BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengatasi masalah-masalah sanitasi yang dapat mengganggu kesehatan. Sanitasi lingkungan merupakan satu dari masalah-masalah sanitasi tersebut (Mulia, 2005). Sanitasi lingkungan meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan faktor lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit, melalui kegiatan yang ditujukan untuk sanitasi air, sanitasi makanan, pembuangan limbah, sanitasi udara, vektor nyamuk dan higiene perumahan. Sanitasi makanan yang menjadi bagian dari sanitasi lingkungan merupakan suatu usaha untuk menjaga makanan agar tetap bersih, sehat dan aman untuk dikonsumsi, sekaligus untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan (Mulia, 2005). Makanan adalah sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makanan pun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk (Soemirat, 2009). Makanan yang bersih ialah makanan yang tidak terkontaminasi oleh kotoran dan tidak menampakkan tanda pembusukan oleh bakteri. Untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan (Mulia, 2005).
1
2
Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme bawaan makanan, terutama bakteri, berkaitan dengan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri lambung, dan diare (Adam dan Motarjemi, 2004). Dalam hal menangani makanan penjamah makanan biasanya dapat membawa patogen tanpa mengalami efek sakit yang serius pada diri mereka. Makanan dapat juga terkontaminasi oleh mikroba, beberapa mikroba yang sering terkontaminasi kedalam makanan diantaranya adalah Salmonella sp, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Bacillus cereus. Staphylococcus
aureus merupakan bakteri penyebab food poisoning yaitu
keracunan makanan yang terjadi setelah mengkonsumsi makanan mengandung racun yang dapat menimbulkan terjadinya gastroenteritis akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung satu atau lebih enterotoksin yang dihasilkannya. Toksin yang dihasilkan bersifat tahan dalam suhu tinggi, meskipun bakteri mati dengan pemanasan namun toksin yang dihasilkan tidak akan rusak dan masih dapat bertahan meskipun dengan pendinginan ataupun pembekuan. Bakteri tersebut merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana, seperti udara, debu, air buangan, air, susu, makanan, peralatan makan, lingkungan, dan tubuh manusia seperti kulit, rambut/bulu dan saluran pernafasan (Chotiah, 2009). Keracunan makanan akibat Staphylococcus bukan hanya disebabkan oleh adanya bakteri akan tetapi enterotoksin yang bersifat tahan panas yang dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh dalam makanan pada kondisi optimal sebelum dikomsumsi. Oleh karena itu, tidak ada atau ada dalam jumlah sedikit Staphylococcus aureus dalam produk makanan setelah perlakuan pemanasan tidak menjamin keamanan
3
untuk dikonsumsi, tetapi tidak adanya enterotoksin juga harus ditunjukkan (Chotiah, 2009). Seringkali keracunan makanan oleh Staphylococcus merupakan akibat penanganan yang keliru, baik dirumah maupun ditempat-tempat makanan umum. Keracunan oleh bakteri Staphylococcus justru sebagian besar terjadi pada makanan yang telah dimasak. Hal ini disebabkan karena pada makanan yang telah dimasak, bakteri lain yang dapat menghambat pertumbuhannya sudah sangat berkurang karena mati oleh proses pemasakan (Supardi dan Sukamto, 1999). Dibanyak negara
daging termasuk produk yang paling sering berhubungan
dengan masalah keamanan makanan secara mikrobiologis. Daging bisa berasal dari berbagai jenis burung, lembu, domba, kambing, babi dan unggas (ayam, bebek, dan ayam kalkun) (Adam dan Motarjemi, 2004). Di Indonesia, ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat popular dimasyarakat dan harganya pun lebih terjangkau dibandingkan dengan daging sapi dan lainnya. Buruknya hygiene perorangan dalam proses penanganan daging ayam dari mulai pasca panen, pengolahan hasil, distribusi pasar dan sampai dikonsumen dapat
mengakibatkan
daging
mudah
terkontaminasi
oleh
bakteri.
Bakteri
Staphylococcus aureus yang selalu berada dilingkungan bahkan pada tubuh manusia akan menjadi mudah untuk mencemarinya. Kontaminasi adanya mikroba pada daging ayam disebabkan karena merupakan media yang ideal bagi pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrient dan ketersediaan air yang cukup serta pH yang sedang. Daging ayam dapat dibuat dalam berbagai macam olahan makanan, salah satunya dapat dibuat menjadi olahan ayam goreng tepung yang sekarang ini banyak diminati
4
oleh masyarakat. Selain harganya terjangkau juga sudah banyak produk olahan ayam yang dijual dibanyak tempat. Sehingga hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa makanan yang dijual tersebut dapat terkontaminasi dengan mikroorganisme terutama bakteri Staphylococcus aureus, karena bakteri Staphylococcus aureus ada dimanamana (udara, debu, air, dan lain-lain) dan sangat erat hubungannya dengan manusia. Menurut Chotiah (2009) tentang cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam dan olahannya menunjukkan bahwa sebanyak 94 sampel karkas ayam dan produk olahannya (sosis dan ayam goreng) dari pasar tradisional dan supermarket di Bandung, Bekasi, dan dari Rumah Potong ayam di Bogor telah dilakukan isolasi, identifikasi dan perhitungan bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 41,% dan 33,3% sampel karkas ayam masing-masing dari pasar tradisional di Bandung dan Bekasi, pasar swalayan di Bandung dan Bekasi, dan Rumah Potong Ayam di Bogor telah tercemar bakteri Staphylococcus aureus. Tingkat cemaran di pasar tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan di pasar swalayan dan sebagian besar sudah melampaui ambang batas Standar Nasional. Sedangkan pada produk olahan yang diperiksa ayam goreng merupakan produk yang paling tinggi cemarannya yaitu dari 5 yang diperiksa 60% atau 3 sampel tercemar dengan Staphylococcus aureus. Berdasarkan hasil data dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Gorontalo, pada tahun 2013 hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan makanan nasi paket yang tercemar bakteri Staphylococcus aureus. Dinas Kesehatan
5
Kota Gorontalo mengemukakan bahwa dari kasus keracunan Staphylococcus aureus ini mengakibatkan 16 orang keracunan makanan nasi paket. Kota Gorontalo banyak menjual daging ayam olahan seperti ayam goreng tepung yang dijual dibanyak tempat. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan dapat terlihat perilaku penjual daging ayam olahan dalam hal higiene sanitasi masih rendah. Dimana pelayanan pembelian daging ayam terbuka, dan mudah terkontaminasi dengan debu dan udara. Apabila selama proses penyembelihan, pemotongan, sampai pengolahan penjamah makanan kurang memperhatikan higiene sanitasinya maka kondisi tersebut memberikan peluang untuk kontaminasi makanan oleh bakteri patogen. Fenomena yang masih banyak terjadi sekarang ini, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat terutama pedagang mengenai penanganan pangan asal hewan yang higienis.
Hal
ini
menimbulkan
kekhawatiran
terhadap
penanganan
dan
pendistribusian daging, karena belum memenuhi persyaratan aman, dan sehat. Penerapan higiene dan sanitasi yang buruk dalam penanganan daging dapat mengakibatkan daging terkontaminasi mikroorganisme. Dari uraian masalah di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang, “Identifikasi Cemaran Staphylococcus aureus pada Daging Ayam Goreng Tepung ”
6
1.2 Identifikasi Masalah 1. Banyaknya penjual daging ayam goreng tepung yang dijual dibanyak tempat yang sekarang ini lagi banyak diminati oleh masyarakat, sehingga dapat terkontaminasi oleh bakteri. 2. Perilaku penjamah makanan dalam hal higiene sanitasi belum memenuhi syarat kesehatan, sehingga memberikan peluang untuk kontaminasi makanan oleh bakteri patogen. 3. Kontaminasi bakteri patogen pada makanan akan mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat. 4. Berdasarkan penelitian Chotiah (2009) yang menemukan 3 sampel produk olahan ayam goreng yang telah tercemar dengan Staphylococcus aureus 5. Hasil pemeriksaan Badan Pengawasan, Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2013 ditemukan makanan nasi paket yang tercemar bakteri Staphylococcus aureus. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan permasalahan pada penelitian ini yaitu “Apakah terdapat Cemaran Staphylococcus aureus pada Daging Ayam Goreng Tepung di Kota Gorontalo Tahun 2013” 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengidentifikasi keberadaan cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung.
7
1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengidentifikasi keberadaan cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan SNI 7388-2009.
2.
Untuk mengidentifikasi penyebab adanya cemaran Staphylococcus aureus pada daging ayam goreng tepung.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Sebagai kontribusi penting dan memperluas wawasan serta dapat dijadikan sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian ilmu kesehatan lingkungan dimasa mendatang. 1.5.2 Manfaat praktis 1.
Sebagai bahan masukan kepada instansi terkait untuk kiranya lebih meningkatkan pengawasan terhadap tempat-tempat penjualan bahan pangan terutama daging ayam olahan yang dijual disembarang tempat di Kota Gorontalo.
2.
Sebagai bahan masukan kepada penjual daging ayam olahan agar lebih memperhatikan higiene sanitasi dan terus meningkatkan kualitas produknya.
3.
Sebagai bahan informasi kepada konsumen dalam hal ini masyarakat untuk lebih mengetahui kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi makanan dan juga masukan untuk lebih bijaksana dalam memilih tempat pembelian bahan pangan.