ASESMEN KEKUATAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG Studi Kasus : Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali Structural Strength Assessment of Building Case Study : Emergency Unit Building and Administration of District Banyudono Hospital in Boyolali Regency
TESIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Magister Teknik Sipil
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL MAGISTER TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL
Disusun Oleh :
TUTIK WINARSIH, ST S940908113 PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN TESIS
ASESMEN KEKUATAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG Studi Kasus : Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali
Disusun oleh : TUTIK WINARSIH, ST S940908113
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing : Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I
: Ir. A. P. Rachmadi, MSCE, Ph.D NIP 131 791 749 / 19590320-198803-1-002
…………….........
……………
: Ir. Mukahar, MSCE. NIP 131 476 675 / 19541004-198503-1-001
…………….........
……………
Pembimbing II
Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 131 476 674
ASESMEN KEKUATAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG Studi Kasus : Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali TESIS
Disusun oleh :
TUTIK WINARSIH, ST S940908113 Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Tesis Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada hari , tanggal Pebruari 2010 Tim Penguji: Jabatan Ketua
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Ir. Ary Setyawan, M.Sc(Eng), Ph.D NIP 132 134 685 / 19661204-199512-1-001
............
.............
Stefanus Adi Kristiawan, ST, M.Sc,Ph. D NIP 132 134 682 / 19690501-199512-1-001
............
.............
Ir. A. P. Rachmadi, MSCE, Ph.D NIP 131 791 749 / 19590320-198803-1-002
............
.............
Ir. Mukahar, MSCE. NIP 131 476 675 / 19541004-198503-1-001
............
.............
Mengetahui, Direktur Program Pasca Sarjana UNS
Prof. Drs. Suranto, MSc, Ph.D NIP. 131 472 192 / 19570820-198503-1-004
Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS NIP. 131 476 674 / 19480422-198503-2-001
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: TUTIK WINARSIH
NIM
: S940908113
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul:
Asesmen Kekuatan Struktur Bangunan Gedung (Studi Kasus : Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, tertulis dalam tesis tersebut, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari gelar tersebut.
Surakarta,
Pebruari 2010
Yang membuat pernyataan,
Tutik Winarsih
UCAPAN TERIMA KASIH Dengan mengucap syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Asesmen Kekuatan Struktur Bangunan Gedung (Studi Kasus Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali)” dapat diselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (PUSBIKTEK), Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum yang telah memberikan beasiswa pendidikan kepada penulis.
2.
Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa tengah, yang telah memberikan tugas ijin tugas belajar kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
3.
Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS., selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Ir. Ary Setyawan, M.Sc (Eng), Ph.D., selaku Sekretaris program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan saran kepada penulis.
6.
Ir. A. P. Rachmadi, MSCE, Ph.D, selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusunan tesis ini.
7.
Ir. Mukahar, MSCE., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan penyusun tesis ini.
8.
Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak membantu penulis selama menempuh perkuliahan.
9.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan Perhubungan dan Kebersihan Kabupaten Boyolali (Ir. Djoko Sujono, MM.) , atas segenap bantuan dan usaha beliau dalam memberikan support kepada penulis selama mengikuti perkuliahan serta perjuangan beliau sehingga penulis akhirnya bisa mendapatkan ijin tugas belajar.
10. Kepala Seksi Bangunan dan Permukiman serta Kepala Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Pertambangan Perhubungan dan Kebersihan Kabupaten Boyolali yang telah memberikan kebijakan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. 11. Suamiku tercinta, Zufron Asropi Tunggul Nirbaya, S. Sos. Atas segala curahan kasih sayang dan supportnya kepada penulis selama ini. 12. Keluarga besar Darso Suprapto di Boyolali dan Cik Amah Ibrahim di Bandar Lampung atas segala curahan kasih sayang dan iringan do’anya di setiap langkah dan waktu penulis selama ini. 13. Teman-teman MTRPBS Angkatan 2008-PU atas
kerja
sama
dan semangat
kebersamaannya. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga bantuan yang telah bapak dan ibu berikan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Penulis
ABSTRAK ASESMEN KEKUATAN STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG Studi Kasus : Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali Oleh:
Tutik Winarsih NIM: S940908113 Kondisi bangunan Unit Gawat Darurat (UGD) dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono Kabupaten Boyolali mengalami retak struktur yang menyebar ke keseluruhan struktur bangunan. Retak tersebut secara visual terlihat adanya lendutan pada balok struktur, hal ini dikhawatirkan bangunan sudah tidak aman lagi sesuai fungsinya. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan sisa, nilai defleksi, dan interstory drift pada komponen struktur bangunan serta mengetahui tingkat keamanan struktur pada kondisi eksisting bangunan. Tahapan asesmen yang digunakan yaitu tahapan asesmen awal dan asesmen detail. Tahapan analisis dilakukan terhadap kondisi kekuatan komponen struktur. Proses asesmen dilakukan melalui pengujian lapangan dan laboratorium. Pengujian di lapangan menggunakan peralatan Schmidt Rebound Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocitymeter untuk mengetahui kuat tekan beton; Theodolite, Waterpass, dan meteran untuk pengukuran geometris bangunan; Microcrackmeter untuk mengetahui lebar dan kedalaman retakan; dan Rebar Locator/R-bar meter serta Kaliper/Jangka Sorong untuk mengetahui jumlah dan diameter baja tulangan terpasang. Pengujian di laboratorium untuk uji tarik baja tulangan terpasang. Analisis data menggunakan progam SAP 2000 v14.0.0 Advanced. Hasil penelitian yang dilakukan di Lapangan dan di Laboratorium menunjukkan bahwa kualitas beton pada bangunan gedung ini bervariasi antara 12,5-20 MPa, tegangan leleh baja tulangan pokok 330 MPa dan tulangan sengkang 240 MPa. 82% portal balok melebihi batas lendutan maksimum. Nilai interstory drift terbesar 39,97 mm. Ditinjau dari kekuatan struktur kondisi pembebanan finishing pada balok lantai 2 diketahui beberapa portal tidak kuat terhadap lentur dan geser, sehingga direkomendasikan adanya perkuatan struktur pada balok.
Kata Kunci : asesmen, pengujian, kekuatan sisa, analisis struktur, perkuatan.
ABSTRACT STRUCTURAL STRENGTH ASSESSMENT OF BUILDING Case Study : Emergency Unit Building and Administration
of District Banyudono Hospital in Boyolali Regency By:
Tutik Winarsih NIM: S940908113 Condition of building in Emergency Unit Building and Administration of District Banyudono Hospital in Boyolali Regency undergo structure cracked that spread into the whole building structure and visually (preliminary assessment) it is seen from the sag in the structural beam, so that is worried that the building is not save to fulfill its function. This thesis has aim to find out the residual stress, deflection check, and interstory drift of component of building structure then to find out the safety level in building existing condition. The assessment stages are preliminary assessment and detail assessment. Analysis method is done toward the structural component strength condition. The assessment process is done with field and laboratory examination. In detail assessment, the test in the field uses Schmidt Rebound Hammer Test and Ultrasonic Pulse Velocitymeter to find out the concrete pressure strength; Theodolite, Waterpass, and gauge for building geometrical measurement; Microcrackmeter to find out the width and depth of cracked and Rebar Locator/R-bar meter as well as Caliper/Vernier Caliper to find out the number and diameter of reinforced concrete that is installed. The testing in laboratory is done for installed reinforced concrete pulling test. Data analysis used SAP 2000 v14.0.0 Advanced program. The result of the research done in the field and in laboratory shows that the concrete quality in the building plan in various that is beetwen 12.5 – 20 MPa, main yield strains of reinforced concrete is 330 MPa and stirrups reinforced is 240 MPa. 82% of portal beams deflected more than maximum deflection recognized. It has the biggest interstory drift value around 39,97 mm. Viewed from structural strength at condition of finishing load, second floor beam is said several portals is not enough in strength of flexural moments and shear loads, so it is recommended that the beam structure had to strengthening immediately.
Keywords : assessment, examination, residual stress, structural analysis, strengthening
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Asesmen Kekuatan
Struktur Bangunan Gedung (Studi Kasus Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali)”. Tesis ini sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Pasca Sarajana pada bidang keahlian Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tesis ini mengangkat permasalahan tentang asesmen kekuatan struktur pad bangunan gedung dengan mengambil studi kasus pada Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali, sehingga dapat diketahui penyebab kerusakannya serta alternatif desain yang tepat untuk menangani kerusakan struktur bangunan gedung tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tesis tersebut. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan pengetahuan bagi para pembaca.
Surakarta,
Pebruari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman Judul ....................................................................................................................
i
Halaman Persetujuan Tesis …………………………………….………………..................
ii
Halaman Pengesahan ..........................................................................................................
iii
Surat Pernyataan ...................................................................................................................
iv
Ucapan Terima Kasih ............................................................................................................
v
Abstrak ..................................................................................................................................
vii
Abstract .................................................................................................................................
viii
Kata Pengantar ......................................................................................................................
ix
Daftar Isi ................................................................................................................................
x
Daftar Tabel ..........................................................................................................................
xiii
Daftar Gambar .......................................................................................................................
xv
Daftar Notasi .........................................................................................................................
xvi
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN ...............................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………...
1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………………..
3
1.3. Batasan Masalah ……………………………………………………….
4
1.4. Tujuan Penelitian ………………………………………………………
5
1.5. Manfaat Penelitian …………………………………………………......
5
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ……………………………..
7
2.1. Kajian Pustaka ……………………………………………………………..
7
2.2. Landasan Teori …………………………………………………………….
10
2.2.1. Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan ………………………………….
10
2.2.2. Beban dan Kombinasi Gaya Pembebanan yang Bekerja pada Bangunan
15
2.2.3. Identifikasi Kerusakan pada Beton ……………………………………...
18
2.2.4. Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Layan ………………..
23
2.2.5. Analisis Kapasitas Komponen Struktur …………………………………
25
2.2.6. Ketentuan Perancangan Bangunan Tahan Gempa Untuk Gedung ............
29
2.2.7. Kinerja Struktur .........................................................................................
35
2.2.8. Metode dan Material Perkuatan ................................................................
36
2.2.9. Jenis-jenis Material pada Material Perbaikan ...........................................
38
METODOLOGI PENELITIAN ………………………………………………..
45
3.1. Lokasi Penelitian …………………………………………………………..
45
3.2. Data Umum Bangunan ……………………………………………………
46
3.3. Alur Penelitian ……………………………………………………………..
46
3.4. Peralatan Penelitian ………………………………………………………..
49
3.4.1. Pengujian Lapangan ……………………………………………………..
49
BAB IV
BAB V
3.4.2. Pengujian di Laboratorium ………………………………………………
54
3.5. Standart Acuan Kelaikan Struktur Rangka Beton Bertulang ……………...
55
3.5.1. Peraturan dan Standart Acuan yang Digunakan …………………………
55
3.5.2. Bahan Struktur …………………………………………………………...
56
3.5.3. Faktor Reduksi Kekuatan ………………………………………………..
56
3.5.4. Analisis Struktur Portal Beton Bertulang Tiga Dimensi ………………...
56
3.5.5. Evaluasi Kelaikan/Keamanan Elemen Struktur …………………………
57
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...
58
4.1. Data Hasil Field Investigation ……………………………………………..
58
4.1.1. Data Pengamatan Visual / Visual Check ………………………………...
58
4.1.2. Data Deflection Check …………………………………………………...
59
4.1.3. Data Crack Pattern ………………………………………………………
60
4.1.4. Data Geodetic / Geometric ………………………………………………
61
4.1.5. Data Geotechnic …………………………………………………………
67
4.1.6. Data Material Quality …………………………………………………...
67
4.2. Analisa Pembahasan Kualitatif (Qualitative Matter) ……………………...
70
4.3. Analisa Pembahasan Kuantitatif …………………………………………..
71
4.3.1. Analisa Pembebanan …………………………………………………….
71
4.3.2. Kombinasi Pembebanan …………………………………………………
72
4.3.3. Analisa Struktur ……………………………………………………….....
73
4.3.4. Evaluasi Kekuatan Kolom Struktur ……………………………………...
74
4.3.5. Evaluasi Kekuatan Balok Struktur ………………………………………
76
4.3.6. Kontrol Struktur Gedung ………………………………………………...
78
4.3.7. Story Drift for Momen Frame (DR) ……………………………………..
80
4.3.8. Pengecekan Tegangan Geser Kaki Kolom ………………………………
82
4.2.9. Alternatif Rekomendasi Perkuatan ………………………………………
84
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………...
87
5.1. Kesimpulan ………………………………………………………………...
88
5.2. Saran ………………………………………………………………………. Daftar Pustaka .......................................................................................................................
xviii
Daftar Lampiran ....................................................................................................................
xx
DAFTAR TABEL Tabel
2.1.
Lendutan Izin Maksimum .......................................................................
22
Tabel
2.2.
Faktor Reduksi Kekuatan untuk Desain ..................................................
24
Tabel
2.3.
Faktor Reduksi Kekuatan untuk Evaluasi ...............................................
24
Tabel
2.4.
Faktor Keutamaan ( I ) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan .
30
Tabel
2.5.
Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor
36
modifikasi respons Rm, dan faktor kuat cadang struktur, Ω0 ...........................
31
Tabel
2.6.
Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur ...
33
Tabel
3.1.
Arah Pengujian Schmidt Rebound Hammer Test ...................................
50
Tabel
4.1.
Hasil Pengamatan Visual Secara Keseluruhan ........................................
58
Tabel
4.2.
Nilai Lendutan Maksimum Balok Struktur Eksisting dikaitkan dengan Nilai Lendutan Maksimum yang Diijinkan .............................................
59
Tabel
4.3.
Data-data Geometris Elemen Kolom Struktur ........................................
61
Tabel
4.4.
Data-data Geometris Elemen Balok Struktur ..........................................
62
Tabel
4.5.
Tabel Ketidaktepatan Sumbu Kolom/Interstory Drift (Δδ).....................
66
Tabel
4.6.
Kuat Tekan Beton pada Masing-masing Elemen/Komponen Struktur ...
68
Tabel
4.7.
Batasan Kecepatan Rambat untuk Homogenitas Beton ..........................
69
Tabel
4.8.
Hubungan Antara Kecepatan Rambat Gelombang dengan Kualitas Beton .......................................................................................................
69
Tabel
4.9.
Hasil Pengujian Kuat Leleh Baja Tulangan ............................................
70
Tabel
4.10.
Qualitative Matter dalam Assessment .....................................................
70
Tabel
4.11.
Berat Total Gravitasi Gedung Kondisi Eksisting ....................................
71
Tabel
4.12.
Berat Total Gravitasi Gedung Kondisi Finishing ....................................
72
Tabel
4.13.
Beban Aksial Maksimum Kolom Kondisi Eksisting .............................
75
Tabel
4.14.
Beban Geser Maksimum Kolom Kondisi Eksisting ..............................
75
Tabel
4.15.
Beban Aksial Maksimum Kolom Kondisi Finishing .............................
75
Tabel
4.16.
Beban Geser Maksimum Kolom Kondisi Finishing ..............................
76
Tabel
4.17.
Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung arah x ................................................................
Tabel
4.18.
Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung arah x ................................................................
Tabel
4.19.
79
79
Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung berdasarkan data hasil pengukuran geometris ..
80
Tabel
4.20.
Tabel drift indeks/ drift ratio(DR) Hasil Perhitungan SAP2000 .............
81
Tabel
4.21.
Tabel drift indeks/ drift ratio(DR) Hasil Pengukuran Lapangan .............
82
DAFTAR GAMBAR 1.1.
Bangunan gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali .............................. 2
1.2.
Berbagai tingkat kerusakan pada balok struktur yang terjadi pada Lokasi penelitian ..................................................................................
1.3.
2.1.
2
Macam keretakan pada masing-masing elemen/komponen struktur bangunan ..............................................................................................
4
Jenis-jenis Retak Struktural Akibat Pembebanan ................................
20
2.2. (b)
Scaling ..................................................................................................
21
2.2. (c)
Popout ..................................................................................................
21
2.3.
Distribusi Tegangan dan Regangan Penampang Tulangan Tunggal ...
25
2.4.
Respons spektrum gempa rencana .......................................................
32
2.5.
Simpangan horisontal ...........................................................................
35
3.1.
Peta Kabupaten Boyolali ......................................................................
45
3.2.
Lokasi Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ...........................................
45
3.3.
Diagram Alur Penelitian ....................................................................... 49
3.4.
Grafik pembacaan Schmidt Rebound Hammer Test ............................. 50
3.5.
Peralatan Schmidt Rebound Hammer Test ...........................................
51
3.6.
Peralatan UPV (Ultrasonic Pulse Velocitymeter) ................................
51
3.7.
Penggunaan alat Theodolith dan Waterpass untuk pengukuran geometris bangunan .............................................................................. 52
3.8.
Penggunaan alat microcrackmeter di lapangan .................................... 52
3.9.
Peralatan Rebar Locator/Profometer ...................................................
3.10.
Metode pelaksanaan Rebar Locator/Profometer di lapangan .............. 54
3.11.
Penggunaan alat kaliper di lapangan ....................................................
54
3.12.
Peralatan UTM (Universal Testing Machine) ......................................
55
4.1.
Ilustrasi pola keretakan pada balok struktur yang mengarah pada keretakan lentur murni .........................................................................
53
61
4.2.
Potongan Penampang Struktur Bangunan dari Arah Utara .................. 64
4.3
Potongan Penampang Struktur Bangunan dari Arah Timur ................. 66
4.4.
Analisa Struktur Menggunakan Program SAP2000 v14.0.0 Advanced 74
DAFTAR NOTASI Ag
adalah luas bruto penampang, mm2
As
adalah luas tulangan tarik non-prategang, mm2
a
adalah tinggi blok tegangan persegi ekuivalen, mm
b
adalah lebar efektif flens muka tekan komponen struktur, mm
bw
adalah lebar badan, mm
D
adalah beban mati, atau momen dan gaya-gaya dalam yang berhubungan dengan
beban tersebut d
adalah jarak dari serat tekan terluar ke pusat tulangan tarik, mm
d’
adalah luas tulangan tarik non-prategang, mm2
E
adalah pengaruh beban gempa, atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya
Ec
adalah modulus elastisitas beton, MPa
Es
adalah modulus elastisitas tulangan, MPa
f’c
adalah kuat tekan beton yang disyaratkan, MPa
fy
adalah kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan non-prategang, MPa
H
adalah beban akibat berat dan tekanan tanah, air dalam tanah, atau material lainnya, atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya
h
adalah tebal total komponen struktur, mm
L
adalah beban hidup, atau momen dan gaya-gaya dalam yang berhubungan dengan beban tersebut
Mn
adalah kuat momen nominal pada suatu penampang, N-mm
Mu
adalah momen terfaktor pada penampang, N-mm
Pn
adalah kuat beban aksial nominal pada eksentrisitas yang diberikan, N
Pu
adalah kuat beban aksial perlu pada eksentrisitas yang diberikan, N
R
adalah beban hujan, atau momen dan gaya kolom yang berhubungan dengannya
s
adalah spasi tulangan transversal diukur sepanjang sumbu longitudinal komponen struktur, mm
U
adalah kuat perlu untuk menahan beban terfaktor atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya
W
adalah beban angin, atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengannya
Vc
adalah kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton, N
Vn
adalah kuat geser terfaktor pada penampang
Vu
adalah gaya geser terfaktor pada penampang, N
Δmaks
adalah defleksi maksimum terukur, mm
ρ'
adalah rasio tulangan non-prategang
Ø
adalah faktor reduksi kekuatan
DAFTAR PUSTAKA American concrete Institute (ACI), Control of Deflection in Concrete Structure, ACI 435R95, Detroid, Mich. Anonim, Standar Nasional Indonesia Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002, Bandung, Direktorat Penyelidik Masalah Bangunan, Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2002. Anonim, Standar Nasional Indonesia Peraturan Pembebanan Indonesia untuk rumah dan Gedung SNI 03-1727-19, Jakarta, Dewan Standarisasi Nasional, 1989.
Federal Emergency Management Agency (FEMA), Handbook for the Seismic Evaluation of Buildings – A Prestandart, FEMA 310, Januari 1998. Dicky Rezady Munaf, F.T. Siahaan, J.T. Mijarsa, Tony Yoko, J.H. Simanjuntak, H.N. Nurjaman, Sjafei Amri, M Ridwan, Amir Partowiyatmo, Hari M. Santosa, Hartono, Handoko, Dennis Roeland Royce Lee & Jonbi, Concrete Repair & Maintenance, Jakarta, John Hi-Tech Idetama, 2003. Edward G. Nawy, Bambang Suryoatmono, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Bandung, Eresco, 1990. Ehsani, Flexural Strengthening of Reinforced Concrete Beam With Carbon Fiber Sheet Plastic, Journal of structural Engineering, July 1997/903 Hartono dan Hari Santoso, Perkuatan Struktur Beton Dengan FRP, Concrete Repair & Maintenance, Jakarta, Yayasan John Hi-tech Iditama, Edisi pertama, 2003. Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1999. Imran, S. Darmawan, I. Sulaiman, C. Lie, Aryantho, Assessment and Repair/Strengthtening of a Settlement Damaged Office Building, Proceeding of 1st International Conference on Rehabilitation and Maintenance in Civil Engineering (ICRMCE), Solo, Maret 2009. Kambiz Narmashiri & Mohd Zamin Jumaat, Comparison Between 2D and 3D Computer Modeling for Flexural Rehabilitation of Steel Structures With HM-CFRP and Steel Sheets, Proceeding of 1st International Conference on Rehabilitation and Maintenance in Civil Engineering (ICRMCE), Solo, Maret 2009. Kardiyono Tjokrodimuljo, Teknologi Beton, Yogyakarta, Nafri, 1996. Lam, L., & Teng, J. G., Design-oriented Stress-strain Models for FRP-confined Concrete in Rectangular Columns, Journal of Reinforced Plastics and Composites, Sage Publications, 2003. Nabil A.B. Yehia & Mashhour Ghoneim, Research Work at Cairo University on The Use of FRP in Structural Engineering, Journal of Structural Engineering, Cairo, 2005 Nawy, E. G. (alih bahasa: Bambang Suryoatmono), Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Bandung, PT. Refika Aditama, 1998. Park and Paulay, Reinforced Concrete Structures, London, John Wiley & Son, 1975.
Paul Nugraha dan Antoni, Teknologi Beton Dari Material, Pembuatan, ke Beton Kinerja Tinggi, Surabaya, Andi, 2007. Purwanto, Tesis Rehabilitasi Kolom Beton Bertulang Studi Kasus: Proyek Palur Plaza, Surakarta, 2009. Rezady Munaf, Diagnosa dan perbaikan untuk peningkatan Kinerja struktur Beton, Concrete Repair & Maintenance, Jakarta, Yayasan John Hi-tech Iditama, Edisi pertama, 2003. Rosyid K. R, Tesis Assessment Struktur Atas Gedung Timbul Jaya Plaza Kota Madiun Akibat Alih Fungsi, Madiun, 2009.
Sjafei Amri, ST., Dipl. E.Eng, Teknologi Audit Forensik, Repair dan Retrofit untuk Rumah dan Bangunan Gedung, Jakarta, Yayasan John Hi-tech Iditama, Edisi pertama, 2006. SNI 1727-1989F, Pedoman Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung, Jakarta, 1989. SNI 03-2847-2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Perhitungan Struktur Beton untuk Banguan Gedung, Jakarta, 2002. SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia Untuk Bangunan Gedung, Jakarta, 2002. Supardi, Tesis Rehabilitasi Balok Beton Bertulang Studi Kasus: Proyek Palur Plaza, Surakarta, 2009. Tom Norris and Hamid Saadatmanesh, Shear and Flexural Strengthening of Reinfor Concrete Beam With Carbon Fiber Sheet, Journal of Structural Engineering, July 1997/903
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
A
Alat, Bahan, Prinsip, Persiapan, Tata Cara, dan Prosedur Pengujian
Lampiran
B
Detail Pengamatan Visual Di Lapangan
Lampiran
C
Dokumen Gambar Perencanaan
Lampiran
D
Gambar Pola dan Panjang Keretakan Plat Lantai
Lampiran
E
Data Geoteknik tentang Laporan Hasil Penyelidikan Tanah Proyek Pembangunan Pasar (No. 141/XII/PT/LMT/08)
Lampiran
F
Data Pengukuran Hasil Lendutan Komponen-komponen Struktur
Lampiran
G
Foto Elemen dan Pola Keretakan pada Balok Sruktur
Lampiran
H
Data Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
Lampiran
I
Analisa Pembebanan
Lampiran
J
Analisis Kekuatan Kolom Struktur
Lampiran
K
Analisis Kekuatan Balok Struktur
Lampiran
L
Hasil Perhitungan SAP2000
Lampiran
M
Perhitungan V (Pseudo Lateral Force)
Lampiran
N
Perhitungan Modulus Elastisitas Beton Terkoreksi (Ec terkoreksi)
Lampiran
O
Qualitative Matter
Lampiran
P
Lampiran Rekomendasi Perbaikan dan Perkuatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangunan gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan agama, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus. Bangunan rumah sakit adalah salah satu jenis bangunan gedung untuk kepentingan publik yang berfungsi sosial dan budaya, di mana kesehariannya digunakan sebagai tempat manusia melakukan kegiatan sosial untuk pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono sendiri berada di Jalan Raya Kartosuro-Boyolali KM.10, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali
milik Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Bangunan yang direncanakan akan diasesmen adalah bangunan gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan administrasi yang berada sebagai center dan “Focal point” dari keseluruhan kompleks rumah sakit, dengan luas bangunan total 382 m2 (keseluruhan lantai satu dan lantai dua). Pembangunan gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono Kabupaten Boyolali ini terdiri dari dua lantai yang dikerjakan dalam dua tahap. Tahap I berupa pekerjaan lantai satu yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2006, sedangkan tahap II diteruskan untuk pekerjaan lantai dua dan atap yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2008 dan berakhir pada bulan Desember 2008. Tampak bangunan diperlihatkan pada Gambar 1.1.
1
Sumber: Survei Penelitian, 2009
Gambar 1.1. Bangunan Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali Saat ini kondisi bangunan Unit Gawat Darurat (UGD) dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono Kabupaten Boyolali sudah mengalami keretakankeretakan struktur yang sudah menyebar ke keseluruhan struktur bangunan dan secara visual terlihat adanya lendutan pada balok strukturnya, sehingga dikhawatirkan bangunan sudah tidak aman lagi sesuai fungsinya sebagai bangunan pelayanan masyarakat. Untuk mengetahui apakah bangunan tersebut laik fungsi, maka diperlukan evaluasi kelaikan/keamanan strukturnya. Jika tidak laik/aman harus dilakukan tindakan rehabilitasi terhadap struktur bangunan agar bangunan tersebut masih bisa diteruskan penggunaannya. Berbagai tingkat kerusakan struktur pada bangunan gedung UGD dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono ini, terutama pada kondisi balok strukturnya dapat dilihat pada rangkaian Gambar 1.2.
Sumber: Survei Penelitian, 2009
Gambar 1.2. Berbagai tingkat kerusakan pada balok struktur yang terjadi pada lokasi penelitian Rehabilitasi struktur dimaksudkan untuk mengembalikan kinerja struktur dan memperpanjang umur masa layan suatu struktur yang telah mengalami degradasi struktur akibat kondisi kerusakan. Disamping itu, rehabilitasi struktur dapat dilakukan jika terjadi keraguan terhadap kekuatan struktur, yang dapat menimbulkan rasa kekhawatiran bagi penggunanya. Rehabilitasi struktur beton bertulang untuk bangunan gedung pada umumnya dilakukan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Kesalahan dalam perencanaan, misalnya: konfigurasi dan sistem struktur yang lemah, kesalahan dalam merancang beban rencana, dimensi penampang dan tulangan yang tidak cukup untuk memikul beban rencana; 2. Kesalahan dalam pelaksanaan, misalnya: jumlah dan diameter tulangan lebih kecil dari yang ditetapkan dalam gambar rencana, mutu beton dan baja tulangan tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan; 3. Peningkatan beban hidup, misalnya alih fungsi bangunan dari rumah tinggal menjadi gudang, dari kantor menjadi ruang pertemuan; 4. Penurunan kekuatan akibat pengaruh dinamis, suhu dan lingkungan seperti : gempa bumi, getaran, beban berulang, ledakan, tumbukan, kebakaran, lingkungan korosif dan atau agresif. Dalam rangka menjamin kekuatan struktur bangunan gedung UGD dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono ini, perlu dilakukan asesmen untuk mengetahui sejauh mana kondisi kekuatan elemen struktur tersebut. Selanjutnya, pada bagian-bagian elemen struktur yang mengalami kerusakan, harus dilakukan segera rehabilitasi struktur yang ada dengan perbaikan/perkuatan yang sesuai dengan tingkat kerusakan yang terjadi di lapangan.
1.2. Rumusan Masalah Untuk menjamin tingkat kekuatan struktur bangunan gedung UGD dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono yang baru saja selesai dibangun tetapi sudah mengalami keretakan-keretakan struktur yang sudah menyebar ke hampir keseluruhan elemen/komponen struktur bangunan, baik kolom dan balok struktur maupun plat lantainya, seperti terlihat dalam Gambar 1.3.
(a) Kolom struktur
(b) Pelat lantai
(c) Balok struktur Sumber: Survei Penelitian, 2009
Gambar 1.3. Macam keretakan pada masing-masing elemen/komponen struktur bangunan Selain itu secara visual juga terlihat adanya lendutan pada balok struktur yang sangat terlihat jelas secara kasat mata, sehingga dalam penyusunan tesis ini disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Berapa kekuatan sisa, nilai defleksi (lendutan), dan interstory drift pada komponen struktur Bangunan Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali?
2. Bagaimana tingkat keamanan struktur tersebut?
1.3. Batasan Masalah Karena begitu kompleksnya permasalahan yang terjadi pada bangunan gedung UGD dan administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, maka dalam penyusunan tesis ini akan dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut: 1. Tidak melakukan analisis struktur bawah secara lebih mendetail; 2. Tidak melakukan analisis perkuatan struktur secara lebih mendetail. Alternatif perkuatan struktur hanya disajikan secara deskriptif global, belum disajikan secara detail kuantitatif. 3. Menggunakan program SAP 2000 v14.0.0 Advanced untuk membantu menganalisis ulang kekuatan stuktur yang ada.
1.4. Tujuan Penelitian Untuk bisa menjawab semua rumusan permasalahan terkait dengan terjadinya degradasi kinerja struktur dengan indikasi adanya keretakan-keretakan struktur yang sudah menyebar ke keseluruhan struktur bangunan dan terlihat adanya lendutan pada balok strukturnya, maka disusun tujuan dari penyusunan tesis ini sebagai berikut: 1. Mengetahui kekuatan sisa, nilai defleksi (lendutan), dan interstory drift pada komponen struktur Bangunan Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali. 2. Mengetahui tingkat keamanan struktur pada kondisi eksisting Bangunan Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali.
1.5. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat yang diperoleh didalam penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis adalah dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya tentang rehabilitasi struktur beton bertulang. Adapun manfaat praktis di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan prosedur dan asesmen bangunan gedung, dengan melakukan pengambilan sampel-sampel benda uji di lapangan dan pengujian di laboratorium sebagai dasar evaluasi kekuatan struktur. (berupa data primer)
2. Memberikan prosedur evaluasi kekuatan elemen-elemen struktur bangunan gedung, dengan melalui tahapan
analisis pembebanan, analisis struktur, analisis kapasitas
tampang perlu, analisis kapasitas tampang yang tersedia, analisis faktor aman untuk menentukan tingkat kekuatan dan kekakuan struktur bangunan. 3. Memberikan rekomendasi teknik perbaikan/perkuatan struktur. Keseluruhan manfaat praktis di atas selanjutnya akan dijadikan sebagai masukan atas hasil kajian teknis tentang kelaikan struktur bangunan kepada Instansi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali dalam menyikapi kondisi yang ada sekarang, sekaligus hasil kajian ini bisa dijadikan bahan kajian untuk pengusulan dana kepada DPRD Kabupaten Boyolali atas tindak lanjut kegiatan rehabilitasi Bangunan Gedung UGD dan Administrasi tersebut.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 1.1. Kajian Pustaka Perbaikan atau retrofit adalah salah satu usaha untuk mengembalikan kemampuan dan penampilan suatu bangunan yang telah mengalami kerusakan ke kondisi normal atau mendekati normal, sehingga bangunan tersebut akan mampu mendukung beban yang bekerja sesuai rencana awal dengan tingkat keamanan dan kenyamanan yang diharapkan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan teknik perbaikan, yaitu : 1. Perbandingan biaya terhadap keutamaan struktur. 2. Ketersediaan tenaga kerja. 3. Jangka waktu pekerjaan. 4. Fungsi dan estetika bangunan yang ada. 5. Tingkat pengawasan mutu. 6. Kecukupan kekakuan, kekuatan, dan daktilitas. 7. Kapasitas pondasi yang masih mencukupi.
8. Perbaikan material dan teknologi yang tesedia. (Thermou dan Elnashai , 2002) Untuk mendapatkan hasil perkuatan struktur beton yang optimal, maka harus dilakukan tiga tahapan penting yaitu: Investigasi, Evaluasi dan Pelaksanaan. Ketiga tahapan ini sangat penting dilakukan dan tidak ada satu tahapanpun yang lebih penting dari tahapan lainnya, karena tanpa investigasi yang baik tidak dapat dilakukan evaluasi yang benar, demikian juga tanpa evaluasi yang benar maka perkuatan yang dilakukan tidak mencapai sasaran. (Santosa dan Hartono, 2004) Suatu struktur yang sudah mengalami beberapa penurunan kekuatan struktur (structural deterioration) yang salah satunya ditandai dengan adanya kerusakan berupa retak pada komponen struktural maupun non struktural, memerlukan suatu proses asesmen dan perbaikan/perkuatan. Langkah awal untuk memahami kondisi aktual di lapangan untuk 7 mengetahui penyebab dan kekuatan sisa (residual stress), maka diperlukan rangkaian metodologi pengamatan awal berupa visual investigation, dilanjutkan dengan investigasi detail dengan menggunakan pengujian non-destructive maupun semi destructive. (Imran, S. Darmawan, I. Sulaiman, C. Lie, Aryantho, 2009) Untuk mengembalikan kinerja struktur dan memperpanjang umur masa layan suatu struktur yang telah mengalami degradasi struktur akibat kondisi kerusakan pada sebagian besar komponen strukturnya yang dapat menimbulkan rasa kekuatiran, maka diperlukan langkah-langkah
penanggulangan.
Penanggulangan
ini
untuk
mengatasi
seluruh
permasalahan yang ada, termasuk perkuatan (strengthening) untuk peningkatan kapasitas penampang jika memang dipersyaratkan. Pemilihan material perbaikan dan/atau perkuatan pada struktur beton adalah penting dan komplek. Hal ini harus memahami apa yang dipersyaratkan oleh pemilik/pengguna, dan harus memperhatikan kondisi lingkungan serta kemudahan dalam metode pelaksanaan. Tergantung kepada ukuran, lokasi serta kondisi, pertimbangan pemilihan material perbaikan dicirikan antara lain oleh beberapa faktor yaitu: material perbaikan (repair) sesuai/cocok dengan lapisan dasar material lama, mutu sama atau lebih dari material lama, kecukupan nilai kekuatan lekat dengan lapisan dasar material lama, biaya yang efektif. Bahan perbaikan yang digunakan sebagai perbaikan yang bersifat struktur atau tidak struktur (kosmetik) dibagi dalam dua kelompok yaitu : material semen (Cementbased) dan material polimer (polymer-based). Bilamana suatu struktur beton setelah dilakukan re-analisis menunjukkan bahwa kekuatan nominal struktur atau elemen tidak cukup, dapat dilakukan improvisasi dengan berbagai teknik/variasi perkuatan (strengthening).
Perkuatan merupakan suatu cara perbaikan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kapasitas/kinerja penampang untuk dapat memikul beban seperti yang direncanakan. Berbagai teknik/metoda perkuatan yang lazim dilakukan adalah : (a) Dengan memperbesar penampang dan menambah tulangan, (b) Dengan memberikan pelapisan lembaran metalic atau non-metalic), (c) Dengan kombinasi keduanya. (Rezady Munaf, 2003 dalam Tesis Supardi, 2009) Beberapa tindakan yang dihasilkan dari evaluasi terhadap kapasitas/kinerja penampang dapat berupa: tidak melakukan tindakan apapun, penurunan kapasitas struktur (menurunkan beban operasional), melakukan perkuatan struktur, melakukan pembongkaran. Apabila ditentukan tindakan perkuatan, maka evaluasi yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan metode dan material perkuatan. Metode perkuatan yang umum dilakukan adalah: memperpendek bentang struktur, memperbesar dimensi dari beton, menambah plat baja, melakukan external prestressing. Sejak tahun 90-an mulai sering digunakan metoda baru dalam melakukan perkuatan yaitu dengan menggunakan Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP). Prinsip metode perkuatan dengan metode CFRP menyerupai penggunaan plat baja. Tiga prinsip penggunan CFRP dalam perkuatan struktur adalah: meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau pelat dengan menambahkan CFRP pada bagian tarik, meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambahkan CFRP dibagian sisi pada daerah geser, meningkatkan kapasitas beban aksial dan geser pada kolom dengan menambahkan CFRP di sekeliling kolom. (Hartono, 2003 dalam Tesis Supardi, 2009) Berdasarkan hasil penelitiannya tentang perkuatan geser dan lentur balok dengan Carbon fiber Sheets. Sampel yang dibuat adalah balok beton bertulang tumpuan sederhana dengan dimensi: lebar 127 mm, tinggi 203 mm, panjang 2440 mm, tulangan tarik 2D16, tulangan tekan 2D10. Untuk pengujian lentur, Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP) dipasang pada daerah tarik yaitu pada sisi bawah balok dan untuk pengujian geser CFRP dipasang dibagian sisi daerah geser. Hasil studi dengan analisis dan eksperimen menunjukkan bahwa CFRP dapat meningkatkan kekuatan dan kekakuan balok tanpa adanya keruntuhan getas. Dari 19 sampel yang diuji diperoleh grafik hubungan antara Beban-Lendutan, yang menunjukkan bahwa penggunaan CFRP dapat meningkatkan daktilitas struktur. (Norris & Hamid, 1997 dalam Tesis Supardi, 2009). Fiber Reinforced Polymer (FRP) adalah suatu bahan komposit mempunyai tension strength yang besar, berat yang ringan, dan tahanan yang besar terhadap korosi, menjadikan bahan ini sangat banyak digunakan dalam perkuatan struktur dewasa ini. Manfaat
penggunaan FRP ini bias diaplikasikan pada struktur bangunan beton maupun baja. FRP itu sendiri diproduksi dari Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP) maupun Glass Fiber Reinforced Plastic (GFRP), dimana dalam beberapa hal terbukti bahwa penggunaan CFRP lebih memuaskan dibandingkan dengan penggunaan GFRP. (K. Narmashiri & M.Z. Jumaat, 2009) Sekarang ini semakin marak penggunaan Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP) dalam solusi rehabilitasi/perkuatan struktur, dimana CFRP ini bermanfaat efektif dalam memberikan perkuatan geser, lentur, dan aksial pada balok struktur maupun pelat lantai. (Nabil A.B. Yehia & Mashhour Ghoneim, 2005) Selain untuk perkuatan balok struktur, penggunaan Carbon Fiber Reinforced Plastic (CFRP) juga sangat efektif dalam memberikan perkuatan axial compressive pada kolom beton bertulang dengan cara dibungkus CFRP. (Kianoush, 2004)
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan Bangunan
sejak
awal
perencanaan,
pelaksanaan
hingga
masa
pakainya
berkemungkinan untuk mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor Usia Bangunan Dengan bertambahnya usia bangunan, maka bangunan akan mengalami penurunan kualitas dan kemampuannya untuk menahan beban atau pengaruh luar, bila sepanjang usia hidupnya tidak dilakukan pemeliharaan secara teratur. Dengan demikian secara singkat dapat dikatakan bahwa kerusakan bangunan tergantung pada waktu (time dependent). Penurunan kualitas bangunan dapat ditimbulkan oleh pengaruh gaya yang bekerja dari luar atau dari dalam komponen bangunan itu sendiri. Seperti diketahui bahwa setiap komponen bangunan akan bekerja gaya dalam (inner force) seperti momen, tegangan maupun regangan yang terjadi secara terus menerus sepanjang usia bangunan. Pengaruh gaya dalam tersebut dapat menimbulkan proses rangkak (creep). Getaran yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan kelelahan (fatigue) pada bahan bangunan. Pengaruh luar, baik secara fisik maupun non fisik dapat mengurangi kualitas bangunan, yaitu gesekan atau benturan. Pengaruh gesekan yang terjadi secara terus menerus dapat mengakibatkan aus pada komponen bangunan. Pengaruh radiasi matahari dan hujan yang silih berganti dapat menyebabkan terjadinya proses dekarbonasi pada bahan bangunan,
yang berakibat pada penurunan kualitas bangunan. Pengaruh gaya gempa dapat mengakibatkan kerusakan pada komponen non-struktural dan struktural. 2. Faktor Kondisi Tanah dan Air Tanah Pada umumnya seluruh bangunan berdiri langsung diatas tanah, kecuali bangunan tradisional yang dikenal dengan bangunan panggung atau rumah diatas air, dimana komponen bangunan atas bertumpu pada tiang yang tertanam di dalam tanah. Dengan demikian, tanah mempunyai pengaruh besar terhadap stabilitas bangunan. Tanah mempunyai sifat yang dapat berbeda antara satu lokasi dengan lokasi yang lainnya, dan tidak jarang pada suatu lokasi yang kecil sekalipun, perilaku tanah dapat berbeda. Perbedaan sifat tanah tersebut diakibatkan oleh mekanisme pembentukan yang kompleks dan tidak diketahui secara pasti. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang intensif bila ingin membangun terutama untuk bangunan permanen. Walaupun kini pengetahuan mekanika tanah sudah cukup maju dan berbagai peralatan telah dikembangkan untuk menyelidiki sifat tanah, namun masih banyak hal tentang perilaku tanah yang belum dikuasai oleh manusia, terutama oleh para ahli teknik. Apabila pemilihan pondasi bangunan tidak disesuaikan dengan kondisi tanah di mana bangunan akan didirikan, dapat mengakibatkan terjadinya penurunan pada bangunan. Penurunan bangunan dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam waktu yang panjang. Kondisi
paling berbahaya adalah bila terjadi penurunan
tidak seragam
(differential settlement) yang mengakibatkan timbulnya tegangan ekstra pada komponen bangunan. Air tanah juga dapat merupakan permasalahan pada bangunan. Air tanah yang tinggi dapat mempengaruhi proses pelumutan atau perembesan pada komponen bangunan. Tekanan air tanah yang tinggi juga memberikan tekanan pada dinding, terutama pada bangunan di bawah tanah (basement) atau daya angkat (up-lift) pada komponen lantai, liquifaction, dan land sliding. Ketika terjadi perubahan kadar air tanah akibat perubahan musim, tanah dengan kemampuan mengembang (swelling) dan menyusut (shringkage) sangat tinggi dapat menimbulkan tegangan ekstra yang besar terhadap komponen bagian bawah bangunan (Sub-structure component) atau pada komponen lantai. 3. Faktor Angin Angin sangat dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan, namun angin juga dapat merupakan ancaman bagi manusia. Angin kencang sering mengakibatkan kerusakan pada
bangunan. Untuk itu perlu diketahui perilaku angin di suatu daerah, dan diperhitungkan terhadap bangunan dengan bentuk tertentu atau bangunan dengan ketinggian tertentu. Angin akan dapat mengakibatkan daya hisap ataupun daya tekan pada bangunan. Selain itu, pada bangunan yang asimetris, akan dapat mengakibatkan gaya torsi (puntir). Terutama pada bangunan bertingkat tinggi, gaya yang ditimbulkan oleh angin harus diperhitungkan lebih seksama. Kondisi geografis akan sangat mempengaruhi kekuatan angin yang mungkin timbul. Indonesia sangat beruntung, karena bukan merupakan daerah yang menghadapi resiko taifun. Namun demikian, secara sporadis di beberapa daerah, angin kencang telah mengakibatkan kerusakan pada ribuan rumah atau bangunan, yang pada umumnya diakibatkan oleh usia bangunan yang sudah tua atau kurang sempurnanya sistem konstruksi yang digunakan. 4. Faktor Gempa Gempa sebagaimana angin adalah fenomena alam, yang akan terjadi pada tempat dan waktu tertentu dan dapat berulang pada lokasi yang sama dengan perioda ulang tertentu. Gempa terjadi akibat pergerakan kulit bumi, runtuhan kulit bumi, benturan meteor ataupun ledakan/ledakan gunung berapi atau senjata. Gempa yang berbahaya bagi bangunan adalah gempa yang diakibatkan oleh pergerakan kulit bumi, yang dikenal dengan gempa tektonik. Pergerakan kulit bumi biasanya terjadi secara mendadak yang diakibatkan terlepasnya enersi yang ditahan oleh kulit bumi yang saling bergesekan atau berbenturan satu dengan yang lainnya. Enersi yang dilepaskan akan merambat ke segala penjuru dengan kecepatan rambat yang tergantung pada kondisi tanah. Besar kecilnya enersi gempa yang melanda bangunan akan sangat tergantung pada kedalaman pusat gempa, media tanah yang dilalui, jarak dari pusat gempa terhadap bangunan, dan jenis dan kualitas bangunan. Getaran gelombang gempa yang sangat berbahaya adalah gelombang pendek, walaupun akhir-akhir ini pada beberapa peristiwa, gelombang panjang telah memberikan dampak yang cukup berbahaya, seperti yang terjadi di Kobe. Gaya Gempa diasumsikan akan bekerja mendatar pada elevasi lantai bangunan, dan biasa dikenal dengan sebutan gaya lateral. 5. Faktor Kualitas Bahan, Suatu bangunan terbentuk dan tersusun dari berbagai macam dan jenis bahan, apakah bahan alami atau bahan buatan, sehingga kualitas akhir dari suatu bangunan akan sangat ditentukan oleh kualitas dari masing-masing bahan yang digunakan.
Bahan
bangunan alami kualitasnya akan bervariasi, tergantung pada proses pembentukan secara
alami dan komposisi mineral yang dikandungnya serta dimana lokasi bahan
diambil,
sedang bahan bangunan buatan tergantung pada bahan dasar alami yang dipakai dan proses pembuatannya. Pemilihan kualitas bahan bangunan yang dipakai harus ditentukan berdasarkan tujuan penggunaan, yaitu apakah bangunan sementara atau bangunan permanen, atau bangunan dengan tujuan spesifik tertentu seperti tahan terhadap zat reaktif, tahan terhadap kebakaran, tahan radiasi dan lain sebagainya. 6. Faktor Kualitas Perencanaan, Daya tahan suatu bangunan akan sangat ditentukan dari berbagai unsur yang mungkin mempengaruhi atau pemilihan bahan yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan berbagai asumsi ataupun pendekatan
yang diperlukan dalam proses
penentuan beban-beban yang mungkin bekerja. Selanjutnya berdasarkan beban yang mungkin bekerja, dilakukan analisis kekuatannya dengan asumsi-asumsi mekanika struktur yang dianggap sesuai. Tidak jarang ditemukan bangunan yang mengalami kerusakan diakibatkan oleh kelalaian manusia yang kurang tepat dalam mengambil asumsi atau pendekatan yang seharusnya diperhitungkan akan mempengaruhi bangunan. Untuk itu perlu dipahami secara benar oleh para perencana bahwa karakteristik suatu wilayah, bahan bangunan yang akan dipakai dan filosofi mekanika struktur yang tepat perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum menentukan pilihannya dalam perencanaan. Kesalahan dalam penentuan asumsi-asumsi akan mengakibatkan kerusakan bangunan, baik pada saat pelaksanaan maupun selama masa usia pakainya. 7. Faktor Kesalahan Pelaksanaan Berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian terhadap bangunan yang mengalami kerusakan, banyak diantaranya diakibatkan oleh kesalahan dalam pelaksanaan. Kesalahan ini terjadi karena para pelaku pembangunan seperti pengawas dan pelaksana tidak melaksanakan secara tepat sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam spesifikasi oleh perencana. Permasalahan lain adalah kemampuan pelaksana yang kurang dalam memahami teknologi yang harus digunakan dalam pelaksanaan. Dengan pesatnya ilmu pengetahuan dewasa ini, maka teknologi yang berkembang dalam dunia industri konstruksi juga berkembang secara pesat, sedangkan pada sisi yang lain peningkatan kemampuan para pelaku pembangunan tidak/belum mampu mengejar kemajuan perkembangan teknologi yang dicapai. Sebagai contoh perubahan teknologi beton dimulai dari proses perencanaan berdasarkan volume (Absolute method) hingga perencanaan
berdasarkan berat (Specific gravity method) yang telah diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1978 belum secara penuh dikuasai oleh teknisi pembangunan di tanah air. Teknologi konstruksi prategang yang memungkinkan perencanaan bangunan dengan bentang besar dan penampang komponen yang kecil menuntut kualitas beton bermutu tinggi, memerlukan ketelitian untuk menentukan kapan gaya prategang diberikan secara pasti. Kesalahan pemberian gaya pra-tegang akan dapat memberikan pengaruh yang merugikan pada bangunan, dengan timbulnya retakan-retakan yang mengurangi kemampuannya untuk menerima beban-beban yang bekerja. Walaupun retakan itu kecil, namun dalam jangka waktu yang lama akan dapat dipengaruhi oleh faktor udara reaktif, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya proses korosi. 8. Faktor Perubahan Fungsi dan Bentuk Bangunan Sering kita jumpai suatu bangunan telah berubah fungsi dari fungsi awalnya, seperti bangunan perumahan menjadi bangunan pertokoan ataupun bangunan indsutri, ataupun bangunan yang direncanakan dua tingkat menjadi bangunan tiga tingkat. Kondisi ini diakibatkan oleh kebutuhan penghuni / pemilik bangunan. Perubahan ruang juga sering ditemukan seperti ruang rapat atau ruang kerja berubah menjadi ruang perpustakaan. Penambahan atau pembongkaran dinding juga sering ditemukan, dimana hal ini akan dapat mengubah asumsi dasar perencanaan yang telah ditetapkan semula. Perubahan ini semua akan mempengaruhi terhadap beban yang bekerja dan selanjutnya akan dapat mempengaruhi stabilitas atau usia layan bangunan. 2.2.2. Beban dan Kombinasi Gaya Pembebanan yang Bekerja Pada Bangunan Kondisi alam mengakibatkan bangunan mengalami berbagai beban yang berbeda besar dan jenisnya antara satu bangunan dengan bangunan lain, serta dipengaruhi oleh lokasi dimana bangunan itu berada. Jenis beban yang bekerja pada suatu bangunan pada prinsipnya dapat dibagi sebagai berikut: 1. Beban Mati Beban mati merupakan beban yang berasal dari berat sendiri yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom, balok, lantai, atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yamg merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah sedemikian rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun waktu tertentu terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya probabilitas beban
tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun dan ditetapkan dalam standar-standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban mati nominal (SNI-1726-2002). a. Beban Mati Utama (The Main Dead Load, DL) Beban mati utama adalah seluruh beban yang diterima oleh bangunan dalam jangka waktu panjang, sehingga secara dominan dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik bumi (gravitasi). Besaran beban gravitasi ditentukan oleh berat spesifik bahan bangunan yang digunakan. b. Beban Mati Tambahan (The Supplementary Dead Load, SDL) Beban mati tambahan adalah beban yang diakibatkan oleh penutup lantai seperti plesteran, keramik, marmer, plafond, dan lain-lain. 2. Beban Hidup Beban hidup adalah beban yang berasal dari manusia dan berbagai barang peralatan. Beban hidup yang bekerja akibat manusia biasanya ditentukan 100 kg untuk setiap titik kumpul pada konstruksi atap, sedangkan beban bergerak pada lantai bangunan ditentukan berdasarkan volume benda yang ada pada suatu ruangan. Beban hidup ini akan berbeda pada setiap ruangan, dan ditentukan berdasarkan fungsi ruangan itu. Namun dalam perencanaan, dengan alasan penyederhanaan, besaran beban hidup ditentukan berdasarkan fungsi dominan bangunan yang dibedakan antara lain sebagai berikut : a. Bangunan hunian; b. Bangunan sekolah; c. Bangunan perkantoran; dan d. Bangunan ruang pertemuan. Beban hidup nominal yang bekerja pada struktur gedung merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung tersebut, baik akibat beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang dipindahkan atau mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah rupa. Pada umumnya probabilitas beban tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun dan ditetapkan sebesar 10%. Namun demikian, beban hidup rencana yang biasa ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung, dapat dianggap sebagai beban hidup nominal (SNI-1726-2002). 3. Beban Angin
Beban angin adalah beban yang diakibatkan oleh pergerakan udara dalam waktu tertentu yang dibedakan menjadi angin tekan dan angin hisap. Beban angin ditentukan oleh bentuk geometris, tinggi, kemiringan atap, dan lokasi bangunan (di pantai, pegunungan). Daniel L.Schodek (1999) menjelaskan, struktur yang berada pada lintasan angin akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Hal ini mengakibatkan energi kinetik angin berubah bentuk menjadi energi potensial berupa tekanan atau hisapan pada struktur. Besar tekanan atau hisapan yang diakibatkan oleh angin bergantung pada banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kecepatan angin. Penentuan beban angin dengan menganggap adanya tekanan (desak atau isap) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya beban angin ditentukan berdasarkan SNI 03-1727-1989 sebagai berikut: a. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayatayat (2), (3), dan (4). b. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil 40 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayat (3) dan (4). c. Untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain tertentu yang memiliki kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan tekanan tiup yang lebih besar dari pada yang ditentukan dalam ayat (1) dan (2), tekanan tiup harus dihitung dengan rumus: P
V2 16
(2.1)
dengan P dalam kg/m2 dan V adalah kecepatan angin dalam m/det, yang harus ditentukan oleh instansi yang berwenang d. Pada cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan rumus (42.5 + 0,6h), dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam meter, diukur dari lapangan yang berbatasan. 4. Beban Hujan Beban hujan adalah massa hujan yang diperkirakan akan membebani bangunan dalam jangka waktu tertentu. Beban hujan biasanya diambil dengan asumsi setebal 10-30 mm, dimana besarannya tergantung pada kelandaian konstruksi atap dan bahan penutup atap yang digunakan. 5. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang diakibatkan oleh gelombang getaran tanah akibat pergerakan kulit bumi di tempat dan waktu tertentu. Beban gempa itu sendiri merupakan semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu. Beban gempa nominal, yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut. Menurut standar ini, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10 % dan gempa yang menyebabkannya disebut gempa rencana (dengan periode ulang 500 tahun), tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai kebutuhan sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan faktor kuat lebih f1( SNI-1726-2002). Beban gempa akan bekerja pada bangunan dalam arah vertical maupun horizontal. Beban lateral gempa akan menjadi besar bila pusat gempa berada jauh dari bangunan, sedangkan beban vertikal menjadi besar bila pusat gempa berada dekat dengan yang bangunan mengalaminya. Secara makro, beban gempa yang bekerja pada bangunan ditentukan oleh kondisi geologi setempat, dimana enersi gempa ditentukan oleh hal ini. Untuk Indonesia, resiko kegempaan pada bangunan dibagi menjadi 6 wilayah (zoning), yaitu zone 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, dimana angka terkecil mempunyai intensitas kegempaan yang kecil. Secara mikro, kondisi tanah dimana bangunan berdiri mempengaruhi beban gempa yang bekerja, dimana tanah lunak akan memberikan yang lebih besar disbanding tanah keras. 6. Beban Tekanan Air dan Tanah Beban tekanan air dan tanah adalah beban yang diterima komponen bangunan terutama bangunan bawah (sub structure), bangunan kelautan, bangunan air, dan ruang bawah tanah. Pada daerah dengan muka air yang tinggi, beban yang bekerja pada lantai maupun dinding sangat besar, terutama pada bagian basemen bangunan. Untuk itu, konstruksi lantai dan dinding harus cukup kuat untuk menahan beban tekanan air tanah yang bekerja.
2.2.3. Identifikasi Kerusakan pada Beton Sebelum memutuskan jenis perbaikan yang akan dilakukan pada beton yang rusak, identifikasi tipe dan penyebab kerusakan perlu diadakan terlebih dahulu. Kerusakan yang terjadi pada beton umumnya dapat dikelompokkan dalam: 1. Retak (Cracks) Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit. Retak pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai hal, di antaranya adalah sebagai berikut: Evaporasi air dalam campuran beton terjadi dengan cepat seperti pada keadaan cuaca yang panas, kering atau berangin. Retak akibat keadaan ini disebut dengan plastic cracking. Retak yang terjadi bersifat acak dan lurus, dapat bersifat dangkal atau dalam dan biasanya terkonsentrasi pada bagian tengah elemen yang datar Bleeding yang berlebihan pada beton, perataan permukaan beton pada saat air akibat bleeding masih ada pada permukaan, atau proses curing yang tidak sempurna. Retak yang terjadi bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan suatu pelat. Retak yang seperti ini biasa disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada pertemuan kolom atau dinding dengan balok atau pelat, atau tanah dasar yang tidak stabil. Retak yang terjadi biasanya dalam atau lebar, dapat terjadi secara tunggal atau dalam kelompok. Retak semacam ini sering disebut random cracks Reaksi antara alkali dan agregat. Retak saling berhubungan satu sama lain, mulai terbentuk sekitar sepuluh tahun atau lebih setelah pengecoran dan selanjutnya secara progresif menjadi lebih dalam dan lebih lebar Retak dapat juga terjadi karena pembebanan pada struktur. Gambar 2.1. berikut ini akan memperlihatkan jenis-jenis retak akibat beberapa pembebanan.
Lentur Murni
Tarik Murni
Geser
Torsi
Lekatan (Bond)
Beban Terkonsentrasi
Sumber : Materi Kuliah Mukahar, 2009 Gambar 2.1. Jenis-jenis Retak Struktural Akibat Pembebanan 2. Voids Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Voids pada beton sendiri dapat ditimbulkan olah beberapa sebab, di antaranya sebagai berikut: Pemadatan dengan vibrasi yang dilakukan secara tidak baik karena jarak antar bekisting atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar dari beton tidak dapat mengisi rongga-rongga di antara agregat kasar dengan baik. Voids yang terjadi adalah berupa lubang-lubang yang tidak teratur yang biasanya disebut sebagai honeycombing. Kebocoran pada bekisting yang menyebabkan air atau pasta semen keluar. Hal ini dapat menjadi lebih parah apabila campuran mengandung terlalu banyak air. terlalu banyak pasta semen atau agregat yang bergradasi tidak baik. Keadaan seperti ini biasa disebut sebagai sand streaking. 3. Scaling/spalling Scaling/spalling adalah kelupasan dangkal pada permukaan. Secara visual kelupasan-kelupasan tersebut diperjelas dalam Gambar 2.2. berikut ini.
(a)
(b) Sumber : Materi Kuliah Mukahar, 2009 Gambar 2.2. (a) Scaling (b) Popout
Scaling/spalling ini dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, di antaranya: Eksposisi yang berulang-ulang terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas. Keadaan ini biasa disebut sebagai scaling. Beban lalu-lintas atau melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga permukaan beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil. Keadaan ini biasanya disebut sebagai spalling. Erosi secara gradual pada permukaan beton dimana partikel-partikel sehalus debu yang dapat terdiri dari semen yang sangat halus atau aggregat yang sangat halus terlepas karena adanya abrasi misalnya pada saat lantai disapu. Erosi seperti ini sering disebut sebagai dusting. Ekspansi agregat yang porous segera setelah pengecoran sampai satu tahun atau lebih sesudahnya tergantung dari permeabilitas beton dan ketidak stabilan volume agregat yang dipergunakan. Hal ini menimbulkan rongga pada beton yang disebut sebagai popouts. Popouts juga dapat disebabkan oleh adanya material organik di dalam campuran, kontaminasi yang reaktif atau korosi pada tulangan. 4. Deflection Defleksi terjadi pada perletakan, pondasi, kolom, slab dan dinding yang secara visual terlihat sebagai lengkungan, lenturan atau perubahan bentuk. Defleksi terjadi karena overload, pengaruh korosi, ketidakcukupan pada konstruksi awal, beban gempa dan susut. Defleksi dengan pembentukan tegangan internal di dalam beton, menyebabkan spalling pada permukaan beton. Biasanya defleksi dihindari dengan membatasi lendutan yang diijinkan sampai 1/360 atau maksimum 1 inchi dari bentang sepanjang 9 m.
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung pada sub bab 11.5. mengenai kontrol terhadap lendutan, dinyatakan bahwa komponen struktur beton yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan/deformasi apapun yang dapat memperlemah ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja. Adapun terjadinya defleksi/lendutan itu sendiri sampai pada batas tertentu masih diperbolehkan, asalkan tidak melebihi nilai seperti yang telah ditetapkan pada tabel 2.1. berikut ini Tabel 2.1. Lendutan Izin Maksimum Jenis Komponen Struktur Atap datar yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen non struktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Lantai yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan komponen non struktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen non struktural yang mungkin akan rusak oleh lendutan yang besar Konstruksi atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen non struktural yang mungkin tidak akan rusak oleh lendutan yang besar.
Lendutan yang Diperhitungkan
Batas Lendutan
Lendutan seketika akibat beban hidup (L)
La) 180
Lendutan seketika beban hidup (L)
L 360
akibat
Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah pemasangan komponen non struktural (jumlah dari lendutan jangka panjang, akibat semua beban tetap yang bekerja, dan lendutan seketika, akibat penambahan beban hidup. c)
Lb) 480 Ld) 240
a) Batasan ini tidak dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan penggenangan air. Kemungkinan penggenangan air harus diperiksa dengan melakukan perhitungan lendutan, termasuk lendutan tambahan akibat adanya penggenangan air tersebut, dan mempertimbangkan pengaruh jangka panjang dari beban yang selalu bekerja, lawan lendut, toleransi konstruksi dan keandalan sistem drainase. b) Batas lendutan boleh dilampaui bila langkah pencegahan kerusakan terhadap komponen yang ditumpu atau yang disatukan telah dilakukan. c) Lendutan jangka panjang harus dihitung berdasarkan ketentuan 11.5(2(5)) atau 11.5(4(2)), tetapi boleh dikurangi dengan nilai lendutan yang terjadi sebelum penambahan komponen non struktural. Besarnya nilai lendutan ini harus ditentukan berdasarkan data teknis yang dapat diterima berkenaan dengan karakteristik hubungan waktu dan lendutan dari komponen struktur yang serupa dengan komponen struktur yang ditinjau. d) Tetapi tidak boleh lebih besar dari toleransi yang disediakan untuk komponen non struktur. Batasan ini boleh dilampaui bila ada lawan lendut yang disediakan sedemikian hingga lendutan total dikurangi lawan lendut tidak melebihi batas lendutan yang ada.
5. Noda Noda yang timbul pada permukaan beton mengindikasikan adanya masalah seperti korosi atau reaksi kima yang merusak. Korosi yang terjadi pada tulangan melibatkan noda
karat. Noda karena reaksi alkali-agregat biasanya terlihat sebagai bercak berwarna putih berpendar. Noda karena lembab biasanya menimbulkan beragam warna. 6. Erosi Perubahan suhu pada permukaan beton akibat cuaca atau aksi mekanis dapat menyebabkan hilangnya lapisan atas beton akibat kembang susut berulang kali. Penyebab lain diantaranya adalah: Disintegrasi beton pada titik-titik dimana terdapat aliran air turbulen akibat pecahnya gelembung-gelembung pada air. Erosi seperti ini sering disebut sebagai water cavitation. Erosi oleh air dimana abrasi oleh benda-benda padat yang tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton mengakibatkan disintegrasi beton sepanjang alur aliran air. 7. Korosi Tulangan yang ditempatkan terlalu dekat dengan permukaan beton atau yang terekspose karena spalling, erosi atau retak dapat mengalami korosi. Oksidasi pada baja karena adanya kelembaban yang memicu terjadinya karat. Lingkungan yang agresif seperti air laut akan semakin menambah memperparah kerusakan akibat korosi. Hilangnya permukaan lekat antara baja dan beton akibat korosi menyebabkan menurunnya kekuatan beton. 2.2.4. Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Layan Menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.1(1) struktur dan komponen struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang sesuai dengan ketentuan. 1. Kuat Rencana Kuat rencana suatu komponen struktur menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.3 (1) adalah hasil kali kuat nominal dengan suatu faktor reduksi kekuatan .
Nilai
merupakan angka keamanan yang memperhitungkan penyimpangan terhadap kuat bahan, pengerjaan, ukuran dan pelaksanaan. Tabel 2.2. Faktor Reduksi Kekuatan untuk Desain Beban Yang Bekerja lentur, tanpa beban aksial tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur :
0,8 0,8
komponen dengan tulangan spiral komponen lain geser dan/atau puntir
0,70 0,65 0,75
Sumber : SNI 03-2847-2002 Bila dimensi dan sifat fisik bahan yang diperlukan ditentukan melalui pengukuran dan pengujian, dan bila perhitungan dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan, maka faktor reduksi kekuatan yang berlaku boleh diperbesar, tetapi faktor reduksi kekuatan tersebut tidak boleh melebihi nilai berikut: Tabel 2.3. Faktor Reduksi Kekuatan untuk Evaluasi
Beban Yang Bekerja lentur, tanpa beban aksial tarik aksial, dan tarik aksial dengan lentur tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur : komponen dengan tulangan spiral komponen lain geser dan/atau puntir tumpuan pada beton
0,9 0,9 0,80 0,75 0,80 0,75
Sumber : SNI 03-2847-2002 2. Kuat Perlu Kuat perlu U pada suatu komponen struktur adalah kekuatan yang terjadi akibat beban dikalikan dengan faktor beban. Faktor beban tersebut merupakan angka keamanan yang memperhitungkan kelebihan beban akibat penggunaan fungsi bangunan. Menurut SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 11.2 kuat perlu U dan faktor beban adalah: a. Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama dengan U = 1,4 D ...............................................................................................
(2.2)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, beban atap A atau beban hujan R paling tidak sama dengan persamaan: U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) ........................................................
(2.3)
b. Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U yang terbesar, yaitu: U = 1,2 D + 0,5 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R) .................................... (2.4) di mana kombinasi beban harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling berbahaya, dan U = 0,9 D + 1,6 W
(2.5)
c. Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai: U = 1,2 D + 1,0 L 1,0 E ...................................................................(2.6) atau U = 0,9 D 1,0 E
.............................................................................(2.7)
dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI-03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya. 2.2.5. Analisis Kapasitas Komponen Struktur 1. Kapasitas Lentur Balok Analisis penampang beton bertulangan tunggal yaitu dengan tulangan tarik saja didasarkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.3. Distribusi Tegangan dan Regangan Penampang Tulangan Tunggal Dari Gambar 2.3 tersebut ditentukan resultan gaya dalam tarik baja T adalah T = As. fy
(2.8)
dengan: As = luas tulangan tarik , fy = tegangan tarik baja Resultan gaya dalam tekan beton C adalah C = 0,85 fc' .a .b
(2.9)
Dengan : a
= tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen ;
b
= lebar penampang
fc' = tegangan tekan beton Jarak antara resultan gaya-gaya dalam dan merupakan lengan momen, sebesar z
= d-a/2
d
= tinggi efektif ( jarak serat teratas terhadap tulangan )
Sehingga kapasitas momen lentur nominal dapat ditulis sebagai berikut : Mn = T. z = As.fy (d - a/2)
(2.10)
2. Kolom Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan. Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi dari pada komponen struktur lainnya. Karena penggunaan di dalam praktek umumnya kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, sehingga definisi kolom diperluas dengan mencakup juga tugasnya menahan kombinasi beban aksial dan lentur. Dengan kata lain kolom harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu. SNI 03–2847–2002 pasal 12.9 (1) memberikan batasan untuk rasio penulangan longitudinal komponen struktur tekan non komposit antara 0,01 sampai 0,08. Untuk menghitung kapasitas penampang kolom dapat digunakan suatu pendekatan empiris, yaitu : a. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tekan Pn =
As! f y b h fc e 3he 0,50 1,18 ! d d d2
(2.11)
b. Untuk kolom berpenampang persegi dengan hancur tarik 2 h 2e d! h 2e Pn = 0,85.fc.b.d 2m 1 2d 2d d
(2.12) c. Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tekan Pn =
As f y Ag f c 3e 9,6 h. e 1,0 1,18 Ds 0,8h 0,67 Ds 2
d. Untuk kolom berpenampang bulat dengan hancur tarik
(2.13)
2 0,85 e g m Ds 0,85 e Pn = 0,85.fc. h 2 - 0,38 0,38 h 2,50 h h
(2.14)
dimana : h = diameter penampang Ds = diameter lingkaran tulangan terjauh dari sumbu
e = eksentrisitas terhadap pusat plastis penampang
g =
m=
Ast luas penulangantotal = Ag luas penulanganbruto
(2.15)
fy 0,85 f c
(2.16)
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam analisis adalah persamaan interaksi resiprokal yang dikembangkan oleh Prof. Boris Bresler dari University of California Barkeley. Persamaan ini diperlihatkan dalam Bagian R10.3.6 dari ACI Commentary adalah sebagai berikut :
1 1 1 1 Pn Pnx Pny Po
(2.17)
Dimana, Pn
= kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas yang ditinjau pada kedua sumbu
Pnx = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ex Pny = kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas ey Po
= kapasitas beban aksial nominal penampang jika beban ditempatkan pada eksentrisitas 0
3. Geser Dasar pemikiran perencanaan penulangan geser adalah usaha menyediakan sejumlah tulangan baja untuk menahan gaya tarik arah tegak lurus terhadap retak tarik diagonal sedemikian rupa sehingga mampu mencegah bukaan retak lebih lanjut. Berdasarkan atas pemikiran tersebut, penulangan geser dapat dilakukan dalam bebrapa cara, seperti : Sengkang vertikal Jaringan kawat baja las yang dipasang tegak lurus terhadap sumbu aksial
Batang tulangan miring diagonal yang dapat dilakukan dengan cara membengkok batang tulangan pokok balok ditempat – tempat yang diperlukan Untuk komponen – komponen struktur yang menahan geser dan lentur saja persamaan SNI 03 – 2847 – 2002 pasal 13.3 (1) memberikan kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah Vc
f Vc c bw d 6
(2.18)
atau yang lebih rinci
V d b d Vc f c 120 w u w Mu 7
(2.19)
dimana : Vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
fc = kuat tekan beton bw = lebar badan balok atau diameter penampang bulat
d = jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik longitudinal
w =
As bw d
Vu = gaya geser terfaktor pada penampang M u = momen terfaktor pada penampang
Untuk komponen struktur yang menerima gaya aksial kapasitas kemampuan beton untuk menahan gaya geser adalah
Nu f c bw d Vc 14Ag 6
(2.20)
Apabila gaya geser yang bekerja vu lebih besar dari kapasitas geser beton vc maka diperlukan penulangan geser untuk memperkuatnya. Dasar perencanaan tulangan geser adalah :
vn vu dimana : vn vc vs sehingga : vu vc vs dimana : vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang ditinjau
(2.21)
vn = kuat geser nominal vc = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser
= faktor reduksi Untuk sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur SNI 03– 2847–2002 pasal 13.5 (6) memberikan ketentuan :
vs
Av f y d (2.22)
s
dengan Av adalah luas tulangan geser yang berada dalam rentang jarak s. 2.2.6. Ketentuan Perancangan Bangunan Tahan Gempa Untuk Gedung Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Gedung SNI 1726 2002 mengatur mengenai perancangan ketahanan gempa untuk gedung. 1. Gempa Rencana dan Kategori Gedung Gempa rencana yang ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I menurut Persamaan 2.30. I = I1. I2
(2.23)
dengan: I1
= faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung.
I2
= faktor keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut.
Faktor-faktor Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 2.4. berikut ini. Tabel 2.4. Faktor keutamaan (I) untuk berbagai kategori gedung dan bangunan. Kategori Gedung Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran Monumen dan bangunan monumental
Faktor Keutamaan I1 I2 I 1,0
1,0
1,0
1,0
1,6
1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. Cerobong, tangki di atas menara.
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
Sumber: Tabel SNI 03-1726-2002 Catatan: Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaannya diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini maka Faktor Keutamaan, I, dapat dikalikan 80%. 2. Faktor Reduksi Maksimum (Rm) Faktor reduksi (Rm) digunakan untuk menentukan sistem struktur untuk mengakomodasi beban gempa. Penentuan sistem struktur didasarkan pada hasil-hasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastis. Hasil-hasil pengujian kualifikasi didapat terhadap sekurang-kurangya dari dua pengujian siklik dan diijnkan berdasarkan salah satu dari dua berikut ini: a. Laporan penelitian atau laporan pengujian yang serupa dengan yang sedang direncanakan untuk suatu proyek. b. Pengujian yang dilakukan khusus untuk suatu proyek dan cukup mewakili ukuranukuran komponen struktur, kekuatan bahan, konfigurasi sambungan, dan urutan-urutan pelaksanaan pada proyek yang sedang direncanakan. Faktor reduksi maksimum diatur pada Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) dan dapat dilihat pada Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5. Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor modifikasi respons, Rm, dan faktor kuat cadang struktur, 0. Sistem Struktur Sistem Rangka Pemikul Momen [Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur.]
Sumber: SNI 03-1726-2002
Deskripsi Sistem Pemikul Beban Gempa 1. Sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK) 2. Sistem rangka pemikul momen terbatas (SRPMT) 3. Sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB) 4. Sistem rangka batang pemikul momen khusus (SRBPMK)
Rm
0
8,5
2,8
6,0
2,8
3,5
2,8
6,5
2,8
3. Faktor Respon Gempa Nilai respons gempa rencana dihitung dengan menggunakan Gambar 2.4. di bawah ini.
Gambar 2.4. Respons spektrum gempa rencana. 4. Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk menghitung waktu getar alami fundamental nilai dapat dicari dengan cara sebagai berikut: a. Untuk struktur-struktur gedung berupa portal-portal tanpa unsur pengaku yang dapat membatasi simpangan: T = 0.085*H0.75 untuk portal baja.
(2.24)
0.75
T = 0.060* H
untuk portal beton.
(2.25)
b. Untuk struktur gedung yang lain: T = 0.090*H*B(-0.5) dengan : T
(2.26)
= waktu getar gedung pada arah yang ditinjau, detik.
B
= panjang gedung pada arah gempa yang ditinjau, meter.
H
= tinggi puncak bagian utama struktur, meter.
5. Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T 1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya, menurut Persamaan 2.19. T1 < n
(2.27)
dengan koefisien ditetapkan menurut Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.6. Koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur. Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6
0,20 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15
Sumber: SNI 03-1726-2002 6. Arah Pembebanan Gempa Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 01-1726-2002), bahwa dalam perencanaan struktur gedung arah pembebanan gempa harus ditentukan sedemikian rupa agar memberikan pengaruh terhadap struktur gedung secara keseluruhan. Pengaruh pembebanan gempa harus dianggap efektif 100% pada arah
sumbu utama dan terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa arah tegak lurus sumbu utama dengan nilai sebesar 30-70%. 7. Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.3. dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan gempa rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut Persamaan 2.28.
V
C1 I Wt R
(2.28)
dengan C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.4. untuk waktu getar alami fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. Beban geser dasar nominal V menurut Persamaan 2.28 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut Persamaan 2.29. berikut ini.
Fi
W j .Z j
V
n
W .Z i
(2.29)
i
i 1
dengan: Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, n
= nomor lantai tingkat paling atas.
2.2.7. Kinerja Struktur 1. Simpangan Horisontal
Besarnya simpangan horisontal (drift) harus dipertimbangkan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu untuk kinerja batas layan struktur dan kinerja batas ultimit. Menurut Jack C. McCormac (1981 ) menyatakan bahwa simpangan strukutur dapat dinyatakan dalam bentuk Drift Indeks seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5. berikut ini. Δ
Gambar 2.5. Simpangan horisontal. Drift Indeks dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.30. berikut ini. Drift Indeks =
h
(2.30)
dengan: Δ
= besar defleksi maksimum yang terjadi (m)
h
= ketinggian struktur portal (m) Besarnya drift Indeks tergantung pada besarnya beban-beban yang dikenakan pada
struktur misalnya beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa. Dengan ketinggian struktur yang sama, semakin besar defleksi maksimum yang terjadi semakin besar pula drift Indeks. Menurut AISC 2005, besarnya drift indeks berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016. Kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002. 2. Kinerja Batas Layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal yang telah dibagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh
melampaui
0,03 kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang R
mana yang nilainya terkecil. 3. Kineja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ sebagai berikut: a. Untuk struktur gedung beraturan: ξ = 0,7 R
(2.31)
b. Untuk struktur gedung tidak beraturan: ξ =
0,7 R FaktorSkal a
(2.32)
dengan R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. 2.2.8. Metode dan Material Perkuatan Dalam pemilihan metode perkuatan, harus diperhatikan beberapa hal yaitu kapasitas struktur, lingkungan dimana struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga pelaksana serta batasan-batasan dari pemilik seperti keterbatasan ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perkuatan. Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah : Memperpendek bentang dari struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan konstruksi baja. Tujuannya adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus dianalisa ulang akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan perubahan dari gaya-gaya
dalam tersebut. Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik dari beton maupun dari baja. Memperbesar dimensi daripada konstruksi beton. Umumnya digunakan beton sebagai material untuk memperbesar dimensi struktur. Dengan adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk menghasilkan beton yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete). Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka harus diperhatikan bahwa secara keseluruhan beban dari bangunan tersebut bertambah, sehingga harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur atas sampai pondasi. Menambah plat baja. Tujuan dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian tarik dari struktur bangunan. Di dalam penambahan plat baja tersebut, harus dijamin bahwa plat baja menjadi satu kesatuan dengan struktur yang ada, umumnya untuk menjamin lekatan antara plat baja dengan struktur beton digunakan epoxy adhesive. Melakukan external prestressing. Dengan metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan dengan melakukan prestress di luar struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru. Yang perlu diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak menyebabkan perlemahan pada struktur yang ada. Material yang umumnya digunakan adalah baja prestress, tetapi pada saat ini sudah mulai digunakan bahan dari FRP (Fibre Reinforced Polymer Menggunakan FRP (Fibre Reinforced Polymer) Prinsip daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja, yaitu menambah kekuatan di bagian tarik dari struktur. Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP yang sering digunakan pada perkuatan struktur adalah Plate / Composite dan Fabric / Wrap. Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding; sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom. 2.2.9. Jenis-jenis Material pada Material Perbaikan Pada masa ini tersedia sejumlah besar pilihan material yang dapat digunakan untuk melakukan perbaikan pada struktur beton, diantaranya yang utama adalah: 1. Material-material yang cementitious
Material ini berkisar dari mortar dan grout serta beton yang konvensional sampai kepada material dengan sifat-sifat yang diperbaiki sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan admixtures. Penggunaan admixtures antara lain dapat menghasilkan sifatsifat kohesif, pencapaian kekuatan secara cepat, kelecakan yang lebih tinggi, daya tahan terhadap tercucinya semen dan pengurangan bleeding serta susut. Keuntungan utama penggunaan material yang bersifat cementitious sebagai material perbaikan meliputi: kompatibilitas dengan struktur dalam hal modulus elastisitas dan ekspansi thermal dapat digunakan pada penampang-penampang yang lebih tebal tanpa menimbulkan panas yang eksesif dan risiko keretakan thermal jauh lebih murah lebih tidak terpengaruh oleh kesalahan dalam pencampuran dan penerapan aman digunakan oleh orang awam Material perbaikan yang termasuk dalam jenis ini antara lain adalah: Beton, mortar atau grout Beton terutama digunakan untuk penggantian total penampang atau untuk memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai rnelalui tulangan beton Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan rongga-rongga sampai sekecil 4 cm. Penuangan mortar dapat dilakukan dengan menggunakan tangan, secara gravitasi atau dengan menggunakan pompa. Mortar biasanya dipilih apabila perbaikan yang diperlukan terlalu dangkal untuk agregat kasar pada beton dan apabila fluiditas seperti yang dimiliki grout tidak dibutuhkan. Grout rnemiliki keuntungan karena bersifat encer dan dapat dipompakan sampai ke bagian yang tidak terlihat sekalipun. Grout dapat digunakan apabila celah-celah yang ada berukuran minimal dan tidak diinginkan adanya voids yang tidak terisi. Namun, grout memiliki kandungan air yang sangat tinggi dan konsekuensinya mengalami penyusutan yang lebih besar daripada mortar atau beton. Dry pack Sebenarnya setiap material untuk perbaikan yang dapat digunakan dengan konsistensi sedemikian rupa sehingga tidak mengalami slump (no-slump consistency) dapat disebut dry pack. Namun demikian biasanya istilah ini digunakan untuk mortar dengan bahan dasar semen Portland dengan kandungan air yang cukup rendah sehingga
tidak mengalami slumps. Walaupun dengan demikian susut diminimumkan, namun campuran seperti ini rneningkatkan kemungkinan terjadinya voids. Beton, mortar dan grout yang dapat berekspansi Material ini ditujukan untuk mengatasi masalah susut dengan menambahkan bahan yang menghasilkan gaya ekspansif yang besarnya kurang lebih melawan tegangan akibat susut. Gaya-gaya ekspansif ini antara lain dapat diperoleh dengan menggunakan: bubuk alumunium yang memproduksi gas hidrogen agregat metalik yang dibuat untuk berekspansi dengan bantuan suatu katalisator semen yang secara kimiawi bersifat ekspansif Efektifitas material-material ini sangat bervariasi karena itu daya kinerjanya dan penggunaan pada masa lalu harus diperiksa secara komprehensif. Beberapa material diketahui telah menghasilkan perbaikan yang tahan lama sedangkan yang lainnya memperlihatkan
kurangnya
kepadatan
atau
masalah
lain
yang
mengurangi
efektifitasnya. Beton Serat Beton serat memiliki kekuatan tarik, kekuatan lentur, daya tahan terhadap impak dan daya tahan terhadap abrasi yang lebih baik daripada beton biasa. Serat yang digunakan dapat berupa serat metal plastik, gelas atau serat natural. Beton serat telah secara berhasil digunakan sebagai overlay yang tipis pada jalan dan runway, pada keadaan dimana cavitation atau erosi merupakan masalah seperti pada spillway bendungan, dan pada penerapan lainnya. Penanganan dan penuangan beton agak sulit karena bola-bola serat yang merupakan gumpalan yang terdiri dan serat yang saling terkait cenderung untuk terbentuk dan mengakibatkan material perbaikan sulit dikerjakan. Shotcrete Shotcrete terdiri dan bahan-bahan pembentuk yang sama seperti beton yaitu semen, agregat dan air. Perbedaan shotcrete dengan beton biasa adalah bahwa shotcrete biasanya rnenggunakan agregat kerikil yang bulat dan kandungan semennya lebih tinggi. Selain itu water-cement ratio dari shotcrete rendah sekitar 0,4. Shotcrete yang juga biasa disebut sobaaai sprayed concrete atau sprayed mortar diterapkan dengan menghantarkannya melalui pipa yang memiliki nozzle dan secara pneumatik diproyeksikan dengan kecepatan tinggi kepada suatu permukaan sehingga memiliki
lekatan yang sangat kuat terhadap permukaan tersebut. Pemadatan shotcrete tidak dilakukan dengan menggunakan vibrator tetapi dengan adanya impak terhadap permukaan yang akan diperbaiki. Shotcrete yang dikerjakan dengan baik merupakan produk yang sangat berkualitas untuk perbaikan dan overlay yang tipis karena daya Iekatnya yang tinggi. Shotcrete khususnya sangat balk digunakan pada pekerjaan yang terletak vertikal atau pada langit-langit dimana perbaikan yang konvensional sulit dibuat, mahal dan seringkali tidak tahan lama. Pada perbaikan gedung, shotcrete biasanya dipergunakan untuk perbaikan kerusakan akibat kebakaran dan gempa, untuk perkuatan dinding dan untuk menyelimuti baja struktur agar tahan api. Semen Khusus Beton, grout dan mortar yang harus memiliki sifat tertentu untuk suatu tipe perbaikan dapat dibuat dengan menggunakan semen khusus. Misalnya mortar yang tebuat dengan menggunakan semen dengan kandungan alumina yang tiriggi (high alumina cement) akan mengalami setting dalam dua sampai empat jam dan dapat mencapai kekuatan tekan sebesar 22 MPa dalam enam jam. Beton dan mortar yang dibuat dengan menggunakan semen ini juga memiliki daya tahan yang lebih tinggi terhadap perusakan oleh beberapa macam asam, sulfat, alkali, air laut dan minyak. Penggunaan material ini harus dilakukan dengan hati-hati karena kontaminasi terhadap semen Portland biasa, plester atau kapur dapat mengakibatkan flash set. Sernentara itu semen Portland tipe Ill, khususnya bila dipergunakan bersama dengan acce/erator yang efektif dapat menghasilkan beton dan mortar yang sesuai untuk pekerjaan perbaikan yang cepat. Selain itu juga tersedia semen magnesium phosphate untuk pekerjaan penambalan. Beton dan mortar yang dimodifikasi dengan menambahkan latex Beton dan mortar yang dimodifikasi dengan menambahkan latex admixture merupakan material perbaikan yang sangat berguna untuk meIapisi kembali permukaan lantai bangunan atau lantai kendaraan pada jembatan yang rusak. Material seperti ini dikenal dengan sebutan “beton latex” (latex concretes) atau “latex-modified concrete” dan pada akhir-akhir ini sering dikenal sebagai “polymer modified concretes”. (Material ini harus dibedakan dari “polymer concretes” yang mengandung polymer yang tidak ditambahkan dalam bentuk latex). Campuran yang dimodifikasi dengan latex ini pada umumnya:
dapat melekat dengan baik pada beton asli yang masih baik bersifat cukup menahan air (water-retentive) sehingga tidak rnemerlukan curing agent atau curing membrane memiliki kekuatan tekan dan kekuatan tarik yang tinggi lebih fleksibel daripada campuran yang tidak dimodifikasi memiliki daya tahan terhadap pelapukan, alkali dan asam-asam yang terlarut Dalam menggunakan campuran jenis ini, penggunaan admixtures lainnya terutama yang bersifat air entraining harus dilakukan dengan hati-hati karena mungkin tidak kompatibel dengan /atex. Untuk itu dibutuhkan pembuatan campuran percobaan. Penanganan dan finishing pada penggunaan campuran ini juga lebih sukar dari pada campuran biasa karena mengeras dengan cepat dan mudah cacat permukaannya bila terlalu keras diratakan. Beton, mortar dan grout yang dimodifikasi dengan menambahkan polymer Beton, mortar atau grout yang dimodifikasi dengan menambahkan suatu polymer sebagai matriks memiliki beberapa keuntungan bagi pekerjaan perbaikan. Keuntungankeuntungan ini meliputi: kekuatan yang tinggi pada umur dini, kemampuan untuk dicor pada temperatur di bawah titik beku, memiliki kekuatan lekat yang baik, durabilitas yang tinggi walaupun bila harus digunakan pada kondisi yang akan merusak beton yang biasa. Sebagai polymer biasanya digunakan epoxy. Polyurethane, unsaturated polyster, methyl methacrylate dan Iain-Iainnya. 2. Material yang berbahan dasar resin: Epoxy Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin (epoxy merupakan senyawa organik) dan meliputi resin untuk injeksi (injection resins), mortar yang dapat dicor dan pasta yang dapat diterapkan dengan tangan. Epoxy mortar terdiri dan resin, hardener dan filler yang terdiri dari pasir halus, sedangkan epoxy concrete terdiri dari resin, hardener, pasir halus dan agregat kasar ukuran kecil. Keuntungan utama material perbaikan yang berbahan dasar resin dibandingkan dengan material yang cementitious meliputi: viskositas yang sangat rendah sehingga cocok untuk proses injeksi pada retak halus kekuatan lekat yang tinggi fleksibilitas yang tinggi bila diperlukan untuk mengakomodasikan pergerakan
kekuatan yang tinggi dan tingkat pertumbuhan kekuatan yang tinggi pula memiliki daya tahan terhadap penetrasi oleh air, garam-garam, dsb. Kekurangan epoxy untuk pekerjaan perbaikan beton meliputi: biaya yang tinggi, mempunyal efek alergi bagi sementara orang, dan memiliki perbedaan yang signifikan terhadap beton dalam beberapa sifat fisik seperti koefisien ekspansi thermal, kekuatan tarik, dan kekuatan lentur. Dalam pekerjaan perbaikan epoxy sering digunakan: sebagai adhesive untuk melekatkan beton yang masih plastik kepada beton yang sudah mengeras atau melekatkan satu material yang kaku terhadap yang lainnya untuk menambal, untuk perbaikan retak, dan sebagai coating untuk melindungi beton terbadap lingkungan yang ganas. 3. Elastomeric Sealants Bila retak yang harus diperbaiki bersifat aktif, artinya mengalami pergerakanpergerakan yang berarti, pilihan untuk material yang akan digunakan sering jatuh pada elastomeric sealants. Material ini harus melawan infiltrasi pecahan-pecahan beton dan air kedalam retakan, memiliki ekstensibilitas yang tahan lama dan melekat pada tepi-tepi retak. Dua tipe elastomeric sealants yang biasa dipakai adalah: hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang bituminous dengan karet yang kompatibel cold-applied, yang dapat didasarkan atas berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilili elastomeric sealants untuk pekerjaan perbaikan meliputi daya tahan terhadap pelapukan, temperatur ekstrim yang harus dialami produk pada struktur, faktor-faktor Iingkungan seperti lalu lintas dan bahan kimiawi yang korosif, serta persyaratan daya lekat dan elastisitas. 4. Silicones Silicone biasanya dipilih sebagai material perbaikan untuk masalah migrasi uap air melalui dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone padat pada suatu pelarut (biasanya tahan lama tetapi mudah terbakar ketika masih cair, atau dengan membuat garam alkali dari asam siliconic dan melarutkannya dalam air (tidak
mudah terbakar tetapi berbahaya untuk kulit karena alkalinitasnya yang tinggi, dan tidak terlalu tahan lama). Larutan material ini biasanya disemprotkan ke dinding, umumnya dengan kecepatan 2
3 m /liter dan ketika pelarutnya menguap, silicone resin tinggal di dalam struktur pori dinding. Perbaikan dengan silicone biasanya efektif selama 4 atau 5 tahun dan setelah itu harus diperbaharui. Material ini relatif murah dan tidak mengubah warna beton, serat tidak menguning sejalan dengan umur. Material ini sesuai untuk pelat-pelat horizontal, permukaan yang mengalami abrasi, atau untuk waterproofing. 5. Bentonite Bentonite merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vukanik yang mengandung mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium bentonite. Material ini dapat mengabsorbsi air dalam kuantitas banyak dan rnengembang sampai 30 kali volumenya semula dan membentuk massa yang menyerupai jelly yang efektif berfungsi sebagai penghalang air. Material ini telah digunakan secara efektif pada konstruksi baru dan untuk menghentikan kebocoran yang terjadi di basement, kolam renang, tangki air, reservoir, saluran irigasi, bendungan, dsb. 6. Bituminous Coating Bituminous coating yang berbahan dasar aspal atau coal tar sering digunakan sebagai waterproofing pada beton atau untuk perlindungan terhadap pelapukan. Material ini murah dan sudah biasa digunakan oleh buruh, efektif berfungsi sebagai waterproofer sepanjang suatu perioda tertentu apabila dikerjakan dengan baik, dan ketebalannya (dengan demikian juga daya tahan terhadap lalunya air dan pelapukan) dapat bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kekurangan material ini adalah kebutuhan untuk secara periodik menggantinya dengan yang baru, kotor dan menimbulkan bau dalam pengerjaan, kecenderungannya untuk mengering dan retak, sensitifitasnya terhadap temperatur sekitar, dan kerusakan yang cepat apabila cairan terlentu seperti bensin ditumpahkan padanya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian untuk bahan kajian/asesmen ini dilaksanakan pada Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali yang terletak di Jalan Raya Kartosuro-Boyolali KM.10, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali.
Sumber: www.boyolali.goi.id, 2009 Gambar 3.1. Peta Kabupaten Boyolali
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.2. Lokasi Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali
3.2. Data Umum Bangunan 45 a. Nama Bangunan
: Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali
b. Alamat / Lokasi
: Jalan Raya Kartosuro-Boyolali KM.10, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali
c. Fungsi
: Gedung Perkantoran dan UGD untuk Rumah Sakit
d. Luas Bangunan
: 382 m2
e. Jumlah Lantai
: 2 ( dua ) lantai
f. Tanah Dasar
: Tanah Keras
g. Wilayah Gempa
: Wilayah 3 (tiga)
h. Pemilik
: Badan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono
g. Tahun Pembangunan
: Lantai Satu dibangun tahun 2006 Lantai Dua dibangun tahun 2008
h. Perencana
: Lantai Satu oleh CV. Mandiri Cipta Yasa Lantai Dua oleh CV. Titis Engineering Consultant
3.3. Alur Penelitian Tahapan pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian lapangan dan pengujian di Laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta dan menggunakan standart pengujian menurut ASTM. Dalam rangka evaluasi kelaikan struktur bangunan Gedung UGD dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini dilakukan beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut: 1. Pengamatan secara visual (Visual Check), baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan kamera dan pemeriksaaan kerusakaannya, khususnya retak-retak. Investigasi cacat struktur yang lain seperti keropos, berlobang, mengelupas dan sebagainya. Kegiatan ini dilakukan terutama terhadap komponen yang berfungsi memikul beban-beban, baik beban vertical maupun beban horizontal. Hasil dari kegiatan ini berupa penggambaran pola-pola keretakan pada elemen balok struktur “Crack Pattern”. Selanjutnya gambar pola-pola keretakan ini dibahas lebih mendalam pada bab IV dan lampiran. 2. Pemeriksaan gambar-gambar yang ada. Dikarenakan pada kasus ini tidak ada dokumen “as built drawing” yang bisa didapatkan, maka digunakan gambar perencanaan untuk
dibandingkan dengan kondisi eksisting lapangan dan sebagai bahan masukan/input dalam evaluasi struktur. 3. Pengujian mutu bahan dengan cara non destructive test. Untuk pengujian beton digunakan alat Schmidt Rebound Hammer dan Ultrasonic Pulse Velocitymeter (UPV). Pengujian jumlah dan diameter baja tulangan terpasang dengan menggunakan alat Rebar Locator. Uji tarik baja tulangan terpasang dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) di laboratorium. Pengukuran lebar retak struktur beton dengan menggunakan alat microcrackmeter. 4. Pengukuran geometri struktur bangunan dengan menggunakan alat Theodolith dan Water pass. Kegiatan pengukuran ini berupa pengamatan atas dimensi struktur beton bertulang yang terpasang dilapangan. Berkenaan tidak tersedia gambar kerja di lapangan, maka untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang kondisi eksisting struktur, dilakukan pengukuran langsung dilapangan. Hasil dari kegiatan ini berupa hasil pengukuran secara kuantitatif nilai lendutan maksimum elemen balok struktur yang ada (Deflection Check) dan Geodetic Data, berupa denah struktur, panjang bentang balok, , dimensi balok, dimensi kolom, deformasi elemen kolom struktur terkait dengan tinggi antar tingkat story drift-nya dan nilai kerataan plat lantai dua. Khusus untuk Geotechnic Data hanya diperoleh melalui studi wawancara dengan stakeholder yang terlibat dalam pengerjaan galian pondasi bangunan dan studi banding hasil sondir dan pengujian tanah suatu kegiatan proyek yang masih berada dalam satu karakteristik lempeng tanah yang hampir sama dengan lokasi bangunan. 5. Analisis struktur dalam rangka evaluasi kelaikan struktur yang didasarkan pada ukuran dan kondisi eksisting yang ada, untuk mendapatkan gaya-gaya dalam akibat berbagai kombinasi pembebanan. Alat yang digunakan adalah computer yang telah dilengkapi dengan software analisis struktur dalam bentuk program SAP2000. Pada tahap kegiatan ini dilakukan analisis terhadap perencanaan (mengacu pada gambargambar bestek perencanaan) dan analisis terhadap pelaksanaan (dikarenakan tidak ditemukan adanya dokumen “as built drawing”, maka digunakan data condition drawing dan hasil data pengujian lapangan maupun laboratorium yang didapatkan pada tahapan kegiatan sebelumnya. Dari hasil analisis struktur ini akan dilakukan control kekuatan elemen kolom, balok, dan plat lantai yang berfungsi sebagai rangka pemikul beban-beban yang bekerja.
6. Rekomendasi penanganan agar bangunan secara structural bisa berfungsi dan bisa diteruskan pembangunan dan penggunaannya. Untuk memudahkan dalam langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, maka dibuat diagram alur penelitian sebagai berikut:
Mulai
Kunjungan Lapangan dan Pengamatan Visual
Pengumpulan Data Field Investigation 1.1. Visual Check 1.2. Deflection Check 1.3. Crack Pattern II. Geotechnic Data III. Material Quality IV. Geodetic Data ( TØ / WP ) I.
Preliminary Assessment
Data Gambar
Data Bahan
Data Beban
Asesmen
Evaluasi Terhadap Perencanaan
Evaluasi Terhadap Pelaksanaan
Kesimpulan
Detailed Assessment
Rekomendasi
Gambar 3.3. Diagram Alur Penelitian
3.4. Peralatan Penelitian 3.4.1. Pengujian Lapangan Peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan pengujian di lapangan adalah sebagai berikut: a. Schmidt Rebound Hammer Test Schmidt Rebound Hammer Test adalah salah satu jenis pengujian untuk mengetahui kuat tekan permukaan beton (Compressive strength) dengan palu beton. Alat palu beton ini berbentuk silinder, dimana bagian tengahnya terdiri dari poros yang dilengkapi dengan cincin yang dapat ditembakkan dan membentur ujung poros dan menyalurkannya pada beton yang diperiksa dengan menekan tombol pelontar. Pada alat ini juga dilengkapi besaran angka tertentu yang kemudian dikonversikan terhadap perkiraan mutu beton. Gambar 3.4. berikut ini menunjukkan gambar grafik konversi pembacaan Schmidt Rebound Hammer Test.
Gambar 3.4. Grafik pembacaan Schmidt Rebound Hammer Test
Cara pengujian dengan alat Hammer Test ini telah diatur dalam British Standart Bab 4 dan SNI 03-4430-1997. Selain dilengkapi dengan jarum penunjuk, alat ini juga dapat dipasang alat perekam otomatis faktor kekerasan permukaan beton yang diuji. Perlu diperhatikan, bila pengujian dilakukan dengan sudut tertentu, maka hasil pembacaan harus diberi factor koreksi, karena dengan adanya sudut pemukulan terjadi perubahan enersi benturan. Dalam pelaksanaan pengujian terdapat beberapa arah uji sesuai dengan kondisi lapangan, seperti yang diberikan pada Tabel 3.1. berikut ini. Tabel 3.1. Arah Pengujian Schmidt Rebound Hammer Test Sudut Pengambilan 0° -90° +90° 45°
Arah Pengujian Tegak lurus horisontal Tegak lurus vertikal ke bawah Tegak lurus vertikal ke atas Bidang miring 45°
Sumber: Sjafei Amri, 2006
Berikut Gambar 3.5. di bawah ini memperlihatkan peralatan Schmidt Rebound Hammer Test dan aplikasi pengujiannya di lapangan.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.5. Peralatan Schmidt Rebound Hammer Test
Untuk penjelasan mengenai alat, bahan, prinsip, persiapan, tata cara, dan prosedur pengujian secara lebih mendetail dari berbagai peralatan yang digunakan bisa dilihat pada Lampiran A. b. UPV (Ultrasonic Pulse Velocitymeter Test) / Kecepatan Pulsa Ultrasonik Pemeriksaan ini juga sering disebut dengan UPV-Test. Prinsip dari alat ini yaitu, suara akan merambat dengan kecepatan yang berbeda dari satu jenis bahan dengan jenis bahan lainnya. Bahan dengan kepadatan dan kekerasan yang tinggi akan merambatkan getaran bunyi lebih cepat bila dibandingkan dengan bahan kepadatan dan kekerasan yang rendah. Prinsip ini digunakan untuk memperkirakan keseragaman mutu beton.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.6. Peralatan UPV (Ultrasonic Pulse Velocitymeter)
c. Theodolite, dan Waterpass Pengukuran geometris diperlukan tidak hanya pada saat pembangunan saja, namun juga diperlukan untuk melakukan pekerjaan investigasi. Setelah berdiri, bangunan bisa saja mengalami perubahan baik akibat pengaruh alam maupun hal-hal teknis lainnya. Perubahan seperti kemiringan, penurunan pada komponen atau seluruh bangunan diukur besarannya untuk mengetahui tingkat keparahannya. Alat Theodolite digunakan untuk mengetahui tingkat kemiringan bangunan terkait dengan besarnya simpangan antar lantai (story drift) bangunan pada bagian eksterior. Alat theodolith ini juga digunakan untuk mengukur denah lokasi dan dimensi komponenkomponen bangunan. Sedangkan alat waterpass di sini rencana digunakan untuk mengetahui tingkat kerataan plat lantai dua dan nilai lendutan/defleksi balok struktur lantai dua.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.7. Penggunaan alat Theodolith dan Waterpass untuk pengukuran geometris bangunan
d. Microcrackmeter Alat ini cukup ringan dan mudah dioperasikan yang berguna untuk mengukur lebar dan kedalaman keretakan pada beton. Alat ini juga dilengkapi dengan lampu dan garisgaris pembantu pembacaan, dengan tingkat ketelitian mencapai 0,01 mm. Gambar 3.8 berikut menunjukkan penggunaan alat microcrackmeter di lapangan.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.8. Penggunaan alat microcrackmeter di lapangan
e. Meteran Agar diketahui ukuran dimensi kolom dan balok struktur, maka dilakukan pengukuran penampang yang terpasang di lapangan dengan menggunakan meteran panjang 5 meteran. Ukuran ini nantinya akan digunakan sebagai input dalam analisis kelaikan/keamanan struktur rangka utama bangunan. Pengukuran dimensi kolom dan balok struktur tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu mengupas plesterannya, sehingga diperoleh ukuran beton yang sebenarnya. Sedangkan untuk pengukuran panjang retakan dan kebutuhan pengukuran-pengukuran yang lain digunakan alat roll-meter. f. Rebar Locator/R-bar meter dan Kaliper/Jangka Sorong Pemeriksaan R-bar (Reinforcing bar/baja tulangan) Locator / Profometer merk Proceq Testing Instrument ini menggunakan prinsip magnetik. Gaya magnet yang
diterima oleh alat akan sangat ditentukan oleh jarak dari benda terhadap magnet yang dipasang serta jumlah massa dari benda yang diuji.
Sumber: Survei Penelitian, 2010 Gambar 3.9. Peralatan Rebar Locator/Profometer
Maksud dari pengujian menggunakan alat ini adalah untuk mengetahui kedalaman posisi baja tulangan dan jumlah baja tulangan yang ada di dalam penampang beton dengan metode pelaksanaan di lapangan seperti terlihat pada rangkaian gambar 3.10. berikut ini.
Sumber: Survei Penelitian, 2010 Gambar 3.10. Metode pelaksanaan Rebar Locator/Profometer di lapangan
Sedangkan untuk mengetahui diameter baja tulangan terpasang maka dilakukan pengukuran diameter baja tulangan dengan cara sampling dengan alat kaliper/jangka sorong, khususnya untuk baja tulangan kolom lantai 1 dan lantai 2. Gambar 3.16 berikut menunjukkan penggunaan alat kaliper di lapangan.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.11. Penggunaan alat kaliper di lapangan
3.4.2. Pengujian di Laboratorium Peralatan yang digunakan untuk pengujian di Laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta berupa alat UTM (Universal Testing Machine) merk Shidmazu untuk uji tarik baja tulangan terpasang.
Sumber: Survei Penelitian, 2009 Gambar 3.12. Peralatan UTM (Universal Testing Machine)
3.5. Standart Acuan Kelaikan Struktur Rangka Beton Bertulang 3.5.1. Peraturan dan Standart Acuan yang Digunakan Peraturan atau standart acuan yang dijadikan referensi dalam perhitungan adalah peraturan struktur beton untuk gedung (untuk pengecekan kapasitas penampang elemen struktur beton bertulang), peraturan kegempaan (untuk perhitungan gaya-gaya gempa dan penentuan permodelan struktur dan analisis yang sesuai), dan peraturan pembebanan (untuk ketentuan besarnya beban-beban yang diterapkan pada struktur). Selengkapnya referensireferensi yang digunakan tersebut adalah:
a. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) b. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) c. Pedoman Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (SNI 1727-1989F) d. Control of Deflection in Concrete Structure (ACI 435R-95) e. Handbook for the Seismic Evaluation of Buildings – A Prestandart (Federal Emergency Management Agency / FEMA 310, Januari 1998)
3.5.2. Bahan Struktur Bahan yang digunakan dalam analisis struktur meliputi beton bertulang untuk elemen kolom, balok, dan plat lantai serta material baja untuk tulangan. a. Beton Kuat tekan beton sesuai dengan hasil pengujian di lapangan Modulus elastisitas beton terkoreksi (Ec
terkoreksi )
akibat retak sesuai dengan Peraturan
ACI 435R-95 dapat dilihat perhitungannya pada Lampiran B Angka Poisson’s ratio, ν = 0,2 Berat jenis bahan, ρ = 2400 kg/m3 b. Baja tulangan Tegangan leleh baja (fy) sesuai dengan hasil pengujian di laboratorium Modulus elastisitas baja, Es = 2.105 Mpa Angka Poisson’s ratio, ν = 0,3 Berat jenis bahan, ρ = 7850 kg/m3 3.5.3. Faktor Reduksi Kekuatan Angka faktor reduksi kekuatan yang digunakan adalah nilai faktor reduksi untuk keperluan evaluasi struktur sesuai SNI 03-2847-2002 dengan nilai-nilai sebagai berikut: Lentur, tanpa beban aksial
= 0,90
Tarik aksial dan tarik aksial dengan lentur
= 0,90
Tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur
= 0,70
(Komponen dengan tulangan spiral) Tekan aksial dan tekan aksial dengan lentur
= 0,65
(Komponen lain) Geser dan/atau puntir
= 0,75
Tumpuan pada beton
= 0,65
3.5.4. Analisis Struktur Portal Beton Bertulang Tiga Dimensi Dalam analisis struktur untuk mengetahui kelaikan/keamanan struktur secara keseluruhan pada bangunan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Permodelan struktur 3 dimensi dilakukan dengan program komputer (SAP2000); b. Elemen balok dan kolom dimodelkan sebagai elemen frame; c. Pelat lantai sebagai beban pada balok-balok pendukung dihitung otomatis oleh program dengan permodelan elemen shell (pelat); d. Beban atap dilimpahkan sebagai beban titik pada ringbalk; e. Tumpuan (pondasi) telapak/footplat dimodelkan sebagai tumpuan sendi; f. Beban gempa dihitung berdasarkan peraturan standart gempa SNI 03-1726-2002; g. Dinding batu bata dibebankan sebagai beban merata pada balok-balok; h. Pembebanan mati dan hidup mengacu pada peraturan pembebanan SNI 1727-1989F. 3.5.5. Evaluasi Kelaikan/Keamanan Elemen Struktur Perhitungan kapasitas elemen balok dan kolom dilakukan dengan program SAP-2000. Kapasitas (resistant) R komponen struktur ini dibandingkan dengan kuat perlu U akibat berbagai kombinasi beban. Jika kapasitas lebih besar dibandingkan dengan kuat perlu maka dikatakan elemen struktur aman, sedangkan jika kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan kuat perlu maka dikatakan elemen struktur tidak aman. Elemen struktur yang dinyatakan kurang/tidak aman perlu dilakukan perbaikan/perkuatan agar bangunan dapat diteruskan penggunaannya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
3.6. Data Hasil Field Investigation 4.1.1. Data Pengamatan Visual / Visual Check Langkah awal yang dilakukan pada pemeriksaan visual di lapangan adalah memeriksa kondisi bangunan secara keseluruhan dan kondisi komponen struktur terpasang. Berdasarkan hasil pengamatan visual terhadap bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali didapatkan data-data sebagai berikut: Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Visual Secara Keseluruhan No. 1.
Jenis Bangunan / Elemen Bangunan Blok Bangunan
2.
Tampak Bangunan
3.
Pasangan Dinding
4.
Penutup Lantai
5.
Komponen struktur bangunan: a. Kolom
b. Balok Beton
No.
Jenis Bangunan / Elemen Bangunan c. Pelat Lantai dan Tangga Beton
Hasil Pengamatan Bangunan terdiri atas satu blok dua lantai dengan tambahan kanopi satu lantai pada bagian depan Bangunan memperlihatkan tampak bangunan yang masih sempurna (walaupun finishing plesteran dinding luar bangunan pada lantai dua belum dikerjakan). Pasangan dinding yang terpasang banyak yang sudah retak, baik pasangan dinding pada lantai satu maupun lantai dua. Untuk pasangan dinding lantai dua bagian luar yang belum diplester, terlihat pemasangan dinding tidak rapi. Seluruh lantai pada lantai sudah ditutupi dengan ubin keramik berwarna putih dengan kondisi masih terpasang dengan sempurna, sedangkan pada pelat lantai dua belum ada finishing penutup lantainya. Pengamatan dilakukan secara bertahap dari betonnya yang terekspose, berupa: Kolom struktur pada lantai satu mengalami retak rambut pada bagian luar bangunan, tetapi ada kemungkinan hanya retak pada plesteran kolom saja bukan mengarah pada kolom strukturnya Hampir semua balok mengalami retak vertikal yang diindikasikan sebagai retak lentur (bukan retak miring sebagai indikasi kerusakan geser) yang mengarah pada retak struktural. Hasil Pengamatan 60 Ada beberapa bagian plat lantai dua yang mengalami retak yang cukup serius karena lebar retaknya cukup lebar, mencapai 0,2 - 0,4 mm.
Sumber: Survei Penelitian, 2009
Berdasarkan pengamatan visual di lapangan secara lebih mendetail, maka didapatkan data-data kondisi fisik bangunan sebagaimana dijelaskan pada Lampiran B.
4.1.2. Data Deflection Check Defleksi/lendutan adalah salah satu jenis kerusakan yang terdapat pada bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali yang terlihat secara kasat mata. Dampak dari lendutan balok struktur inilah yang dikhawatirkan menjadi faktor penyebab menurunnya kekuatan struktur bangunan secara keseluruhan. Untuk mengetahui seberapa besar nilai lendutan dari balok struktur yang ada di lapangan, maka dilakukan pengukuran lendutan menggunakan waterpass dengan hasil sebagaimana Tabel 4.2. berikut ini. Tabel 4.2. Nilai Lendutan Maksimum Balok Struktur Eksisting dikaitkan dengan Nilai Lendutan Maksimum yang Diijinkan No. Titik Te mpat Te mpat Yang Ditinjau 1 2 Balok As F-1-2 As F-2-3 As E-1-2 As 2-E-F As 3-E-F As 4-E-F As 3-D-E As E-2-3 As 2-D-E As D-2-3 As 2-C-D As C-2-3 As C-3-4 As 4-C-D As B-2-3 As 1-D-E As D-1-2
Nilai Le ndutan Nilai Le ndutan Posisi Panjang Maks imum yang Maksimum Dari Be ntang Ke t. Diijinkan (mm) Eksisting Titik (mm) ** (mm) Acuan 3 4 5 6 7 4,000 11 44 Di bawah Bahaya 3,000 8 18 Di atas Bahaya 4,000 11 10 Di bawah Masih Aman 3,000 8 24 Di atas Bahaya 3,000 8 15 Di bawah Bahaya 3,000 8 23 Di atas Bahaya 3,000 8 2 Di atas Masih Aman 3,000 8 41 Di bawah Bahaya 3,000 8 16 Di atas Bahaya 3,000 8 30 Di atas Bahaya 3,000 8 21 Di atas Bahaya 3,000 8 12 Di atas Bahaya 4,000 11 11 Di bawah Bahaya 3,000 8 40 Di bawah Bahaya 3,000 8 2 Di atas Masih Aman 3,000 8 18 Di bawah Bahaya 4,000 11 16 Di bawah Bahaya
No. Titik Te mpat Te mpat Yang Ditinjau 1 2 As D-3-4 As 4-D-E As E-3-4 As F-3-4 As 4-A-B As A-2-3 As 2-A-B As B-2-3 As 3-B-C As 4-B-C As B-4-5
Nilai Le ndutan Nilai Lendutan Panjang Maksimum yang Maksimum Be ntang Diijinkan (mm) Eksisting (mm) ** (mm) 3 4 5 4,000 11 27 3,000 8 25 4,000 11 17 4,000 11 32 3,000 8 28 3,000 8 3 3,000 8 25 3,000 8 20 3,000 8 45 3,000 8 5 3,000 8 20
Posisi Dari Titik Acuan
Ket.
6 Di bawah Di bawah Di bawah Di bawah Di bawah Di atas Di bawah Di bawah Di atas Di atas Di atas
7 Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Bahaya Masih Aman Bahaya Bahaya Bahaya Masih Aman Bahaya
Sumber
: Pengukuran lapangan Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar balok yang ada (sekitar 82%) mengalami lendutan yang sudah melebihi nilai batas lendutan yang diijinkan sesuai ketentuan di dalam peraturan yang ada, yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung pada sub bab 11.5. Tetapi pengukuran di lapangan tersebut didasarkan pada pengukuran balok beton yang sudah difinishing. Terjadinya defleksi/lendutan masih bisa dimungkinkan karena berbagai faktor, bisa karena jeleknya kualitas finishing beton, kesalahan dan kecerobohan pada saat pelaksaaan (berkaitan dengan pemasangan begesting balok betonnya), maupun karena beban dari struktur itu sendiri. Sedangkan untuk data hasil pengukuran defleksi/lendutan, baik untuk komponen struktur balok maupun pelat lantai secara lebih jelas dan terperinci dapat dilihat pada lampiran F.
4.1.3. Data Crack Pattern Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit. Retak pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, salah satu di antaranya adalah retak yang terjadi karena pembebanan pada struktur. Salah satu tingkat kerusakan akibat retak yang sudah mengarah ke kerusakan struktural dan sifatnya parah adalah retak pada bagian komponen balok struktur. Berdasarkan hasil data pengamatan visual di lapangan, dapat dilihat bahwa hampir keseluruhan retak balok arahnya vertikal (bukan retak miring sebagai indikasi kerusakan geser) seperti terlihat pada ilustrasi Gambar 4.1, dengan dan lebar retakan setelah dicek
dengan alat microcrackmeter ada yang kurang dari 0,4 mm, tetapi ada juga di beberapa tempat yang lebar retakannya melebihi 0,4 mm bahkan mencapai 0,7 mm (di posisi balok bagian atas ruang tangga).
Gambar 4.1. Ilustrasi pola keretakan pada balok struktur yang mengarah pada keretakan lentur murni Penyebab keretakan yang terjadi pada balok struktur dimungkinkan karena struktur tidak mampu menahan tambahan beban yang ada di atasnya (beban sendiri pelat lantai dan dinding di atasnya). Berdasarkan informasi lisan dimungkinkan juga adanya kesalahan dalam pelaksanaan konstruksi, yaitu pemasangan baja tulangan yang posisinya terbalik antara posisi tumpuan dan lapangan. Kondisi retak yang sudah mengarah ke kerusakan struktur ini semakin diperparah oleh terjadinya defleksi/lendutan balok struktur, sehingga kekuatan eksisting struktur terpasang dikhawatirkan mengalami degradasi yang cukup signifikan. Untuk lebih menjelaskan secara lebih mendetail tentang pola keretakan yang terjadi pada hampir keseluruhan balok struktur terhadap keseluruhan bangunan yang ada, maka disajikan foto elemen dan pola keretakan pada masing-masing elemen balok struktur yang ada, seperti diuraikan pada Lampiran G.
4.1.4. Data Geodetic/ Geometric 1. Data Geometris Elemen-elemen Struktur Data-data geometris elemen-elemen struktur hasil investigasi dilapangan diuraikan pada Tabel 4.3. dan Tabel 4.4. Kondisi bangunan eksisting dan proses inspeksi pendahuluan di lapangan diperlihatkan pada Lampiran B. Tabel 4.3. Data-data Geometris Elemen Kolom Struktur. No
Uraian
Tinggi kolom (jarak antar muka balok) Kolom lantai satu Kolom lantai dua No Uraian
Besaran Eksisting
Besaran Rencana
3,50 m 3,25 m Besaran
3,50 m 3,25 m Besaran
1
2
3
Dimensi kolom a. Kolom K1 Lebar kolom (b c) Tinggi kolom (hc) b. Kolom K2 Lebar kolom (b c) Tinggi kolom (hc) c. Kolom K3 Lebar kolom (b c) Tinggi kolom (hc) d. Kolom Praktis (KP) Lebar kolom (b c) Tinggi kolom (hc) Tulangan pada Kolom a. Kolom K1 Tulangan pokok Tulangan pembagi Tulangan geser (sengkang) b. Kolom K2 Tulangan pokok Tulangan pembagi Tulangan geser (sengkang) c. Kolom K3 Tulangan pokok Tulangan pembagi Tulangan geser (sengkang) d. Kolom Praktis (KP) Tulangan pokok Tulangan geser (sengkang)
Eksisting
Rencana
260 mm 260 mm
300 mm 300 mm
230 mm 230 mm
250 mm 250 mm
210 mm 210 mm
200 mm 200 mm
120 mm 120 mm
150 mm 150 mm
4 D 15,7 4 D 15,7 Φ 6 -150
4 D 16 4 D 16 Φ 6 -150
4 D 15,7 4 Φ 10 Φ 6 -150
4 D 16 4 D 12 Φ 6 -150
4 Φ 10 4 Φ 10 Φ 6 -160
4 Φ 12 4 Φ 12 Φ 8 -160
4 Φ 10 Φ 6 -160
4 Φ 10 Φ 6 -160
Tabel 4.4. Data-data Geometris Elemen Balok Struktur. No
1
No
Uraian
Bentang balok kotor (jarak as-as kolom) Arah horizontal as 1-2 Arah horizontal as 2-3 Arah horizontal as 3-4 Arah horizontal as 4-5 Arah vertikal as A-B Arah vertikal as B-C Arah vertikal as C-D Arah vertikal as D-E Arah vertikal as E-F Uraian
Besaran Eksisting
Besaran Rencana
4,00 m 3,00 m 4,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m
4,00 m 3,00 m 4,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m 3,00 m
Besaran Eksisting
Besaran Rencana
2
3
4
No
Bentang balok bersih (jarak antar muka kolom) Arah horizontal as 1-2 Arah horizontal as 2-3 Arah horizontal as 3-4 Arah horizontal as 4-5 Arah vertikal as A-B Arah vertikal as B-C Arah vertikal as C-D Arah vertikal as D-E Arah vertikal as E-F Dimensi balok : a. Balok B1 Lebar balok (b b) Tinggi balok (hb) b. Balok B2 Lebar balok (b b) Tinggi balok (hb) c. Balok Ringbalk Struktur (RBS) Lebar balok (b b) Tinggi balok (hb) d. Balok Ringbalk Praktis (RBP) Lebar balok (b b) Tinggi balok (hb) Tulangan pada tumpuan balok a. Balok B1 Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan bagi (posisi di tengah) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) b. Balok B2 Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan bagi (posisi di tengah) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) c. Balok Balok Ringbalk Struktur (RBS) Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) d. Balok Ringbalk Praktis (RBP) Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) Uraian
3,70 m 2,70 m 3,70 m 3,725 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m
3,70 m 2,70 m 3,70 m 3,725 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m 2,70 m
250 mm 350 mm
250 mm 350 mm
200 mm 350 mm
200 mm 300 mm
150 mm 200 mm
150 mm 200 mm
150 mm 150 mm
150 mm 150 mm
3 D 15,7 2 Φ 10 3 D 14,5 Φ 8,6 – 85
4 D 16 2 D 12 2 D 16 Φ 6 – 100
3 D 15,7 2 Φ 10 2 D 14,5 Φ 8,6 – 105
3 D 16 2 D 12 2 D 16 Φ 6 – 100
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
Besaran Eksisting
Besaran Rencana
5
Tulangan pada Lapangan a. Balok B1 Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan bagi (posisi di tengah) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) b. Balok B2 Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan bagi (posisi di tengah) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) c. Balok Balok Ringbalk Struktur (RBS) Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang) d. Balok Ringbalk Praktis (RBP) Tulangan tarik ( posisi di sisi atas) Tulangan tekan (posisi di sisi bawah) Tulangan geser (sengkang)
3 D 15,7 2 Φ 10 3 D 14,5 Φ 8,6 – 135
2 D 16 2 D 12 4 D 16 Φ 6 – 100
3 D 15,7 2 Φ 10 2 D 14,5 Φ 8,6 – 135
2 D 16 2 D 12 3 D 16 Φ 6 – 100
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2 Φ 10 2 Φ 10 Φ 6 – 160
2. Data Geometris Simpangan Antar Tingkat (Story Drift) Data geometris mengenai simpangan horisontal (drift) digunakan dalam pengecekan perancangan struktur serta untuk menarik kesimpulan tentang keamanan struktur bangunan secara keseluruhan berdasarkan kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit struktur. H2
H2
H2 = 20,64 mm
H2 = 50,60 mm
H1
1
H2 = 38,79 mm
H1
H1 = 10,29 mm
2
H2
H1
H1 = 16,86 mm
3
H1 = 15,75 mm
4
5
Gambar 4.2. Potongan Penampang Struktur Bangunan dari Arah Utara
a. Pengukuran as 1 dari arah utara Lantai satu
Sudut kemiringan
= 0,0388°
Jarak alat dengan kolom
= 15,20 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,50 meter
ΔH1
= 0,01029 meter = 10,29 mm
Lantai dua Sudut kemiringan
= 0,0778°
Jarak alat dengan kolom
= 15,20 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,25 meter
ΔH2
= 0,02064 meter = 20,64 mm
b. Pengukuran as 4 dari arah utara Lantai satu Sudut kemiringan
= 0,08056°
Jarak alat dengan kolom
= 11,997 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,50 meter
ΔH1
= 0,01686 meter = 16,86 mm
Lantai dua Sudut kemiringan
= 0,24167°
Jarak alat dengan kolom
= 11,997 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,25 meter
ΔH2
= 0,0506 meter = 50,60 mm
c. Pengukuran as 5 dari arah utara Lantai satu Sudut kemiringan
= 0,0722°
Jarak alat dengan kolom
= 12,50 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,50 meter
ΔH1
= 0,01575 meter = 15,75 mm
Lantai dua Sudut kemiringan
= 0,1778°
Jarak alat dengan kolom
= 12,50 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,25 meter
ΔH2
= 0,03879 meter = 38,79 mm
H2
H2 = 47,71 mm
H1
H1 = 7,14 mm
F
E
D
C
B
A
Gambar 4.3. Potongan Penampang Struktur Bangunan dari Arah Timur d. Pengukuran as A dari arah timur Lantai satu Sudut kemiringan
= 0,0333°
Jarak alat dengan kolom
= 12,30 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,50 meter
ΔH1
= 0,00714 meter = 7,140 mm
Lantai dua Sudut kemiringan
= 0,0222°
Jarak alat dengan kolom
= 12,30 meter
Jarak vertikal kolom
= 3,25 meter
ΔH2
= 0,04711 meter = 47,110 mm
Dari data geometris mengenai simpangan horisontal (drift) di atas dapat dicari interstory drift (Δδ), seperti terlihat pada Tabel 4.5. di bawah ini. Tabel 4.5. Tabel Ketidaktepatan Sumbu Kolom / Interstory Drift (Δδ) No
Lokasi Pengukuran
1. As 1 dari arah utara 2. As 4 dari arah utara 3. As 4 dari arah utara 4. As A dari arah timur Sumber: Hasil Pengukuran
Δ H1 (mm) 10,29 16,86 15,75 7,14
Δ H2 (mm) 20,64 50,60 38,79 47,11
Interstory Drift (Δδ) Δ H2 - Δ H1 (mm) 10,35 33,74 23,04 39,97
Dari hasil tabel di atas dapat diperoleh bahwa nilai ketidaktepatan sumbu kolom / interstory drift (Δδ) terbesar terletak pada lokasi pengukuran as A dari arah timur dengan nilai sebesar 39,97 mm.
4.1.5. Data Geotechnic Data Geoteknik di sini coba ditelusuri untuk lebih meyakinkan bahwa pondasi dan kondisi tanah pada lokasi dalam kondisi baik dan tidak mengalami penurunan pondasi dan tanah yang signifikan. Data yang ada hanya bisa diperoleh melalui studi wawancara dengan stakeholder yang terlibat dalam pengerjaan galian pondasi bangunan dan studi banding hasil sondir dan pengujian tanah suatu kegiatan proyek yang masih berada dalam satu karakteristik lempeng tanah yang hampir sama dengan lokasi bangunan. Adapun data yang dimaksud adalah Data Laporan Hasil Penyelidikan Tanah Proyek Pembangunan Pasar Boyolali, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono ini dan secara geomorfologis tanahnya masih berada dalam satu karakteristik lempengan tanah yang sama. Berdasarkan hasil laporan tersebut, dapat dilihat bahwa kondisi tanah hasil uji sondir sebanyak 4 titik sondir posisi tanah keras terletak pada kedalaman yang dangkal (1,20 – 2,00 meter). Untuk lebih jelasanya data Laporan Hasil Penyelidikan Tanah ini dapat dilihat pada Lampiran E tentang Data Geoteknik tentang Laporan Hasil Penyelidikan Tanah Proyek Pembangunan Pasar (No. 141/XII/PT/LMT/08).
4.1.6. Data Material Quality 1. Data Kualitas/Mutu Beton Pengujian bahan telah dilakukan melalui pengujian di lapangan pada bagian elemenelemen struktur pelat lantai, balok struktur, dan kolom struktur pada Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali. Pengujian yang dilakukan di lapangan ini adalah menggunakan alat Schmidt Rebound Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Test untuk mengetahui kualitas kuat tekan beton terpasang. Adapun hasil yang didapatkan dari pengujian Schmidt Rebound Hammer Test dan Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Test dapat dilaporkan sebagai berikut: a. Kuat tekan beton hasil pengujian dengan alat Schmidt Rebound Hammer Test
Jumlah pengambilan data pengujian ini untuk seluruh gedung adalah 27 titik uji, dengan perincian sebagai berikut: a. Kolom lantai satu
: 8 titik uji
b. Balok dan pelat lantai dua
: 4 titik uji
c. Kolom lantai dua
: 15 titik uji
Pemukulan/penembakan untuk pengujian Hammer Test dilakukan sebanyak 10 kali pada masing-masing titik uji, kemudian hasilnya dirata-ratakan. Dari hasil pembacaan alat pada masing-masing titik uji ini kemudian digitung nilai reratanya, dari nilai rerata ini diplotkan pada kurva hubungan nilai Hammer test dan kuat tekan silinder beton standart (sampel beton diameter 15 cm dan tinggi 30 cm). Pembacaan Hammer Test pada masing-masing titik uji dan nilai kuat tekannya bisa dilihat pada lampiran 2. Dari masing-masing elemen/komponen struktur (kolom, balok, maupun plat lantai) dicari perkiraan kuat tekan rerata dan standart deviasinya. Kuat tekan rerata dan standart deviasi untuk masing-masing elemen/komponen struktur dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini. Tabel 4.6. Kuat Tekan Beton pada Masing-masing Elemen/Komponen Struktur No 1. 2. 3.
Elemen/komponen Struktur Kolom lantai satu Kolom lantai dua Balok dan plat lantai dua
Kuat tekan Fc’ [MPa] 12,200 - 18,592 11,122 - 15,687 19,500 – 31,800
Kuat tekan rerata fc’ [MPa] 15,500 13,878 26,450
Standart deviasi [MPa] 2,349 1,804 6,274
Sumber : Hasil pengujian b. Kuat tekan beton hasil pengujian dengan alat Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) Jumlah pengambilan data pengujian ini untuk seluruh gedung adalah 13 titik uji, dengan perincian sebagai berikut: a. Kolom lantai satu
: 6 titik uji
b. Balok dan pelat lantai dua
: 3 titik uji
c. Kolom lantai dua
: 4 titik uji
Berdasarkan SNI 03-4802-1998, keseragaman kualitas beton ditentukan berdasarkan kriteria pada Tabel 4.7. berikut ini. Tabel 4.7. Batasan Kecepatan Rambat untuk Homogenitas Beton No. 1 2
Kecepatan Rambat Gelombang Ultra [ km/det ] < 2.13 2.13 ~ 3.05
Perkiraan Keseragaman Kualitas Beton Kurang Cukup
3 4 5
3.06 ~ 3.66 3.67 ~ 4.57 > 4.57
Cukup Baik Baik Sangat Baik
Dari hasil pengujian menggunakan alat UPV diperoleh Kuat tekan rerata pada Lampiran H dibandingkan dengan
Tabel 4.7. di atas untuk masing-masing
elemen/komponen struktur, maka hasil kualitas beton terpasang di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.8. berikut ini. Tabel 4.8. Hubungan Antara Kecepatan Rambat Gelombang dengan Kualitas Beton No 1. 2. 3.
Jenis Komponen Struktur Kolom lantai satu Kolom lantai dua Balok dan pelat lantai dua
Kecepatan Rerata (km/detik) 3,257 2,329 3.187
Kategori Kualitas Beton Cukup baik Cukup Cukup baik
Sumber : Hasil pengujian Untuk keperluan evaluasi kelaikan/keamanan struktur yang akan dibahas dalam analisa pembahasan berikutnya, maka akan digunakan kualitas beton berdasarkan hasil pengujian lapangan. Untuk kolom lantai satu digunakan kuat tekan 15 MPa, untuk balok dan pelat lantai dua digunakan kuat tekan 20 MPa. Sedangkan untuk kolom dan komponen lainnya pada lantai dua digunakan kuat tekan 12,5 MPa. 2. Data Kualitas/Mutu Baja Tulangan Mutu baja yang digunakan dalam evaluasi kekuatan struktur ditentukan berdasar data hasil pengujian kuat tarik baja tulangan diperlihatkan pada Tabel 4.9. Kuat leleh ratarata baja tulangan deform diameter 16 mm sebesar 330 MPa dan kuat leleh tulangan polos diameter 8 mm sebesar 240 MPa.
Tabel 4.9. Hasil Pengujian Kuat Leleh Baja Tulangan. No
Diameter
1
BJTD- 15,7 mm
7
BJTP- 8,6 mm
Sumber : Hasil pengujian
Kuat leleh baja (MPa) 330 240
Kegunaan Tulangan memanjang kolom & balok Sengkang balok & kolom
3.7. Analisa Pembahasan Kualitatif (Qualitative Matter) Assessment terhadap bangunan gedung, dalam pelaksanaannya mendasarkan pada 2 parameter, yaitu: 1. Qualitative matter 2. Quantitative matter Assessment terhadap struktur secara qualitative dalam Screening Phase (tier 1) dibagi dalam tiga checklist secara garis besar, yaitu: 1. Checklist Dasar Struktur ; 2. Checklist Pelengkap ; Assessment terhadap struktur secara quantitative dilakukan setelah pengisian checklist pada tinjauan qualitative mengisyaratkan demikian. Tinjauan quantitative pada Screening Phase (tier 1) ini sebatas pada pengecekan cepat (quick checks). Tujuan dari pengecekan cepat ini untuk untuk mengevaluasi apakah suatu bangunan setelah terkena gempa resiko menengah atau kuat dapat langsung dihuni kembali dan aman bagi penghuninya. Assessment yang dilakukan pada qualitative matter berupa daftar checklist yang tertera pada Tabel 4.10. berikut ini.
CHEKLI ST PELEN GKAP
CHEKLIST DASAR
Tabel 4.10. Qualitative Matter dalam Assessment Qualitative Matter Alur Beban Bangunan Bersebelahan Mesanin Tingkat Lemah (Weak Story) Sistem Bangunan Tingkat Lunak (Soft Story) Geometri Ketidaksinambungan vertikal Massa Puntir Redundancy Dinding yang Berpengaruh Pemeriksaan Tegangan Geser Sistem Penahan Gaya Lateral Pemeriksaan Tegangan Aksial Rangka Lantai Dasar Komponen Struktur Pra Tegang Hubungan Kolom Pengangkuran Kolom Beton Pondasi Kolom Pendek Terkekang Tidak Ada Kegagalan Geser Sistem Penahan Gaya Lateral Kolom Kuat/Balok Lemah Tulangan Balok
Sambungan Lewat Tulangan Kolom Lokasi Sambungan Lewatan Tulangan Balok Spasi Sengkang/Pengikat Kolom Spasi Sengkang Balok Penulangan Hubungan Balok Kolom Eksentrisitas Hubungan Kolom Sengkang dan Pengikat Kompatibilitas Simpangan Mutu Tulangan Memanjang Hubungan Pancang-Poer
Beban Lateral di Poer
Hasil assessment yang dilakukan secara lebih mendetail pada quantitative matter tersebut di atas bisa dilihat pada Lampiran O.
3.8. Analisa Pembahasan Kuantitatif 3.8.1. Analisa Pembebanan Simulasi pembebanan yang diberikan pada struktur bangunan Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini terdiri 2 skenario pembebanan, yaitu: 1. Skenario I berdasarkan pembebanan kondisi eksisting bangunan Simulasi pembebanan yang diberikan pada struktur bangunan skenario I ini mendasarkan pembebanan kondisi eksisting terpasang di lapangan, berupa kombinasi beban tetap (beban mati dan beban hidup saja). Adapun hasil analisa pembebanan tersebut disajikan pada Tabel 4.11. berikut ini. Tabel 4.11. Berat Total Gravitasi Gedung Kondisi Finishing No 1. 2.
Jenis Pembebanan Beban Mati (Dead Load) Beban Hidup (Live Load)
Lantai 3 (atap) Ton 48,917 21,240
Lantai 2 Ton 186,497 25,650
Sumber : Hasil pengujian
Uraian perhitungan hasil analisa pembebanan ini secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran I. 2. Skenario II berdasarkan pembebanan kondisi rencana finishing bangunan Simulasi pembebanan yang diberikan pada struktur bangunan skenario II ini mendasarkan pembebanan kondisi rencana finishing bangunan yang akan datang, berupa
kombinasi beban tetap (beban mati dan beban hidup) dan beban-beban tambahan lainnya. Adapun hasil analisa pembebanan tersebut disajikan pada Tabel 4.12. berikut ini. Tabel 4.12. Berat Total Gravitasi Gedung Kondisi Finishing No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Pembebanan Beban Mati (Dead Load) Beban Hidup (Live Load) Beban Angin (Wind Load) Beban Gempa (Quake Load) Arah x Beban Gempa (Quake Load) Arah y
Lantai 3 (atap) Ton 54,248 21,240 0,259 43,695 30,587
Lantai 2 Ton 216,362 25,650 0,134 72,637 50,846
Uraian perhitungan hasil analisa pembebanan ini secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran I. 3.8.2. Kombinasi Pembebanan Komponen pembebanan yang digunakan untuk analisa struktur konstruksi Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini terdiri dari 2 skenario kombinasi pembebanan, yaitu: 1. Skenario I = kombinasi pembebanan eksisting berupa unsur beban mati dan beban hidup; 2. Skenario II = kombinasi pembebanan rencana finishing total berupa unsur beban mati, beban hidup, dan beban gempa statik ekivalen. Beban-beban tersebut dikombinasikan dengan menambahkan load factor sebagai berikut : 1.
DCON 1 = 1.4 LD
2.
DCON 2 = 1,2 LD + 1,6 LL PU untuk Skenario I
3.
DCON 3 = 1,2 LD + 1,0 LL + 1,6 LW
4.
DCON 4 = 1,2 LD + 1,0 LL - 1,6 LW
5.
DCON 5 = 0,9 LD + 1,6 LW
6.
DCON 6 = 0,9 LD - 1,6 LW
7.
DCON 7 = 1,2 LD + 1,0 LL + 1,0 LQx PU untuk Skenario II
8.
DCON 8 = 1,2 LD + 1,0 LL - 1,0 LQyx
9.
DCON 9 = 1,2 LD + 1,0 LL + 1,0 LQy
10.
DCON 10 = 1,2 LD + 1,0 LL - 1,0 LQy
Dengan LD (Dead Load) adalah beban mati; L L (Live Load) adalah beban hidup; LW (Wind Load) adalah beban angin; LQx (Quake Load) adalah beban gempa spektrum respon untuk
arah x; LQy (Quake Load) adalah beban gempa spektrum respon untuk arah y; serta PU merupakan beban ultimit hasil kombinasi beban. Simulasi pembebanan akibat gravity load terhadap struktur yang direncanakan diterapkan berdasarkan kaidah tributary area, dimana semua beban pada pelat lantai ditransfer ke elemen balok maupun kolom berdasarkan daerah pengaruh layanan luasan pembebanan disekitar elemen yang ditinjau. 3.8.3. Analisa Struktur Analisa struktur terhadap Bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini, menggunakan asumsi bahwa sistem struktur yang diterapkan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) dengan menggunakan Model pembebanan gravity load pada elemen balok dimodelkan sebagai uniform load yang diterima oleh elemen membrane sebagai model pelat. Simulasi pembebanan akibat gempa ditinjau secara analisis statik ekivalen yang bekerja pada pusat massa masing-masing lantai Hasil analisa struktur (output) yang diharapkan dari proses analisa struktur dengan menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced ini adalah berupa gaya-gaya dalam (gaya aksial, gaya lintang, dan momen), displacement titik nodal, dan reaksi tumpuan dari masingmasing elemen/komponen struktur.
Gambar 4.19. Analisa Struktur Menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced
Uraian perhitungan hasil analisa struktur menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced ini secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran L. 3.8.4. Evaluasi Kekuatan Kolom Struktur Untuk mengetahui apakah kapasitas/kekuatan kolom struktur yang ada pada kondisi eksisting mampu memikul beban rencana dengan aman menurut pedoman/peraturan pembebanan yang berlaku di Indonesia maka dilakukan evaluasi kekuatan struktur. Sebagai data perhitungan analisis digunakan hasil data pengujian yaitu kuat tekan beton f’c = 20 Mpa, kuat leleh baja tulangan deform 330 Mpa, baja tulangan polos 240 Mpa. Adapun langkah-langkah dalam melakukan evalusi kekuatan kolom adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi data penampang dan mutu material kolom 2. Menghitung gaya aksial, momen dan gaya lintang kolom (hasil output program SAP2000 v14.0.0 Advanced) 3. Menghitung gaya aksial maksimum dan geser maksimum yang mampu dipikul kolom. 4. Membandingkan gaya aksial maksimum dan kapasitas geser kolom nominal perlu dengan gaya aksial maksimum dan kapasitas geser kolom nominal eksisting.
1. Analisis Kekuatan Kolom Struktur Kondisi Eksisting (Skenario I) Hasil perhitungan beban aksial dan beban geser pada tiap type kolom pada kondisi pembebanan eksisting disajikan dalam Tabel 4.13. dan Tabel 4.14. berikut ini. Tabel 4.13. Beban Aksial Maksimum Kolom Kondisi Eksisting Kolom K01 (As C-4) K02 (As B-5) K03 (As B-4)
Ukuran Tulangan b x h (cm) terpasang 26 x 26 8 D 15,7 Φ 6 -150 23 x 23 4 D 15,7 4 Φ 10 Φ 6 -150 21 x 21 8 Φ 10 Φ 8 -160
Pn (KN) nominal 1.014,75
Pn,p (KN) nom perlu 203,75
SF = Pn /Pn,p
Ket
4,98
Aman
765,00
147,07
5,20
Aman
459,46
43,57
10,55
Aman
SF = Vn /Vn,p
Ket
5,73
Aman
Tabel 4.14. Beban Geser Maksimum Kolom Kondisi Eksisting Kolom K01 (As D-1)
Ukuran Tulangan b x h (cm) terpasang 26 x 26 8 D 15,7 Φ 6 -150
Vn (KN) nominal 57,35
Vn,p (KN) nom perlu 10,01
K02 (As C-5)
23 x 23
K03 (As B-1)
21 x 21
4 D 15,7 4 Φ 10 Φ 6 -150 4 Φ 10 Φ 8 -160
43,56
3,32
13,12
Aman
31,35
7,15
4,38
Aman
Dari Tabel 4.13. dan Tabel 4.14. menunjukkan bahwa keseluruhan kolom struktur masih dalam kondisi batas aman terhadap beban aksial dan geser. 2. Analisis Kekuatan Kolom Struktur Kondisi Finishing (Skenario II) Hasil perhitungan beban aksial dan beban geser pada tiap type kolom pada kondisi pembebanan rencana finishing disajikan dalam Tabel 4.15. dan Tabel 4.16. berikut ini. Tabel 4.15. Beban Aksial Maksimum Kolom Kondisi Finishing Kolom K01 (As D-4) K02 (As C-5) Kolom K03 (As A-5)
Ukuran Tulangan b x h (cm) terpasang 26 x 26 8 D 15,7 Φ 6 -150 23 x 23 4 D 15,7 4 Φ 10 Φ 6 -150 Ukuran Tulangan b x h (cm) terpasang 21 x 21 8 Φ 10 Φ 8 -160
Pn (KN) nominal 1.014,75
Pn,p (KN) nom perlu 433,73
SF = Pn /Pn,p
Ket
2,34
Aman
765,00
425,34
1,80
Aman
Pn (KN) nominal 459,46
Pn,p (KN) nom perlu 136,11
SF = Pn /Pn,p
Ket
3,38
Aman
Tabel 4.16. Beban Geser Maksimum Kolom Kondisi Finishing Kolom K01 (As E-2) K02 (As B-5) K03 (As B-4)
Ukuran Tulangan b x h (cm) terpasang 26 x 26 8 D 15,7 Φ 6 -150 23 x 23 4 D 15,7 4 Φ 10 Φ 6 -150 21 x 21 4 Φ 10 Φ 8 -160
Vn (KN) nominal 57,35
Vn,p (KN) nom perlu 370,60
SF = Vn /Vn,p
Ket
7,48
43,56
238,33
12,77
Tidak Aman Tidak Aman
31,35
261,31
15,14
Tidak Aman
Dari Tabel 4.15. menunjukkan bahwa keseluruhan kolom struktur masih dalam kondisi batas aman terhadap beban aksial. Sedangkan Tabel 4.16. menunjukkan bahwa keseluruhan kolom struktur sudah dalam kondisi tidak aman terhadap beban geser. Berikut untuk contoh perhitungan kolom type K01, K02, dan K03 dapat dilihat pada Lampiran J. 3.8.5. Evaluasi Kekuatan Balok Struktur
Prosedur evaluasi kekuatan struktur dijabarkan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi data penampang dan mutu material balok 2. Hitung kapasitas tampang nominal perlu (Fn,perlu), berupa momen dan geser nominal perlu (Mn,perlu dan Vn,perlu); beban rencana meliputi beban mati, beban hidup dan beban gempa. Beban mati dan beban hidup dirancang sesuai SNI 1727-1989. Beban gempa dirancang dengan cara analisis statik ekuivalen sesuai SNI 03-1726-2002 dengan mengambil asumsi bahwa
sistem struktur sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB).
Kombinasi beban berfaktor (Fu) pengaruh beban mati, beban hidup dan beban gempa dihitung sesuai SNI 03-2847-2002. Momen dan geser nominal perlu (Fn,perlu) dihitung berdasarkan beban berfaktor maksimum dibagi dengan faktor reduksi kekuatan (φ). Faktor reduksi kekuatan (φ) untuk elemen lentur dan geser disesuaikan SNI 03-2847-2002 untuk proses evaluasi. Analisis Struktur digunakan alat bantu software SAP 2000 v14.0.0 Advanced. 3. Hitung Kapasitas tampang nominal (Fn); meliputi kapasitas tampang lentur dan kapasitas tampang geser. Pada setiap bentang balok ditinjau pada 3 titik ekstrim
yaitu daerah
tumpuan kiri, daerah Lapangan dan daerah tumpuan kanan. Berdasarkan mutu beton dan baja tulangan yang terpasang di lapangan, analisis tampang lentur dan geser balok pada kondisi eksisting dihitung sesuai standar SNI 03-2847-2002. 4. Hitung apakah kapasitas tampang balok mampu memikul beban rencana dengan aman; bandingkan Gaya nominal perlu (Fn,perlu) dan Kapasitas tampang nominal ada (Fn,ada). Bila Fn > Fn,perlu, maka Kapasitas tampang balok memenuhi syarat keamanan, sehingga tidak diperlukan adanya tindakan perkuatan. Bila Fn < Fn,perlu, maka kapasitas tampang balok tidak cukup untuk memikul beban rencana, sehingga tindakan perkuatan harus dilakukan agar balok dijamin keamanannya. 1. Analisis Kekuatan Balok Struktur Kondisi Eksisting (Skenario I) Dari hasil evaluasi kekuatan lentur dan geser secara lebih mendetail pada Lampiran K Tabel M.1 dan Tabel M.2. menunjukkan bahwa pada kondisi pembebanan eksisting keseluruhan balok struktur dinyatakan masih dalam batas aman terhadap lentur dan geser. 2. Analisis Kekuatan Balok Struktur Kondisi Finishing (Skenario II)
Dari hasil evaluasi kekuatan lentur dan geser secara lebih mendetail pada Lampiran K Tabel M.3 dan Tabel M.4. menunjukkan bahwa pada kondisi finishing, beberapa balok portal pada lantai 2 dinyatakan sudah tidak aman terhadap lentur, terutama pada balok sumbu arah-X. Pada kondisi beban maksimum (pada balok portal as F-2-3 posisi tumpuan kanan), kapasitas lentur yang tersedia hanya mampu memikul 12% dari kapasitas lentur perlu. Sama halnya dengan kapasitas lentur, beberapa balok portal pada lantai 2 dinyatakan sudah tidak aman terhadap geser, terutama juga pada balok sumbu arah-X. Pada kondisi beban maksimum (pada balok portal as F-2-3 posisi lapangan), kapasitas geser yang tersedia hanya mampu memikul 32% dari kapasitas geser perlu. Mengingat bangunan Gedung Unit Gawat Darurat (UGD) dan Administrasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini merupakan fasilitas sosial yang dikunjungi oleh banyak orang, maka perkuatan struktur pada komponen balok portal yang dinyatakan tidak aman terhadap momen lentur maupun beban geser mutlak diperlukan. 3.8.6. Kontrol Struktur Gedung Kontrol struktur gedung menngunakan kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit berdasrkan SNI 03-1726-2002 1. Evaluasi Kinerja Batas Layan Persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung, tidak boleh melampaui
0,03 × R
tinggi tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil, maka:
m
0,03 H R
m
0,03 3,50 = 0,03 m (untuk lantai satu); dan 3,50
m
0,03 3,25 = 0,028 m (untuk lantai dua); dan 3,50
Diambil δm < 0,028 m Diambil δm < 28 mm 2. Evaluasi Kinerja Batas Ultimate
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali = 0,7 R karena termasuk gedung beraturan. Pembatasan Kinerja Beban Layan (KBU) besarnya ≤ 0,02 h. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur (δm x ξ) tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, maka: δm × ξ < 0,02 H δm × 0,7 R < 0,02 H δm× 0,7 × 3,5 < 0,02 × 3,5 2,45 δm< 0,07 m 2,45 δm< 70 mm Kontrol struktur dalam arah x dan y berdasarkan aplikasi program SAP2000 v14.0.0 Advanced. disajikan dalam Tabel 4.17 dan Tabel 4.18. berikut ini. Tabel 4.17. Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung arah x. Lantai 3 (atap) 2
dix (mm) 6,79649 0,96667
δm 2,45 δm (mm) (mm) 5,82982 14,28306 0,96667 2,36834
Kontrol kinerja Batas Layan Ok Ok
Kontrol kinerja Batas Ultimit Ok Ok
Tabel 4.18. Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung arah y. Lantai 3 (atap) 2
dix (mm) 1,87845 0,30162
δm (mm) 1,57683 0,30162
2,45 δm (mm) 3,86323 0,73897
Kontrol kinerja Batas Layan Ok Ok
Kontrol kinerja Batas Ultimit Ok Ok
Catatan :
Not ok : struktur sudah dalam batas tidak aman memenuhi persyaratan
Ok
: struktur masih dalam batas aman memenuhi persyaratan
Berdasarkan nilai simpangan antar tingkat dan kontrol kinerja struktur gedung terdiri dari kontrol kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit dalam arah x dan arah y berdasarkan aplikasi program SAP2000 v14.0.0 Advanced yang ditampilkan dalam Tabel 4.17. dan Tabel 4.18., menunjukkan bahwa nilai simpangan antar lantai pada arah x dan y pada lantai 3 dan 2 seharusnya masih memenuhi sangat persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit struktur. Tetapi kenyataannya, berdasarkan hasil data geometris mengenai simpangan horisontal (drift) yang terjadi di lapangan didapatkan data seperti terlihat pada Tabel 4.19. berikut ini. Tabel 4.19. Simpangan antar tingkat (δm) dan kontrol kinerja batas layan dan batas ultimit struktur gedung berdasarkan data hasil pengukuran geometris di lapangan Lantai 3 (atap) 2
dix (mm) 50,60 16,86
δm (mm) 33,74 16,86
2,45 δm (mm) 82,663 41,307
Kontrol kinerja Batas Layan Not ok Ok
Kontrol kinerja Batas Ultimit Not ok Ok
Catatan :
Not ok : struktur sudah dalam batas tidak aman memenuhi persyaratan
Ok
: struktur masih dalam batas aman memenuhi persyaratan
Berdasarkan nilai simpangan antar tingkat dan kontrol kinerja struktur gedung terdiri dari kontrol kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit dalam arah x dan arah y berdasarkan kondisi riil data hasil pengukuran geometris di lapangan pada Tabel 4.19. di atas, menunjukkan bahwa nilai simpangan antar lantai pada lantai 2 masih aman memenuhi persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit struktur. Tetapi nilai simpangan antar lantai pada lantai 3 sudah tidak aman memenuhi persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit struktur lagi. 3.8.7. Story Drift for Momen Frame (DR) Story Drift merupakan pergeseran tingkat dibagi dengan tinggi antar tingkat. Drift Ratio / Drift Indeks (DR) dihitung dengan menggunakan Persamaan sebagai berikut: Drift Indeks =
h
dengan: Δ
= besar defleksi maksimum yang terjadi (m)
H
= ketinggian struktur portal (m) Menurut AISC 2005, besarnya drift indeks berkisar antara 0,01 sampai dengan 0,0016.
Kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002.
1. Drift Ratio / Drift Indeks (DR) Berdasarkan FEMA 310 Menurut FEMA 310, besarnya Drift Ratio / Drift Indeks (DR) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: DR =
.
dimana, DR = Drift Ratio kb = I/L untuk balok representasi kc = I/h untuk kolom representasi Vc = Gaya geser kolom E = Modulus elastisitas h = Story height I = Momen inersia penampang L = Bentang portal. Sehingga, I = 1/12 bh3 = 1/12 x 0,30 x 0,303 = 0,000675 m4 Kb = I/L = 0,000675/4,0 = 0,00017 Kc = I/h = 0,000675/3,5 = 0,00019 DR =
.
DR = ( (0,00017+0,00019) / (0,00017*0,00019)) * (3,5/(12*2.531.050,7 ) * 131,83 = ( 11.145,51) * ( 1,152x10-7 ) * 131,83 = 0,169 2. Drift Ratio / Drift Indeks (DR) Berdasarkan Hasil Perhitungan SAP2000 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced dari data geometris mengenai simpangan horisontal (Interstory drift) pada Tabel 4. 5, maka dapat dicari nilai Drift Ratio / Drift Indeks (DR) pada Tabel 4.20. berikut ini. Tabel 4.20. Tabel drift indeks/ drift ratio(DR) Hasil Perhitungan SAP2000 No
Arah Sumbu
Interstory Drift (Δδ) Δ H2 - Δ H1 (mm)
Tinggi Portal (mm)
Drift Ratio
1. 2.
Arah x Arah y
0,78269 0,11088
3500 3500
0,00022 0,00003
Berdasarkan tabel 4.20. di atas diperoleh bahwa nilai drift indeks/ drift ratio dari data hasil perhitungan SAP2000 v14.0.0 Advanced menunjukkan bahwa bangunan masih dalam batas aman dari nilai drift indeks/ drift ratio yang seharusnya, yaitu kurang dari 0,002. 3. Drift Ratio / Drift Indeks (DR) Berdasarkan Hasil Pengukuran di Lapangan Mengacu pada hasil pengukuran di lapangan, dari data geometris mengenai simpangan horisontal (Interstory drift) pada Tabel 4.5, maka dapat di cari nilai Drift Ratio / Drift Indeks (DR) pada Tabel 4.21. berikut ini. Tabel 4.21. Tabel drift indeks/ drift ratio(DR) Hasil Pengukuran Lapangan No
Lokasi Pengukuran
1. 2. 3. 4.
As 1 dari arah utara As 4 dari arah utara As 4 dari arah utara As A dari arah timur
Interstory Drift (Δδ) Δ H2 - Δ H1 (mm) 10,35 33,74 23,04 39,97
Tinggi Portal (mm) 3500 3500 3500 3500
Drift Ratio 0,00296 0,00664 0,00658 0,01142
Berdasarkan Tabel 4.21. di atas diperoleh bahwa nilai drift indeks/ drift ratio dari data hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa bangunan sudah melebihi batas nilai drift indeks/ drift ratio yang seharusnya, yaitu kebanyakan, besar nilai drift indeks yang digunakan antara 0,0025 sampai 0,002 Adanya perbedaan yang begitu besar antara nilai drift indeks/ drift ratio dari data hasil pengukuran di lapangan dan drift indeks/ drift ratio(DR) dari hasil perhitungan menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced dan perhitungan menggunakan rumus FEMA 310, dimungkinkan disebabkan oleh kesalahan dan kecerobohan di dalam pelaksanaan konstruksi bangunan yang dilakukan oleh pihak kontraktor pelaksana. Hal ini diperkuat dengan kualitas visual hasil pengecoran kolom lantai dua yang sangat memprihatinkan secara pengukuran geometrisnya maupun kualitas/mutu beton yang dihasilkan. 3.8.8. Pengecekan Tegangan Geser Kaki Kolom Untuk pengecekan sistem penahan gaya lateral pada struktur bangunan tahan gempa, maka salah satu yang harus diperhatikan adalah nilai tegangan geser pada kaki kolom, baik kaki kolom pada lantai satu maupun nilai kaki kolom pada lantai dua. Nilai tegangan geser
dalam kolom beton dihitung dengan prosedur pemeriksaan cepat (FEMA 310,Sect.3.5.3.2) harus kurang dari 0,69 MPa atau (0,166)1/2 fc‘ (lihat butir 5.1.12). 1. Story Shear Forces ( Vj ) Besarnya nilai Vj di rumuskan sebagai berikut : Vj = (
)(
)
Dimana :Vj = Gaya geser pada tingkat yang ditinjau n = Jumlah total tingkat diatas lantai dasar j = Jumlah tingkat yang ditinjau Wj = Berat total tingkat diatas tingkat yang ditinjau W = Berat total tingkat V = Pseudo lateral force Sehingga besarnya nilai story shear forces (Vj ) adalah sebagai berikut : Vj = (
)(
)
= ((1+1)/(1+1)) * (48,917 / 235,414 ) * 634,44 T = 131,83 Ton Perhitungan V (Pseudo lateral force) secara lebih terperinci dapat dilihat pada Lampiran M. 2. Shear Stress in Concrete Frame Colums ( Vavg) Tegangan geser rata-rata (Vavg) pada kolom beton daripada portal dihitung menurut rumus (3-10) dari FEMA 310. Vavg = dimana, nc = Total jumlah semua kolom nf = Total jumlah semua portal dalam arah pembebanan Ac = Jumlah luas penampang kolom pada tingkat yang ditinjau Vj = Gaya geser tingkat m = factor modifikasi komponen, m = 2.0 untuk Life safety, m = 1.3 Immidiate Occ Sehingga untuk bangunan yang ditinjau sebagai studi kasus besarnya nilai-nilai nc , nf, Ac adalah sebagai berikut: nc = 50 buah nf = 5 buah
Ac = 24 x 0,30 x 0,30 + 3 x 0,25 x 0,25 = 2,3475 m3 Vavg = Vavg
= ½ * ( 50 / ( 50-5 )) * ( 131,83 / 2,3475) = ½ * 1,11 * 56,158 = 31,17 Ton
3.8.9. Alternatif Rekomendasi Perkuatan 1. Perkuatan Komponen Struktural Untuk menyikapi kondisi-kondisi permasalahan komponen struktural pada bangunan, maka direkomendasikan perkuatan-perkuatan sebagai berikut: Untuk meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok struktur di posisi balok portal yang dinyatakan tidak aman terhadap lentur (seperti diuraikan pada tabel 4.20), direkomendasikan perkuatan struktur dilakukan dengan menambahkan CFRP (Carbon Fiber Reinforced Plastic) pada bagian tariknya. Pelaksanaan pemasangan CFRP ini disarankan dilakukan oleh ahlinya, tidak dilakukan secara sembarangan. Injeksi retak-retak pada balok dan pelat lantai 2 dan lantai 3 (plat atap), khususnya retak yang lebarnya melebihi 0,2 mm. Bahan injeksi berupa epoxy resin, dengan metode injeksi low pressure agar bahan injeksi bisa masuk ke dalam celah yang relatif kecil. Pelaksanaan injeksi disarankan agar dikerjakan oleh kontraktor spesialis dan berpengalaman. Bahan epoxy resin sebaiknya dipasok oleh perusahaan bahan khusus yang sekualitas dengan produksi PT. Sika Indonesia, PT. Fosroc, PT. BASF atau perusahaan lain sejenis. Penambahan batang-batang pengaku bracing horizontal dengan bahan beton bertulang yang menghubungkan antar ujung atas kolom pada elevasi sama dengan balok ring. Cara penyambungan antar batang bracing ini dengan kolom bisa dilihat pada gambar rekomendasi Lampiran P. Penambahan batang pengaku bracing antar kuda-kuda, dengan bahan baja cold formed steel seperti pada gambar rekomendasi Lampiran P.
2. Perkuatan Komponen Non Struktural
Berdasarkan hasil pengamatan visual pada komponen non struktural pada pembahasan sebelumnya diperoleh hasil kesimpulan sebagai berikut: Retak banyak ditemukan pada lantai dua, berupa retak miring yang terdapat pada sudutsudut bukaan jendela. Lebar retakan cukup besar yang mengakibatkan terjadinya pemisahan bagian dinding satu dengan lainnya (spalling). Retak-retak ini tembus dari permukaan dalam dan luar dinding. Dinding lantai satu bagian luar banyak ditemukan adanya retak-retak rambut pada dinding. Retak ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kualitas mutu plesteran yang digunakan, dengan lebar retakan kurang dari 0,2 mm. Di atas kusen pintu/jendela, roster dan kantilever tidak ada balok latei. Tampak luar lantai dua belum diplester. Untuk melakukan perkuatan komponen-komponen non struktural yang kurang memenuhi persyaratan pada kondisi eksisting bangunan terpasang, maka dilakukan rekomendasi perkuatan-perkuatan sebagai berikut: Karena lebar retakan masih relatif kecil, maka perbaikan retak pada dinding dilakukan dengan pembersihan cat dinding di bagian yang retak, kemudian retak ditutup dengan plamir dan dicat ulang kembali. Finishing untuk plesteran pada sisi luar lantai dua dengan bahan plesteran yang baik, yaitu dengan perbandingan campuran 1 PC : 4 Ps agar diperoleh kualitas plesteran yang baik dan kedap air. Pembongkaran dinding pasangan batu bata pada lantai dua di atas bouven, kemudian diberi tambahan balok latei bahan beton bertulang dengan ukuran 12/20 denan tulangan minimal 4Ø12 dan begel Ø8-150. Pelat beton dan tulangan topi-topi disatukan dan dicor bersamaan dengan balok latei ini. Tulangan latei diangkurkan kedalam kolom sepanjang 10 cm dengan cara pengeboran kolom terlebih dahulu. Ankur direkatkan dengan lubang bor kolom ini menggunakan perekat epoxy. Pemasangan kembali dinding pasangan batu bata di atas bouven yang telah diberi balok latei. Sebelum pemasangan dinding ini dikerjakan, dibuat angkur yang berfungsi untuk menyatukan dinding dengan kolom struktur. Angkur dibuat dengan panjang total ± 70 cm, masuk ke dalam kolom sepanjang 10 cm dengan cara pengeboran dan diberi perekat epoxy. Retak pada dinding di atas bukaan pintu/jendela di bawah balok latei baru ini diperkuat dengan cara pemberian kawat kasa 1 cm selebar 30 cm sepanjang retak. Kawat kasa ini
ditempelkan pada permukaan dinding sisi luar yang belum diplester dengan cara dipaku, kemudian kawat kasa ini ditutup plester bersamaan dengan pekerjaan plester dinding. Pelapisan waterproofing pada permukaan pelat lantai tiga (plat atap), dan pada daerah KM/WC lantai dua. Sebelum pelaksanaan waterproofin permukaan plat harus dibersihkan terlebih dahulu agar bahan waterproofing bisa menempel pada permukaan plat lantai beton dengan baik.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 3.9. Kesimpulan Dari hasil pengamatan visual di lapangan, pengujian kualitas bahan melalui pengujian di lapangan dan laboratorium, serta hasil analisis struktur dengan menggunakan program SAP2000 v14.0.0 Advanced pada Bangunan Gedung UGD dan Administrasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banyudono, Kabupaten Boyolali ini, maka didapat kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil pengujian di lapangan dan laboratorium didapatkan data kualitas beton pada kolom lantai satu dan komponen struktur lantai dua cukup rendah (hanya sekitar 12,5 – 15 MPa), sedangkan kualitas beton pada balok dan pelat lantai dua cukup baik (sekitar 20 MPa). Sedangkan kualitas baja tulangan memanjang sebesar 330 MPa dan tulangan geser sebesar 240 MPa. Sebagian besar balok yang ada (sekitar 82%) mengalami lendutan yang sudah melebihi nilai batas lendutan maksimum yang diijinkan sesuai ketentuan di dalam peraturan yang ada, yaitu SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung pada sub bab 11.5. Nilai interstory drift terbesar senilai 39,97 mm pada lokasi pengukuran as A dari arah timur. Penulangan eksisting semuanya tidak sesuai dengan gambar rencana, dimungkinkan adanya perubahan tulangan
terpasang dalam pelaksanaan. Nilai lendutan di lokasi sebagian sudah melampaui batas ijin lendutan maksimum. 2. Berdasarkan hasil analisis struktur dalam rangka evaluasi kekuatan struktur utama bangunan dengan memperhatikan kualitas beton dan baja tulangan terpasang, didapatkan hasil: a. Perhitungan beban aksial dan beban geser pada tiap type kolom struktur pada kondisi pembebanan eksisting masih dalam kondisi batas aman terhadap beban aksial dan geser. Sedangkan hasil perhitungan beban aksial dan beban geser pada tiap type kolom 87 kolom pada kondisi pembebanan rencana finishing masih dalam kondisi batas aman terhadap beban aksial tetapi tidak aman terhadap beban geser pada beberapa kolom. b. Pada kondisi pembebanan eksisting keseluruhan balok struktur dinyatakan
masih
dalam batas aman terhadap lentur dan geser. Tetapi pada kondisi finishing, beberapa balok portal pada lantai 2 dinyatakan sudah tidak aman terhadap lentur, terutama pada balok sumbu arah-X. Pada kondisi beban maksimum (pada balok portal as F-2-3 posisi tumpuan kanan), kapasitas lentur yang tersedia hanya mampu memikul 12% dari kapasitas lentur perlu. Sama halnya dengan kapasitas lentur, beberapa balok portal pada lantai 2 dinyatakan sudah tidak aman terhadap geser, terutama juga pada balok sumbu arah-X. Pada kondisi beban maksimum (pada balok portal as F-2-3 posisi lapangan), kapasitas geser yang tersedia hanya mampu memikul 32% dari kapasitas geser perlu. c. Berdasarkan kondisi riil data hasil pengukuran geometris di lapangan menunjukkan bahwa nilai simpangan antar lantai pada lantai 2 masih aman memenuhi persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit struktur. Tetapi nilai simpangan antar lantai pada lantai 3 sudah tidak aman memenuhi persyaratan kinerja batas layan dan batas ultimit struktur lagi δm sebesar 33,74 mm dan 2,45 δm sebesar 82,663 mm (seharusnya δm < 28 mm dan 2,45 δm< 70 mm).
3.10.Saran Memperhatikan hasil penelitian yang telah dilakukan dan keterbatasan kajian, di dalam penelitian ini disarankan sebagai berikut : 1. Kondisi kekuatan struktur balok di beberapa portal dinyatakan tidak aman terhadap lentur, disarankan didalam proses rehabilitasi /perkuatan struktur perlu dianalisis struktur lebih
teliti didalam memperhitungkan analisis kekuatan, dengan memperhitungkan beban maksimum setelah finishing bangunan secara keseluruhan pada lantai dua. 2. Kajian terhadap pemilihan bahan pada alternatif perkuatan struktur didalam penelitian ini masih terbatas pada aspek kekuatan, aspek kemudahan pelaksanaan, aspek waktu, dan aspek lingkungan selama proses pelaksanaan. Dalam alternatif perkuatan struktur ini belum melakukan peninjauan secara lebih mendalam dari aspek biaya, padahal aspek biaya inilah yang nantinya akan memegang peranan penting dalam pelaksanaan rehabilitasi/perkuatan ini selanjutnya.