1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia telah menempatkan pangan dan penyediaannya sebagai hal yang
sangat mendasar. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan
bahwa
pangan
merupakan
kebutuhan
dasar
manusia
yang
pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Salah satu jenis pangan yang menjadi bahan makananan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia adalah beras. Mubyarto (1977) menyatakan bahwa dalam jangka panjang beras akan tetap menjadi pangan pokok penduduk Indonesia, sehingga pertanian padi akan tetap menjadi inti dalam pembangunan pertanian. Pertanian padi memiliki kepentingan ekonomi dan sosial-politik yang besar. Sejumlah besar tenaga kerja bergantung pada pertanian padi sawah. Terkait dengan pertanian padi, aspek kesejahteraan petani menjadi sangat penting seperti halnya peningkatan produksi untuk ketahanan pangan nasional (Rachbini, 2006). Namun, produktivitas petani dan sawah yang rendah menjadi persoalan utama pada lingkup nasional dan regional. Pemerintah pusat harus rutin setiap tahun mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat dicukupi oleh produksi nasional (Harian Kompas 24 Februari 2007). Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, menjadi tergantung pada negara-negara asing. Hal tersebut menunjukkan kerapuhan yang dapat berakibat negatif pada masa mendatang. Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap arah pengembangan sektor pertanian. Dalam hal ini, produksi pangan akan sangat ditentukan oleh kebijakan dan program-program strategis pemerintah dalam mengembangkan faktor-faktor produksi pertanian. Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan tujuan umum dari kebijakan pertanian adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan petani yang lebih tinggi dan kesejahteraan yang lebih sempurna (Mubyarto, 1995).
2 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pertanian merupakan sektor strategis yang harus diperhatikan secara serius. Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk menyusun kebijakan dan program pengembangan sektor pertanian agar mampu memenuhi kebutuhan domestik serta sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan beras, peningkatan produksi padi menjadi syarat mutlak seiring dengan bertambahnya permintaan setiap tahun sebagai hasil dari pertambahan penduduk. Fokus perhatian pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan pangan di tingkat nasional telah ditetapkan, yaitu berupaya mendorong dan mempertahankan swasembada atas lima komoditas pangan : beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Khusus mengenai beras, kebijakan pengembangan pertanian padi periode 20062010 diarahkan untuk mencapai swasembada secara berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut, Presiden RI telah memutuskan melalui Sidang Kabinet Terbatas di Departemen Pertanian pada tanggal 8 Januari 2007 untuk melaksanakan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) mulai tahun 2007. Melalui program ini, kenaikan produksi beras harus mencapai minimal sebesar 2 juta ton atau setara dengan 3,5 juta ton gabah dengan kenaikan sekitar 5% dari produksi tahun 2006. Program ini tidak hanya tugas Departemen Pertanian, tetapi melibatkan pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Arahan Umum Menteri Pertanian pada Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan, 27-28 Februari 2007). Menurut Hohnholz (1986), produksi padi terkait dengan dua hal pokok, yaitu luas lahan dan intensifikasi pembudidayaan. Luas lahan sawah penting dalam menjamin ketersediaan beras; jika berkurang, produksi beras pun akan berkurang. Sebagaimana diketahui luas lahan sawah secara nasional terus menyusut setiap tahun. Misalnya untuk Pulau Jawa selama kurun waktu 1979 sampai dengan 1999 telah terjadi penyusutan lahan sawah seluas 483.831 hektare (Irawan, 2001). Akibatnya, produksi beras Pulau Jawa berkurang sebesar 6 % dari total produksi beras nasional pada tahun 2000 sejak tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai basis produksi padi terletak di Pulau Jawa. Pada saat Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984, Pulau Jawa berkontribusi sebesar 62 % dari total produksi beras nasional (Ashari, 2003). Sampai saat ini peran Pulau Jawa masih cukup besar, meskipun
3 luasnya hanya 7 % dari luas daratan Indonesia, kontribusi Pulau Jawa terhadap produksi beras nasional tidak pernah kurang dari 50 % (Ashari, 2003). Salah satu daerah yang menjadi andalan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, dalam produksi pangan adalah Kabupaten Garut. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010, Kabupaten Garut diklasifikasikan sebagai salah satu kabupaten unggulan untuk sektor pertanian selain Karawang, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Subang, Bogor, dan Indramayu. Sektor pertanian penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Garut terutama dalam kontribusi terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Data BPS pada 2005 menyebutkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB senilai Rp 6,81 triliun dari total PDRB sebesar Rp 13,05 triliun atas dasar harga berlaku. Tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 30,85 % dari jumlah penduduk pada tahun 2005. Sektor pertanian dapat menjadi basis ekonomi Kabupaten Garut karena memiliki kemampuan untuk mengekspor ke wilayah lain, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Subsektor yang memiliki daya saing dan potensial untuk menjadi basis ekspor adalah subsektor pertanian tanaman bahan makanan (Muslimansyah, 2006). Salah satu misi pembangunan yang terdapat pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut 2001-2011 adalah mewujudkan Garut sebagai Daerah Agribisnis dan Agroindustri. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut menyusun kebijakan dan program yang mendukung misi tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan di Kabupaten Garut pada saat ini adalah Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pencapaian peningkatan sasaran produksi pangan. Peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi, merupakan salah satu upaya dalam mengatasi persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut. Dominasi sektor pertanian terhadap struktur perekonomian makro Kabupaten Garut membuat program peningkatan produksi padi menjadi kebijakan yang sangat strategis bagi daerah yang bersangkutan. Keberhasilan program tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi pertanian, sehingga turut meningkatkan pendapatan petani dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani secara umum. Sasaran program tidak hanya sebatas meningkatkan produksi padi, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani sebagai pelaku utama dalam
4 proses produksi pertanian (Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, 2001 dan 2006). Sektor pertanian diharapkan akan menghasilkan multiplier effects dengan mendorong perkembangan
sektor-sektor
lainnya
yang
kemudian
bersama-sama
akan
meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi wilayah. Seiring dengan hal tersebut maka akan terjadi proses pengembangan wilayah. Data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, produksi padi Kabupaten Garut tidak mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan tujuan yang ingin dicapai dari Proksi Mantap. Proksi Mantap diduga tidak efektif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Untuk membuktikan dugaan tersebut dan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pelaksanaan Proksi Mantap, maka studi ini diarahkan pada penelitian keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut. Mengingat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten sebagai daerah unggulan pertanian tanaman pangan, diharapkan hasil evaluasi dapat menjadi bahan rekomendasi untuk pengembangan kebijakan pertanian di Kabupaten Garut.
1.2
Rumusan Persoalan Jika dilihat secara makro (PDRB dan proporsi tenaga kerja), struktur
perekonomian Kabupaten Garut masih didominasi oleh sektor pertanian (BPS, 2005). Oleh karena itu, perkembangan sektor pertanian diharapkan menjadi penggerak terciptanya proses pengembangan wilayah Kabupaten Garut. Pertanian tanaman pangan, khususnya padi, menjadi andalan dan potensial untuk berkembang. Upaya mengembangkan sektor pertanian telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut melalui pencanangan Proksi Mantap sejak tahun 2002. Fokus utama dari Proksi mantap adalah berusaha meningkatkan produksi padi. Peningkatan produksi padi dijadikan sebagai titik tolak kemajuan perekonomian wilayah. Produksi padi meningkat, sehingga pendapatan petani meningkat dan mendorong naiknya tingkat kesejahteraan petani (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006). Pada kenyataannya, produksi padi Kabupaten Garut selama tahun 2002 sampai dengan 2006 tidak menunjukkan peningkatan (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Proksi Mantap tidak efektif dalam mencapai tujuannya. Pengembangan sektor pertanian padi
5 yang menjadi basis ekonomi lokal terancam tidak tercapai jika peningkatan hasil produksi padi stagnan. Dengan potensi Kabupaten Garut sebagai daerah yang memiliki sentra produksi padi hampir di seluruh kecamatan dari total 42 kecamatan yang ada, perlu dievaluasi apakah Proksi Mantap yang selama ini dijalankan telah berjalan dengan baik dan menghasilkan keluaran yang optimal sesuai dengan tujuan dan sasarannya. Evaluasi ini penting sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam mengembangkan sektor pertanian melalui pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif. Sejalan dengan pendapat dari Patton (1980) bahwa kegiatan evaluasi tidak hanya menjawab pertanyaan apa yang terjadi, mengapa, bagaimana, tetapi juga menjawab apa yang sebaiknya harus dilakukan. Bertolak dari persoalan studi yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan studi yang diangkat adalah : Sejauh mana keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut dan apa rekomendasi untuk meningkatkan keefektifan program sejenis di masa mendatang ?
1.3
Tujuan dan Sasaran Studi Tujuan studi ini adalah mengevaluasi keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten
Garut, sedangkan sasarannya adalah : 1. Mengidentifikasi tujuan dan sasaran Proksi Mantap di Kabupaten Garut berdasarkan kebijakan, peraturan, dan dokumen resmi terkait yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut; 2. Menetapkan indikator dan tolok ukur keefektifan Proksi Mantap; 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan Proksi Mantap; 4. Merumuskan rekomendasi agar pelaksanaan program sejenis lebih optimal.
1.4
Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup studi terdiri atas ruang lingkup materi dan ruang lingkup
wilayah studi. 1.4.1 Ruang Lingkup Materi Sumberdaya lokal pertanian wilayah studi adalah pertanian padi. Dasar pemilihan program peningkatan produksi padi sebagai program yang akan dievaluasi karena hingga saat ini padi masih merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis mengingat :
6 1. Tingginya konsumsi beras Indonesia disertai kenyataan bahwa beras menyangkut penghidupan lebih dari separuh keluarga Indonesia (Rachbini, 2000 dalam Afandi, 2001). Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia secara rata-rata berdasarkan data konsumsi dan produksi beras mencapai 147,8 kilogram (Ellis, 1993 dalam Afandi, 2001). Padahal kebutuhan normal konsumsi beras bagi orang yang makanan pokoknya nasi adalah cukup sekitar 120 kilogran per kapita per tahun (Mears dan Moejono, 1982 dalam Afandi 2001). 2. Beras tidak saja menyangkut kebutuhan konsumen melainkan juga menyangkut kepentingan para petani sebagai produsennya. Menurut International Fund for Agricultural Development (IFAD) ternyata para petani adalah bagian terbesar dari penduduk miskin di Indonesia (Jazairy, Alamgir dan Panuccio, 1992 dalam Afandi, 2001).
Studi ini menekankan pada penilaian keefektifan program Proksi Mantap dalam meningkatkan produksi padi di Kabupaten Garut. Keefektifan tidak hanya fokus pada pencapaian angka target produksi padi, tetapi juga proses produksi yang berkelanjutan, sehingga kesejahteraan petani penting untuk dipertimbangkan. Lingkup materi studi meliputi : •
Kajian literatur mengenai konsep produksi padi dan metoda evaluasi kebijakan;
•
Kajian empirik dengan menganalisis data primer dan sekunder;
•
Evaluasi keefektifan proses produksi di wilayah studi dengan membandingkan antara kondisi yang terjadi di lapangan dan indikator evaluasi.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah yang akan dijadikan sebagai wilayah studi adalah Kecamatan Karang Pawitan, Kabupaten Garut. Adapun dasar penetapan wilayah studi tersebut adalah sebagai berikut : •
Kabupaten Garut adalah salah satu daerah unggulan pertanian di Jawa Barat berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat Tahun 2010. Subsektor pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan adalah tanaman padi.
7 •
Struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Dengan komposisi ini, Garut tergolong kabupaten yang berbasis pertanian. Subsektor pertanian yang menjadi andalan Kabupaten Garut, yaitu tanaman pangan, berpeluang dapat lebih mendorong roda perekonomian Garut khususnya.
•
Sesuai dengan arahan kegiatan Proksi Mantap, sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 telah dibentuk lima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan untuk pertanian tanaman pangan di Kabupaten Garut, yaitu Kecamatan Kadungora, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Karang Pawitan, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Balubur Limbangan. Kelima kecamatan tersebut termasuk dalam kelompok wilayah yang homogen berdasarkan keseragaman karakteristik masing-masing yang dimiliki, sehingga dimasukkan dalam cluster IV (RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2009). Keseragaman karakteristik yang dimaksud adalah aktivitas perdagangan dan jasa telah berkembang dengan baik,
sehingga laju pertumbuhan ekonominya relatif
berjalan dengan cepat. Wilayah ini memiliki komoditas unggulan dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Permasalahan pada kelompok wilayah ini adalah dukungan akses transportasi dinilai kurang memadai. •
Kecamatan Karang Pawitan yang dipilih sebagai wilayah studi karena telah ditetapkan
sebagai
daerah
percontohan
untuk
pengembangan
pusat
pertumbuhan pertanian padi, termasuk dalam kecamatan penghasil padi tertinggi di Kabupaten Garut. Kecamatan-kecamatan lain (Kecamatan Kadungora, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Balubur Limbangan) berada dalam cluster yang sama dengan Kecamatan
Karang
Pawitan.
Kecamatan
Karang
Pawitan
dapat
merepresentasikan cluster tersebut dan memenuhi kriteria sebagai wilayah studi sesuai tujuan yang hendak dicapai dalam studi ini.
Desa di Kecamatan Karang Pawitan tidak seluruhnya melaksanakan kegiatan dalam rancang bangun program. Oleh karena itu, pendekatan dasar evaluasi yang digunakan adalah membandingkan antara desa yang melaksanakan program secara penuh dan daerah yang tidak melaksanakannya (with and without comparison). Desa
8 yang melaksanakan program secara penuh dan dijadikan sebagai objek adalah Situjaya, sedangkan pembandingnya adalah Desa Situsari. Karakteristik kedua desa memiliki kesamaan antara lain merupakan daerah sentra produksi padi sawah, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani (80% rumah tangga kedua desa tersebut adalah rumah tangga tani) dan memiliki kondisi fisik yang relatif sama (topografi berupa dataran dan guna lahan bercorak perdesaan). Sedangkan untuk periode waktu yang dijadikan sebagai titik pengamatan adalah musim tanam tahun 2001 dan tahun 2007. Pengamatan pada kedua titik waktu yang berbeda tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan kondisi objek studi sebelum pelaksanaan program dan setelah pelaksanaan program. Pendekatan yang digunakan adalah before and after comparison. Kedua pendekatan yang disebutkan di atas dikombinasikan agar menghasilkan gambaran tentang pengaruh pelaksanaan Proksi Mantap dengan lebih jelas. Penjelasan lebih rinci mengenai pendekatan yang digunakan dalam studi ini akan dipaparkan pada bahasan metoda analisis pada Subbab 1.5.3
9
10 1.5
Metoda Penelitian Kajian yang dilakukan bersifat deskriptif. Dalam hal ini Proksi Mantap
dievaluasi agar dapat diketahui sampai sejauh mana keefektifannya dalam mencapai tujuan dan sasaran program berdasarkan indikator dan tolok ukur penilaian tertentu. Dunn (1994) menyatakan bahwa suatu kebijakan dapat dikatakan efektif apabila tujuan kebijakan tersebut dapat tercapai. Selain itu, keefektifan dapat ditinjau dari segi proses dan produk. Untuk menilai keefektifan Proksi Mantap, dilakukan evaluasi terhadap ketercapaian sasaran-sasaran program yang diinginkan. Dengan demikian, evaluasi keefektifan yang dilakukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada evaluasi by product. Agar dapat mencapai tujuan dan sasaran studi, pengumpulan data dan metoda analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1.5.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua jenis, yaitu data sekunder dan data primer. 1. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi pemerintah terkait, yaitu : Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, Kantor Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian dan Ketahanan Pangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut. Data yang diperoleh antara lain : gambaran umum wilayah, arahan kebijakan pemerintah pusat dan Pemda Garut dalam pengembangan pertanian padi, RTRW Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut, Renstra dan RPJMD Kabupaten Garut, kependudukan, tenaga kerja, infrastruktur wilayah, serta produksi padi Kabupaten Garut. 2. Data primer diperoleh melalui dua tahap, yaitu : •
Pada tahap pertama dilakukan wawancara semi terstruktur kepada responden yang memiliki pengetahuan tentang pertanian padi di Kabupaten Garut. Hal ini dilakukan untuk menemukenali pertanian padi secara makro dan arah kebijakan pengembangan pertanian padi di Kabupaten Garut. Narasumber yang dipilih berasal dari kalangan pejabat dari dinas terkait dan petani.
11 TABEL I.1 DAFTAR NARASUMBER WAWANCARA Nama
Lembaga
Jabatan
Yudi
Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan
Kasie
Hernawan
Ketahanan Pangan Kabupaten Garut
Pengembangan SDM
Oking H.
Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan
Kasie Tata Usaha
Ketahanan Pangan Kabupaten Garut Sri Hartati
Endang
Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan
Staf Bidang Padi
Kabupaten Garut
dan Palawija
Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Garut
Ketua
Gabungan Kelompok Tani Kecamatan Karang
Ketua
Solihin Ade S.
Pawitan, Kabupaten Garut Wawan Dani
•
Petani di Kecamatan Karang Pawitan, Kab. Garut
-
Pada tahap ke-2 dilakukan penyebaran kuesioner. Objek dari kuesioner adalah petani di Desa Situjaya dan Situsari, Kecamatan Karang Pawitan. Survei ini bertujuan untuk menilai keefektifan program berdasarkan indikator-indikator yang ditetapkan. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keefektifan program.
1.5.2
Pengambilan Sampel Pengambilan sampel yang dilakukan pada studi ini digunakan untuk
mengetahui: 1. Proses produksi padi dan arah kebijakan pertanian tanaman pangan secara umum di Kabupaten Garut. 2. Pelaksanaan proses produksi secara mikro, hasil yang dicapai dengan adanya intervensi program serta faktor-faktor yang mendukung dan/atau menghambat keefektifan program.
Sampel yang dipilih (lihat Tabel I.1) merupakan hasil dari purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dimaksud adalah peran atau posisi yang sedang diemban
12 oleh responden sehingga sampel mampu dan kredibel dalam pertanyaan yang diajukan. Penentuan jumlah sampel tidak ditentukan, melainkan berdasarkan pertimbangan kecukupan informasi atau redundancy (data telah jenuh sehingga penambahan sampel tidak akan memberikan informasi yang baru) (Budiyanto dan Yuniarto, 2006). Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pengisi kuesioner (petani) adalah teknik gugus bertahap. Teknik ini dapat digunakan untuk populasi yang letaknya sangat tersebar sehingga sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam populasi tersebut. Tahap pengambilan sampel meliputi : i.
Penentuan populasi dari desa yang terpilih. Populasi yang dipilih adalah rumah tangga tani. Dari 11 desa dan 1 kelurahan yang memenuhi kriteria sebagai wilayah studi, dipilih dua desa sentra produksi padi. Desa yang terpilih adalah Desa Situjaya dan Desa Situsari. Desa Situjaya mewakili desa program, yaitu desa yang melaksanakan program secara keseluruhan, sedangkan Desa Situsari mewakili desa nonprogram, yaitu desa yang tidak melaksanakan kegiatan program, untuk diperbandingkan satu sama lain. Berdasarkan data Potensi Desa Kabupaten Garut Tahun 2005, diketahui bahwa populasi untuk Desa Situjaya sebanyak 585 keluarga tani. Sedangkan populasi untuk Desa Situsari adalah 577 keluarga tani.
ii.
Penentuan jumlah sampel dari populasi. Dari jumlah populasi keluarga tani di desa-desa terpilih, ditentukan jumlah sampel yang akan dipilih melalui random sampling. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil, dengan menggunakan rumus Slovin (dalam Sitanggang, 2002) adalah :
n = N/{(N.d²) + 1} n = jumlah sampel minimum N = populasi dari dua desa d = tingkat reabilitas (100% - d = tingkat kepercayaan) Dengan tingkat kepercayaan sebesar 83%, maka d = 17% Jumlah sampel untuk Desa Situjaya adalah : 585/{(585.17%²)+1} = 32,67 sampel. Jumlah sampel untuk Desa Situsari adalah : 577/ {(577.17%²)+1 = 32,22 sampel.
13 Pada saat pelaksanaan survei, jumlah responden yang diambil sebanyak 35 petani untuk masing-masing desa, sehingga jumlah total sampel adalah 70 petani. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi jumlah minimal sampel yang harus diambil dari populasi sebagaimana hasil perhitungan tersebut.
1.5.3
Analisis Pendekatan dasar evaluasi yang digunakan meliputi (Purdon, Lessof,
Woodfield, and Bryson. Research Methods for Policy Evaluation, 2001) : •
Pendekatan before and after comparison, yaitu membandingkan kondisi objek yang diteliti sebelum dan setelah pelaksanaan program untuk melihat perbedaan pengukuran (difference measurements) antara kedua titik waktu tersebut. “In a standard before-after study, outcomes will be measured on the population eligible for a programme both before the programme is implemented and after. The difference between the before and after measurements is taken to be the impact of the policy. (In this instance, the ‘before’ – or ‘baseline’ – measurements act as the control measurements.)” “Typically outcomes are measured at just one point in time before programme implementation and at one point in time after implementation.” (Purdon dkk, 2001) Proksi Mantap sendiri dimulai sejak tahun 2002, sehingga kondisi yang dibandingkan adalah pada tahun 2001 dan tahun 2007. Before and after comparison sering digunakan sebagai tambahan (supplement) bagi pendekatan evaluasi lainnya.
•
Pendekatan with and without comparison, yaitu membandingkan kondisi dua objek yang mendapat perlakuan berbeda. Perlakuan yang dimaksud adalah ada atau tidak adanya intervensi program. Satu objek yang mendapat perlakuan/intervensi tertentu dari kegiatan-kegiatan program dibandingkan dengan objek lain yang tidak mendapat perlakuan program sebagai kontrol atau pembanding. Purdon dkk (2001) juga menyatakan bahwa kedua pendekatan di atas dapat
dikombinasikan dan menghasilkan gambaran tentang dampak pelaksanaan kebijakan
14 dengan lebih baik. Hasil kombinasi dari kedua pendekatan tersebut dikenal dengan pendekatan difference-in-differences. “…two groups are compared both before and after a programme or policy is implemented. Typically the two groups will be participants and non-participants from the same eligible population, but the two groups could be the eligible population and some other population (which might be the eligible population from a control area). In all cases, one group represents the ‘intervention group’ and the second is the ‘control group’.” “The idea behind the approach is that two measures of change over time (i.e. ‘differences’) are calculated - one for the intervention group and one for the control group. The difference for the control group gives an estimate of the change over time that would have happened if the programme had not been introduced (i.e. it measures ‘natural’ change). The difference for the intervention group is a measure of this ‘natural’ change plus change due to the introduction of the programme.” “…the difference between the intervention and control group after the implementation of the policy minus the difference between the groups before the intervention of the policy.” (Purdon dkk, 2001) Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji dokumen-dokumen formal program peningkatan produksi padi untuk memahami tujuan dan sasaran yang hendak dicapai melalui pelaksanaan program, serta memahami operasionalisasi pelaksanaannya di lapangan, 2. Menetapkan indikator dan tolok ukur penilaian dari hasil kajian dokumen program dan dilengkapi dengan konsep pertanian padi dari hasil kajian literatur, sehingga tersusun indikator dan tolok ukur keefektifan program dalam mencapai tujuan dan sasarannya, 3. Mengidentifikasi proses dan hasil pelaksanaan program di lapangan sebagai bahan untuk penilaian keefektifan program, 4. Mengevaluasi keefektifan program berdasarkan ketercapaian indikator dan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengidentifikasi faktorfaktor yang turut mempengaruhinya, baik faktor yang menghambat maupun faktor yang mendukung keefektifan program.
15 Metoda analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metoda kuantitatif dan
kualitatif.
Teknik
analisis
kuantitatif
digunakan
sebagai
alat
untuk
mendeskripsikan secara proporsional data primer dari hasil perolehan survei. Sedangkan untuk menganalisis data primer hasil wawancara digunakan metoda kualitatif. Metoda kualitatif akan memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menemukan persoalan secara mendalam dan detail (Patton, 1986).
1.6
Sistematika Pembahasan Studi ini dibagi dalam beberapa bagian dan disistematisasikan sebagai berikut:
BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas mengenai peranan pertanian dalam pengembangan wilayah, tinjauan teori tentang metoda evaluasi dan indikator dalam penilaian keefektifan program peningkatan produksi padi.
BAB 3 GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT Bab ini membahas gambaran umum pertanian padi di Kabupaten Garut, khususnya menyangkut proses produksi, arah kebijakan dan mekanisme pelaksanaan program di lapangan.
BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini membahas tentang penilaian keefektifan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut berdasarkan tingkat ketercapaian indikator-indikator keefektifannya dan identifikasi faktor pendukung serta penghambat keberhasilan program.
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada Bab 5 ini terdapat kesimpulan dari hasil studi yang telah dilakukan dan rekomendasi sebagai masukan dalam pelaksanaan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut.
16 GAMBAR 1.2 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah andalan sektor pertanian di Jawa Barat berdasarkan RTRW Jabar Tahun 2011, khususnya subsektor tanaman pangan
Latar belakang studi
Pencanangan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut (Proksi Mantap)
Produksi padi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak awal implementasi Proksi Mantap. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Proksi Mantap tidak berjalan secara efektif
Rumusan Persoalan
Belum dilakukan evaluasi keefektifan Proksi Mantap agar menjadi masukan dalam pelaksanaan program sejenis
Tujuan Studi
Mengevaluasi keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut
Penentuan indikator beserta tolok ukur penilaian
Studi literatur dan dokumen program
Membandingkan antara indikator dan tolok ukur dengan kondisi di lapangan sebelum implementasi program dan setelah implementasi program (before and after comparison) di desa program dan desa nonprogram (with and without comparison) untuk menilai keefektifan program
Kajian faktor yang mempengaruhi keefektifan Proksi Mantap
Metoda analisis deskriptif
Statistik deskriptif dan analisis kualitatif Analisis
• •
Keefektifan Proksi Mantap dalam mencapai tujuan dan sasarannya Faktor yang mempengaruhi keefektifan program
Kesimpulan dan Rekomendasi
Temuan Studi
17