BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak usia dini pada hakikatnya merupakan anak yang berusia 0-6 tahun yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental yang paling pesat. Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan (Depdiknas, 2007: 39). Aspek-aspek perkembangan anak usia dini yang dikembangkan melalui PAUD meliputi fisik-motorik, intelektual, moral, emosional, sosial, bahasa dan kreatifitas (Suyanto, 2005: 50). Salah satu aspek penting untuk dikembangkan adalah aspek perkembangan motorik. Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang berkoordinasi (Hurlock, 2009: 150). Perkembangan motorik meliputi pekembangan motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar merupakan gerakan yang menggunakan otot-otot besar seperti berjalan, berlari, melompat dan lain sebagainya. Sedangkan motorik
1
halus merupakan gerakan yang menggunakan otot-otot halus seperti menulis, melipat, menggunting dan lain sebagainya (Suyanto: 2005: 51). Berbagai kemampuan yang dimiliki anak usia dini dalam menggunakan otot-otot fisiknya baik otot halus maupun otot kasar dapat menimbulkan rasa percaya diri pada anak bahwa anak mampu menguasai kemampuan motorik. Kemampuan motorik yang berbeda memainkan peran yang berbeda dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak, karena kemampuan motorik ini memiliki dua fungsi yaitu membantu anak untuk memperoleh kemandiriannya dan untuk membantu mendapatkan penerimaan sosial (Syaodih, 2005: 31). Anak harus mampu mempelajari dan menguasai keterampilan motorik yang memungkinkan anak mampu melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri untuk mencapai kemandirian. Kemampuan ini meliputi kemampuan makan, memakai baju, mandi dan merawat diri sendiri. Sedangkan untuk mendapatkan penerimaan sosial anak dituntut untuk mampu melakukan berbagai kemampuan seperti membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah seperti keterampilan sekolah, menguasai keterampilan sekolah seperti menggambar, melukis, menari, meronce atau anak juga mampu melakukan kemampuan yang berkaitan dengan aktivitas bola, memanjat atau melempar (Syaodih, 2005: 31). Berbagai kemampuan motorik halus tersebut selayaknya dikuasai anak pada masa kanak-kanak karena pada diri anak akan terbentuk rasa percaya diri, memiliki sifat mandiri dan mendapatkan penerimaan dari teman-teman sebayanya sebaliknya jika anak tidak mampu menguasai keterampilan
2
motorik halus tersebut maka anak akan cenderung untuk merasa putus asa, tidak percaya diri, merasa diri tidak bisa melakukan apa-apa yang pada akhirnya dapat membentuk penyesuaian sosial dan pribadi yang buruk (Syaodih, 2005: 31-32). Upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk meningkatkan kemandirian anak adalah melalui kemampuan motorik halus anak. Anak perlu mendapatkan kesempatan untuk menggunakan kemampuan motorik halus. Tantangan bagi guru atau pendidik adalah menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif bagi proses perkembangan kemampuan motorik halus anak. Kemampuan motorik halus anak dapat dilakukan melalui kegiatan yang menyenangkan yang dinyatakan sebagai wahana bagi anak yaitu bermain (Direktorat PAUD, 2006: 5). Kurniati (2008: 11) bermain merupakan wahana belajar bagi anak, karena selain merupakan kegiatan yang menyenangkan, melalui bermain anak juga
dapat
mengungkapkan
gagasan-gagasan
secara
bebas
dalam
hubungannya dengan lingkungan. Kegiatan bermain dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan pada sistem motorik halusnya. Keterampilan motorik halus anak dapat menumbuhkan kemandirian pada anak. Anak belajar untuk memahami dan mengungkapkan dunianya baik dalam taraf berpikir maupun perasaan serta kesempatan dalam merasakan objek-objek dan tantangan untuk menemukan sesuatu hal dengan
3
cara-cara baru sehingga baik secara langsung ataupun tidak langsung kemandirian anak akan terbentuk. Berdasarkan hasil observasi penulis, tepatnya pengamatan yang penulis lakukan dalam proses pembelajaran di TK Lebah Putih Salatiga diperoleh hasil bahwa kemampuan motorik halus anak di TK Lebah Putih Salatiga cenderung masih belum terstimulasi secara optimal. Sebagian besar anak belum maksimal melakukan gerakan motorik halus seperti mempergunakan kedua tangan untuk mengerjakan tugas, memegang benda dengan satu tangan dan menggunakan guntung untuk memotong bentuk-bentuk sederhana, melipat sederhana, meremas, mencetak, memilin dan kegiatan yang memerlukan keterampilan motorik halus lainnya. Hal ini disebabkan kurangnya kemandirian pada anak. Anak cenderung bergantung pada guru dalam melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan motorik halus sehingga kemandirian anak juga menjadi tidak maksimal. Selain itu terdapat beberapa anak yang sering mendapat bantuan dari teman sebelahnya dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan motorik halus. Hal ini didukung juga oleh hasil interview dengan guru TK Lebah Putih Salatiga yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, banyak anak yang baru menyelesaikan pekerjaannya setelah dibantu oleh teman ataupun guru sendiri. Mereka cenderung berbuat sesuka sendiri dan tidak mengikuti petunjuk guru. Kemudian setelah didekati dan dibimbing secara individual baru mereka menyelesaikan pekerjaan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
4
kemandirian anak belum optimal karena terdapat kecenderungan bergantung pada orang yang berada di sekelilingnya. Dalam proses belajar di sekolah juga demikian, sebenarnya anak mampu untuk menyelesaikan pekerjaan sendiri namun terkadang anak memilih untuk menunggu bantuan dari orang lain. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan Kemandirian Melalui Keterampilan Motorik Halus Siswa Kelas A TK Lebah Putih Salatiga Tahun Pelajaran 2014/2015”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat di rumuskan “Bagaimana Peningkatan Kemandirian Melalui Keterampilan Motorik Halus Siswa Kelas A TK Lebah Putih Salatiga Tahun Pelajaran 2014/2015?”.
1.3 Tujuan Penelian Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
mengetahui
Peningkatan
Kemandirian Melalui Keterampilan Motorik Halus Siswa Kelas A TK Lebah Putih Salatiga Tahun Pelajaran 2014/2015.
5
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya pendidikan anak usia dini tentang kemandirian dan perkembangan motorik halus anak. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi guru: dapat meningkatkan kreativitasnya dalam menumbuhkan kemandirian anak melalui keterampilan motorik halus. b. Bagi sekolah: dapat meningkatkan sarana prasarana dalam rangka peningkatan kemandirian anak melalui keterampilan motorik halus anak.
6