhi batasan-batasan yang ditentukan. Walaupun telah dinyatakan halal tetapi tetap dibenci Allah. Dengan terjadinya perceraian, hubungan suami istri mungkin akan menjadi akan berakhir menjadi tidak baik, adanya perselisihan sebelumnya terkadang akan mengakibatkan permusuhan atau hubungan yang tidak baik antara keduanya jika telah bercerai. Lebih dari itu, perceraian seringkali menimbulkan tekanan dan beban mental bagi anak. Untuk mencegah terjadinya perceraian, perlu adanya bantuan dari orang lain untuk meluruskan permasalahan antara suami istri dengan adanya dukungan dari pihak keluarga ataupun pihak lain. Oleh karena itu, selain pihak keluarga lembaga konseling keluarga merupakan lembaga yang tepat dalam membantu memberikan pemahaman keluarga sakinah pranikah pada calon pengantin agar dapat mencegah terjadinya perceraian. Menurut Hansen Cs, sebagaimana yang dikutip oleh Syamsul Munir konseling adalah proses bantuan kepada individu dalam belajar tentang dirinya, lingkungannya, dan metode dalam menangani peran dan hubungan. Meskipun individu mengalami masalah konseling ia tidak harus remidial. Konselor dapat membantu seorang individu dengan proses pengambilan keputusan dalam hal pendidikan dan kejuruan serta menyelesaikan masalah interpersonal (Syamsul Munir 2010:12).
14
Konseling merupakan proses pemberian bantuan terhadap seseorang yang sedang mengalami masalah agar mereka mampu memutuskan sendiri apa yang terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang membantu dalam menyelesaikan masalah dalam konseling disebut konselor, sedangkan orang yang dibantu disebut konseli. Seorang konselor bukanlah subjek, yang menjadi subjek dalam proses konseling adalah konseli karena konselor hanya bersifat membantu. Untuk menjadi seorang konselor di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak hanya harus memiliki pemahaman keagamaan yang mendalam, tetapi juga harus
memiliki kemampuan
menjadi seorang konselor dan memiliki beberapa kemampuan. Di antaranya, memiliki pengetahuan mengenai diri sendiri, kompetensi, kesehatan psikologis yang baik, dapat dipercaya, jujuran, kekuatan atau daya, kehangatan, pendengaran yang aktif, kesabaran, kepekaan, kebebasan, kesadaran holistik (Taufiq Kamil 2002:75). Wilayah konseling sakinah pranikah adalah masalah-masalah seputar perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami isteri, psikologi perkawinan, managemen rumah tangga dan kesehatan keluarga. Untuk mengurangi intensitas perceraian. Pemerintah melalui Departemen Agama mendirikan lembaga konseling perkawinan melalui BP4 sebagai lembaga yang memberikan bimbingan dan konseling tentang perkawinan dan keluarga berdasarkan agama, yaitu proses pembrian bantuan kepada individu agar dalam menjalankan pernikahan dan rumah
15
tangganya mampu selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Badan Penasehatan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dalam hal ini merupakan lembaga sosial kemasyarakatan yang membantu pekerjaan Kantor Urusan Agama (KUA) serta Pengadilan Agama (PA) yang berupaya memberikan pembinaan berupa bimbingan dan penasihatan kepada pasangan suami istri tentang segala permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan, perselisihan dan percerian. Pembinaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:152), yaitu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Memberikan keterampilan dalam proses pembinaan diharuskan bagi seorang pembina atau pembimbing , dengan adanya terbina, materi pembinaan, metode pembinaan, media pembinaan dan efek atau hasil pembinaan tersebut. Maka dalam proses pembinaan yang dilakukan oleh Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) itu terdiri dari pembina, dalam hal ini adalah petugas Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4), dan yang dibina atau terbina, yaitu calon pasangan suami istri. Materi dari pembinaan dan konseling yang dilakukan oleh Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) Kecamatan Tegalwaru, yaitu berupa penataran atau penasihatan tentang kewajiban suami isteri, munakahat, akhlak bertetangga, dan hubungan nasabiah atau
16
keluarga kepada calon pengantin yang belum berpengalaman (gadis atau jejaka), calon pengantin yang sudah berpengalaman (janda atau duda), calon pengantin yang mau berpoligami, kepada suami yang rujuk kembali dan kepada pasangan suami istri yang sedang berselisih dan hendak melaksanakan perceraian. Adapun penasehatan yang dilakukan Badan Penasehatan Pembinaan dan Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru kepada pasangan calon pengantin yang hendak melangsungkan pernikahan yakni
memberikan
pembekalan
kepada
calon
pegantin
dengan
memanfaatkan masa tenggang sepuluh hari sebelum menjelang pernikahan dengan maksud untuk membantu pasangan calon pengantin agar mendapatkan bekal untuk menghadapi hidup berumah tangga, untuk mengurangi perselisihan, kekerasan dan menekan angka perceraian. Proses pembinaan calon pengantin ini adalah agar pasangan calon pengantin dalam menjalankan hidup berumah tangga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing dan untuk meningkatkan ketahanan kehidupan rumah tangga demi terwujudnya keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Ada beberapa teknik penasehatan yang dilakukan menurut Taufiq Kamil (2002:75) dengan cara-cara sebagai berikut : Berpartisipasi terhadap klien, menggunakan bahasa yang mudah difahami, bersikap sopan, memberikan kebebasan kepada klien untuk mengutarakan permasalahannya,
17
mendengarkan keluhan klien disertai dengan penuh perhatian, tidak memancing perdebatan, menyakinkan klien bahwa rahasianya terjamin, dapat membuahkan kesimpulan dari hasil wawancara. Program gerakan pembinaan keluarga sakinah merupakan gerakan masyarakat secara nasional, program yang memadukan antara ekonomi, keluarga, pendidikan moral, sosial budaya dan akhlak mulia bangsa yang didukung secara lintas sektoral oleh kementerian agama, kementerian kesehatan, pemerintah daerah purwakarta serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agama, Badan Konsultasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan sektor terkait lainnya. Kesadaran individu untuk mengikuti konseling pranikah menjadi teramat penting karena manfaaat yang didapatkan bisa menyelamatkan pernikahan. Mereka yang telah melakukan konsultasi sebelum menikah memilki kemungkinan kecil untuk bercerai sebab konseling pranikah akan memperkuat hubungan pasangan setelah menikah. Maka dalam hal ini keberadaan konseling keluarga sakinah pranikah di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) diharapkan mampu mencegah terjadinya perceraian dengan memberikan konseling berupa penasehatan, pemberian solusi serta bimbingan kepada pasangan yang sedang berselisih ataupun yang akan bercerai.
18
1.5. Langkah-Langkah Penelitian 1.5.1. Lokasi Penelitian Sebagaimana tercantum pada judul skripsi ini, maka penelitian ini dilakukan di Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru Purwakarta. Alasan penulis memilih penelitian di lokasi tersebut karena disinilah penulis menemukan masalah penelitian yang berhubungan dengan pelaksanaan konseling sakinah pranikah kepada calon pengantin. Disamping itu di Kantor Urusan Agama (KUA) ini tersedianya data-data primer mengenai bimbingan pra nikah kepada calon pengantin, serta lokasinya yang strategis, dekat dengan rumah penulis, dan berada ditengah-tengah lingkungan masyarakat, sehingga memudahkan dalam penelitian. 1.5.2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Istilah “deskriptif “ berasal dari istilah bahasa Inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Dengan demikian yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk meyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang
19
hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. (Suharsimi Arikunto : 1999). Dengan alasan agar penulis dapat menyelidiki dan menjelaskan fenomena-fenomena permasalahan secara terperinci, memecahkan atau menjawab persoalan yang sedang terjadi serta meliputi penyelidikan secara analisis mengenai pelaksanaan bimbingan pranikah calon pengantin dan menggambarkan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta penelitian, aktivitas pelaksanaan konseling keluarga sakinah pranikah calon pengantin di Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru Purwakarta. Metode deskriptif tertuju pada pencarian informasi faktual dan aktual untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan. 1.5.3. Jenis Data Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk keperluan. (Suharsimi Arikunto : 1999). 1.5.3.1. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap
20
masalah yang dirumuskan pada tujuan yang telah diterapkan. Oleh karena itu, jenis data yang dipergunakan adalah sebagai berikut : Data kondisi klien pada bimbingan pranikah yang dilaksanakan oleh Badan Pelnasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru Purwakarta dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah. 1.5.3.2. Data tentang proses layanan bimbingan pranikah Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) di Kantor
Urusan
Agama
(KUA)
Kecamatan
Tegalwaru
Purwakarta Purwakarta dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah. 1.5.3.3. Data tentang faktor penghambat dan pendukung layanan bimbingan pranikah Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru Purwakarta. 1.5.3.4. Data tentang usaha yang dilakukan layanan bimbingan pranikah Badan Penasihatan Pembinaan Pelestarian dan Perkawinan (BP4) dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah
di
Purwakarta.
Kantor
Urusan
Agama
(KUA)
Tegalwaru
21
1.5.4. Sumber Data Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek darimana data-data diperoleh. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dimengerti bahwa yang dimaksud dengan sumber data adalah dari mana peneliti akan mendapatkan dan menggali informasi berupa data-data yang diperoleh dalam penelitian. Adapun sumber dalam penelitian ini adalah : (Suharsimi Arikunto :1999). 1.5.4.1. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian dan pihak-pihak yang bersangkutan, konselor pelaksana Layanan
konseling
Keluarga
sakinah
pranikah,
Badan
Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) KUA Kecamatan Tegalwaru dan Pasangan calon pengantin yang akan menikah. 1.5.4.2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka berupa buku-buku dan dokumentasi yang ada kaitannya dengan masalah penelitian. 1.5.4.3. Teknik pengumpulan data yaitu interview atau wawancara mendalam yang dilakukan dengan konselor keluarga sakinah pranikah
Badan
Penasehatan
Pembinaan
Pelestarian
dan
Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru guna memperoleh keterangan atau tujuan penelitian sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.
22
1.5.4.4. Observasi yang langsung dilakukan dengan mendatangi tempat layanan konseling keluarga sakinah pranikah yang berada di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru bertujuan untuk mengumpulkan data dengan melihat kegiatan apa saja yang diselenggarakan oleh konseling keluarga sakinah pranikah dalam meningkatkan pemahaman keluarga sakinah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru. 1.5.4.5. Wawancara atau interview adalah salah satu cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada seorang informan atau seorang autoris (seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah). (Suharsimi Arikunto, 2006 :161). Wawancara merupakan alat pengumpulan data yang secara langsung berhubungan antara peneliti dengan subjek atau sampel. Teknik wawancara ini bertujuan untuk menghimpun, mengetahui, dan melengkapi data-data yang diperoleh melalui observasi ke Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru. Adapun bentuk wawacara yang penulis pergunakan ialah proses tanya jawab dengan pihak pemimpin atau pengelola Badan Penasehatan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4) Kantor Urusan Agama (KUA) Tegalwaru, dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat berdasarkan pedoman atau catatan yang telah dipersiapkan. 1.5.4.6. Dokumentasi ini dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tegalwaru untuk pengumpulan data dengan cara
23
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. 1.5.5. Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif Analisis. Adapun
pengertian
Deskriptif
adalah
membicarakan
beberapa
kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, Penyusun menganalisa dan menginterpretasikan Metode
deskriptif
merupakan
metode
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, sebab data-data yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis, kemudian dianalisa secara mendetail yang akhirnya sampai interpretasinya dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini. Dan penulis menggunakan Langkah-langkah sebagai berikut. 1.5.5.1. Pengumpulan Data yang diperoleh melalui wawancara, observasi serta seluruh data yang telah diperoleh dari dokumentasi-dokumentasi yang ada sebelum diklasifikasikan. 1.5.5.2. Data yang telah terkumpul kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kualitas dan sifatnya kemudian membuang data yang tidak perlu atau tidak dibutuhkan. 1.5.5.3. Setelah pengidentifikasian data, data-data tersebut kemudian diklasifikasian atau dikategorisasikan hasil identifikasi data.
24
1.5.5.4. Selanjutnya
data
yang
telah
diklasifikasika
kemudian
dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan sesuai dengan proforsinya. 1.5.5.5. Data-data yang sudah ditafsirkan kemudian disimpulkan.