HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM DAN FOSFOR, INDEKS MASSA TUBUH, PERSEN LEMAK TUBUH, KEBIASAAN OLAHRAGA, USIA AWAL MENSTRUASI DENGAN KEPADATAN TULANG PADA REMAJA PUTRI Artikel Penelitian disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
disusun oleh : MEIDI L MASPAITELLA Nim : G2C309017
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012
1
Correlation Between Body Mass Index, Percent Body Fat, Exercise Frequency, Menarche Age, Calcium And Phosphor Intake with Bone Density in Female Adolescent Meidi L Maspaitella *, Fillah Fithra Dieny ** Abstract Background : Adolescent is a growth spurt period, so that nutrient needs is increases. However that fact shows severe adolescent have low bone density. Because that low intake of minerals (calcium and phosphorus),less in exercise, high or low body mass and abnormal menarche age . Objective : To indentify correlation between body mass index, percent body fat, exercise frequency, menarche age, calcium and phosphor intake with bone density in female high school student. Method : Design of this study is cross sectional with 74 subject which selected by proportional stratified random sampling. Analyzed data were body mass index which obtained by bio impedance analyzer and microtoise, exercise frequency, menarche age, calcium and phosphorus intake which obtained by questionnaire through interview, and also bone density which obtained by densitometer. Bivariate analyzed by rank spearman correlation. Result : subjects age were 14 to 18 years. 28,4% subjects were osteopenia. Based on z score, there were 1,4% subject with severe underweight, 13,5% subject with underweight, 6,8% subject with overweight, and 2,7% subject with obesity. Based on percent body fat, there were 28,4% subject with underfat and 9,5% subject with obesity. Almost subject were less in exercise which can increrase bone density. 16,2% subjects have an abnormal menarche age. 93,2% subjects have low calcium intake and 40,5% subjects have high phosphorus intake. Bivariate analyzed showed high body mass index was associate with low bone density in female adolescent (r= -0,231 p=0,047). However there is no significant correlation between other factors, such percent body fat(r= -0,124 p=0,293), exercise frequency ( r=0,106 p=0,368), menarche age( r= -0,052 p= 0,660), calcium (r= 0,089 p=0,452) and phosphorus intake (r= 0,087 p= 0.463) with bone density. Conclusion : there was correlation between body mass index with bone density. Key word : female adolescent, bone density, body mass index, percent body fat, exercise frequency, menarche age, calcium intake, phosphorus intake. *Student of Nutritional Science Study Program at Medical Faculty, Diponegoro University Semarang **Lecturer of Nutritional Science Study Program at Medical Faculty, Diponegoro University Semarang
Hubungan Asupan Kalsium dan Fosfor, Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh Kebiasaan Olahraga, Usia Awal Menstruasi dengan Kepadatan Tulang Pada Remaja Putri Meidi L Maspaitella *, Fillah Fithra Dieny ** 2
Abstrak Latar belakang : Remaja merupakan periode growth spurt sehingga kebutuhan zat gizi meningkat. Namun kenyataan beberapa remaja memiliki kepadatan tulang yang rendah hal ini disebabkan antara lain: asupan kalsium dan fosfor yang tidk seimbang, aktivitas olahraga yang kurang, kelebihan atau kekurangan berat badan serta terlambat menstruasi. Tujuan : Mengindentifikasi hubungan antara indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium, dan asupan fosfor dengan kepadatan Metode : Desain penelitian cross sectional dengan jumlah subjek 74 anak dipilih secara proportional stratified ramdom sampling. Data yang diteliti meliputi indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh yg diukur dengan Bio Impedance Analyzer dan microtoice, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium dan fosfor diukur melalui wawancara dengan kuesioner dan food frequency questionnaire dan food recall serta kepadatan tulang diukur dengan Densitometer. Analisis bivariat menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil : Sebanyak (28,4%) subjek mengalami osteopenia. Nilai z-score IMT (1,4%) subjek kategori sangat kurus, (13,5%) subjek kategori kurus, (6,8%) subjek kategori kelebihan berat badan, (2,7%) kategori kegemukan. Pengukuran persen lemak tubuh (28,4%) subjek tergolong underfat, (9,5%) subjek tergolong obesitas. Sebagian besar subjek kurang dalam melakukan olahraga yang meningkatkan kepadatan tulang, (16,2%) awal usia menstruasi tergolong tidak normal. Asupan kalsium tergolong kurang (93,2) dan (40,5%) asupan fosfor tergolong lebih. Sebanyak (28,4) subyek mempunyai kepadatan tulang yang rendah. Indeks massa tubuh yang berlebih berhubungan dengan menurunnya kepadatan tulang pada remaja putri(r=-0,231 p=0,047).Faktor lain seperti persen lemak tubuh(r=-0,124 p=0,293), kebiasaan olahraga(r=-0,124 p=0,293), usia awal menstruasi( r=-0,052 p=0,660), asupan kalsium (r=0,,089 p=0,452)dan fosfor(r=0,087 p=0.463) tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kepadatan tulang. Kesimpulan : Ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang. Kata Kunci : remaja putri, kepadatan tulang, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium dan fosfor
*Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang ** Dosen Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang
LATAR BELAKANG Masalah gizi pada remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Remaja merupakan masa dimana seseorang mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan untuk mencapai kematangan mental,emosional,sosial dan fisik.1 Periode ini terjadi growth spurt yaitu puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan
3
(peak weight velocity). Selain itu pada masa remaja terdapat pertumbuhan masa tulang (peak bone mass/PBM) yang menyebabkan kebutuhan gizi pada masa ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi daripada fase kehidupan lainnya.2,3 Namun kenyataannya, baik dinegara maju maupun di negara berkembang asupan kalsium pada remaja masih sangat kurang. Sebagian remaja tidak memperoleh kalsium sebanyak yang dianjurkan oleh RDA 18%,4 dan berdasarkan studi yang dilakukan di Cina menunjukkan bahwa asupan kalsium rata-rata pada remaja putri hanya 21%.2 Studi di India dan Bangladesh menunjukkan semua remaja putri yang ada di negara tersebut memiliki tingkat konsumsi kalsium yang lebih rendah dari RDA sehingga mengalami defisiensi kalsium.5 Selain itu, berdasarkan penelitian di Nigeria pada remaja putri menunjukkan bahwa asupan kalsium kurang dari 40%,6 serta beberapa penelitan
yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan asupan kalsium pada remaja putri berkisar antara 51,7- 55,9%.2 Penelitian di Indonesia, pada remaja di Bogor menunjukkan bahwa asupan kalsium yang bersasal dari susu dan olahannya ditambah suplemen kalsium pada remaja masih kurang dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu sebesar 526,9 mg/hr atau 52,7% AKG.Sementra itu, studi konsumsi kalsium lainnya di Kota Bandung menunujukkan hasil yang tidak jauh berbeda,dengan telah memperhitungkan asupan suplemen kalsium sebesar 55,9%.7Asupan kalsium yang kurang pada remaja putri merupakan masalah yang potensial karena akan menyebabkan berkurangnya cadangan kalsium dalam tulang serta kekurangan kalsium selagi
muda merupakan penyebab osteoporosis di usia lanjut dan
keadaan ini tidak dapat diperbaiki dengan meningkatkan konsumsi kalsium ketika tanda penyakit ini tampak.1,4 Peak bone mass sangat ditentukan oleh asupan kalsium terutama saat remaja, karena selama masa remaja terjadi penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang yang diperkirakan mencapai rata-rata 1000 samapai 1500mg/hr. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang dan berlansung dalam waktu yang lama, PBM tidak dapat terbentuk secara optimal. Asupan kalsium yang rendah pada masa remaja berhubungan dengan penurunan isi dan densitas mineral tulang panggul sebasar 3 persen. Oleh sebab itu remaja akan beresiko terkena
4
osteoporosis yaitu penyakit yang melumpuhkan tulang, ditandai dengan massa tulang yang rendah dan peningkatan kerapuhan tulang.2,4,8,9 Mekanisme
pemunculan
osteoporosis
disebabkan
oleh
terganggunya
keseimbangan kalsium dan fosfor didalam tubuh (rasio Ca:P). Minuman berkarbonat memiliki kadar asam fosfat tinggi yang menyebabkan terganggunya keseimbangan rasio Ca:P. Rasio Ca:P normal didalam tubuh adalah 2:1, dalam kondisi yang cukup ideal penyerapan terhadap kalsium menjadi optimal.10,11 Menurut badan kesehatan dunia, 63% anak di Irlandia menkonsumsi satu kaleng minuman ringan dalam setiap 24 jam serta menunjukkan bahwa perempuan di Irlandia Utara secara teratur minum minuman ringan (cola, non-cola dan diet soft drink berkarbonasi) telah mengurangi kepadatan mineral tulang.12 Penelitian di Rotterdam pada 500 anak-anak dan remaja berusia 4-20 tahun menjelaskan bahwa kebiasaan olahraga mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang yang dibarengi dengan asupan kalsium yang optimal selama pubertas dibanding sebelum pubertas.13 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Australia dari 53 remaja putri terdapat 32% memiliki kepadatan tulang yang rendah, mereka yang memiliki kepadatan tulang yang rendah beresiko mengalami dan memiliki tingkat estrogen yang lebih rendah.14 Penelitian yang dilakukan di Semarang pada remaja menunjukkan 55% remaja asupan kalsiumnya masih kurang dan terdapat 18,8% remaja mengalami kepadatan tulang yang rendah.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Ruang lingkup penelitian ini dari segi keilmuan merupakan penelitian gizi masyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMU I Salatiga tahun 2010. Cara pengambilan sampel menggunakan Proportionate Stratified Random Sampling. Besar sampel pada penelitian dihitung menggunakan rumus estimasi proporsi dengan koreksi sampel drop out sebesar ± 10%. Berdasarkan perhitungan besar
5
sampel tersebut maka jumlah sampel minimal sebanyak 63 orang. Kriteria inklusi sampel adalah tidak sedang sakit, tidak sedang menjalankan diet khusus, bukan vegetarian, tidak punya riwayat fraktur. Data primer yang dikumpulkan yaitu identitas diri, usia, berat badan, tinggi badan, awal usia menstruasi, kebiasaan olahraga yang meningkatkan kepadatan tulang, konsumsi minuman berkarbonat, dan asupan makanan. Berat badan diukur dengan timbangan digital yang memiliki ketelitian 0,1 kilogram. Tinggi badan diukur dengan microtoise yang memiliki ketelitian 0,1 centimeter. Persen lemak tubuh diukur dengan menggunakan timbangan digital BIA (Bio Impedance Analyzer). Kebiasaan olahraga diperoleh pencatatan kebiasaan olahraga selama sehari dengan menggunakan kuesioner kebiasaan olahraga yg meningkatkan kepadatan tulang. Asupan makanan ditelusuri secara restrospektif dengan menggunakan recall 24 jam selama 3 hari dan food frequency. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah asupan kalsium dan fosfor, kebiasaan olahraga yang meningkatkan kepadatan tulang, awal usia menstruasi, indeks massa tubuh, persen lemak tubuh. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepadatan tulang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Package for the Social Science (SPSS) 17.0 for windows dengan derajat kemaknaan 95% (α = 0,05). Uji kenormalan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Analisis univariat dilakukan terhadap data usia responden, indeks massa tubuh (IMT), persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium dan fosfor, kepadatan tulang. Indeks massa tubuh (IMT) diinterpretasikan dengan menggunakan nilai z-score. Nilai z-score dikategorikan menjadi 5, yaitu > +2SD tergolong kategori kegemukan (obesity), >+1SD tergolong kategori kelebihan berat badan (overweight), -1SD sampai +1 SD tergolong katergori normal, <-2SD tergolong kategori kurus (thinness), dan < -3SD tergolong kategori sangat kurus (severe thinnes).15 Persen lemak tubuh dikategorikan menjadi 4 yaitu underfat bila persentil ≤ 2, normal bila persentil lebih dari 2 sampai dengan 85, overfat bila persentil lebih dari 85 sampai dengan 95, dan obesitas bila persentil >95.16 Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang jika besar skor
6
aktivitas < 1800, dan baik jika besar skor aktivitas ≥1800.17 Usia menstruasi dikategorikan menjadi 2, yaitu normal apabila mendapat haid pertama pada usia ≥11 s/d ≤15 tahun dan tidak normal bila mendapat haid pertama pada usia > 15 tahun.18 Asupan kalsiumdan fosfor dikategorikan menjadi 2 berdasarkan persentase terhadap AKG individu, yaitu asupan kurang jika <80%, sesuai jika asupan 100%, dan asupan lebih jika >100%.8 Kepadatan dikategorikan menjadi 3, yaitu normal bila T skor lebih dari-1 SD, osteopenia bila T skor kurang dari -1 sampai -2,5 SD dan osteoporosis bila T skor kurang dari -2,5 SD.19 Analisis hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan data dengan Kolmogorov Smirnov. Variabel dengan distribusi normal adalah indeks massa tubuh dan persen lemak tubuh, sedangkan variabel lain yaitu: kepadatan tulang, Kebiasaan olahraga, usia awal mestruasi, asupan kalsium, dan asupan fosfor tidak berdistribusi normal. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel terikat, yaitu kepadatan tulang remaja dengan variabel bebas, yaitu indeks massa tubuh, persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium, dan asupan fosfor.
HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMU 1 Salatiga pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sehingga diperoleh sampel sebanyak 84 siswa. Sebanyak 10 sampel drop out karena tidak hadir saat pengambilan data asupan makanan sehingga jumlah subjek penelitian ini menjadi 74 siswi. A.
Analisis Univariat
7
1.
Karakteristik subjek
a.
Usia
Usia subjek dalam penelitian berkisar antara 14-18 tahun dengan frekuensi terbesar yaitu usia 16 tahun sebanyak 44 subjek (50%). Berikut adalah distribusi frekuensi menurut usia subjek. Tabel 1. Distribusi frekuensi subjek menurut usia Usia Frekuensi 14 tahun 1 15 tahun 16 16 tahun 44 17 tahun 12 18 tahun 1 Total 74
b.
Persen (%) 1,4 21,6 59,5 16,2 1,4 100
IMT Kategori status gizi diperoleh berdasarkan nilai z-score BMI menurut usia
5-19 tahun. Hasil pengukuran antropometri berupa indeks massa tubuh yang diinterprertasikan dengan z-score menunjukkan bahwa sebanyak 10 (13,5%) subjek tergolong kurus dan 5 (6,8%) subjek tergolong kelebihan berat badan. Berikut adalah distribusi frekuensi subjek menurut nilai z-score. Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek menurut nilai z-score Status gizi Frekuensi Sangat kurus 1 Kurus 10 Normal 56 Kelebihan berat badan 5 Kegemukan 2 Total 80
c.
Persen (%) 1,4 13,5 75,7 6,8 2,7 100
Persen lemak tubuh
Berdsasarkan hasil pengukuran persen lemak tubuh diketahui bahwa 21 (28,4%) subjek memiliki persen lemak tubuh dengan kategori underfat, namun 7 (9,5%) subjek diantaranya tergolong obesitas.Berikut adalah distribusi frekuensi subjek menurut persen lemak tubuh. Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek menurut persen lemak tubuh Persen lemak tubuh Frekuensi Underfat 21 Normal 33 Overfat 13
Persen (%) 28,4 44,6 17,6
8
Obesitas
2.
7
9,5
Kepadatan tulang
Kejadian Osteoporosis belum ditemukan. Namun ditemukan kejadian osteopenia. Sebanyak18 (28,6%) subjek tergolong osteopenia. Berikut adalah distribusi frekuensi subjek menurut kepadatan tulang. Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek menurut kepadatan tulang Kepadatan tulang Frekuensi Normal 53 Osteopenia 21
Persen (%) 71,6 28,4
Kejadian Osteopenia dapat terjadi pada subjek dengan status gizi kurang maupun status gizi lebih. a. Tabel 5. Kategori kepadatan tulang berdasarkan status gizi Kategori kepadatan tulang Kategori Z-core
Normal
osteopenia
Total
Sangat kurus
0
1
1
Kurus
8
2
10
Normal
40
16
56
Overweight
3
2
5
Obesity
2
0
2
Total
Kejadian Osteopenia ditemukan pada 6 subjek yang underfat,4 subjek overfat serta 2 subjek yg obesity. b. Tabel 6 . Kategori kepadatan tulang berdasarkan persen lemak tubuh Kategori kepadatan tulang
9
3.
kategori PLT
Normal
osteopenia
Total
Underfat
15
6
1
Normal
24
9
10
Overfat
9
4
56
Obesity
5
2
5
Total
53
21
74
Kebiasaan olahraga
Kebiasaan olahraga didapatkan dari kuesioner kebiasaan olahraga yang meningkatkan densitas tulang (naik turun tangga, senam, yoga, dll). Berdasarkan kuesioner kebiasaan olahraga ditemukan sebanyak 63 (85,1%) subjek memiliki kebiasasan olahraga yang tergolong kurang untuk menigkatkan densitas tulang. Distribusi frekuensi subjek menurut kebiasaan olahraga dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Distribusi frekuensi subjek menurut Kebiasaan olahraga Kebiasaan olahraga Frekuensi Kurang 63 Baik 11
Persen (%) 85,1 14,9
Kejadian Osteopenia ditemukan pada 20 subjek yang kurang dalam melakukan kebiasaan olahraga yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. c.Tabel 8 Kategori kpadatan tulang berdasarkan kebiasaan olahraga Kategori kepadatan tulang Kategori kebiasaan olahraga
normal
Osteopenia
Total
Kurang
43
20
63
Baik
10
1
11
Total
53
21
74
10
4.
Usia awal mestruasi
Sebanyak 12 (16,2%) subjek mendapat menstruasi pertama kali pada usia lebih dari 15 tahun sehingga tergolong tidak normal. Deskripsi frekuensi subjek menurut usia awal menstruasi tersaji pada tabel 9. Tabel 9. Distribusi frekuensi subjek menurut usia awal menstruasi Usia awal mestruasi Frekuensi Tidak normal 12 Normal 62
Persen (%) 16,2 83,8
Kejadian Osteopenia ditemukan pada 8 subjek yang mendapat menstruasi pada usia yg tidak normal. d.
Tabel 10. Kategori kepadatan tulang berdasarkan usia awal menstruasi Kategori kepadatan tulang
5.
kategori usia awal menstruasi
normal
Osteopenia
Total
Tidak normal
4
8
12
Normal
49
13
62
Total
53
21
74
Asupan kalsium dan fosfor
Asupan kalsium dan fosfor menunjukkan data yang berlawanan dimana asupan kalsium sebanyak 69 (93,2%) subjek tergolong kurang sedangkan asupan fosfor sebanyak 30 (40,5%) subjek tergolong lebih. Tabel 11 menunjukkan distribusi frekuensi subjek menurut asupan kalsium dan fosfor. Tabel 11.Distribusi frekuensi subjek menurut asupan kalsium dan fosfor Kategori asupan mineral Kategori Frekuensi Kategori asupan kalsium Kurang 69 Sesuai 0 Lebih 5 Kategori asupan fosfor Kurang 44 Sesuai 0 Lebih 30
Persen (%) 93,2 0 6,8 59,5 0 40,5
11
Kejadian Osteopenia ditemukan pada 20 subjek yang
kurang dalam
mengonkonsumsi makanan sumber kalsium. e.
Tabel 12. Kategori kepadatan tulang berdasarkan asupan kalsium dan fosfor Kategori asupan mineral Kategori asupan kalsium Kategori asupan fosfor
B.
Kategori Kurang Sesuai Kurang Sesuai
Kategori kepadatan tulang Normal Osteopenia Total 50 20 70 3 1 4 1 0 1 52 21 73
Analisis Bivariat
Hubungan Beberapa Variabel (Indeks Massa Tubuh,Persen Lemak Tubuh, Kebiasaan Olahraga, Usia Awal Menstruasi, Asupan Kalsium, dan Asupan Fosfor) dengan Kepadatan Tulang Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang. Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara persen lemak tubuh, kebiasaan olahraga, usia awal menstruasi, asupan kalsium, dan asupan fosfor dengan kepadatan tulang. r = -0,231 p
r = -0,124 p
Gambar 1. Hubungan antara indeks massa tubuh
Gambar 2. Hubungan antara persen lemak tubuh
dengan kepadatan tulang
dengan kepadatan tulang
12
r = 0,106 p
Gambar 3. Hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kepadatan tulang
r = -0,052 p
Gambar 3. Hubungan antara usia awal menstruasi dengan kepadatan tulang
r = 0,089 p = 0,452
Gambar 5. Hubungan antara asupan kalsium dengan kepadatan tulang
r = 0,087 p = 0,463
Gambar 6. Hubungan antara asupan fosfor dengan kepadatan tulang
13
PEMBAHASAN Karakteristik Subjek Subjek penelitian adalah remaja putri yang berusia 14 – 18 tahun. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia pubertas. Kecepatan pertumbuhan pada masa remaja jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pada masa anak-anak. Pada masa ini terdapat percepatan pertumbuhan tulang (growth spurt) yang menyebabkan kebutuhan gizi pada masa ini sangat tinggi, terutama kalsium, daripada fase kehidupan lainnya.4 Lebih dari 20% pertumbuhan tinggi badan dan sekitar 50% massa tulang dewasa dicapai pada masa remaja.15 Sementara itu gaya hidup remaja seperi kurangnya aktivitas fisik dan asupan mineral (kalsium dan fosfor) yang kurang seimbang tidak mendukung pertumbuhan tulang mereka. Kejadian osteoporosis lebih besar pada perempuan dibanding dengan laki-laki. Perempuan memiliki risiko terkena osteoporosis lebih besar dari pada lakilaki karena lebih sedikitnya massa tulang yang dimiliki dan lebih cepatnya mengalami kehilangan massa tulang.20,21
Kepadatan Tulang Pada penelitian ini belum ditemukan kejadian osteoporosis. Namun ditemukan sebanyak 21 (28,4%) subjek mengalami osteopenia. Osteopenia merupakan tanda awal dari osteoporosis. Pada pemeriksaan densitas tulang ditemukan pengeroposan tulang dalam derajat yang lebih ringan. Osteopenia apabila tidak ditangani dengan baik dapat berisiko mengalami osteoporosis atau patah tulang.22 Osteopenia pada remaja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti gaya hidup kurang aktif serta asupan zat gizi pembentuk tulang yang rendah. Sebuah studi menunjukkan bahwa asupan makanan pada masa remaja dan sedentary lifestyle dapat mempengaruhi pencapaian puncak massa tulang. Asupan kalsium merupakan faktor yang paling kuat berhubungan dengan massa tulang di masa pubertas. Gaya hidup sedentary memiliki hubungan negatif dengan massa tulang dewasa.23
14
Indeks Massa Tubuh dan Persen Lemak Tubuh Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kombinasi parameter berat badan dan tinggi badan yang digunakan untuk menggambarkan status gizi. Indeks massa tubuh pada remaja dapat diinterpretasikan dengan menggunakan nilai z-score. Pada penelitian ini diperoleh1 (1,4%) subjek dengan kategori sangat kurus, 10 (13,5%) subjek dengan kategori kurus, 5 (6,8%) subjek dengan kategori kelebihan berat badan, dan 2 (2,7%) subjek dengan kategori kegemukan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa masalah gizi ganda terjadi pada siswa SMU Negeri 1 Salatiga. Persen lemak tubuh merupakan persentase massa lemak dari total berat badan. Persen lemak tubuh sering digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang ataupun penentuan status gizi.19Berdasarkan pengukuran persen lemak tubuh diketahui sebanyak 21 (28,4%) subjek tergolong underfat dan 7 (9,5%) subjek tergolong obesitas. Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan bermakna antara indeks massa tubuh dengan kepadatan tulang (r=-0,231 p=0,047). Pada hasil pengukuran indeks massa tubuh dari penelitian ini diperoleh 1 (4,8%) subjek dengan kategori sangat kurus dan 2 (9,5%) subjek dengan kategori kurus mengalami osteopenia. Selain itu, diperoleh 2 (9,5%) subjek dengan kategori kelebihan berat badan mengalami osteopenia. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa rendahnya indeks massa tubuh berhubungan dengan rendahnya pencapaian puncak massa tulang dan tingginya kehilangan massa tulang. Wanita bertubuh ramping/kurus dan yang memiliki tulang kecil memiliki resiko osteoporosis lebih besar daripada yang memiliki tubuh overweight(gemuk) dan memiliki tulang besar. Hal ini dapat disebabkan berkurangnya produksi peripheral oleh jaringan lemak pada wanita kurus dan rendahnya beban mekanis pada rangka.20,24 Akan tetapi tidak didapatkan hubungan bermakna antara persen lemak tubuh dengan kepadatan tulang (r=-0,124 p=0,293). Sedangkan berdasarkan persen lemak tubuh diperoleh 6 (28,6%) subjek dengan kategori underfat
15
mengalami osteopenia serta 4 (19%) subjek dengan kategori overfat dan 2 (9,5%) subjek dengan kategori obesity mengalami osteopenia. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah sampel yang sedikit dan karakteristik subjek penelitian berdasarkan persen lemak tubuh kuranng heterogen. Akan tetapi penelitian terbaru menyatakan bahwa wanita dengan obesitas memiliki risiko osteoporosis lebih tinggi. Peningkatan lemak tubuh akan menekan pembetukan kolagen baru. Wanita dengan obesitas memiliki kecepatan pembentukan tulang yang lebih rendah.25Penelitian pada remaja putri dengan obesitas menyatakan bahwa lemak viseral memiliki efek negatif terhadap kepadatan tulang. Remaja putri obese dengan lemak viseral yang lebih tinggi mempunyai kepadatan tulang yang lebih rendah.26,27 Penelitan lain yang dilakukan pada remaja dan dewasa muda juga menunjukkan hasil bahwa massa lemak tidak memberikan keuntungan terhadap struktur tulang. Hal ini dikarenakan kekuatan tulang utamanya ditentukan oleh beban dinamis dari tekanan otot, dan bukan beban statis seperti massa lemak.28 Studi lain juga menunjukkan data kejadian gangguan ortopedi yang lebih banyak dialami oleh anak dan remaja dengan overweight dibandingkan dengan anak dan remaja yang tidak overweight. Anak dengan berat badan berlebih dapat mengalami kesulitan bergerak dan gangguan keseimbangan yang dapat berisiko terjadi cidera jatuh saat melakukan aktivitas sehari-hari. Sementara itu peningkatan mineral tulang yang terjadi pada anak yang kelebihan berat badan tidak dapat menyesuaikan dengan tekanan yang terjadi saat jatuh. Dengan demikian risiko terjadi patah tulang juga lebih besar terjadi.29
Kebiasaan olahraga
16
Kebiasaan olahraga dari 54 (85,7%) subjek penelitian ini tergolong kurang. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga dengan kepadatan tulang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik subjek penelitian. Subjek penelitian ini merupakan siswa SMU dengan tingkat kebiasaan olahraga yang termasuk ringan. Sebagian besar subjek jarang melakukan olahraga selain di sekolah. Selain karakteristik subjek, jenis olahraga yang dilakukan oleh sebagian besar subjek merupakan jenis olahraga yang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Beberapa jenis olahraga yang sering dilakukan antara lain basket, volly, senam, dan renang. Kebiasaan olahraga dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan tulang.30 Kebiasaan olahraga mempengaruhi tulang secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terhadap tulang melalui mekanisme pembebanan pada tulang sedangkan secara tidak langsung melalui faktor hormonal.Kebiasaan
olahraga
meningkatkan
massa
tulang
dengan
meningkatkan massa otot yang memberikan pembebanan pada tulang. Densitas tulang meningkat sebagai respon dari pembebanan fisik dan mekanis pada tulang. Pembebanan dari kebiasaan olahraga dibutuhkan tulang agar pembentukan tulang dapat mengimbangi kehilangan tulang yang terjadi.20, 21 Data menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga yang dimulai sejak masa muda memberikan kontribusi tinggi terhadap pencapaian puncak massa tulang. Olahraga seperti latihan ketahanan dan menahan berat dapat memberikan keuntungan karena dapat membantu pembentukan tulang dan menjaga massa tulang.31 Sebuah studi pada anak-anak menunjukkan bahwa kebiasaan olahraga harian yang dinamis setidaknya selama 25 menit dapat meningkatkan
kekuatan
tulang.32
Akan
tetapi,
sebuah
studi
lain
menunjukkan meskipun aktivitas dapat memberikan keuntungan untuk kesehatan tulang, ada batas dimana patah tulang meningkat dengan aktivitas tinggi.33
17
Disarankan kebiasaan olahraga dan olahraga dengan intensitas pembebanan tingkat menengah hingga tinggi, yaitu : kebiasaan olahraga 3-5 kali per minggu dengan 2-3 kali per minggu olahraga ketahanan (resistance exercise), ataupun kombinasi keduanya selama 30-60 menit per minggu.21,34 Usia Awal Mestruasi Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia awal menstruasi dengan kepadatan tulang. Terlambatnya pubertas pada pria dan wanita dan amenorrhea (periode menstruasi yang panjang) pada wanita berhubungan dengan meningkatnya resiko osteoporosis.14,20,21 Penelitian pada 295 remaja putri di Roterdam memperlihatkan remaja putri yang telah mengalami menarche memiliki massa tulang yang lebih tinggi daripada yang belum mengalami menarche.35 Penelitian lain menunjukkan bahwa keterlambatan usia awal menstruasi dihubungkan dengan risiko 2 kali lebih besar terhadap rendahnya kepadatan tulang di bagian ekstremitas bawah.36 Asupan Kalsium dan Fosfor Persentase asupan kalsium diperoleh 66 (89,2%) subjek tergolong kurang dari kebutuhan yang dianjurkan yaitu 1000 mg. Asupan kalsium subjek perhari kurang dari 50 % AKG. Asupan kalsium subjek penelitian yang tergolong kurang disebabkan karena rendahnya asupan makanan sumber kalsium. Sumber kalsium terutama terdapat pada susu dan hasil olahannya (susu, keju, yogurt), ikan yang dimakan dengan tulangnya (teri, ikan kalengan seperti sarden), brokoli, dan makanan yang diperkaya dengan kalsium.34 Faktor yang berkontribusi pada rendahnya asupan Ca adalah pembatasan konsumsi susu dan hasil olahannya, rendahnya konsumsi buah dan sayur secara umum, tingginya konsumsi minuman rendah kalsium seperti soda.30 Berdasarkan data asupan makanan yang diperoleh diketahui bahwa asupan kalsium subjek penelitian lebih sering berasal dari makanan nabati seperti tempe dan tahu. Makanan sumber kalsium lain yang biasa dikonsumsi subjek antara lain sosis, bakso, telur dan daging ayam. Susu jarang
18
dikonsumsi oleh subjek penelitian ini. Frekuensi minum susu subjek hanya 3 kali seminggu dari sebagian kecil subjek. Subjek penelitian lebih sering mengkonsumsi teh, kopi, dan minuman ringan sebagai pengganti susu. Beberapa alasan subjek penelitian ini jarang minum susu antara lain takut gemuk, rasa mual setelah minum susu, harga mahal, dan kurangnya pengetahuan tentang gizi. Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita dengan konsumsi susu yang rendah selama masa anak-anak dan remaja memiliki massa tulang yang rendah saat usia dewasa dan memiliki risiko lebih besar untuk terjadi patah tulang.37 Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Kalsium sangat penting untuk memaksimalkan pembentukan puncak massa tulang (peak bone mass) pada masa anak-anak dan remaja. Intake kalsium yang tinggi sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pada awal kehidupan dan masa pertumbuhan remaja untuk meningkatkan densitas tulang. Jumlah kalsium dalam tulang berubah menurut umur, ukuran dan komposisi tubuh. Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi tubuh. Pada
waktu pertumbuhan sekitar 50-70% kalsium yang dicerna
diserap. Dalam keadaan normal kalsium yang dikonsumsi dapat diabsorbsi oleh tubuh sebanyak 30-50%, kemampuan absorpsi lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses penuaan. Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada semua golongan usia.10,11 Banyak studi yang dilakukan memperlihatkan hubungan yang relatif konsisten dan bersifat positif antara asupan kalsium dan BMD. Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara asupan kalsium dengan kepadatan tulang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh rasio asupan kalsium dengan asupan fosfor. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya rasio yang tidak seimbang asupan kalsium dan fosfor dimana asupan fosfor lebih tinggi.
19
Meskipun fosfor merupakan zat gizi penting, tetapi konsumsi yang berlebih dapat merugikan tulang. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Rasio fosfor terhadap kalsium yang tinggi dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kalsium karena pembentukan garam kalsium oksalat yang tidak larut air. Selain itu kombinasi asupan fosfor tinggi dan asupan kalsium rendah akan meningkatkan konsentrasi hormon paratiroid dan dapat menurunkan kepadatan tulang.20 Selain karena rasio asupan kalsium dan fosfor, absorpsi kasium juga dapat dipengaruhi oleh fitat, oksalat, dan mineral lain seperti seng dan magnesium.11 Sebuah studi menunjukkan bahwa tingginya konsumsi protein, kafein, phosfor, dan garam dapat berakibat negatif terhadap keseimbangan kalsium. Akan tetapi efek ini tidaklah penting pada individu dengan asupan
kalsium yang
cukup.30 Persentase asupan fosfor dari 23 subjek penelitian ini (31,1%) tergolong kurang dari 80% AKG. Sebanyak 30 subjek (40,5%) memilki persentase asupan fosfor lebih dari 100% AKG. Rerata asupan fosfor subjek perhari adalah 947,36±301,17. Hasil uji bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan fosfor dengan kepadatan tulang. Fosfor adalah mineral terbanyak kedua setelah kalsium dalam tubuh, yaitu 1% berat badan. Kurang lebih 85% fosfor didalam tubuh bersama-sama dengan kalsium berada dalam rangka dan gigi dalam bentuk kalsium fosfat yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit yang tidak dapat larut yang memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang yang berperan sebagai struktural. Kegunaan utama fosfor adalah mendukung pertumbuhan dan penggantian tulang yang hilang.7,10,11 Asupan fosfor yang tinggi dari subjek penelitian ini berasal dari minuman berkabonat. Minuman berkarbonat dikonsumsi oleh subjek penelitian ini 3-4 kali dalam seminggu. Penelitian yang dilakukan tentang minuman cola menyatakan bahwa konsumsi cola diasosiasikan dengan kepadatan tulang yang rendah. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa
20
rasio kalsium terhadap fosfor pada subjek yang mengkonsumsi cola setiap hari lebih rendah.38 Penelitian lain tentang minuman
ringan juga
menunjukkan bahwa konsumsi minuman ringan, baik yang berkafein dan berkarbonat maupun yang tidak berkafein, dalam jangka panjang memiliki efek negatif terhadap kandungan mineral tulang.39 KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini mempunyai keterbatasan dalam pelaksanaannya, antara lain penyesuaian waktu yang diberikan pihak sekolah dalam pengumpulan data kuesioner . SIMPULAN Kepadatan tulang yang rendah dialami pada subjek dengan kekurangan atau kelebihan berat badan dan persen lemak dalam tubuh, aktivitas olahraga yang rendah serta subjek dengan asupan kalsium dan fosfor yang tidak seimbang. SARAN Peningkatan kepadatan tulang pada remaja dapat dilakukan dengan cara meningkatakan frekuensi olahraga yang dapat menambah kepadatan tulang, mengkonsumsi bahan makanan sumber kalsium dan fosfor secara seimbang untuk mempertahankan berat bdan yang optimal. UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat , atas segala rahmat dan kemudahan yang telah diberikan-Nya. Penulis ingin menyampaikan kepada Prof.dr.HM Sulchan,M.Sc.,DANutr.,Sp.GK selaku reviewer pertama dan Dra. Ani Margawati, M.Kes.,Ph.D selaku reviewer kedua serta ibu Fillah Fithra Dieny SGz,MSi selaku pembimbing terima kasih atas masukan, saran dan ilmu dan motivasi yang telah diberikan. Kepada keluarga dan temanteman yang telah memberikan motivasi dan dukungan.
21
DAFTAR PUSTAKA 1.
Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq. Konsumsi Kalsium Pada Remaja
Dalam
Gizi
dan
Kesehatan
Masyarakat.
Jakarta:Raja
Grafindo
Persada.2007. Hal:169-94 2.
Eddy Fadillah.Gangguan Pertumbuhan Linier Pada Remaja Dalam
Tumbuh
Kembang
Remaja
DanPermasalahan.Jakarta:CV.Sagungseto.2007.Hal 59-60. 3.
Tarwoto, Ratna Aryani, Ani Nuraeni, Bara Miradwijaya, Siti
Nurbayani, Siti Aminah,Et Al. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta:Salemba Medika. 2010. Hal:1-15 4.
Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Edisi 2.Jakarta:EGC.2009.Hal:
77-100 5.
Whiting SJ,Hassanali Vatanparast, Baxter JA,Faulkner RA.,Mirwald
Robert, Donald Bailey.Factors That Bone Mineral Accrual in The Adolescent Growth Spurt.American Society For Nutritionl Science.2004. p: 696-9 6.
Agoreyo,Ogochukwu
Blesing,Obuekw,Flossy
Ifeyinwa.
Public
Health Implications of the Declining Calcium Intake In Female Adolescents from a Nigerian University.Journal of International Women’s Studies.2002. Vol 4.p: 35-42 7.
Fikawati S, Ahmad Syafid, Puri Puspasari. Faktor- faktor Yang
Berhubungan dengan
Asupan Kalsium pada Remaja di Kota Bandung.
Jurnal Kedokteran Trisakti.Januari- Maret.2005.Vol24. No.1 8.
Moesijanti S, Djoko K. Prosiding Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi.Jakarta:Lipi.2004. Hal:376-9 9.
Kalkwarf HJ,Khoury JC,Lanphear BP. Milk Intake During
Childhood and Adolescence,Adult Bone Density, And Osteoporotic Fractur in US Women.American Journal of Clinical Nutrition.2003.Vol 7 10.
Sunita A. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:PT.Gramedia.2006.Hal
236
22
11.
Carolyn
Beradanier.
Advanced
Nutrition
Micronutrients.New
York:CRC Press. 2000. Page 163-174 12.
McGartland C. Carbonated soft drink consumption and bone
mineral density in adolescence: The Northern Ireland Young Hearts Project. J Bone Miner Res. 2003. vol18: p. 1563-9. 13.
Annemieke M, Maria AJ, De Ridder, Huibert AP, Eric PK, Sabine
M PF, de Muinck KS.Bone Mineral Density in Children and Adolescents: Relation to Puberty, Calcium Intake, and Physical Activity.Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. 2007;vol .82. No.1. p: 37-62 14.
Turner
JM,Bulsara
MK,McDermott
BM,Byrne
GC,Prince
RL,Forbes DA. Predictor OF Low Bone Density In Young Adolescent Females With Anorexia Nervosa And Other Dieting Disorders. National Health and Medical Reserch Council Of Australia.2000. p: 246-251 15.
WHO. Growth Reference 5-19 year for Adolescents.2007
16.
Davison K.K, Elisabeth J, Susman and Bircrh L.L. Percent Body Fat
at age Predicts Earlier Pubetal Development among Girls. Journal of The American Academy Of Pediatric. 2003:111;p. 815-821 17.
Soetjiningsih. Pertumbuhan Somatik Pada Remaja dalam Tumbuh
Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:CV.Sagung Seto.2007.Hal 1-22 18.
Fatmah. Gizi kebugaran dan olahraga. Bandung. Lubuk agung. 2011.
Hal 17,36 19.
WHO. Prevention and Management of Osteoporosis.Genewa;2003:
p.921-36 20.
Alexander M,
Knight Karla. Questions and Answers about
Osteoporosis and Osteopenia.Best Practice and Research.2002. p: 20-25 21.
Tandra H. Osteoporosis Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang
Keropos. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.2009. Hal 11-12 22.
May-Choo Wang, Patricia B Crawford, Mark Hudes, Marta Van
Loan, Kirstin Siemering, and Laura K Bachrach. Diet In Midpuberty And
23
Sedentary Activity In Prepuberty Predict Peak Bone Mass. Am J Clin Nutr 2003. Vol 77. P: 495–503 23.
Sankaran Balu. Osteoporosis Clinical, Radiological, Histological,
Assesment and an Experimental Study.New Delhi.2000. p: 176-211 24.
Bredella MA. Perspective: the bone-fat connection. Skeletal Radiol.
2010.Vol 39. P: 729-731 25.
Rosen CJ and Klibanski A. Bone, Fat, and Body Composition:
Evolving Concepts in the Pathogenesis of Osteoporosis. The American Journal of Medicine.May 2009. Vol 122. No 5. P: 409-414 26.
Russell M, Mendes N, Miller KK, Rosen CJ, Lee H, Klibanski A, et
al. Visceral Fat Is a Negative Predictor of Bone Density Measures in Obese Adolescent Girls. J Clin Endocrinol Metab, March 2010.Vol 95(3).p: 1247– 1255 27.
Janicka A, Wren TAL, Sanchez MM, Dorey F, Kim PS, Mittelman
SD, et al. Fat Mass Is Not Beneficial to Bone in Adolescents and Young Adults. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism.Vol 92(1).p: 143–147 28.
Taylor ED, Theim KR, Mirch MC, Ghorbani S, Marian, Tanofsky-
Kraff, et al. Orthopedic Complications of Overweight in Children and Adolescents. Pediatrics. 2006.Vol 117.p: 2167-2174 29.
NIH Consensus Statement. Osteoporosis Prevention, Diangnosis,
and Therapy. National Institute oh Health.Kensington.2000; Vol17 30.
Chan KM, Anderson M, Lau EMC. Exercise interventions: Defusing
the world’s osteoporosis time bomb. Bulletin of the World Health Organization 2003.Vol 81.p: 827-830 31.
Sardinha LB, Baptista F and Ekelund U. Objectively Measured
Physical Activity and Bone Strength in 9-Year-Old Boys and Girls. Pediatrics 2008.Vol 122. P: 728-736
24
32. Stress
Loud KJ, Gordon CM, Micheli LJ, and Field AE. Correlates of Fractures
Among
Preadolescent
and
Adolescent
Girls.
Pediatrics.2005. Vol 115. P: 399-406 33.
Smiciklas WH, Catherine WE. Diet and Bone Health. American
College of Sports Medicine.2003 34.
Melvin WH. Nutrition For Health, Fitnes, and Sport. Mc Graw Hill
Higher Education.2007. Eighth edition. 35.
Karapanou O, Papadimitriou A. Determinants of Menarche.
Karapanou and Papadimitriou Reproductive Biology and Endocrinology. 2010.Vol 8.Page 115-123 36.
Kalkwarf HJ, Khoury JC, and Lanphear BP. Milk Intake During
Childhood And Adolescence, Adult Bone Density, And Osteoporotic Fractures In US Women. Am J Clin Nutr 2003.Vol 77. Page257–265 37.
Tucker KL, Morita K, Ning Qiao, Hannan MT, Cupples LA, and
Kiel DP. Colas, But Not Other Carbonated Beverages, Are Associated With Low Bone Mineral Density In Older Women: The Framingham Osteoporosis Study. Am J Clin Nutr2006. Vol 84. Page 936–942 38.
Libuda L, Alexy U,Remer T, Stehle P, Schoenau E, and Kersting M.
Association Between Long-Term Consumption Of Soft Drinks And Variables Of Bone Modeling And Remodeling In A Sample Of Healthy German Children And Adolescents. Am J Clin Nutr 2008. Vol 88. Page1670 –1677
25
No
U
Bb
Tb
Imt
Zscore
Kat Score
Z Plt
Kat Plt
1
16
43.5
143
23.8
0.1
normal
32.1
over fat
2
16
46
157
19.1
-0.7
normal
25
normal
3
16
54
164.1
20
-0.3
normal
27.3
4
15
44
156.4
18
-1
normal
5
15
42.5
154.5
17.8
-1.1
6
15
44.5
157.3
18.1
-1
7
15
46
152
19.9
-0.3
normal
8
15
69
149.1
30.2
2.3
9
16
42
150.6
18.5
10
16
50
151.8
11
16
45.5
12
16
13 14
Kebiasaan OR
Kat Kebiaasaan OR
Ca
% Ca
Kat_Ca
P
%P
Kat_P
Usia Mens
286.3
32.91
kurang
836.3
96.13
sesuai
16
baik
425.6
46.26
kurang
642.2
69.80
sesuai
13
normal
baik
223.8
20.72
kurang
917.6
84.96
sesuai
23.6
underfat
baik
246.2
26.86
kurang
877.4
95.72
kurus
22.9
underfat
kurang
422.47
47.71
kurang
781.73
kurus
24
underfat
kurang
425.2
45.86
kurang
27.2
normal
Baik
633.67
66.12
obese
38.3
obesity
Baik
488.67
-0.9
normal
24.5
normal
Baik
23.8
0.3
normal
33.4
over fat
150
20.2
-0.3
normal
27.1
31
136.4
16.6
-1.8
16
37
158.9
14.6
-3
kurus sangat kurus
16
52
155.8
21.4
0.2
normal
15
17
50.5
154.9
20.5
0
normal
16
17
82
154.5
33.5
2.8
obese
40.9
obesity
17
16
46.5
150.5
20.5
-0.1
normal
27.7
normal
18
17
60
154.8
25
1.2
overweight
33.2
19
16
45
149.7
20.1
-0.3
normal
20
16
52.5
146.4
25.7
1
21
15
57.5
154
24.3
22
16
67.5
158.1
23
15
41.5
24
16
45
Kat Usia Mens tidak normal
Kt
Kat_Kt
1.9
osteopenia
1
normal
16
normal tidak normal
2.1
normal
sesuai
13
normal
3
normal
88.29
sesuai
15
normal
1.8
normal
1058.8
114.21
sesuai
13
normal
normal
kurang
1609.77
167.98
sesuai
12
normal
2.2 1.1
osteopenia
33.99
kurang
839.37
58.39
sesuai
15
normal
1.3
normal
92.8
11.05
kurang
671.6
79.95
sesuai
12
2.1
normal
baik
397.07
39.71
kurang
1198.57
119.86
sesuai
16
normal tidak normal
2.2
normal
normal
ringan
659.83
72.51
kurang
1381.63
151.83
sesuai
13
normal
normal
16.7
underfat
ringan
997.73
160.92
kurang
1487.23
239.88
sesuai
12
14.4
underfat
ringan
287.5
38.85
kurang
900.3
121.66
sesuai
16
normal tidak normal
3 1.7 1.8
30.2
over fat
ringan
308.15
29.63
kurang
1392.9
133.93
sesuai
11
normal
1
normal
29.4
normal
ringan sangat berat
216.03
21.39
kurang
810.5
80.25
sesuai
11
normal
1.4
normal
318.57
19.43
kurang
655.7
39.98
sesuai
13
normal
2
normal
353.27
37.99
kurang
798.6
85.87
sesuai
13
141.43
11.79
kurang
652.07
54.34
sesuai
17
27.1
normal
ringan
693.8
77.09
kurang
1474
163.78
sesuai
16
normal tidak normal tidak normal
2.1 1.4 1.6
normal
obesity
ringan sangat berat
normal
34.6
obesity
310.37
29.56
kurang
844.57
80.44
sesuai
14
normal
1
normal
1.1
overweight
31.7
underfat
sedang sangat berat
227.13
18.96
kurang
581.27
48.52
sesuai
14
1.6
overweight
34
obesity
berat
153.43
11.37
kurang
590.27
43.72
sesuai
16
2 1.8
normal
27.1
normal tidak normal
153.5
17.6
-1.2
kurus
21.5
underfat
ringan
148.4
17.16
kurang
564.63
65.31
sesuai
13
normal
2
normal
155.4
18.9
-0.8
normal
25.5
normal
ringan
1042.5
115.83
sesuai
1535.4
170.60
sesuai
14
normal
2.1
normal
osteopenia osteopenia
osteopenia osteopenia
osteopenia
26
25
16
48.5
162.4
18.3
-1
normal
25.1
underfat
ringan
448.47
46.23
kurang
734.3
75.70
sesuai
16
tidak normal
1.6
26
16
40
146.4
18.6
-0.8
normal
22.9
normal
ringan
394.47
49.31
kurang
1183.37
147.92
sesuai
13
normal
2
normal
27
16
47
162.9
17.7
-1.2
kurus
23.7
underfat
ringan
348.6
37.09
kurang
1030
109.57
sesuai
12
normal
normal
28
17
45
143.5
21.9
0.3
normal
29
normal
ringan
284
31.56
kurang
782.87
86.99
sesuai
13
29
16
57
154
24
0.9
normal
34
over fat
ringan
630.1
55.27
kurang
817
71.67
sesuai
16
normal tidak normal
3 1.6 1.4
30
17
35.5
138
18.7
-0.9
normal
22.1
normal
ringan
78
10.99
kurang
575.73
81.09
sesuai
12
normal
31
17
45.5
147
21
0
normal
27.9
normal
ringan
186.03
20.44
kurang
728.37
80.04
sesuai
13
normal
2 1.7
32
16
45
157.5
18.1
-1.1
kurus
24.2
underfat
ringan
1153.1
128.12
sesuai
1225.3
136.14
sesuai
15
normal
2
normal
33
16
47
155.5
19.4
-0.5
normal
26.8
normal
ringan
215.17
22.89
kurang
596.17
63.42
sesuai
11
normal
1
normal
34
16
41.5
154.8
17.3
0.1
normal
21.9
underfat
ringan
403.77
48.65
kurang
1158.13
139.53
sesuai
15
17
50
150.6
22.1
0.1
normal
27.9
normal
berat
390.57
39.06
kurang
983.53
98.35
sesuai
17
2.1 1.8
normal
35
normal tidak normal
36
17
55
150.5
24.3
0.9
normal
32.7
ringan
355.77
32.34
kurang
683.87
62.17
sesuai
15
normal
2
normal
37
15
48.5
158.7
19.1
-0.4
normal
25.7
normal
236.57
23.41
kurang
659.9
65.31
sesuai
12
normal
1
normal
38
16
68
161.5
26.1
1.4
overweight
35.5
obesity
ringan sangat berat
536.07
39.42
kurang
1003.77
73.81
sesuai
15
normal
2
normal
39
15
57.5
162
21.9
0.6
normal
30.2
over fat
sedang
593.1
49.51
kurang
980.47
81.85
sesuai
15
normal
normal
40
14
41.5
158.5
16.6
-1.5
kurus
20.3
underfat
berat
461.9
53.42
kurang
1130.1
130.71
sesuai
13
normal
2.3 1.6
41
15
48
154
19.4
-0.1
normal
26.1
normal
ringan
949
94.90
kurang
1048.6
104.86
sesuai
11
normal
normal
42
15
46
157
18.7
-0.7
normal
24.6
normal
ringan
1072.57
111.92
sesuai
1457.2
152.06
sesuai
13
normal
2 1.5
osteopenia
43
15
53.5
154.5
22.5
0.6
normal
28.7
normal
sedang
244
21.89
kurang
853.3
76.56
sesuai
12
normal
1.6
normal
44
16
38.5
144.4
18.4
-0.9
normal
23.4
underfat
ringan
492.97
64.02
kurang
809.1
105.08
sesuai
12
normal
2.1
normal
45
15
49.5
155.8
20.4
0
normal
28.6
normal
ringan
659.5
63.95
kurang
1423.4
138.03
sesuai
13
normal
1.5
normal
46
15
50.5
149.5
22.6
0.7
normal
31.2
over fat
sedang
213
20.25
kurang
684.43
65.05
sesuai
12
normal
normal
47
16
40
147.5
18.4
-0.9
normal
23.4
underfat
ringan
194.67
24.33
kurang
649.87
81.23
sesuai
14
normal
1.5 1.7
48
16
45.5
151
17.5
-0.4
normal
22
underfat
ringan
372.9
40.98
kurang
1068.83
117.45
sesuai
13
normal
normal
49
16
48
148
22.8
0.4
normal
25
normal
ringan
363.57
37.87
kurang
1107.43
115.36
sesuai
12
normal
50
17
46
156
20
-0.8
normal
21
underfat
ringan
439.6
47.78
kurang
926.4
100.70
sesuai
11
normal
2.1 1.8 1.5
-2
osteopenia
osteopenia
osteopenia normal
osteopenia
osteopenia
osteopenia
osteopenia
osteopenia
osteopenia
51
17
44.5
152
22.8
-0.6
normal
23
normal
ringan
196.2
22.04
kurang
638.8
71.78
sesuai
13
52
18
45
149
21.9
-0.3
normal
25
normal
ringan
760.17
84.46
kurang
1111.03
123.45
sesuai
53
16
47.5
152
20.5
0
normal
28.4
normal
ringan
254.03
26.74
kurang
744.8
78.40
54
16
46
153.9
19.4
-0.5
normal
25.9
normal
ringan
330.77
35.95
kurang
916.83
55
17
44
156
18.1
-1.2
kurus
23.6
underfat
ringan
357.93
40.67
kurang
56
16
55
155
22.9
0.6
normal
31.5
over fat
sedang
321.4
29.22
kurang
57
16
52.5
161.5
20.2
-0.2
normal
27.5
normal
berat
291.77
27.79
kurang
58
16
45.5
147
21
0
normal
28.8
normal
ringan
359.27
39.48
59
16
46
150.8
20.2
-0.2
normal
27.4
normal
226
24.57
60
16
60.5
160.8
23.4
0.8
normal
33.3
over fat
ringan sangat berat
463.9
38.34
kurang
61
16
46
165
16.9
-1.6
kurus
21.9
underfat
ringan
860
93.48
kurang
62
15
55.5
163.8
20.7
0.2
normal
normal
362.5
31.35
kurang
1188.8
63
17
64
158.5
25.5
1.2
overweight
35.8
obesity
sedang sangat berat
80.1
6.26
kurang
765
59.77
sesuai
12
64
16
50
148.5
22.7
0.6
normal
31.8
over fat
ringan
1710
171.00
sesuai
1916
191.60
sesuai
13
65
16
46
158
18.4
-1
normal
24.5
underfat
ringan
339
36.85
kurang
880.4
95.70
sesuai
13
66
16
48
159.5
18.9
-0.7
normal
25.1
normal
ringan
559
58.23
kurang
776
80.83
sesuai
67
16
52
152
22.5
0.5
normal
31
over fat
ringan
828
79.62
kurang
837.5
80.53
68
16
40.5
153
17.3
-1.5
69
16
46
146.5
21.4
70
16
48.5
156
71
16
43.5
72
16
73 74
29
1
normal
18
normal tidak normal
2.1
normal
sesuai
12
normal
1
normal
99.66
sesuai
10
normal
1.4
normal
621.5
70.63
sesuai
12
normal
2.1
normal
586.63
53.33
sesuai
10
normal
1
normal
997.43
94.99
sesuai
13
normal
normal
kurang
879.67
96.67
sesuai
13
normal
1 1.5
kurang
359.37
39.06
kurang
13
1
normal
995.8
82.30
sesuai
16
normal tidak normal
1.2
normal
1363.6
148.22
sesuai
14
normal
2.1
normal
102.82
sesuai
11
normal
1.4
normal
normal
2
normal
normal
1.2
normal
normal
2
normal
11
normal
1.4
normal
sesuai
11
normal
1.5
normal
osteopenia
kurus
21.9
underfat
ringan
331.3
40.90
kurang
908.8
112.20
sesuai
12
normal
2
normal
0.1
normal
28.9
normal
ringan
496.6
53.98
kurang
1116
121.30
sesuai
12
normal
1
normal
23
-0.3
normal
25
normal
ringan
687.7
70.90
kurang
1143.3
117.87
sesuai
12
normal
normal
151
21
-0.6
normal
23
normal
ringan
365.5
42.01
kurang
544.7
62.61
sesuai
12
normal
1.4 1.6
45
148
24
0
normal
30
over fat
ringan
339
37.67
kurang
880.4
97.82
sesuai
12
normal
normal
16
46
153
24
-0.3
normal
30
over fat
ringan
606.6
65.93
kurang
1326.8
144.22
sesuai
14
normal
15
50
150.5
22.1
0.5
normal
31
over fat
ringan
366.9
35.22
kurang
1201.4
115.33
sesuai
13
normal
1 1.8 1.3
osteopenia
osteopenia
osteopenia
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
indeks massa tubuh
.096
74
.090
.932
74
.001
z score
.080
74
.200
*
.978
74
.218
persen lemak tubuh
.082
74
.200
*
.986
74
.589
aktifitas fisik
.183
74
.000
.845
74
.000
asupan kalsium
.172
74
.000
.840
74
.000
asupan fosfor
.109
74
.030
.955
74
.010
usia menstruasi
.222
74
.000
.930
74
.001
kepadatan tulang
.272
74
.000
.807
74
.000
persentase asupan Ca
.192
74
.000
.818
74
.000
persentase asupan P
.109
74
.030
.941
74
.002
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Correlations
Spearman's
kepadatan tulang
rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
indeks massa tubuh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
z score
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
persen lemak tubuh
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
aktifitas fisik
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
tulang
tubuh
z score
persen lemak
aktifitas
asupan
asupan
usia
persentase
perse
tubuh
fisik
kalsium
fosfor
menstruasi
asupan Ca
asup
1.000
-.231
*
-.131
-.124
-.044
.089
.087
-.052
.057
.
.047
.265
.293
.708
.452
.463
.660
.630
74
74
74
74
74
74
74
74
74
*
1.000
**
-.120
-.156
.158
-.287
.047
.
.000
.000
.000
.306
.185
.178
.013
74
74
74
74
74
74
74
74
74
**
1.000
**
-.119
-.091
.136
.265
.000
.
.000
.000
.313
.441
.248
.009
74
74
74
74
74
74
74
74
74
**
1.000
**
-.098
-.086
.171
-.284
-.231
-.131
-.124
.891
.877
**
.891
.905
**
.877
.905
**
**
.521
.577
.558
-.301
*
**
*
.293
.000
.000
.
.000
.407
.467
.146
.014
74
74
74
74
74
74
74
74
74
**
1.000
-.199
-.191
.075
-.044
.521
**
.577
**
.558
-.391
**
.000
.000
.000
.
.090
.104
.524
.001
74
74
74
74
74
74
74
74
74
Correlation Coefficient
.089
-.120
-.119
-.098
-.199
1.000
**
.123
Sig. (2-tailed)
.452
.306
.313
.407
.090
.
.000
.295
.000
74
74
74
74
74
74
74
74
74
Correlation Coefficient
.087
-.156
-.091
-.086
-.191
**
1.000
.095
Sig. (2-tailed)
.463
.185
.441
.467
.104
.000
.
.422
.000
74
74
74
74
74
74
74
74
74
N asupan fosfor
indeks massa
.708
N asupan kalsium
kepadatan
N
.703
.703
.955
.684
**
**
usia menstruasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
persentase asupan Ca Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N persentase asupan P
-.052
.158
.136
.171
.075
.123
.095
1.000
.082
.660
.178
.248
.146
.524
.295
.422
.
.487
74
74
74
74
74
74
74
74
74
.057
-.287
**
.082
1.000
.630
.013
.009
.014
.001
.000
.000
.487
.
74
74
74
74
74
74
74
74
74
**
.036
**
-.301
**
-.284
**
-.391
-.489
**
**
.955
.633
**
**
.684
.908
.717
**
Sig. (2-tailed)
.641
.000
.001
.001
.000
.000
.000
.759
.000
74
74
74
74
74
74
74
74
74
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
-.380
*
.055
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
-.376
**
Correlation Coefficient
N
-.402
*