BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk ke kamar operasi. Salah satu kondisi tersebut berupa kecemasan. Kecemasan merupakan salah satu faktor stres emosional anak yang perlu diperhatikan sebelum masuk ke kamar operasi akibat pisah dengan orang tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 tahun yang dilakukan tindakan operasi dengan anestesi umum di Instalasi Bedah Pusat RSUP H. Adam Malik Medan dengan rerata sekitar 39 pasien anak dari 350 pasien atau sekitar 11 % setiap bulannya dan sekitar 90 % dengan general anestesi. Sedangkan prevalensi anak-anak yang menjalani operasi di Afrika Barat sekitar 34 pasien anak dari 625 pasien setiap bulannya, dan di Gambia sekitar 11,3%. 2 Keadaan
sebelum
masuk
ke kamar operasi
dapat
memberikan
ketidaknyamanan dan rasa cemas pada anak-anak yang berpengaruh terhadap mental anak. Hal ini akan berpengaruh terhadap respon tubuh untuk melepaskan katekolamin sehingga dapat mengakibatkan peningkatan laju jantung, kontraksi otot jantung, vasokonstriksi arteri, peningkatan kadar gula darah dan lain-lain; keadaan tersebut dapat memperberat kondisi anak sebelum masuk ke kamar operasi. 1-3 Tingkat kecemasan anak pada usia tersebut sangat tinggi sebelum masuk kamar operasi sekitar 50 – 70 %, maka diperlukan cara untuk mencegah stres emosional pada anak, baik dengan persiapan psikologis pada saat preoperatif (sehari sebelum operasi) dimana anak dan orang tua diberikan penjelasan mengenai teknik anestesi dan pembedahan yang akan dijalani keesokan harinya. Pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun akan merasa lebih nyaman dengan 1
genggaman tangan dibandingkan dengan ucapan. Anak-anak perkotaan akan lebih mudah untuk diajak komunikasi dibandingkan anak yang bukan dari perkotaan. 7 Salah satu cara untuk mencegah stres emosional anak dapat dilakukan dengan mengizinkan orang tua masuk ke dalam kamar operasi, namun hal ini dapat memberikan sumber infeksi nosokomial dari luar. Cara lainnya dapat dilakukan dengan pemberian obat premedikasi yang dapat menimbulkan efek sedasi ringan, tidak menimbulkan depresi nafas dan disfungsi jantung. Premedikasi dapat diberikan dengan cara injeksi baik intra vena, intra muskular, inhalasi, intra nasal, rektal ataupun oral dengan tablet ataupun syrup. Pemberian obat premedikasi dengan cara intra vena memerlukan jalur akses dimana pada anak yang akan menjalani pembedahan tidak jarang akses belum dapat dipasang, memerlukan teknik khusus karena obat dapat keluar pembuluh darah, dan menimbulkan flebitis sedangkan pemberian dengan cara intra muskular akan memberikan efek trauma yang besar pada anak karena menimbulkan nyeri. Cara lain adalah dengan cara intra nasal tetapi hal ini akan menimbulkan rasa pahit dan tidak nyaman sampai beberapa hari. Pemberian obat premedikasi dapat juga diberikan dengan cara oral. Idealnya suatu premedikasi yang diberikan secara oral sebaiknya efektif, enak rasanya, memiliki efek sedasi tanpa depresi pernafasan, sedikit menimbulkan efek samping, dan tidak memberikan efek trauma yang besar pada anak baik trauma fisik maupun psikis anak. Pada anak-anak yang menolak diberikan obat premedikasi oral dapat diberikan dengan jalur rektal tetapi absorbsi obat tidak dapat diprediksi. 1,2,4,6 Terdapat beberapa golongan obat yang sering digunakan sebagai premedikasi untuk mengatasi kecemasan anak adalah golongan benzodiazepin yang menimbulkan sedasi seperti chlordiazepoxide, oxazepam, lorazepam, diazepam, temazepam, dan triazolam. 6,7 Diazepam merupakan derivat benzodiazepin yang sering digunakan untuk mencegah cemas, insomnia dan kejang. Diazepam cepat diabsorbsi secara oral dengan konsentrasi puncak yang lebih cepat pada anak-anak. Diazepam mengubah efek neurotransmiter GABA yang berikatan dengan tempat 2
benzodiazepin di reseptor GABA a yang mendepresi sistem saraf pusat. Diazepam memiliki efek depresan pada ventilasi dengan peningkatan PaCO2 serta memiliki rasa yang pahit maka premedikasi obat lain yang dapat diberikan adalah
golongan
alpha-2
adrenergik
seperti
klonidin,
deksmedetomidin, opioid, phenothiazine, butyrophenone.
medetomidin,
8,9
Klonidin sebagai alternatif pemberian premedikasi pada anak-anak yang merupakan grup alpha agonis yang bekerja sentral dengan regulasi aktivitas otak sehingga mengakibatkan efek tenang pada anak-anak dan terbatas efeknya pada fungsi kardiorespirasi sehingga menimbulkan sedikit depresi pernafasan. Klonidin oral mudah diperoleh dan memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan diazepam. 10,11 Pemberian kedua obat premedikasi tersebut (Diazepam dan Klonidin) dapat diberikan secara oral dalam bentuk syrup mengingat anak sulit untuk diberikan obat oral pil. Obat premedikasi diberikan pada waktu sekitar 60-90 menit sebelum masuk ke kamar operasi. 3,13,14 Browning dkk melakukan penelitian perbandingan oral dan intra vena diazepam sebagai sedasi untuk operasi gigi. Dari penelitian tersebut, diperoleh bahwa diazepam oral dan intra vena dapat menurunkan stres dan meningkatkan rasa nyaman dengan mula kerja pemberian intra vena lebih cepat dibandingkan oral. Diazepam intra vena lebih efektif menimbulkan amnesia anterograde daripada diazepam oral, tetapi menimbulkan efek samping depresi nafas yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian oral. 15 Root B dkk melakukan penelitian tentang perbandingan pemberian premedikasi pada anak dengan diazepam atau hidroksin secara oral versus intra muskular. Penelitian tersebut melibatkan 50 orang anak dan diperoleh hasil bahwa dengan peningkatan dosis diazepam oral akan meningkatkan efek hipnotik dan amnesia pada pasien. Sedangkan oral hidroksin lebih rendah efek hipnotik dibandingkan oral diazepam, dengan hasil 40% menimbulkan sedasi sedang, 8% sedasi dalam, dan 70% menimbulkan amnesia. Pada penelitian Root B dkk ditunjukkan bahwa pemberian oral premedikasi pada anak tidak signifikan menambah volume isi lambung. 16 3
Mikawa dkk melakukan penelitian terhadap perbandingan klonidin oral 4 mcg/kgBB dengan klonidin 2 mcg/kg BB, diazepam 0,4 mg/kgBB. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa klonidin oral 4 mcg/kgBB lebih memberikan efek sedasi dibandingkan
dengan klonidin 2 mc/kgBB atau diazepam 0,4
17
mg/kgBB . Ramesh dkk melakukan penelitian terhadap perbandingan klonidin oral 3 mcg/kgBB dengan diazepam 0,2 mg/kgBB. Penelitian Ramesh dkk menunjukkan bahwa klonidin oral 3 mcg/kgBB memberikan efek sedasi lebih baik dibandingkan diazepam 0,2 mg/kgBB dengan efek samping bradikardi, hipotensi atau depresi nafas yang lebih besar dibandingkan diazepam 0,2 mg/kgBB 18. Lavrich dkk melakukan penelitian terhadap klonidin oral 4 mcg/kgBB dengan midazolam 0,5 mg/kgBB. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa efek sedasi dan anti anxiolitas klonidin 4 mcg/kgBB lebih lambat dibandingkan midazolam 0,5 mg/kgBB 19. McGraw dkk melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun midazolam di berbagai institusi dijadikan sebagai gold standard, tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti agitasi, menolak makan karena rasanya pahit, cemas, dan efek negatif seperti ataksia, distonia, dan diplopia
20
.
Fazi L dkk juga mengadakan penelitian tentang perbandingan klonidin oral 4 mcg/kgBB dan midazolam oral 0,5 mg/kgBB pada anak usia 4 – 12 tahun sebagai medikasi preanestesi pada pasien anak yang dilakukan tindakan operasi tonsilektomi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa klonidin tidak lebih baik pada saat pemulihan dibandingkan dengan midazolam. Tingkat kecemasan preoperasi sebelum anak dipisahkan dari orang tua sama antara kedua grup, tetapi waktu yang dibutuhkan anak untuk dipisahkan dari orang tua lebih lama pada grup klonidin dimana klonidin oral 75 ± 25 menit dan midazolam oral 35 ± 13 menit. 21 Arai P dkk melakukan penelitian tentang perbandingan kombinasi midazolam dan diazepam dengan diazepam sendiri sebagai premedikasi oral pada preanestetik dan kondisi emergens pada anak. Penelitian dilakukan terhadap anak usia 1 – 7 tahun yang menjalani operasi adenotonsilektomi. Dari penelitian 4
tersebut, ditunjukkan bahwa kelompok anak yang memperoleh kombinasi antara midazolam dan diazepam sedikit yang mengalami agitasi 22. Malde AD dkk melakukan penelitian efikasi klonidin oral pada anak usia 2 – 12 tahun sebagai premedikasi dan analgetik post operasi dibandingkan dengan diazepam. Penelitian Malde AD dkk menunjukkan bahwa klonidin 2 mcg/kgBB dan klonidin 4 mcg/kgBB dapat mengakibatkan anak menjadi tenang, dapat dipisahkan dengan orang tuanya. Ditunjukkan juga bahwa diazepam 0,2 mg/kgBB memiliki efek sedasi yang lebih cepat hilang dibandingkan dengan klonidin 2 mcg/kgBB. Skor sedasi dengan nilai skor 3 setelah 90 menit pemberian klonidin 2 mcg/kgBB sekitar 48%, klonidin 4 mcg/kgBB sekitar 72%, dan diazepam 0,2 mg/kgBB sekitar 20% 23. Almenrader N dkk melakukan penelitian terhadap perbandingan oral midazolam 0,5 mg/kg BB dengan oral klonidin 4 mcg/kg BB. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa premedikasi dengan oral klonidin lebih superior dibandingkan dengan oral midazolam. Onset sedasi midazolam 0,5 mg/kgBB 30,0 ± 13,1 menit, dan sedasi klonidin 4 mcg/kg BB 38,5 ± 14,6 menit 24. Tazeroualti dkk melakukan penelitian terhadap perbandingan klonidin oral dengan midazolam oral dalam mencegah sevofluran sebagai pencetus agitasi pada anak. Penelitian dilakukan pada anak usia 1 – 6 tahun. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa klonidin oral dosis 4 mcg/kg mempunyai hubungan signifikan dalam menurunkan agitasi tanpa meningkatkan efek samping postoperative. Agitasi pada midazolam sekitar 60%, klonidin oral 2 mcg/kg 40%, dan klonidin oral 4 mcg/kg sekitar 25%
25
.
Cao J dkk melakukan penelitian terhadap efek premedikasi antara midazolam oral 0,5 mg/kg (n = 15) dengan klonidin 2 mcg/kg (n = 15) dan klonidin 4 mcg/kg (n = 15). Obat premedikasi diberikan pada waktu 60 – 90 menit sebelum tindakan anestesi, untuk mencegah tingkat kecemasan dan nyeri pada anak yang akan menjalani operasi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa klonidin 4 mcg/kg memberikan efek sedasi yang lebih baik dibandingkan dengan midazolam oral 0,5 mg/kg 26. 5
Dahmani S dkk melakukan penelitian premedikasi terhadap klonidin dengan benzodiazepin secara meta analisis. Dari penelitian tersebut ditunjukkan bahwa klonidin memberikan efek yang lebih dibandingkan benzodiazepin. Ditunjukkan juga bahwa midazolam kurang efektif memberikan efek sedasi dibandingkan klonidin. Angka kejadian terjadinya agitasi secara statistik lebih rendah pada kelompok klonidin. Skor nyeri setelah operasi menurun pada kelompok klonidin. Klonidin juga lebih superior mencegah timbulnya PONV dibandingkan midazolam atau diazepam.
27
Singh S dkk melakukan penelitian terhadap efek pemberian premedikasi klonidin oral dan plasebo pada usia 20 – 60 tahun dimana dibandingkan respon hemodinamik perioperatif dan nyeri postoperative pada operasi kolesistektomi laparoskopi. Hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pemberian klonidin oral 150 mcg efektif sebagai premedikasi pada operasi kolesistektomi laparoskopi dimana hemodinamik perioperatif stabil dan menurunkan penggunaan obat nyeri postoperative. Namun, secara statistik nilai VAS dan skor sedasi tidak berbeda bermakna antara klonidin oral dibandingkan plasebo setelah 30 menit pemberian obat sampai 2 jam setelah operasi 28. Berdasar
studi
kepustakaan
dan
hasil
penelitian
terkait
serta
mempertimbangkan tingkat sedasi, efek samping dan ketersediaan obat, maka pada penelitian ini dilakukan terhadap klonidin dan diazepam sebagai obat premedikasi dimana pemberian klonidin syrup 2 mcg/kg BB dan diazepam syrup 0,4 mg/kg BB untuk menilai tingkat sedasi dan mula kerja sedasi saat premedikasi pada pasien anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi sebelum masuk kamar operasi.
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah premedikasi klonidin syrup 2 mcg/kgBB akan memberikan efek sedasi yang lebih cepat dan tingkat sedasi yang lebih tinggi tanpa menimbulkan depresi pernafasan dibandingkan dengan diazepam syrup 0,4 mg/kgBB. 6
1.3. Hipotesa Premedikasi klonidin syrup 2 mcg/kgBB akan memberikan efek sedasi yang lebih cepat dan tingkat sedasi yang lebih tinggi tanpa menimbulkan depresi pernafasan dibandingkan dengan diazepam syrup 0,4 mg/kgBB.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibedakan atas tujuan umum dan tujuan khusus. 1.4.1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan alternatif obat premedikasi yang mempunyai efek sedasi yang cepat mula kerjanya dan lebih tinggi tingkat sedasinya tanpa menimbulkan depresi pernafasan sebelum masuk kamar operasi pada anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi. 1.4.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mendapatkan tingkat sedasi dari pemberian klonidin syrup dan diazepam syrup sebagai premedikasi sebelum masuk kamar operasi. b. Mendapatkan perbandingan tingkat sedasi antara klonidin syrup dengan diazepam syrup sebagai premedikasi sebelum masuk kamar operasi. c. Mendapatkan mula kerja sedasi dari pemberian klonidin syrup dan diazepam syrup sebagai premedikasi sebelum masuk kamar operasi. d. Mendapatkan perbandingan mula kerja sedasi antara klonidin syrup dengan diazepam syrup sebagai premedikasi sebelum masuk kamar operasi. e. Menemukan efek samping dari klonidin syrup, seperti hipotensi, bradikardi, muntah,depresi pernafasan dari klonidin syrup dan diazepam syrup. f. Menemukan perbandingan efek samping dari klonidin syrup dan diazepam syrup.
7
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam bidang akademis, pelayanan masyarakat, dan perkembangan penelitian. 1.5.1. Bidang Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang akademis dengan mendapatkan obat yang efektif untuk premedikasi yang mempunyai efek sedasi lebih tinggi dan mula kerja cepat tanpa menimbulkan depresi nafas pada anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi. 1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam pelayanan masyarakat sebagai landasan dalam penanganan kecemasan pada anak yang menjalani tindakan operasi dengan general anestesi, terutama untuk: a. Mendapatkan keadaan pasien yang tidak cemas sebelum masuk kamar operasi. b. Mempercepat tindakan induksi di kamar operasi. c. Mendapatkan dosis dan alternatif obat dalam penanganan kecemasan anak sebelum masuk kamar operasi.
1.5.3. Bidang Penelitian Dalam bidang penelitian, hasil penelitian ini diharapkan memberikan data untuk penelitian selanjutnya dalam bidang premedikasi pada anak yang menjalani pembedahan dengan general anestesi.
8