BAB 1 Pendahuluan
1.1
Latar Belakang Sejak dahulu manusia memiliki beragam pertanyaan mengenal langit,
antariksa, planet, bintang dan galaksi. Ketertarikan manusia terhadap pergerakan benda-benda langit dan keindahannya telah diakui keberadaannya yang tak tepisahkan dari masyarakatnya sejak Peradaban Mesir Kuno masih berjaya. Bahkan pada Peradaban Yunani mulai berkembang, astronomi menjadi salah satu bagian yang tak dapat dipisahkan dari masyarakatnya. Ptolemeus, ahli astronomi Yunani pada saat itu bahkan memberikan nama-nama bagi berbagai gugusan bintang di angkasa. Manusia melakukan berbagai penelitian dan penyelidikan mengenai langit dan antariksa dengan di dasari rasa ingin tahu terhadap ilmu astronomi. Dimana ilmu tersebut merupakan ilmu yang melibatkan pengamatan benda-benda langit serta fenomena alam yang terjadi di antariksa. Dengan Astronomi kita dapat mendapatkan banyak pengetahuan dari hasil pengamatan benda-benda langit. Nenek moyang kita pada zaman dahulu menggunakan astronomi untuk menentukan penanggalan, menentukan cuaca, menentukan arah perjalanan, dan lain sebagainya. Pengamatan tersebut sangat sulit dilakukan pada zaman sekarang, dikarenakan meningkatnya jumlah pemukiman yang mengakibatkan berbagai polusi, terutama polusi cahaya yang mengakibatkan pengamatan langit sulit dilakukan tanpa alat bantu. Sebagai gantinya, hadirlah planetarium yang menghadirkan proyeksi video mengenai simulasi pergerakan langit dan lebih jauh lagi menghadirkan proyeksi aktivitas antariksa. Pengamatan terhadap langit pada zaman kuno dilakukan dengan menggunakan sejenis lensa sederhana. Hal ini memberikan interpretasi yang berbeda dari ahli astronomi saat ini yang telah menggunakan alat yang lebih mutakhir untuk melihat keindahan dan fenomena langit. Buku Theorica Planetaria oleh Johannes Campanus (1220 -1296) dan penemuan teleskop optikal pada tahun 1609 oleh Galileo menjadi awal dari berkembangnya berbagai wadah yang digunakan untuk pengamatan benda-benda antariksa. Sejak saat itulah bermunculan berbagai planetarium dan observatorium di Eropa dan Amerika.
1
2
Perkembangan planetarium dan observatorium di Asia baru dimulai setelah Perang Dunia II. Jepang muncul sebagai negara industri baru berhasil mejadi salah satu produsen proyektor dan berbagai sistem simulasi pada planetarium. Indonesia memiliki empat planetarium dan sebuah observatorium, Indonesia masih kurang mampu menarik masyarakat di dunia astronomi. Hal ini dikarenakan planetarium yang kurang dikemas dengan menarik; baik dari interior ruangan planetarium maupun arsitektural. Jepang dan Jerman merupakan negara yang memiliki planetarium yang dikemas secara menarik melalui inovasi dan teknologi modern agar tampilan planetarium memukau. Planetarium dan Observatorium Jakarta merupakan salah satu sarana edutainment, dimana pengunjung dapat belajar mengenai ilmu astronomi sekaligus berekreasi. Tetapi Planetarium dan Observatorium Jakarta tidak dikemas dengan menarik dan kurang komunikatif. Oleh karena itu pengunjung kurang tertarik pada area edukasi, pengunjung hanya tertarik pada teater bintang saja sedangkan area ruang pamer tidak membuat pengunjung tertarik untuk melihatnya dan area souvenir jarang sekali pengunjung yang berminat untuk membeli. Planetarium dan Observatorium Jakarta butuh perhatian khusus dalam segi interior sehingga dapat memberi fungsi dan fasilitas yang lebih baik serta menghibur. Melalui perancangan interior, fasilitas Planetarium dan Observatorium Jakarta akan lebih berkualitas sehingga berjalan sesuai dengan fungsinya dan dapat menarik wisatawan lebih banyak untuk berkunjung.
1.2
Tinjauan Pustaka Planet adalah suatu benda gelap yang mengorbit sebuah bintang (matahari).
Planet ditentukan oleh para ahli astronomi melalui serangkaian pengamatan dan penelitian selama ribuan tahun. (Ulfah, 2011) Minat masyarakat mengunjungi tempat wisata pendidikan Planetarium dan Observatorium Jakarta yang terletak di Taman Ismail Marzuki (TIM) cenderung menurun jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya."Pengunjung Planetarium mengalami penurunan, meski di tahun-tahun sebelumnya mengalami peningkatan," kata Kepala UPT Planetarium dan Observatorium. Delly Indirayati di Jakarta, Jumat. UPT itu menargetkan sebanyak 260.000 pengunjung, tetapi berdasarkan data yang ada kemungkinan pencapaiannya masih berat. Pada tahun 2006-2009 terjadi kenaikan jumlah pengunjung, yakni 207.608, lalu 138.321, 210.172, dan naik drastis
3
263.175, tetapi turun pada 2010 menjadi 212.267. Menurut Delly, menurunnya jumlah pengunjung karena kurangnya kegiatan promosi, kurangnya waktu pembelajaran bagi murid-murid dan materi ilmu bumi dan antariksa cenderung teoritis dan kurang informatif. Kondisi lain yang mempengaruhi adalah semakin banyaknya tempat wisata sehingga banyak pengunjung beralih ke tempat lain. (http://republika.co.id di akses 3 Maret 2015) Pelajaran tata surya pada umumnya di dapat pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Mengah Pertama (SMP). Pembelajaran tata surya terkadang menyenangkan bagi beberapa siswa untuk dipelajari. Proses belajar yang dilakukan adalah sebatas guru menerangkan dan memberikan latihan kepada siswa sehingga siswa dituntut untuk rajin membaca dan memperhatikan guru. Proses belajar yang demikian dilakukan secara terus menerus dalam belajar tata surya terkadang mendatangkan suatu kejenuhan dan kebosanan. Oleh sebab itu dibutuhkan ensiklopedi yang interaktif dapat berperan sebagai pembelajaran siswa. (Tantriadi, 2013)
1.3
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil
beberapa masalah yang akan menjadi penelitian ini yaitu : 1) Bagaimana merancang fasilitas dan pembagian ruang yang ada di planetarium dan observatorium agar dapat digunakan dengan maksimal dan efisien sesuai dengan kegiatan dan kebutuhannya masing-masing? 2) Bagaimana cara menyiasati perancangan pencahayaan pada ruang pameran agar informatif? 3) Bagaimana menyusun konsep perancangan interior planetarium dan observatorium sebagai wadah pendidikan dan rekreasi yang menghibur dengan penerapannya pada berbagai elemen-elemen interior yang ada?
1.4
Tujuan Perencanaan 1) Merancang fasilitas dan pembagian ruang yang ada planetarium dan observatorium agar dapat digunakan dengan maksimal dan efisien sesuai dengan kegiatan dan kebutuhannya masing-masing 2) Menyiasati perancangan pencahayaan pada ruang pameran agar informatif.
4
3) Menyusun konsep perancangan interior planetarium dan observatorium sebagai wadah pendidikan dan rekreasi yang menghibur dengan penerapannya pada berbagai elemen-elemen interior yang ada.
1.5
Batasan Penelitian Penelitian dilakukan pada sebuah planetarium dan observatorium Jakarta
yang berlokasi di Jalan Cikini Raya. Kawasan penelitian yang menjadi studi banding berada di daerah Jakarta, yaitu PP – IPTEK TMII,
dan di kawasan Bandung,
Bosscha Observatory. Kawasan penelitian yang menjadi studi literatur adalah Hayden Planetarium di American Museum of National History, New York.
1.6
Batasan Perancangan Planetarium dan Observatorium Jakarta yang akan dirancang akan dibatasi
pada area planetarium saja, mencakup area lobby, ruang pameran, teater bintang, dan area souvenir. Untuk area peneropongan (observatorium) tidak menjadi bagian dalam perancangan, karna lebih menitik beratkan kepada aspek teknis.
1.7
Metode Penelitian
A.
Metode Penelitian Secara Langsung 1) Survey Lapangan Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung yang berkaitan dengan planetarium dan observatorium. Survey dilakukan di beberapa tempat, yaitu Planetarium dan Observatorium Jakarta, PP-IPTEK TMII Jakarta, Observatorium Bosscha. Data survey yang dibutuhkan mencakup data aktivitas pengunjung, foto kondisi lapangan, dan flow activity. 2) Wawancara Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait planetarium dan observatorium yakni, sejarah gedung, struktur orgaisasi perusahaan, data internal yang dimiliki pengelola, peraturan gedung, dan kegiatan-kegiatan yang diadakan pada gedung. 3) Observasi Mengamati berbagai aktivitas yang terjadi, seperti interaksi antara petugas dan pengunjung serta pihak lain yang ada di dalamnya, lalu observasi
5
dengan mengamati kondisi fisik gedung mulai dari elemen interior, pencahayaan, akustika gedung dan lingkungan sekitar.
B.
Metode Penelitian Secara Tidak Langsung 1) Studi Literatur Studi Literatur diperoleh dari internet dan buku referensi. Dilakukan melalui pengumpulan data literatur yang terkait dengan Planetarium dan Observatorium yakni mengenai sejarah, fungsi, fasilitas pendukung, penataan ruang dan semua aspek yang dapat membantu perancangan interior planetarium.
1.8
Sistematika Penulisan BAB I – PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang pemilihan proyek, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan perancangan, manfaat perancangan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II – LANDASAN TEORI Berisi mengenai teori yang digunakan untuk perancangan interior yang terkait dengan planetarium dan observatorium. Teori yang digunakan merupakan sebagai pendukung perancangan interior yang akan dilakukan. Tinjauan umum terdiri dari penjelasan secara umum mengenai planetarium dan observatorium, diantaranya definisi, fungsi, jenis, fasiitas, dan hal umum lain yang berkaitan dengan planetarium dan obeservatorium Tinjauan Khusus berisi hal – hal yang bersifat lebih spesifik tentang planetarium dan observatorium. Diantaranya sejarah planetarium, kebutuhan ruang, struktur organisasi, aktivitas dan fasilitas pengunjung serta karyawan, jam operasional, dan sebagainya.
BAB III – METODE PENELITIAN Berisi analisa studi yang dilakukan melalui survey maupun studi literatur, studi fasilitas ruang, studi aktivitas manusia, studi perancangan interior planetarium, studi akustika, studi pencahayaan, dan studi permasalahaan khusus perancangan interior planetarium dan observatorium.
6
BAB IV – HASIL DAN BAHASAN Berisi mengenai keputusan desain yang akan diterapkan, gambar – gambar inspirasi, sketsa ide perancangan, zoning, grouping, dan konsep desain planetarium dan observatorium.
BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dan saran dari perancangan yang akan diterapkan. Berisi tentang hasil dari Bab I – IV yang akan dirangkum dan menjadi sebuah kesimpulan.