Bab 1 Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
Sekarang ini, banyak orang mempelajari bahasa tidak hanya lewat buku tetapi menggunakan berbagai macam sarana atau media yang lain dan salah satunya yaitu melalui film. Media film yang sering kali dipakai oleh para pemelajar bahasa Jepang adalah dorama, yang merupakan serial drama yang ditayangkan ditelevisi Jepang. Banyak orang menyenangi sistem pembelajaran melalui dorama karena melalui media ini kita dapat lebih mudah memahami makna yang terkandung dalam bahasa Jepang, selain dapat melihat situasi kondisi saat itu, kita juga dapat melihat ekspresi wajah, tinggi rendahnya nada yang dipakai sehingga memudahkan kita untuk menggali makna lebih dalam lagi mengenai pemakaian bahasa Jepang yang tidak ditemukan dalam buku pelajaran. Penulis tertarik untuk meneliti penggunaan kata “sumimasen” yang sering kali digunakan dalam percakapan drama Jepang. Penulis memilih tema tersebut karena tertarik dengan banyaknya penggunaan kata “sumimasen” dalam percakapan bahasa Jepang yang memiliki berbagai macam fungsi.
Bahasa merupakan sarana yang dipakai untuk berkomunikasi dengan sesama yang memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi yang penting untuk menjalin hubungan antar sesama manusia. Dengan adanya bahasa kita dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Menurut Wibowo (2009:3), bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang bermakna yang berarti kualisi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbiter dan konfisional yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok orang untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat karena tanpa adanya bahasa hubungan sosial tidak akan dapat berjalan dan kita tidak dapat bersosialisasi dan membangun hubungan dengan orang-orang disekitar kita. 1
2
Dalam kehidupan sehari-hari di negara manapun saling tegur sapa sebagai pembukaan dalam menjalin hubungan dengan orang lain merupakan sebuah hal yang penting dan sebuah keharusan, begitu pula ketika kita berada di negeri Jepang. Menurut Hamada dan Fujimoto (2008:12), masalah sapaan merupakan hal yang penting bagi orang Jepang, sehingga sapaan, atau yang disebut dengan aisatsu, dapat menjadikan pelakunya diberi penilaian sebagai orang yang ramah atau tidak, sopan atau tidaknya. Karena semakin banyaknya seseorang melakukan aisatsu, maka akan semakin mudah diterima di lingkungan sekitarnya, karena bagi orang Jepang, aisatsu adalah sebuah point penting dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Ditambah lagi Jepang adalah sebuah negara yang sangat mementingkan penyampaian ujaran dan karena pengaruh budaya, mereka berhati-hati sekali dalam menjaga perkataan serta tutur kata mereka. Selain itu orang Jepang juga sangat menyadari kapan saja waktu yang tepat untuk mengekspresikan atau tidak mengekspresikan apa yang ada didalam pikirannya. Dengan adanya budaya yang seperti ini maka dapat dikatakan juga bahwa orang Jepang sangat mementingkan aisatsu. Aisatsu dalam bahasa Jepang terbagi menjadi banyak jenis. Beberapa
お は よ う ご ざ い ま す (ohayou gozaimasu), こ ん に ち は (konnichiwa), 失礼します (shitsureishimasu), すみません (sumimasen) dan masih contohnya yaitu
banyak lagi.
Sumimasen dapat dikatakan menjadi kata yang tidak asing dan sering didengar oleh orang-orang yang datang ke Jepang maupun bagi penduduk aslinya sendiri. Orang Jepang sering kali mengucapkan kata sumimasen dalam konteks serta situasi yang berbeda-beda. Pada dasarnya fungsi dari kata sumimasen adalah sebagai bentuk permintaan maaf. Seringnya pemakaian kata sumimasen menimbulkan pandangan bahwa orang Jepang sering kali meminta maaf. Tetapi sebenarnya pemakaian sumimasen tidak hanya terbatas pada pemakaian meminta maaf saja (Ono, 2001:7576).
3
Untuk mempelajari makna dari suatu kata atau kalimat diperlukan pragmatik karena pragmatik menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Aspek pragmatik ini menggali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan ternyata menjadi bagian dari yang disampaikan. Menurut Yule (2006: 3) menjelaskan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) dan pendengar berusaha menafsirkan tuturan penutur sehingga akan diperoleh makna, maksud, tujuan dari penutur. Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatik merupakan studi pencarian makna tersamar. Dimana dalam skripsi ini penulis akan menghubungkan antara hubungan pragmatik dengan korpus penelitian yang berhubungan dengan kata sumimasen.
Untuk menganalisis korpus data penulis akan menggunakan teori pragmatik dari George Yule (2006), teori tindak tutur dari Searle (dalam Rohmadi, 2004), teori danwa atau discourse oleh Hinata (1990), teori montase oleh Minderop (2005) serta teori sumimasen dari jurnal yang ditulis oleh Ono Yumiko (2001) mengenai fungsi sumimasen. Dalam penelitian ini, kata sumimasen akan penulis hubungkan dengan teori diatas dengan korpus data dari drama “1 Litre of Tears”.
Supaya para pemelajar bahasa Jepang dapat mengerti kejelasan pemakaian serta fungsi dari kata sumimasen, maka penulis terdorong untuk memilih judul ini dan ingin menelitinya dalam korpus data film 1 Litre of Tears dikarenakan didalamnya terdapat banyak pemakaian sumimasen dalam berbagai macam situasi kehidupan sehari-hari sehingga dapat membantu penulis menganalisis fungsi pemakaian kata sumimasen.
4
1.2.
Masalah Pokok Permasalahan pokok yang akan penulis teliti adalah analisis sumimasen
ditinjau dari ilmu pragmatik.
1.3.
Formulasi Masalah
Penulis akan meneliti penggunaan kata sumimasen dalam film 1 Litre of Tears dari segi pragmatik menggunakan teori sumimasen.
1.4.
Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis akan meneliti penggunaan kata “sumimasen” dalam drama 1 Litre of Tears yang ditinjau dari segi pragmatik menggunakan teori sumimasen oleh Ono Yumiko (2001). Penulis memilih film tersebut sebagai korpus data karena di dalamnya terdapat banyak penggunaan kata sumimasen dalam berbagai macam situasi di kehidupan sehari-hari. Setiap tindak tutur akan penulis analisa dengan teori Searle (dalam Rohmadi) mengenai lokusi, ilokusi dan perlokusi.
1.5.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai macam fungsi dari penggunaan kata “sumimasen” pada percakapan dalam drama “1 Litre of Tears”. Peneliti berharap dari penelitian ini dapat memperjelas para pemelajar bahasa Jepang mengenai fungsi kata “sumimasen” dalam percakapan bahasa Jepang yang tidak hanya memiliki arti “maaf” saja.
1.6.
Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai makna sumimasen sebelumnya telah diteliti oleh Ogose (1993) yang membagi fungsi sumimasen menjadi tiga fungsi serta Ono (2001) yang juga telah meneliti fungsi sumimasen ini dan membagi fungsi sumimasen menjadi
5
tujuh fungsi. Sedangkan dalam skripsi ini penulis akan meneliti penelitian yang berbeda dimana penulis akan membahas mengenai fungsi sumimasen dan menghubungkannya dengan korpus data film 1 Litre of Tears. Penulis akan menganalisis fungsi sumimasen yang terdapat dalam percakapan didalam film 1 Litre of Tears sehingga berbeda dengan penelitian sebelumnya yang hanya berfokus pada fungsi sumimasen saja.