BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kota merupakan produk sosiokultural, yang di dalamnya terdapat perilaku, dan gaya hidup manusia. Kota selalu berubah dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan situasi dan kondisi penduduknya. Semakin besar kotanya, semakin tinggi tingkat
keberagamannya,
semakin
kompleks
penduduknya,
semakin
rumit
tantangannya, dan semakin banyak konflik yang dihadapi (Kuswartojo, 2010). Setiap daerah di Indonesia, perkembangan dan pembangunannya dapat dilihat salah satunya dari pertumbuhan dan kepadatan penduduknya. Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia seperti yang dipublikasikan dan dimaksudkan oleh BPS menunjukkan pertumbuhan penduduk kota lebih cepat daripada pertumbuhan keseluruhan penduduk. Kenaikkan pertumbuhan penduduk berbanding lurus dengan perkembangan dan bertumbuhnya sistem transportasi. Kendaraan pribadi pada kawasan perkotaan menjadi suatu kebutuhan primer bagi masyarakat, sehingga keberadaannya wajib ditekan dan dibatasi di kota-kota besar yang kini mulai merapatkan pasar bebas. Pasar bebas banyak ditentang disana-sini tetapi kenyataan dan prakteknya bisnis dunia telah memasuki kehidupan masyarakat perkotaan di Indonesia. Seperti contoh, KFC, Mcd, A&W, Pizza Hut, Starbuck, Cinema21, dan lain-lain yang semua menjadi ikon Perkotaan baru. Adapun ikut berkembang pula para pedagang kaki lima modern raksasa seperti Giant, Hypermart, Carrefour, Pasaraya, yang mana keberadaannya semakin berkembang dan terorganisir, melemahkan pasar tradisional daerah setempat. Pada satu sisi menciptakan banyak lapangan pekerjaan, mengajarkan keterampilan dan menularkan system pelayanan (khas impor) efisien dan efektif juga
1
menumbuhkan sektor usaha baru, sehingga kota menjadi mesin pertumbuhan ekonomi suatu bangsa yaitu Indonesia sebagai negara berkembang. Perubahan kondisi lingkungan menunjukkan kota-kota di tanah air cenderung kian tidak ekologis, tidak manusiawi, tidak nyaman, tidak menyenangkan untuk lingkungan serta kehidupan manusia yang berbudaya. Fenomena dehuminisasi kota di Indonesia antara lain karena perhatian para pengelola dan pembangunannya lebih tercurah pada aspek fisik, tata ruang, dan pergulatan kepentingan ekonomi. Dimensi sosiokultural di hampir semua kota di segenap pelosok tanah air nyaris terabaikan. Perbedaan dengan negara maju, kota-kota di tanah air kita yang sedang berkembang ini merupakan kota-kota yang bersifat dualistic. Satu sisi, sebagian warga mulai berubah menjadi moderen, di sisi lain sebagian besar warga masih berperilaku tradisional. Pembangunan Mall dan Supermall marak di pelosok kota, tetapi pasar tradisional, toko-toko kecil, warung, dan pedagang kaki lima tidak berkurang. Apartemen dan rumah susun mulai digalakkan pembangunannya, tetapi perumahan kampung juga masih terus bertahan. Sektor formal dan informal terus berkembang kendati para tokoh di puncak kekuasaan cenderung lebih mengutamakan mengakomodasi kepentingan sektor formal modern yang mengatur, sehingga belum genap 10 tahun pemerintah akan baru membuat kebijakan terkait penataan lingkungan. Pemerintah
pusat
kemudian
membuat
regulasi
yang
mengatur
dan
merencanakan pembangunan dan pengembangan kota berbasis lingkungan berupa Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (RTH) yang merupakan kebijakan yang menjadi acuan dalam pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau, Regulasi tersebut mengamanatkan bahwa setiap kota dalam rencana tata ruang wilayahnya diwajibkan untuk mengalokasikan lahan sedikitnya 30% dari ruang wilayahnya untuk Ruang Terbuka Hijau, yang mana 20% untuk publik yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Kota dan 10% diperuntukkan untuk RTH privasi, yaitu lahan yang dimiliki oleh swasta atau masyarakat. Kebijakan pemerintah pusat ini 2
harus dijalankan, disingkronkan dengan pemerintah kota, khususnya kota-kota besar yang ada di Indonesia, seperti : Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan DKI Jakarta.
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan perkotaan DKI Jakarta mulai muncul ketika pembangunan dan pengembangan pusat-pusat perbelanjaan seperti plaza, mall, hypermarket, dan lainlain dengan tidak terlebih dahulu mengedepankan aspek-aspek lingkungan. Pada penelitian ini penulis mengambil tema penelitian pusat perbelanjaan di Kawasan Blok M Jakarta Selatan. Kawasan Blok M yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 adalah daerah padat penduduk lalu lintas termacet di Jakarta Selatan ini terletak di Kecamatan Kebayoran Baru, Kelurahan Melawai. Blok M Square adalah salah satu pusat perbelanjaan yang berada di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan yang lokasinya berada di depan Terminal Blok M atau milik PD PASAR JAYA. Blok M Squre merupakan salah satu pasar/ pusat perbelanjaan dari 153 pasar yang dimiliki PD Pasar Jaya. Pelaksanaan Pembangunan Pasar Blok dikerjasamakan oleh PD Pasar Jaya dengan PT. Melawai Jaya Reality.
Gambar 1.1. Foto Mall Blok M di Jakarta Selatan (Sumber : Jonathan McIntosh, 2004)
3
Blok M Square dahulunya adalah Pasar Melawai dan Aldiron Plaza yang selalu padat pengunjung yang dikembangkan menjadi sebuah trade mall di daerah Jakarta Selatan. Fasilitas yang cukup baik menjadikan Blok M Square salah satu tempat belanja yang nyaman dan menguntungkan untuk konsumen maupun pemiliknya. Pengembangan Mall Blok M Square tentunya tidak lepas dari peran kebijakan pembangunan pemerintah (Anonymous) Pelajaran dari pengalaman sebelumnya, kebijakan pembangunan sarana bisnis komersial menyimpan sejumlah masalah. Permasalahan itu diantaranya praktik alih fungsi kawasan lindung dan resapan air, penambahan perumahan-perumahan baru yang disertai dengan penggusuran, kemacetan, beban polusi bertambah, peningkatan suhu kota, konflik sosial warga, bahkan berujung kriminalisasi oleh Pemkot Jakarta Selatan, dan para pengembang di Kota Jakarta Selatan, dan keseluruhannya tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteran masyarakat, sehingga akibat aktivitas pembangunan tersebut terjadi ancaman ekologis dan perubahan-perubahan pada lingkungan yang berujung kerusakan pada lingkungan. Kerusakan lingkungan mulai dirasakan oleh Masyarakat Jakarta Selatan terutama masyarakat setempat. Penulis berfikir, perlunya dan penting untuk mengkaji dampak terhadap kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perkembangan pusat perbelanjaan perkotaan DKI Jakarta, sehingga kebijakan tata ruang wilayah kedepan jangan mementingkan pengembangan bisnis yang hanya menguntungkan segelintir pengusaha dan makelar. Kebijakan juga harus mementingkan kepentingan perlindungan ruang hidup ekologis dan kepentingan publik. Ritohardoyo (2005) menerangkan bahwa implikasi kajian ekologi manusia dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan dalam melihat dampak pembangunan, dari sisi sosial budaya masyarakat sebagai subyek atau kadang dijadikan sebagai obyek pembangunan. Sejauhmana (seberapa besar) kemungkinan dampak setiap model pembangunan, yang mendasar pada berbagai sudut pandang sebagai dasar kebijakan pembangunan terhadap sosial-budaya masyarakat.
4
Berdasarkan fakta dan latarbelakang yang ada, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut ini. (1) Apa saja identifikasi komponen-komponen lingkungan akibat pusat pertumbuhan perbelanjaan di Blok M ? (2) Seberapa besar tingkat kerusakan setiap dan antar komponen akibat pertumbuhan pusat perbelanjaan di Blok M terhadap lingkungan? (3) Bagaimanakah strategi dalam pengelolaan lingkungan Blok M ?
1.3. Keaslian Penelitian Penulis telah mengumpulkan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi sekaligus sebagai perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian. Penelitian-penelitian tersebut disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu yang penulis kutip No.
1.
2.
Peneliti, Tahun, Judul Ihsan, 1998 Studi Wilayah Pelayanan Pusat Belanja di DKI Jakarta Paulus, 2002 Dampak Kehadiran Pusat Perbelanjaan terhadap kegiatan perdagangan barang dan jasa (Studi Kasus Pusat Perbelanjaan Java Supermall)
Letak Perbedaan terhadap Keaslian Penelitian Penulis Tujuan Utama Tujuan berbeda. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran jangkauan pelayanan pusat belanja di DKI Jakarta
mengetahui dapak pusat perbelanjaan dari aspek ekonomi dan spasial
Metode Metode berbeda. penelitian ini memiliki Model Gravitasi Ritel.
Hasil Hasil berbeda. Fokus kepada sosial. Perilaku Pengunjung menjadi faktor eksternal
Pendekatan deskriptif dan kausal komparatif
Mengurangi pendapatan pedagang sebesar 19,35%
dengan teknik sampling
dan berdampak positif terhadap aspek spasial.
adalah purposive
1. Jumlah konsumsi pengunjung mall di Yogyakarta sangat rendah yaitu kurang dari Rp 100.000 tiap kali kunjungan (73.3%). Pendapatan
3.
Suwarto, 2007 Kajian Profil dan Perilaku Konsumen Mall Kota Yogyakarta
mengetahui profil dan perilaku konsumen di seluruh mal di Kota Yogyakarta
Metode yang digunakan
dan jenis kelamin tidak menunjukan perbedaan
adalah deskriptif
konsumsi yang signifikan. Jumlah konsumsi ini
kuantitatif. Teknik
sejalan dengan profil konsumen mall yang
sampling menggunakan
sebagian besar mahasiswa dengan jumlah
teknik Proporsioanl
pendapatan paling banyak kurang dari Rp 500.000.
Stratifkasi Acak
2. Kelompok acuan yang menentukan keputusan pemilihan mall, pembentukan citra, keputusan pembelian adalah teman. Teman memiliki posisi yang dominan bagi konsumen mall di Yogyakarta.
4.
Kumurur, 2008. Pengetahuan, sikap, dan kepedulian mahasiswa pascasarjana terhadap
untuk mengetahui sejauh mana
Metode yang digunakan
1. Pengetahuan berhubungan dengan sikap
pengetahuan, sikap dan
adalah survei
mahasiswa ilmu lingkungan, Pengetahuan juga
kepedulian mahasiswa ilmu
korelasional dengan
berhubungan dengan kepedulian terhadap kualitas
lingkungan terhadap
teknik cluster random
lingkungan hidup di Jakarta. Sikap tidak
lingkungan hidup di Jakarta;
sampling
berhubungan dengan kepedulian terhadap kualitas
5
lingkungan Kota Jakarta
(ii) untuk
lingkungan hidup di Jakarta.
menguji/menganalisis apakah
2. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan sikap,
terdapat hubungan antara jenis
jenis kelamin berhubungan dengan pengetahuan
kelamin, umur terhadap
tentang lingkungan hidup dan jenis kelamin tidak
pengetahuan, sikap dan
berhubungan dengan kepedulian terhadap kualitas
kepedulian mahasiswa ilmu
lingkungan di Jakarta Umur tidak ada hubungan
lingkungan terhadap
dengan sikap mahasiswa terhadap ilmu lingkungan,
lingkungan hidup di Jakarta.
umur tidak berhubungan dengan pengetahuan tentang kualitas lingkungan hidup di Jakarta, namun umur berhubungan dengan kepedulian mahasiswa Hasil yang diperoleh juga berbeda . Berdasarkan
Tujuan focus kepada sosial.
aspek relevansi :
Melakukan kajian
5.
Kamalia, 2007 Evaluasi Pelaksanaan Gerakan Penghijauan Kota Menuju Jakarta Selatan Hijau 2006
a. Kebijakan Penghijauan
secara sistematik terhadap pelaksanaan
Metode yang digunakan
dan pencapaian tujuan
berbeda lebih mengarah
yang ditetapkan ditinjau
kepada metode evaluasi
dari aspek efektifitas,
kebijakan
efisiensi, dampak,
Kota Jakarta Selatan telah sesuai dengan isu strategis lingkungan yang terjadi di Kota Jakarta Selatan. b. Pada tahap operasional, belum terdapat tujuan dan
keberlanjutan dan
sasaran program yang
relevansi.
spesifik.
Tujuan dan lokasi penelitian berbeda. Mengkaji elemenelemen
6.
Kamalia, 2007 Kajian Lingkungan Strategis Kawasan Pusat Primer Gedebage Tahun 2006
Hasil berbeda. Berdasarkan KLS, aspek
dari muatan
lingkungan yang diperkirakan
kebijakan, rencana dan program (KRP)
Metode berbeda, lebih
pembangunan Kawasan
fokus kepada evaluasi
Pusat Primer Gedebage
kebijakan pemerintah
dari sisi aspek
terkena efek secara signifikan adalah terganggunya keseimbangan tata air yang diakibatkan oleh KRP kawasan Gedebage, faktor alam, dan faktor
lingkungan untuk
manusia.
menghasilkan pembangunan berkelanjutan
7.
Ernady, 2011 Strategi Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (Studi Kasus Kota Jakarta)
Berbeda fokus tujuan. Untuk mengkaji masalah RTH di
Metode jelas berbeda
Kota Jakarta dan strategi
karena lain kajian
mengatasinya
Hasil : Keterbatasan SDM, sarana prasarana pemeliharaan, dan anggaran. Juga kendala kualitas perencanaan, sinergitas antar Lembaga.
Sumber: Telaah Pustaka dan Perumusan, 2014
Pada penelitian Ihsan tahun 1998 ini, penulis menjadikannya salahsatu sumber acuan. Beberapa perbedaan pada penelitian tersebut adalah Penelitian berfokus berfokus pada perilaku pengunjung di beberapa Mal Jakarta. Sedangakan kami fokus kepada dampak terhadap masyarakat. Harapan penulis, penelitian beliau dapat memberikan masukan, saran, dan solusi terhadap pemasalahan Pusat Belanja di Blok M.
6
Penelitian yang dilakukan Paulus (2002) memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan terletak pada tempat lokasi (Paulus mengambil tempat di Bandung) dan beliau fokus pada objek permasalahan mengenai permasalahan sosial ekonomi. Penelitian Kamalia (2007) mengenai Evaluasi Pelaksanaaan Gerakan Penghijauan Kota menuju Bandung Hijau 2006 menjadi bahan acuan bagi penulis dalam mengevaluasi Gerakan penghijauan Bandung 2006 dengan realitas kini tahun 2015, sehingga ada siklus berkesinambungan antara evaluasi dengan rencana penataan Kota Jakarta Selatan. Penelitian Suwarto (2007) mengkaji tentang beberapa pusat perbelanjaan di Kota Yogyakarta, tetapi beliau hanya fokus terhadap perilaku dan profil konsumen. Pendekatan yang digunakan juga berbeda. Beliau memakai pendekatan berbasis pelaku (Actor based). Kumurur (2008) juga pernah melakukan penelitian mengenai lingkungan di DKI Jakarta, tetai berbeda lingkup kajian. Beliau mengkaji tentang pemahaman dan kepedulian mahasiswa pascasarjana terhadap lingkungan. Metode dan hasil penelitian beliau penulis pelajari guna penelitian selanjutnya. Penelitian Ernady tahun 2011 hal “Strategi Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Bandung”. Penulis beliau berbeda dengan penelitian penulis. Penelitian beliau fokus kepada vegetasi penutup lahan. Penelitian tersebut menjadi saran dan masukan akademik bagi penulis dalam mengkaji aspek biotik dan strategi pengelolaan lingkungan yang tepat di area penelitian penulis.
1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan batasan obyek maupun lingkup kajian penelitian yang didukung oleh konsep teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah:
7
(1)
mengidentifikasi
kerusakan
komponen-komponen
lingkungan
akibat
pertumbuhan pusat perbelanjaan di Blok M. (2)
mengkaji tingkat kerusakan setiap dan antar komponen akibat pertumbuhan pusat perbelanjaan di Blok M terhadap lingkungan; dan
(3)
merumuskan strategi dalam mengatur dan mengelola lingkungan di Blok M.
1.5. Manfaat Penelitian Sasaran utama penelitian adalah implementasi prinsip-prinsip dasar lingkungan yang harus ada dalam setiap aktivitas baik dalam pembangunan maupun pengembangan
sektor
perbelanjaan
dengan
tanpa
mengesampingkan aspek
lingkungan. Oleh karena itu, manfaat utama penelitian ini lebih mengarah kepada manfaat secara lingkungan, seperti diuraikan berikut ini.
(1)
Hasil penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan komponen lingkungan dari pengembangan pusat perbelanjaan di sebagian kota Jakarta Selatan.
(2)
Penelitian ini memiliki manfaat dapat mengidentifikasi dampak dan tingkat kerusakan yang muncul akibat perubahan lingkungan dari pengembangan pusat perbelanjaan di sebagian Kota Jakarta Selatan.
(3)
Ditinjau dari aspek praktis dan aplikatif, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai ide solusi-solusi alternatif berkaitan dengan lingkungan dan rekomendasi dalam pengambilan keputusan guna menunjang program-program pemerintah kota.
(4)
Secara praktis konseptual, hasil temuan dari penelitian ini tentunya diharapkan menjadi inspirasi dan motivasi bagi para peneliti dan insan akademis lainnya untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.
8