ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ABSTRAK
ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR dan BAMBANG SULISTYANTARA. Suatu penelitian yang bertujuan memberikan arahan pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Khatulistiwa Pontianak telah dilakukan. Penelitian terdiri dari 3 bagian yang bertujuan (1) menentukan prioritas fungsi RTH berdasarkan preferensi masyarakat, (2) mengidentifikasi dan menentukan jenis RTH dan (3) menyusun arahan pengembangan RTH yang spesifik lokasi. Konsideran utama dalam pengembangan RTH menurut penilaian kelompok responden yang terdiri dari akademisi, praktisi dan birokrasi, berturutturut meliputi pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan hasil analisis terhadap jenis RTH secara berturut-turut jalur hijau kota merupakan urutan pertama, taman kota urutan kedua dan lapangan olah raga pada urutan ketiga. Analisis spasial dengan geographic information system (GIS) terhadap pemanfaatan lahan saat ini diidentifikasi kawasan non RTH dan RTH terdiri atas kawasan permukiman dan kawasa n terbangun 6.573 ha (61%), sungai 600 ha (5,6%), penggunaan lainnya 1.513 ha (14,03%), RTH seluas 2.096 ha (19,44%) dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu, jalur hijau kota 322 ha (3%), taman kota 8 ha (0,1%), lapangan olah raga 53 ha (0,5%), taman rekreasi/agrowisata 817 ha (7,6%), pemakaman umum 45 ha (0,4%), green belt 840 ha (7,8%) dan hutan kota 10 ha (0,1%). Pengembangan RTH berdasarkan RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 dipertahankan seluas 2.066 ha (19,16%), yang terdiri atas: jalur hijau kota 359 ha (3,3%), taman kota 7 ha (0,1%), lapangan olah raga 65 ha (0,6%), taman rekreasi/agrowisata 926 ha (8,6%), pemakaman umum 51 ha (0,5%), green belt 643 ha (6%) dan hutan kota 14 ha (0,1%). Arahan pengembangan RTH terutama pada green belt-kawasan yang sesuai dengan lokasi spesifik Kota Pontianak, yaitu pada lahan gambut, kawasan tergenang tepian air, serta kawasan konservasi. Pemilihan vegetasi diarahkan pada jenis tanaman lokal dan tanaman budidaya sesuai habitat, sehingga keberadaan RTH dapat bermanfaat sebagai penyeimbang pembangunan kota.
ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK
ISKANDAR ZULKARNAIN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tesis Nama NRP
: Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak : Iskandar Zulkarnain : A 352030051
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Aris Munandar, MS. Ketua
Dr. Ir.Bambang Sulistyantara, M.Agr. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Dr. Ir.Nizar Nasrullah, M.Agr
Tanggal Ujian: 8 Juni 2006
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam menyusun tesis ini, dengan judul Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada : 1.
Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. sebagai anggota komisi pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap, beserta Bapak/Ibu staf pengajar dan karyawan Studio Arsitektur Lanskap IPB, yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan pelayanan.
2.
Pemerintah Kota Pontianak yang telah memberikan dukungan dan izin kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar pada Program Studi
Arsitektur
Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB. 3.
Keluarga tercinta, istri dan anak-anak, yang telah rela dan ikhlas berpisah, serta saudara-saudarku, doa dan ketulusan kalian turut memberikan inspirasi dalam proses belajar dan penyelesaian tesis ini.
4.
Teman-teman angkatan 5 Program Studi Arsitektur Lanskap Sekolah Pasca Sarjana IPB, teman-teman anggota asrama mahasiswa Kalimantan Barat Rahadi Oesman Bogor dan Ibu pengasuh serta semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil dalam menyelesaikan tugas ini. Akhirnya penulis sampaikan semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada semua pihak.
Bogor,
Juni 2006
Iskandar Zulkarnain
RIWAYAT HIDUP ISKANDAR ZULKARNAIN, dilahirkan di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat pada tanggal 4 Juni 1961, sebagai anak kelima dari 6 (enam) bersaudara dari pasangan A. Rachman (almarhum) dan Natjik H. Nungtjik (almarhumah). Pada Tahun 1974, penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Negeri No.2 Pontianak. Pendidikan menengah penulis selesaikan pada SMP Negeri 6 Pontianak tahun 1977.
Pada tahun 1981 penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) Daerah Kalimantan Barat di Pontianak, pada tahun yang sama diterima sebagai karyawan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan
(Proyek PRPTE) pada UPP Sungai Pinyuh Kabupaten
Pontianak, selanjutnya pada tahun 1987 diterima sebagai pegawai negeri sipil daerah Propinsi Kalimantan Barat (Sekolah Pertanian Menengah Atas di Singkawang, tahun 1989 sebagai Mantri Tani Kecamatan Pontianak Timur Kotamadya Pontianak).
Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Panca Bhakti (UPB) Pontianak lulus tahun 1994. Kesempatan melanjutkan program S2 pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada tahun 2003 atas bea siswa Pemda Kota Pontianak. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Pontianak dengan jabatan Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, jabatan terakhir sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pengkajian dan Pengembangan Lidah Buaya Nasional di Pontianak. Penulis menikah pada tanggal 8 Agustus 1987, dengan Uray Sandra Panji Anom dan dikaruniai putra Insan Rachmanda (18 tahun), Annisa Pratiwi (15 tahun), Jihan Nabila (14 tahun) dan Eisya Azzahra (6 tahun).
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak, merupakan karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juni 2006
Iskandar Zulkarnain NRP A 352030051
Karya kecil ini kupersembahkan kepada kedua ibundaku yang tercinta: pada saatsaat terakhirnya aku pergi meninggalkan mereka, “kau mau kemane In” begitu Mak berkata ketika aku mau meninggalkan Pontianak menuju Bogor, pada 30 Juni 2003. “Bile kau balek In” kata -kata itu yang diucapkan Yang ketika aku terkahir kali bertemu dengannya pada Idul Fitri 1426 H. Kini keduanya telah menghadap Al Khalik, “jadikanlah ilmu yang kudapat menjadi Jariah untuknya, ya Allah”. Bogor, Juni 2006
....untuk istriku Uray Sandra Panji Anom, dan anak-anakku Randa, Ica, Jihan dan Esy yang rela dan ikhlas berpisah ...serta Kanda Drs. H. Bachtiar, Hj. Ratna Muchsin, Ramli, Farida Arifin, dan adinda Ernawaty Supriyanto, terima kasih atas doa dan ketulusannya, semoga menjadi amal kepada Allah.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Tujuan ................. .......................................................................
4
1.3. Manfaat Penelitian ......................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kota ...............................................................................
5
2.2. Ruang Terbuka Hijau................................................................... 7 2.3. Fungsi Rua ng Terbuka Hijau.......................................................
8
2.4. Jenis Ruang Terbuka Hijau ...... ..............................................
12
2.5. Luas Ruang Terbuka Hijau .........................................................
13
2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau .............................................
16
III. METODE PENELITIAN 3.1
Waktu Penelitian ......................................................................... 19
3.2
Metode ........................................................................................
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ............................................
28
4.1.1. Letak Geografis dan Administratif ..................................
28
4.1.2. Iklim .................................................................................. 29 4.1.3. Topografi ..........................................................................
29
4.1.4. Jenis Tanah .......................................................................
30
4.1.5. Hidrologi ...........................................................................
31
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................................
35
4.2.1. Demografi .... ....................................................................
35
4.2.2. Pendidikan ........................................................................
38
4.2.3. Mata Pencaharian .............................................................. 38 4.2.4. PDRB dan Pendapatan Perkapita ...................................... 39 4.3. Tata Guna Lahan ......................................................................... 41 4.3.1. Penggunaan Lahan ............................................................
41
4.3.2. Potensi Pengembangan RTH ............................................
42
4.4. Analisis Pengembangan RTH ..................................................... 44 4.4.1. Analisis Fungsi RTH ...... .................................................
44
4.4.2. Analisis Jenis RTH .......................................................
52
4.4.3. Analisis Spasial ................................................................. 64 4.4.4. Arahan Pengembangan .....................................................
69
4.4.5. Rekomendasi Pengembangan ...........................................
84
V. SIMPULAN DAN SARAN ............ ......................................................
98
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
100
LAMPIRAN................................................................................................... 105
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Penggunaan Lahan Kota Pontianak Berdasarkan RTRW 2002-2012 dan kondisi tahun2003....................................................................................
3
2. Standar luas RTH secara umum..............................................................
14
3. Standar perencanaan Ruang Terbuka Hijau di lingkungan pemukiman ..
15
4. Kriteria sumberdaya pengembangan RTH Kota Pontianak ........................
25
5. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan ketergenangan wilayah ............. .........................................................................................
30
6. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan jenis tanah ....
31
7. Sungai dan Parit di Kota Pontianak ..........................................................
32
8. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tingkat abrasi
35
9. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak tahun 2000-2003 dan kepadatan penduduk tahun 2003................................................... ....
36
10.
Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kesesuaian kepadatan penduduk ..................................................................................
37
11.
Penduduk Kota Pontianak Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................
38
12.
Mata Pencaharian Penduduk Kota Pontianak tahun 2003...................
39
13.
Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota Pontianak Berdasarkan Harga Konstan 1993 Tahun 1994 – 2003 .............
40
Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota Pontianak Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1994 – 2003 .....................
40
Perubahan Peruntukan Lahan Kota Pontianak Berdasarkan RUTRK 1994 – 2004 ...............................................................................................
42
Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Kota Pontianak Hingga Tahun 2012 ............................................................................................................
43
Potensi Pengembangan RTH berdasarkan rencana alokasi pemanfaatan ruang Kota Pontianak hingga tahun 2012 ......
44
Urutan prioritas pengembangan RTH berdsarkan fungsi menurut penilaian agregat ......................................................................................
44
Analisis Alternatif Fungsi RTH Kota Pontianak menurut Kelompok Responden terhadap fungsi dan kriteria RTH ........................................
45
14. 15. 16. 17. 18. 19.
20. 21. 22. 23. 24.
Luas tanam, produktivitas dan produksi lidah buaya di Kota Pontianak (1995-2004) ............................................................................................. Urgensi pengembangan RTH produktif Kota Pontianak berdasarkan produktivitas wilayah ........................................................................................................ Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kawasan budaya ......................................................................................................... Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tradsi budaya Urutan prioritas pengembangan RTH berdasarkan bentuk menurut penilaian agregat .............................................................. ...................
48
49 52 52 53
25.
Analisis alternatif jenis RTH Metode Perbandingan Eksponensial ........
54
26.
Penyebaran jalur hijau Kota Pontianak ..................................................
57
27.
Penyebaran taman kota di Kota Pontianak .............................................
59
28.
Penyebaran lapangan olah raga di Kota Pontianak ...................................
60
29.
Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak ......................................
62
30.
Analisis kecukupan RTH Kota Pontianak ..................................................
64
31.
Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun 2012
69
32.
Penilaian potensi relatif pengembangan RTH berdasarkan hubungan bentuk dan fungsi ........................................................................................
70
Evaluasi kesesuaian pengembangan RTH Kota Pontianak ........................
85
33.
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Lokasi penelitian ....................................................................................
19
2.
Bagan alir kerja penelitian .....................................................................
21
3.
Peta administrasi Kota Pontianak ...........................................................
28
4.
Kondisi lansakap yang dipengaruhin ekologis (a. perubahan iklim mikro pengaruh vegetasi di Jalan A. Yani, b. banjir di Jalan MT. Haryono akibat perubahan daerah resapan air di kawasan hulu Parit Tokaya) .................................................................................................
46
Kawasan terbuka mengakibatkan pendangkalan parit (lokasi DAS Sungai Jawi) ............................................................................................
47
Beberapa jenis tanaman di Kawasan Sentra Agribisnis; lidah buaya (Aloevera Chinensis), pepaya (Carica papaya ), seledri (Apium groveoles) dan salad ..............................................................................
49
7.
Taman di lingkungan Mesjid Raya Mujahidin .....................................
50
8.
Tanaman memberikan nilai budaya antara bangunan dan lanskap (arsitektur rumah panjang dan atap kajang, Kantor Gubernur Propinsi Kalimantan Barat dan Keraton Kadriah) ..............................................
51
9.
Salah satu kondisi jalur hijau tepi jalan di Jalan A. Yani ......................
55
10.
Salah satu kondisi jalur hijau median jalan di Jalan A. Yani .................
55
11.
Jalur hijau tepian air, (a) sebagai drainase induk di Parit Sungai Jawi, (b) jalur hijau tepi Sungai Kapuas sebagai penahan abrasi di Kecamatan Pontianak Utara ..................................................................
56
12.
Jalur hijau penyempurna Jembatan Kapuas .........................................
57
13. 14.
Tugu Khatulistiwa dan festival budaya, merupakan simbol Kota Pontianmak ............................................................................................. Taman Alun Kapuas Pontianak ..............................................................
58 59
15.
Stadion olah raga Sultan Syarif Abdurrachman .....................................
60
16.
Taman rekreasi/agrowisata (a. Taman Ria Agro Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Barat, b. Agrowisata Kawasan Sentra Agribisnis /Pusat Kajian Lidah Buaya Nasional-AVC) ..........................................
61
5. 6.
17. 18.
Kondisi green belt di Kecamatan Pontianak Barat (a. kawasan hutan sekunder yang berubah fungsi, b. kebun campuran) ............................ Kondisi hutan kota (a. hutran kota di kawasan Universitas Tanjung Pura, b. hutan kota latar belakang di Pendopo Gubernur Jalan A. Yani) .......................................................................................................
63 64
19.
Peta penggunaan lahan ...........................................................................
65
20.
Peta kondisi RTH Eksisting ...................................................................
67
21. 22.
Peta rencana pengembangan RTH .......................................................... Contoh Jalur hijau dengan pedestrian untuk pejalan kaki di Jalan H. Juanda Bogor dan di Kuching, Sarawak .................................................
68
23.
71
Contoh penataan jalur hijau tepian air, berfungsi ekologis, ekonomis dan sosial di Kuching, Sarawak .............................................................
72
Contoh taman kota dengan vegetasi tanaman buah dengan tajuk dimodifikasi di Kebun Raya Bogor .......................................................
75
Buah durian (Durio zibethinus) di lokasi agrowisata Pal Lima (Pontianak Post, 6 Januari 2006) ...........................................................
77
Tanaman lidah buaya (Aloe vera Chinensis) di Kawasan Agrowisata Sentra Agribisnis Pontianak ..................................................................
78
Tumpang sari antara tanaman pepaya (Carica papaya) dan Tanaman Kunyit (Curcuma domestica ) di Kawasan Agrowisata-Sentra Agribisnis Kecamatan Pontianak Utara ..................................................
79
29.
Maka m Sultan Syarif Abdulrachman, Batu Layang dan pemakaman Sungai Bangkong .................................................................................. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi ekologi .............................
81 86
30.
Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi ekonomi .............................
88
31.
Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi sosial ................................
90
32.
Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi budaya ..............................
91
33.
Peta kesesuaian lahan pengembangan RTH Kota Pontianak .................
93
34.
Pembukaan lahan gambut di Kecamatan Pontianak Utara .....................
95
24. 25. 26. 27.
28.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Bagan Matriks Metode Perbandingan Eksponensial alternatif bentuk dan fungsi ................................................................. ...........................
106
2. Data iklim Kota Pontianak tahun 1995 s/d 2004 ..................................
107
3. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontianak kelompok responden akademisi .............................................................................................
108
4. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontia nak kelompok responden praktisi............. ......................................................................................
109
5. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontia nak kelompok responden birokrasi.. ...............................................................................................
110
6. Analisis alternatif fungsi RTH Kota Pontianak ..................................... 111 7. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden akademisi ...............................................................................................
112
8. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden Praktisi ...............................................................................................
113
9. Penilaian alternatif bentuk RTH Kota Pontianak kelompok responden Birokrasi ...............................................................................................
114
10. Analisis alternatif bentuk RTH Kota Pontianak ...................................
115
11. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak ...................................
116
12. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun 2012 .....................................................................................................
118
13. Skor dan pembobot kriteria fungsi RTH berdasarkan penilaian responden ...............................................................................................
119
14. Arahan pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan lokasi spesifik ...................................................................................................
120
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perencanaan kota yang dinamis pada dasarnya merupakan upaya untuk mengelola dan mengatur kehidupan kota yang selalu berubah namun dibatasi oleh ketersediaan lahan yang statis (Irwan 1998).
Pembangunan perkotaan sering
menimbulkan permasalahan lingkungan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang diikuti dengan semakin majunya semua aspek pembangunan beserta implikasinya.
Permasalahan lingkungan yang umumnya timbul di
perkotaan antara lain berupa meningkatnya suhu udara, penurunan permukaan air tanah, banjir/tergenang, intrusi air laut, abrasi pantai/pinggiran sungai, pencemaran air oleh logam berat, berbau, pencemaran udara seperti meningkatnya kadar CO2,O 3, hydrocarbon, SOx, NO x, debu, dan kebisingan.
Selanjutnya
Wibowo (2002) menjelaskan bahwa untuk mengatasi masalah lingkungan kota ini maka keserasian antara areal terbangun, infrastruktur kota, dan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi sangat penting khususnya untuk mengurangi tekanan terhadap daya dukung lingkungan kota. bertujuan untuk
Perencanaan suatu tata ruang kota
mewujudkan kota yang nyaman, indah dan sehat serta
menghindarkan potensi konflik antar kepentingan. Salah satu kriterianya adalah dengan menyediakan zona ruang sesuai dengan peruntukannya, terutama ruang terbuka hijau secara proporsional dan berkelanjutan. RTH kota secara umum mempunyai fungsi yang sangat komplek bagi sebuah lingkungan perkotaan diantaranya fungsi estetis, ekologis serta fungsi sosial ekonomi bagi penghuninya. Berdasarkan fungsinya keberadaan RTH dapat merupakan jaringan yang kuat antara lanskap perkotaan dengan komponen penyusun ruang terbuka hijau diantaranya jalur hijau kota, taman kota, lapangan olah raga, taman rekreasi/agrowisata, pemakaman umum, green belt, dan hutan kota. Kota Pontianak merupakan ibukota Propinsi Kalimantan Barat dalam rencana strategis pembangunan mempunyai visi “Pontianak kota khatulistiwa berwawasan
lingkungan,
sebagai
pusat
perdagangan
dan
jasa
bertaraf
internasional”. Makna dari visi tersebut menunjukkan bahwa ciri khas Kota Pontianak merupakan kota khatulistiwa yang berwawasan lingkungan. Secara umum sebagian besar wilayah kota terdapat di lahan gambut, dan pada bagian lain yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air Sungai Kapuas melalui parit/kanal yang tersebar di seluruh kota. Sebagai kota khatulistiwa sinar matahari banyak, dan curah hujan yang tinggi. Pada bulan Maret dan September setiap tahun posisi matahari tepat berada pada titik 00 di garis belahan bumi, benda -benda yang terletak tepat pada garis ini tidak terdapat bayangan, fenomena alam ini dikenal dengan titik kulminasi matahari. Pengelolaan wilayah potensial tersebut dipengaruhi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam pelaksanaannya, seringkali terjadi bahwa hanya aspek ekonomi yang diperhatikan dan dipacu menjadi prioritas pengembangan, sedangkan aspek lainnya yaitu ekologi, sosial dan budaya cenderung diabaikan. Akibatnya ha sil pembangunan yang dilaksanakan sering diikuti dengan dampak negatif bagi masyarakat. Perencanaan kawasan ruang terbuka hijau kota Pontianak merupakan salah satu bentuk perencanaan sektor strategis sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Pontianak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak tahun 2002-2012. Peraturan tersebut memuat rumusan kebijakan dan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan ruang bagian-bagian kota, yang dapat dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta (Pemda Kota Pontianak 2002). Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakannya adalah perubahan kondisi ekologis kota yang semakin menurun, hal tersebut diakibatkan antara lain perubahan pemanfaatan lahan, tingkat sedimentasi sungai dan parit yang tinggi dan perubahan iklim mikro umumnya semakin kurang nyaman. Kondisi ruang terbuka hijau yang ada semakin menurun baik secara kuantitas maupun kualitas, lahan yang sebelumnya merupakan kawasan hijau menjadi kawasan terbangun semakin cepat, yang diperuntukkan antara lain sebagai permukiman. Jenis penggunan lahan menurut RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 dan kondisi luas lahan tahun 2003 disajikan pada Tabel 1. Perubahan yang cukup besar terjadi pada hutan, kebun karet dan campuran yaitu seluas 1.286 ha dari
kondisi tahun 2003 seluas 1.676 ha, atau terjadi pengurangan seluas 390 ha atau 3,62%. Pada permukiman sesuai rencana peruntukannya yaitu seluas 5.866 ha, dan kondisi pada tahun 2003 seluas 6.573 ha atau terjadi peningkatan luas dari rencana yang sudah ditetapkan, yaitu seluas 707 ha atau 6,56%. Tabel 1. P enggunaan lahan Kota Pontianak berdasarkan R TRW 20022012 dan kondisi tahun 2003 RTRW 2002-2012 Jenis Penggunaan Permukiman Perdagangan dan jasa Perkantoran Pemerintah Fasilitas sosial dan fasilitas umum Fasilitas Pendidikan Industri dan pergudangan Hutan, kebun karet dan campuran Lainnya (sungai, pulau) Luas Total Kota Pontianak
Luas (ha) 5.866 650 183 1.678 270 245 1.286 600 10.782
Persentase (%) 54,4 0 6,03 1,70 15,56 2,50 2,27 11,93 5,56 100,00
Kondisi 2003 Luas (ha) 6.573 362 135 1.095 185 156 1.676 600 10.782
Persentase (%) 60,96 3,36 1,25 10,15 1,72 1,45 15,54 5,56 100,00
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2004 dan hasil analisis
Jika berdasarkan RUTRK 1994-2004, dengan kondisi penggunaan lahan pada tahun 1998 luas hutan, kebun karet dan campuran yaitu seluas 4.365 ha, sampai dengan kondisi tahun 2003 yaitu seluas 1.676 ha, maka terjadi pengurangan luas sebesar 2.689 ha atau 24,94%. Sedangkan untuk permukiman jika kondisi pada tahun 1998 seluas 3.165 ha, dan kondisi pada tahun 2003 seluas 6.573 ha, maka terjadi penambahan luas sebesar 3.408 ha atau 31,61%. Jadi berdasarkan analisis tersebut sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2012 pengurangan lahan hutan, kebun karet dan campuran berjumlah 3.079 ha atau 28,55%. Berkurangnya luas lahan tersebut sebagian besar akibat bertambahnya luas permukiman. Berdasarkan analisis di atas sampai dengan tahun 2003 lahan hutan, kebun karet dan campuran seluas 4.115 ha atau 38,16%. Kecenderungan perubahan pemanfaatan lahan tersebut harus dikendalikan, karena berdasarkan RTRW Kota Pontianak 2002-2012 dan kondisi spesifik wilayah 50% dari luas lahan hutan karet dan kebun campuran diperuntukkan sebagai kawasan konservasi. Kawasan tersebut berpotensi sebagai RTH sabuk hijau (green belt), yang berfungsi sebagai menyangga kawasan sekitarnya. Selain
itu jenis tanah yang mendominasi adalah tanah gambut. Menurut Keppres Nomor 32 tahun 1990, tanah gambut dengan kedalaman >3 m harus dipe rtahankan sebagai kawasan lindung atau konservasi. Berdasarkan kondisi Kota Pontianak seperti diuraikan di atas, maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis perubahan penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan RTH ke penggunaan yang lain. Peran serta masyarakat dalam studi ini diwujudkan dalam proses penilaian terhadap fungsi dan jenis RTH di wilayah studi. Hal yang ingin dikaji adalah keseimbangan antara fungsi RTH dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Batasan RTH dalam studi ini mencakup wilayah administratif Kota Pontianak. Terdiri dari kawasan RTH publik yang merupakan wewenang Pemda Kota Pontianak serta kawasan RTH yang berpeluang untuk dikembangkan. Melalui studi ini, kondisi spesifik wilayah merupakan dasar pertimbangan dalam menyusun rekomendasi arahan pengembangan RTH di Kota Pontianak. 1.2. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk: 1. Mengidentifikasi prioritas fungsi RTH berdasarkan preferensi masyarakat 2. Menganalisis jenis RTH sesuai karakter lanskap Kota Pontianak 3. Menyusun rekomendasi pe ngembangan RTH sesuai lokasi spesifik dan karakteristik kondisi wilayah
1.3. Manfaat Penelitian Hasil analisis penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran berupa informasi dan rekomendasi untuk perencanaan RTH Kota Pontianak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kota Pengertian kota yang dikemukakan berdasarkan berbagai sumber tidak sama, namun dari berbagai sudut pandang para ahli, aspek utama yang digunakan untuk menjelaskan pengertian kota antara lain adalah dari aspek morfologi, jumlah penduduk, hukum, ekonomi, dan sosial. Badan Kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI) pada musyawarah dewan pimpinan tahun 1969 di Bukit Tinggi, merumuskan pengertian kota adalah wadah kelompok orang-orang dalam jumlah tertentu, hidup dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah geografis tertentu, berpola hubungan rasional, ekonomi dan individualistis (Fahutan IPB 1987). Menurut Bintarto (1989), dari segi geografi kota dapat diartikan sebagai suatu siste m jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen serta coraknya yang materialistis. Selanjutnya dijelaskan kota dapat diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur -unsur alami dan non alami dengan gejala -gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, corak kehidupan yang heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan, dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial serta kegiatan ekonomi. Akan tetapi konsep tentang kota tidak selalu akan demikian tergantung kepada perkembangan dimasa yang akan datang. Kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan dicirikan dengan heterogenitas dari segala aspek, terutama lapangan pekerjaan mengakibatkan pula keanekaragaman lingkungan kehidupan. Secara umum penduduk di wilayah studi berasal dari berbagai daerah yang bermigrasi ke dalam suatu lingkungan kota dengan tingkat pendidikan relatif tinggi dan keterampilan untuk menggali peluang usaha terutama sektor penyediaan barang dan jasa. Hal tersebut dapat dilihat dari semakin banyaknya kegiatan sektor perdagangan informal yang banyak menyita ruang terbuka publik.
Perencanaan yang berkaitan dengan tata ruang kota menurut Soegijoko (1997) yang menekankan kepada perencanaan tata ruang kota dewasa ini mencakup pengertian yang luas, yaitu merencanakan lingkungan pemukiman di kota dan wilayahnya dalam lingkungan peruntukan lahan dan seluruh fasilitasnya untuk kegiatan bekerja, rekreasi, dan pemukiman demi berlangsungnya kehidupan masyarakat kota yang layak dan baik. Kota yang baik merupakan kesatuan ruang yang direncanakan berdasarkan kebutuhan komponen penyusun ruangnya, sehingga dapat menciptakan suasana kenyamanan dan kesehatan bagi warganya (Aji 2000). Selanjutnya dijelaskan oleh Budihardjo (1997) kota selalu bersifat dinamis. Struktur, bentuk, wajah serta penampilan kota merupakan hasil dari penyelesaian konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya. Salah satu konflik yang terjadi akhir-akhir ini yang meningkat di wilayah perkotaan adalah masalah lingkungan hidup.
Diperlukan pengintegrasian perencanaan lingkungan hidup ke dalam
perencaan tata ruang perkotaan.
Sistem perencanaan kota yang melibatkan
partisipasi masyarakat dalam penentuan tata ruang kota merupakan salah satu persyaratan apakah penentuan kebijakan tata ruang kota sesuai dengan sasaran. Komponen penyusun ruang kota tersebut meliputi wisma (perumahan), karya (tempat bekerja), marga (jaringan jalan), suka (fasilitas umum dan hiburan) dan penyempurna (pelengkap). Selanjutnya Sujarto (1991), membagi wilayah kota menjadi tiga jenis, yaitu: (a) wilayah pengembangan dimana wilayah terbangun bisa dikembangkan secara optimal, (b) wilayah kendala dimana pengembangan kawasan terbangun dapat dibangun secara terbatas dengan memperhatikan kelestarian lingkungan, dan (c) wilayah limit dimana peruntukannya hanya untuk menjaga kelestarian alam, sedangkan keberadaan kawasa n terbangun tidak dapat ditolerir. Keberadaan RTH menempati bagian-bagian tertentu dalam komponen penyusun tata ruang pada wilayah pengembangan, pada sebagian wilayah kendala yang berfungsi menjaga kelestarian alam, dan wilayah limit yang memang hanya diperuntukkan bagi kelestarian alam.
2.2. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Menurut Fakuara (1987), RTH merupakan ruang yang terdapat tumbuhan atau vegetasi di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya seperti proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya. Menurut Grey dan Deneke (1986), RTH berfungsi sebagai tempat yang ditumbuhi oleh pepohonan dan vegetasi lainnya yang saling berasosiasi sehingga dapat memberikan sumbangan lingkungan hidup yang baik kepada manusia.
Menurut
Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1988, ruang terbuka hijau merupakan ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areal/kawasan
maupun
dalam
bentuk
memanjang
atau
jalur
dalam
pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Menurut Sulistyantara (2002) ruang terbuka hijau merupakan ruang terbuka, yang memiliki kekhususan sifat yang dimilikinya, yaitu pengisian ruang terbuka ini lebih didominasi oleh unsur hijau (tumbuhan) , sedangkan unsur lainnya yaitu struktur bangunan merupakan pengisi dalam persentase penutupan yang kecil (kurang dari 20%). Menurut Nurisyah (1997), ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka yang ditanami dengan tanaman, mulai dari yang bersifat alami (rumput, jalur hijau, taman bermain dan taman lingkungan di daerah pemukiman). Selanjutnya menurut Handikto (1997), ruang terbuka hijau adalah suatu ruang terbuka yang ditumbuhi oleh pepohonan dengan persentase ideal 2030 % dari luas bidang tanah termasuk yang ditempati bangunan rumah, misalnya halaman rumah. Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung, berupa kawasan hijau pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan perumahan, pertanian, jalur hijau dan pekarangan (Fandeli 2002). Budihardjo dan Sujarto (1999), mengemukakan bahwa keberadaan RTH memerlukan
pengelolaan
secara
berkelanjutan
agar
tercipta
kota
yang
berwawasan lingkungan untuk ke pentingan warga kota generasi sekarang maupun mendatang. Kota yang berwawasan lingkungan akan tercapai apabila terdapat keseimbangan antara ketersediaan RTH dengan ketersediaan ruang terbangun (Nazaruddin 1993).
Jadi ruang terbuka hijau (RTH) sesuai kondisi wilayah studi merupakan ruang yang tidak terbangun, dengan perbandingan unsur tanaman yang lebih luas dan memiliki fungsi utamanya yaitu untuk perlindungan kawasan sekitarnya. Pada bagian lain RTH akan memberikan hasil terhadap kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam.
2.3. Fungsi Ruang Terbuka Hijau 2.3.1. Fungsi Ekologi RTH perkotaan merupakan suatu lingkungan yang keberadaannya sangat penting, fungsinya tidak dapat digantikan dengan unsur lain karena sifatnya yang alami. Oleh karena itu RTH pada suatu kota diartikan sebagai suatu lingkungan alami yang menunjukkan adanya interaksi antar mahluk hidup di dalamnya. Mahluk hidup terdiri dari tumbuh-tum buhan, hewan, dan manusia sedangkan lingkungan adalah sejumlah unsur-unsur dan kekuatan-kekuatan di luar organisma yang mempengaruhi kehidupan organisma. RTH secara ekologi berfungsi mewadahi hubungan organisma-organisma atau kelompok organisma. Sesuai Inmendagri No. 14 Tahun 1988, RTH di perkotaan berfungsi untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan.
Selain itu juga sebagai
pengaman sarana lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian antara lingkungan alam dan binaan yang bermanfaat untuk masyarakat. Secara garis besar fungsi RTH di perkotaan antara lain; (1) ameliorasi iklim, (2) konservasi tanah dan air, (3) rekayasa lingkungan, dan (4) sebagai habitat satwa. Keberadaan RTH dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman ba gi manusia melalui pengendalian suhu, cahaya, kelembaban, dan aliran udara. Bersama
vegetasi
lain
tanaman
menguapkan
uap
air
melalui
proses
evapotranspirasi. Oleh karena itu suhu di bawah tegakan pohon menjadi rendah dibandingkan di luar tegakan pohon. Selain itu daun-daun dapat memantulkan sinar matahari yang keefektifannya tergantung dari kepadatan daun, bentuk daun, dan pola percabangan. Pohon yang tumbuh tersendiri dapat mentranspirasikan 4000 liter air per hari bila air tanah cukup tersedia (Grey & Deneke, 1986). Selanjutnya dijelaskan bahwa pohon dengan tajuk yang lebar dan terletak berdekatan dengan dinding dapat menurunkan suhu sampai 280F. Fungsi RTH
sebagai pelindung terhadap angin direpresentasi oleh kemampuan vegetasi menahan kecepatan menghalangi,
angin
menyalurkan,
75-85%.
Tanaman
membelokkan
dan
mengatur menyaring,
angin
dengan
pengaruhnya
tergantung dari ukuran daun, jenis daun, kepadatan daun, bentuk tajuk, ketahanan serta penempatan tanaman. Forman dan Godron (1986) mengemukakan bahwa kerapatan vegetasi berpengaruh terhadap kecepatan angin, semakin rapat semakin menghambat kecepatan dibandingkan dengan vegetasi yang longgar. Vegetasi dapat mengubah aliran udara di atas la han dan di sekeliling bangunan. Penempatan dekat bangunan harus selektif karena dapat menghalangi aliran udara ke dalam bangunan.
Fungsi RTH dalam mengendalikan curah hujan dan
kelembaban; vegetasi tampak sebagai peran menahan butir-butir air hujan dengan intersepsi dan memperlambat kecepatan jatuhnya air hujan sehingga mengurangi kekuatan hempasan terhadap butir -butir tanah. Dengan demikian daya infiltrasi tanah meningkat, aliran permukaan berkurang dan erosi menjadi kecil. Keefektifan pengendalian ini tergantung pada tipe tanah, kandungan bahan organik tanah, topografi, tipe dan intensitas curah hujan serta susunan vegetasi penutup. Pada umumnya lahan di perkotaan banyak yang tidak tertutup oleh vegetasi dan banyak dipergunakan sebagai lahan terbangun dan ditutup oleh perkerasan, sehingga peresapan air ke dalam tanah menjadi terganggu. Salah satu fungsi RTH di perkotaan adalah untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dengan meningkatkan peresapan air melalui vegetasi dan disimpan di dalamm tanah berupa air tanah, kemudian dipergunakan kembali sehingga terjadi siklus hidrologi. Akar tanaman mampu menjerap air dan melepaskan secara perlahan melalui proses transpirasi, selain itu bulu-bulu akar dapat menahan mineral tanah dan bahan organik hasil pelapukan (Forman & Godron 1986). Beberapa proses yang berhubungan dengan fungsi RTH dalam rekayasa lingkungan meliputi: (a) pengendalian erosi dan aliran permukaan (erotion and surface flow), (b) aliran bawah peremukaan (sub surface flow), (c) mengatasi penggenangan, (d) mengatasi intruisi air laut, (e) pengendalian air limbah, (f) pengelolaan sampah, (g) penangkal kebisingan, (h) mengurangi pencemaran udara, dan (i) pengendalian cahaya.
RTH perkotaan dapat menyediakan habitat satwa. Salah satu satwa yang umumnya terdapat pada kawasan RTH kota adalah burung.
Burung
membutuhkan tanaman sebagai tempat bersarang atau mencari makan. E kosistem perkotaan dapat menyediakan tempat hinggap, ini merupakan suatu faktor yang mempengaruhi keanekaan habitat di lingkungan perkotaan (Emlen 1974). Menurut Pakpahan (1993) kehadiran burung di perkotaan selain mempunyai nilai keindahan, dapat menimbulkan rasa senang dan nyaman bagi manusia. Selain itu burung dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan. Keberadaan RTH di wilayah studi sebagai fungsi ekologis sangat penting. Berdasarkan uraian di atas banyak kawasan-kawasan yang ada di Pontianak mengalami perubahan fungsi sebagai konsekuensi perkembangan kota, misalnya kawasan kebun campuran menjadi permukiman, kawasan konservasi menjadi lahan pertanian, parit/saluran ditutup menjadi tempat pedagang. Untuk itu perlu dilakukan upaya pengendalian dan pengembangan sebagai penyeimbang antara lain dengan mengendalikan proporsi antara kawasan yang terbangun dan kawasan RTH, sesuai dengan fungsi wilayah. 2.3.2. Fungsi Ekonomi RTH dapat memberikan fungsi ekonomi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung berupa produk pertanian yang dihasilkan yang dapat dijual, secara tidak langsung misalnya pemanfaatan kawasan sebagai objek wisata masyarakat. Potensi sumber daya alam sebagai aset kota dapat dijadikan paket ekowisata (hutan kota sebagai hutan tropis, hutan mangrove), dan pemukiman masyarakat lokal tepi sungai sebagai water front culture tourism, apabila kawasan tersebut dikelola dengan baik akan memberikan pendapatan kepada daerah (Savage & Kong 2003). 2.3.3. Fungsi Sosial Ruang terbuka yang tersedia pada suatu kawasan perkotaan merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk meningkatkan interaksi sosial baik diantara warga kota, maupun kepada lingkungan sekitarnya (Grey & Deneke 1986). Keberadaan RTH dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, tempat
berkumpul, sarana rekreasi, dan tempat ibadah pada waktu-waktu tertentu. Pada bentuk-bentuk yang lain, RTH dapat bermanfaat sebagai pelengkap keindahan, sarana pengaman, pengarah pengguna jalan dan sebagai identitas suatu kota. Tersedianya kawasan hijau, merupakan salah satu aspek yang penting dalam rangka pembangunan nilai-nilai sosial suatu kota (Nagtegaal & Nas 2000). Fungsi sosial RTH yang lain diantaranya sebagai wadah pendidikan masyarakat terhadap permasalahan lingkungan serta solusi pemecahannya melalui berbagai forum yang berkaitan dengan isu konservasi lingkungan. RTH dapat merupakan motivasi penggerak pembangunan dengan merubah melalui regulasi dan
pengawasan
peran
serta
masyarakat
dalam
pros es
pembangunan.
Keberhasilan Kota Singapura menjadi kota taman melalui program penghijauan “Clean and Green Week ” yang dicanangkan pada tahun 1990. Program ini melibatkan sekolah, organisasi masyarakat, dan kelompok bisnis. Hal tersebut menunjukkan ada nya dorongan moral masyarakat untuk membangun kota (RTH), yang selanjutnya akan dimanfaatkan secara bersama (Savage & Kong 2003). 2.3.4. Fungsi Budaya Penanaman pohon menjadikan budaya tanggap terhadap pengelolaan lingkungan (Savage & Kong 2003).
Adanya variasi baik secara individual
maupun kolektif akan memberikan fungsi arsitektural, serta bagian dari perkembangan sejarah kota (Nagtegaal & Nas 2000).
Fungsi RTH dalam
meningkatkan identitas lingkungan kota akan terwujud apabila RTH yang dikembangkan mampu membangkitkan kesan yang mendalam bagi warga kota akan ciri khas suatu kawasan atau unit administrasi tertentu (Nurisyah 1997). Kawasan RTH di wilayah studi yang mencerminkan budaya belum dikembangkan secara optimal. Di kawasan studi terdapat banyak jenis tanaman lokal yang memberikan ciri khas yang memiliki nilai budaya yang dapat digunakan sebagai elemen lanskap, misalnya tanaman putat (Ba rringtonia sp) sebagai barisan pagar tepi sungai (barau hidup), tanaman hanjuang (Cord yline sp), pinang (Areca pinata ), sirih (Piper betel) sebagai elemen adat budaya melayu, dan tanaman bambu (Bambusa vulgaris) dalam ritual etnis cina.
2.4. Jenis Ruang Terbuka Hijau Menurut Fakuara (1987), jenis RTH berdasarkan kriteria sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas manajemen serta statusnya dapat berupa taman (city park ), kebun dan pekarangan, jalur hijau dan hutan kota (urban forest). Taman bukan hanya memiliki nilai keindahan saja, namun tanaman sebagai komponen pembentuknya harus dipilih secara selektif sesuai dengan kondisi kawasan. Kebun dan pekarangan (halaman) merupakan kumpulan tanaman yang mendukung paling sedikit kebutuhan oksigen penduduk kota, selain juga untuk tujuan produksi yang bernilai ekonomi, yaitu yang dapat menghasilkan buahbuahan, sayuran dan hasil lainnya. Jalur hijau yang dibangun dapat berupa jalur dengan ukuran yang sesuai dengan bentuk tapak yang ada. Jenis tanaman dipilih berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu, misalnya sebagai pemisah median jalan, pengarah, peredam kebisingan, penangkal angin, penghasil oksigen dan sebagainya. Jalur hijau tediri atas beberapa bentuk yaitu jalur hijau jalan termasuk jalur hijau median jalan, jalur hijau tepian air, dan jalur hijau penyempurna. Menurut Brabec et al. (1994), jalur hijau jalan merupakan koridor vegetasi yang digunakan sebagai outdoor recreation untuk berjalan, jogging, bersepeda.
Selanjutnya
dijelaskan bahwa jalur hijau jalan merupakan jalur yang kompak yang digunakan pada persimpangan jalan di pemukiman, sebagai fitur alami koridor sungai dan jembatan, sepanjang jalur kereta, saluran, dan interaksi sosial serta penelitian perubahan lanskap. Untuk melindungi kualitas air, jalur hijau yang terdapat pada koridor sungai berfungsi sebagai penyerap polutan dan pengikisan oleh arus air yang mengandung pupuk pertanian (Brabec e t a l. 1994). Jenis-jenis RTH lainnya dapat berupa lapangan olah raga, taman rekreasi/kawasan agrowisata, pemakaman umum, green belt, dan hutan kota. Dalam pengelolaannya RTH dapat difungsikan sebagai perlindungan lahan pertanian, kehutanan, dan komponen rekreasi.
Grey dan Deneke (1986)
menjelaskan bahwa komponen RTH yang fungsi dan manfaatnya sangat beragam, apabila dikelola dengan baik akan memberikan manfaat (benefit) kepada penduduk kota.
2.5. Luas Ruang Terbuka Hijau Menurut Odum (2004), suatu kawasan perkotaan terdiri atas beberapa zoning peruntukan (compartment) dengan kapasitas ukuran yang rasional setiap kompartemennya, sehingga hubungan antara masing-masing tipe ekosistem, aliran energi dan pergerakan materi akan memberikan manfaat saling menguntungkan. Kompartemen tersebut dibagi dalam 4 kelompok biotik dasar, yaitu (1) produktif, yang memberikan hasil, baik langsung maupun tidak langsung, (2) protektif, yang memberikan fungsi perlindungan, (3) gabungan antara areal produktif dan protektif, pada skala yang luas merupakan kawasan protektif. Pengaturan dan pengelolaan yang sesuai pada kondisi tertentu misalnya akibat tekanan populasi dan polusi bisa berfungsi sebagai kawasan produktif, sehingga terjadi keseimbangan antara alam dan kebutuhan manusia, dan (4) industri, untuk memenuhi kebutuhan aktifitas ini memerlukan aliran energi dan material yang banyak. Mekanisme pembatasan eksploitasi dan pengendalian penggunaan sumberdaya merupakan pengontrol lingkungan yang alami. Zoning wilayah perkotaan dalam pengembangan RTH dilakukan dengan membagi wilayah perkotaan sesuai dengan kompartemen seperti penjelasan di atas. Beberapa asumsi sebagai pertimbangan dalam penentuan luas pengembangan RTH kota, namun hal mendasar yang perlu dipertimbangkan spesifik wilayah.
adalah kondisi
Kondisi umum yang menjadi pertimbangan di wilayah studi
diantaranya kawasan tergenang, jenis tanah, kawasan pinggiran sungai/parit, dan penyebaran penduduk serta tradisi. Menurut Simond (1983), kebutuhan standar RTH dalam suatu kota berdasarkan pembagian wilayah secara umum yaitu 40 m2 per kapita, seperti tertera pada Tabel 2. Di wilayah studi struktur RTH ketetanggaan terdapat pada kawasan yang masih memiliki areal terbuka. Bentuknya dapat berupa kebun campuran, pekarangan, dan lapangan olah raga. Kawasan ini terdapat di Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Timur, dan Kecamatan Pontianak Utara.
Struktur RTH komunitas, termasuk
struktur RTH ketetanggaan serta kawasan tepian parit dan al pangan olah raga yang terdapat di Kecamatan.
Struktur RTH kota,
termasuk struktur RTH
komunitas serta ruang terbuka yang secara umum dimanfaatkan oleh masyarakat
kota. Di wlayah studi kawasan ini antara lain Taman Alun Kapuas, Lapangan Bal Keboen Sayoek, Taman Mesjid Raya Mujahidin, Tugu Khatulistiwa, dan hutan kota Universitas Tanjung Pura. Struktur RTH wilayah termasuk struktur RTH kota serta kawasan terbuka yang dimanfaatkan masyarakat dalam suatu wilayah. Tabel 2. Standar luas RTH secara umum Jumlah Jiwa wilayah 4.320
Ruang terbuka (m 2/1.000 jiwa)
Penggunaan ruang terbuka
Ketetanggaan
Jumlah KK wilayah 1.200
12.000
Lapangan bermain, areal rekreasi, taman
Komunitas
10.000
36.000
20.000
Lapangan bermain, lapangan atau taman (termasuk ruang terbuka ketetanggaan)
Kota
100.000
40.000
Ruang terbuka umum, taman areal bermain (termasuk ruang terbuka untuk komuniti)
1.000.000
80.000
Ruang terbuka umum, taman areal rekreasi, berkemah (termasuk ruang terbuka kota)
Hirarki wilayah
Wilayah/Region
Sumber: Simonds 1983.
Di wilayah studi, kawasan ini
antara lain stadion olah raga Sultan Syarif
Abdulrachman, bantaran Sungai Kapuas, Kawasan Sentra Agribisnis, dan green belt. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan standar luas RTH minimal 40% sampai 60% dari total luas wilayah kota. Berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 378/Kpts/1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota yang mengatur standar perencanaan RTH di lingkungan pemukiman kota, kebutuhan kota terhadap taman kota, hutan kota, jalur hijau dan pemakaman dihitung berdasarkan kebutuhan masing-masing penduduk (Tabel 3). Penentuan kebutuhan luas RTH juga dapat dihitung berdasarkan kebutuhan per kapita penduduk, misalnya di Malaysia sebesar 1,9 m2/penduduk, Jepang sebesar 5,0 m2/penduduk, dan DKI Jakarta taman untuk bermain dan
berolahraga diusulkan 1,5 m2 /penduduk (Affandi 1994). Dalam perkembangan pembangunan suatu wilayah kota dengan berbagai masalah lingkungan yang dihadapi tentulah kebutuhan luas RTH tergantung dari berbagai aspek yang mempengaruhinya. Tabel 3. Standar perencanaan ruang terbuka hijau di lingkungan Pemukiman No. 1 2 3 4 5
Unit lingkungan dan jumlah penduduk L-I Rukun Tetangga 250 jiwa L-II Rukun Warga 3..000 jiwa III Kelurahan 30.000 jiwa L-IV Kecamatan 200.000 jiwa L-V Wilayah kota 1.000.000 jiwa
Jenis RTH yang dibutuhkan
Luas per unit
Standar per kapita(m 2)
Tempat bermain anak-anak
250 m 2
1,00
Di tengah kelompok pemukiman
Taman dan tempat olah raga
150 m 2
O,50
Di pusat kegiatan rukun warga
Taman dan tempat olah raga
1 ha
0,35
Dikelompokkan dengan sekolah
4 ha
0,20
Dikelompokkan dengan sekolah
150 ha
1,50
Di pusat wilayah kota
Hutan kota
6,00
Jalur hijau
15.00
Dalam kesatuan yang kompak atau tersebar
Pemakaman
0,58
Taman dan stadion Taman kota dan komplek st adion
Lokasi
6 Penyempurnaan
Sumber : Kepmen PU No. 378/Kpts/1987 tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota
Besarnya luasan RTH dalam suatu wilayah menurut Nurdin (1999) untuk kebutuhan 100-300 orang diperlukan paling sedikit 40.000 m2 luasan RTH, yang didistribusikan menjadi; (1) taman lingkungan ketetanggaan (neighbourhood park ) = 4.000 m2 dengan jangkauan pelayanan 10-200 m, (2) taman lingkungan komunitas = 100.000 m2 dengan jangkauan pelayanan 625-900 m,dan (3) taman kota atau taman regional dengan luasan yang lebih besar dan berada di daerah strategis. Beberapa asumsi di atas, dipergunakan dalam analisis pengembangan RTH Kota Pontianak namun disesuaikan dengan potensi wilayah dan karakteristik yang ada. Kota Pontianak merupakan kawasan delta kapuas yang dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Kapuas, jenis tanah yang mendominasi yaitu tanah gambut, dan jumlah serta penyebaran penduduk menjadi pertimbangan pengembangan
RTH.
Secara umum pengembangan RTH didasarkan Kepmen PU Nomor
378/1987, menggunakan standar luas 15m2 per penduduk. 2.6. Pengelolaan Ruang Terbuk a Hijau 2.6.1. Partisipasi Masyarakat Salah satu prinsip penting dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan adalah peranan pemerintah dan partisipasi masyarakat. Secara sederhana peran serta masyarakat didefinisikan sebagai komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan dan komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas suatu kebijakan (Baliwati 2004).
Hal tersebut berarti bahwa
peran serta masyarakat merupakan isu sentral dalam pelaksanaan pembangunan termasuk perencanaan RTH suatu kota. Kesadaran akan pentingnya peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pembangunan: (1) dari pelayanan yang bersifat dilayani menjadi pelayanan yang bersifat melayani, (2) dari bekerja untuk masyarakat menjadi bekerja untuk dan bersama masyarakat, dan (3) dari pendekatan yang bersifat patient oriented menjadi pendekatan community oriented . Dalam sistem perencanaan partisipatif, pergeseran paradigma perencanaan yang semula bersifat parsial, menjadi perencanaan yang terintegrasi.
Dalam
pelaksanaannya perencanaan ini mempersyaratkan pendekatan partisipasi aktif seluruh pelaku pembangunan (stakeholders). Perencanaan partisipatif juga dapat berfungsi sebagai instrumen pembelajaran masyarakat (social lerning) secara kolektif melalui interaksi antar seluruh stakeholders.
Pembelajaran ini pada
akhirnya akan meningkatkan kapasitas seluruh stakeholders dalam upaya memobilisasi sumberdaya yang dimiliki secara luas. Dalam proses pembelajaran ini, yang lebih ditekankan adalah peran dan kapasitas fasilitator untuk mendefinisikan dan mendeteksi stakeholder secara tepat. Selain itu mengarahkan untuk memformulasikan masalah secara kolektif, merumuskan strategi dan rencana tindak kolektif, serta melakukan mediasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya publik. Dalam proes perencanaan RTH di wilayah studi, salah satu hal penting adalah upaya pembangunan institusi masyarakat yang cukup legitimat sebagai
wadah masyarakat untuk melakukan proses mobilisasi pemahaman, pengetahuan, argumen, dan ide menuju terbangunnya sebuah kesepakatan tentang RTH. Institusi masyarakat yang dipilih dalam studi ini diwakili oleh masyarakat ilmiah (akademisi), pelaku usaha (praktisi), dan pemerintah (birokrasi). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 (direvisi menjadi UU nomor 32 tahun 2005) tentang otonomi daerah, memberikan wewenang yang lebih besar kepada daerah, untuk menentukan kebijakan termasuk dalam pengaturan RTRW. Perda Nomor 4 tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pontianak tahun 2002-2012, memuat rumusan kebijakan dan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah, yang disusun dan ditetapkan untuk menyiapkan perwujudan ruang bagian-bagian kota, yang dapat dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta (Pemda Kota Pontianak 2002). Beberapa kendala yang masih perlu diperhatikan dalam pengembangan RTH Kota Pontianak terutama adalah keterlibatan masyarakat terhadap RTH publik.
Dalam penelitian ini keterlibatan masyarakat yang terwakili melalui
kelompok
pakar/ahli
akan
memberikan
penilaian
terhadap
prioritas
pengembangan baik dari aspek bentuk maupun fungsi RTH, sehingga diperoleh keputusan yang merupakan suatu kebijakan yang akan dilaksanakan secara bersama. 2.6.2. Peran Pemerintah Peranan pemerintah dalam pengembangan RTH adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Mengacu kepada PP 63 Tahun 2002 dan Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988, kondisi tersebut diformula sikan dalam perencanaan, pembangunan, pengeloaan, dan pengendalian RTH.
Penyusunan
perencanaan RTH Kota merupakan wewenang Pemerintah Daerah (Kota). Tugas dan tanggung jawabnya meliputi; (1) penelitian, penyusunan rencana, penetapan rencana, dan peninjauan kembali RTH, dan (2) melaksanakan program kegiatan RTH sesuai dengan ciri dan watak wilayah kota. Dalam studi ini, proses perencanaan RTH, pemerintah bersama masyarakat mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain luas wilayah kota (ketersediaan lahan), jumlah penduduk, tingkat pencemaran (tingkat polusi), kondisi fisik kota (kenyamanan). kajian
aspek teknis (berhubungan dengan sumberdaya manusia), ekologis (berhubungan dengan perilaku dan kesadaran lingkungan), ekonomi (biaya dan pendapatan), serta sos ial dan budaya (perilaku masyarakat). Pada
kegiatan
pembangunan
RTH
merupakan
implementasi
dari
perencanaan yang telah disusun, meliputi kegiatan penataan areal, penanaman, pemeliharaan, dan pembangunan sipil teknis.
Hasil pembangunan akan
bermanfaat kepada masyarakat apabila keberhasilan itu dapat dirasakan langsung (aksessibilitas). Pengelolaan RTH dapat dilakukan bersama-sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dalam pengelolaan RTH yang perlu dipertimbangkan adalah bia ya dan aspek kelembagaan. Pembiayaan dari swasta dan masyarakat dapat berupa kewajiban membangun dan mengelola RTH di lingkungannya, maupun melalui retribusi, pembiayaan dari pemerintah dapat berupa anggaran pembangunan daerah. Sedangkan aspek kelembagaa n untuk mengelola RTH dari masyarakat dan swasta dapat dalam bentuk kelompok yang peduli lingkungan, dan dari pemerintah secara langsung adalah dinas yang bertanggung jawab terhadap RTH. Pengendalian RTH ditetapkan
dengan kebijakan pemerintah melalui
peraturan daerah (Perda). Kebijakan tersebut diantaranya tidak memberikan ijin perubahan penggunaan RTH untuk kepentingan/peruntukan lain.
Dalam
pengendalian/pengelolaan RTH penerapan punishment dan reward yang benarbenar memadai akan memberikan motivasi kepada masyarakat.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kota Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat, (Gambar 1).
Penelitian ini berlangsung dari bulan Nopember 2004 sampai
Agustus 2005.
Propinsi Kalimantan Barat
Gambar 1. Peta lokasi penelitian (Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2003)
3.2. Metode Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu: (1) persiapan, (2) pengumpulan data, (3) pengolahan data, dan (4) penyusunan rekomendasi, (Gambar 2). Persiapan merupakan penetapan wilayah penelitian serta pengumpulan peraturan, perundang-undangan, kebijakan, dan ketetapan lainnya. Data yang dikumpulkan, antara lain bio fisik, sosial budaya yang berasal dari survey lapang maupun sumber pustaka. Pengolahan data merupakan proses analisis diskriptif kuantitatif dan analisis spasial. Rekomendasi yang disusun merupakan hasil sintesis antara kontribusi fungsi dan jenis yang dikombinasikan dengan hasil overlay peta menggunakan GIS (Geographic Information System). Sistem ini banyak digunakan untuk menyimpan, menarik, memelihara, mema nipulasi, menganalisa dan membuat format digital dari data spasial. Selain itu system ini juga berguna untuk membuat suatu data spasial dalam format hard copy maupun softcopy (Aronoff 1991). Menurut Star (1990) SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang mereferensi pada koordinat geografi atau spasial dan juga non spasial. Selanjutnya dijelaskan bahwa SIG sangat membantu pekerjaan dalam bidang perencanaan kota dan daerah, pengelolaan sumberdaya, dan bidang lain yang menggunakan informasi geografis. Metoda SIG, environmental mapping approach yang digunakan saat analisis spasial sangat tergantung pada komponen yang dipilih, dan merupakan parameter yang akan memberikan hasil pada evaluasi tapak.
Lyle (1985) menjelaskan bahwa SIG
dapat mengumpulkan data yang berbentuk struktur, fungsi dan juga lokasi. Dua buah file yang berbeda dapat digunakan secara interaktif, misalnya digabung menjadi satu file. Dalam studi ini, penggunaan SIG membantu dalam klasifikasi sua tu tipe penutupan lahan.
Berdasarkan proses tersebut dapat diidentifikasi pola
penggunaan lahan yang terdiri dari pemukiman, badan air, dan RTH.
Hasil
overlay peta tematik membantu dalam menentukan arahan pengembangan RTH di wilayah studi.
Persiapan
Konsep RTH berkelanjutan
Inventarisasi
Menentukan Tujuan dan Perumusan Masalah
Aspek Sosial Budaya - Persepsi masyarakat - Preferensi masya-rakat - Demografi
Aspek Fisik - Geologi & Jenis Tanah - Topografi & kemiringan Lahan - Hidrologi & Drainase - Iklim
Aspek Ekonomi - RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 - TGL - Fungsi Ruang
Analisis Alternatif Fungsi dan Jenis RTH
Analisis Spasial
Prioritas Pengembangan RTH
Lokasi penyebaran RTH berbasis kondisi spesifik dan karakteristik wilayah
Analisis
Sintesis
RTHBerkelanjutan
Arahan Pengembangan RTH Kota Pontianak yang berkelanjutan
Gambar 2 . Bagan alir kerja penelitian
3.2.1. Metode Analisis Fungsi dan Jenis RTH Analisis fungsi dan jenis RTH merupakan suatu survey terhadap pendapat masyarakat melalui wawancara dan kuisioner. Survey pendapat masyarakat untuk pengembangan RTH melalui penilaian agregat terhadap aspek fungsi dan jenis RTH di wilayah studi.
Selanjutnya hasil penilaian agregat tersebut dijadikan
referensi arahan pengembangan. Alternatif fungsi yang akan ditentukan sebagai keputusan penelitian ini adalah: (1) ekologi, (2) ekonomi, (3) sosial dan (4) budaya. Sedangkan kriteria yang ditentukan adalah: (1) jumlah penduduk, (2) tingkat polusi, (3) kenyamanan, (4) pendapatan, (5) perilaku dan (6) kesadaran lingkungan. Alternatif jenis RTH yang akan ditentukan sebagai keputusan dalam penelitian ini adalah; (1) hutan kota, (2) lapangan olah raga, (3) jalur hijau kota
(4) taman kota, (5) taman rekreasi/agrowisata, (6) pemakaman umum dan (7) green belt.
Sedangkan kriteria yang ditentukan, antara lain: (1) ketersediaan
lahan, (2) sumberdaya manusia, (3) aksessibilitas, (4) aspek kelembagaan, (5) biaya, (6) kebijakan pemerintah dan (7) motivasi. Analisis dilakukan terhadap fungsi dan jenis serta hubungan antara fungsi dan jenis sehingga diperoleh prioritas dan arahan pengembangan.
Pemilihan
beberapa alternatif tersebut didasarkan atas respon/hasil dari responden dan wawancara dengan pakar serta pengorganisasian pengetahuan dari berbagai publikasi tentang RTH (Marimin 2005). Sedangkan pemilihan kriteria mengacu kepada peraturan dan undang-undang yang berkaitan dengan pengembangan RTH antara lain Undang-undang Nomor 4 tentang tata ruang, PP Nomor 63 tahun 2003 tentang hutan kota, Inmendagri Nomor 14 tahun 1988 tentang penataan RTH di wilayah perkotaan, dan Kepmen PU Nomor 378/1987 tentang petunjuk perencanaan kawasan perumahan kota. RTH yang potensial untuk dikembangkan adalah yang mempunyai nilai tertinggi untuk setiap kriteria. Penilaian alternatif pada setiap kriteria menggunakan selang nilai 1 – 5 dimana nilai 1 sangat rendah kontribusinya terhadap alternatif fungsi yang dinilai (Ma’arif 2001). Bobot kriteria merupakan nilai hasil judgement dari pakar yang terlibat dalam penelitian ini, yang terba gi atas kelompok pakar akademisi, praktisi dan birokrasi.
Kelompok pakar akademisi mewakili pakar yang mempunyai latar
belakang pekerjaan sebagai pengajar (dosen) dan mahasiswa yang mengetahui tentang RTH, dalam hal ini adalah dari Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura Pontianak. Dari kelompok praktisi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai konsultan pertamanan, penangkar bibit tanaman, pengusaha di bidang pertanian dan anggota kelompok sosial masyarakat yang bergerak di bidang penghijuan kota. Kelompok birokrasi mewakili pakar yang mempunyai latar belakang pekerjaan sebagai pegawai negeri, terutama dari instansi yang berkaitan dengan pengembangan RTH Kota Pontianak, yaitu: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda), Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP), Bappeda, Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman, Dinas Kimpraswil dan Dinas Urusan Pangan.
Masing-masing
kelompok pakar tersebut berjumlah 25 orang, jadi jumlah responden berjumlah 75
orang. Selang nilai yang diberikan 1 – 5. Penghitungan total nilai setiap pilihan keputusan menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) diformulasikan sebagai berikut: n
Total Nilai = ? ( Rk ij )
TKK
j
………………….....(1)
j=i
Rkij
= derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i, yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal (1,2,3,4,5), pada Lampiran 6 dan 10 dinyatakan dalam skor kriteria
TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan, yang dinyatakan dengan bobot (Lampiran 6 dan 10) n
= jumlah kriteria keputusan
Penerapan metode perbandingan eksponensial pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 1, yaitu alternatif jenis dan fungsi RTH. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 10. Masing-masing alternatif yang menjadi pilihan keputusan dalam penelitian ini yaitu alternatif yang merupakan prioritas urutan pertama dengan total nilai yang tertinggi dari alternatif yang lainnya. Selanjutnya untuk memperoleh arahan pengembangan, hubungan anta ra jenis dan fungsi RTH dianalisis dengan kategori hubungan tinggi, rendah, sedang dan kurang. Dengan membandingkan hasil analisis dengan analisis GIS dapatlah dibuat rekomendasi tentang letak spesifik pengembangan, perkiraan luas dibanding kondisi eksisting.
3.2.2. Metode Analisis Data Spasial Analisis spasial dilakukan melalui interpretasi data dengan cara digitasi dan mengklasifikasi data, yang selanjutnya akan dijadikan basis data spasial. Data yang digunakan diantaranya peta penggunaan lahan Kota Pontianak tahun 2003, peta RTRW Kota Pontianak tahun 2002-2012 dan citra satelit Landsat TM Kota Pontianak tahun 2003. Proses
identifikasi
penutupan
lahan
dilakukan
dengan
cara
menumpangsusunkan (overlay) peta-peta tematik yang memuat karakteristik, diantaranya peta pemanfaatan lahan yang tersusun dalam bentuk format digital, dan tersimpan dalam layer-layer peta dan basis data tabular. Dari overlay yang
dilakukan akan dengan mudah mengenali pe nutupan lahan pada suatu kawasan. Dengan demikian suatu kawasan dapat diklasifikasi berdasarkan kepada bentuk penutupan lahan antara lain pemukiman, badan air, RTH dan lahan dengan penggunaan lainnya. Identifikasi masing-masing jenis RTH serta penutupan lahan lainnya didasarkan pada perbedaan kombinasi dasar nilai digital piksel yang terekam pada sifat pantulan (reflektensi) dan pancaran (emisi) spektral yang dimilikinya. Dengan memanfaatkan perbedaan pola spektral (spectral patern recognition) dan pola spasial (spatial patern recognition ) berupa aspek tekstur citra, pengulangan rona, bentuk dan ukuran objek, arah, hubungan serta posisi piksel yang berdekatan, maka suatu bentuk kawasan RTH dapat diidentifikasi untuk dianalisis sehingga diperoleh peta penggunaan lahan, RTH eksisting dan peta rencana pengembangan RTH Kota Pontianak .
3.2.4. Rekomendasi Pengembangan Rekomendasi pengembangan RTH Kota Pontianak merupakan hasil analisis data meliputi analisis diskriptif kuantitatif dan analisis spasial berdasarkan kriteria kesesuaian terhadap karakter spesifik wilayah studi. Berdasarkan data Bappeda Kota Pontianak tahun 2002 kriteria kesesuaian yang dinilai untuk pengembangan RTH di wilayah studi seperti tertera pada Tabel 4. Dari beberapa kriteria tersebut pada subkriteria pemukiman, yang diperhitungkan adalah pemukiman memiliki peluang pengembangan RTH binaan, misalnya pada kawasan industri, perkantoran, dan pusat pelayanan publik lainnya. Sedangkan pada pemukiman yang tidak diperhitungkan adalah pada kawasan yang tidak memiliki
peluang
perdagangan.
pengembangan,
misalnya
pada
kawasan
privat dan
Proses selanjutnya merupakan penetapan parameter yang
digunakan sebagai input pengelompokan berdasarkan studi pustaka dan publikasi serta penilaian pakar. Berdasarkan penelitian Shapiro (1997), evaluasi kesesuaian dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi kawasan berdasarkan sumberdaya, sehingga ditemukan kawasan yang memiliki kemampuan (capability), dalam kontek ini adalah lokasi pengembangan RTH. Sumberdaya yang terdiri dari kriteria dan
beberapa subkriteria yang menunjukkan karakter spasial mulai tidak sesuai hingga sangat sesuai untuk mendukung pengembangan RTH Kota Pontianak.
Data
meliputi kriteria di wilayah studi, yaitu; 1) ekologi, 2) ekonomi, 3) sosial, dan 4) budaya.
Subkriteria pada masing-masing kriteria ditumpangtindihkan secara
bersama dengan subkriteria -subkriteria sumberdaya ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya untuk menghasilkan nilai kesesuaian pada masing-masing sumberdaya. Tabel 4. Kriteria sumberdaya pengembangan RTH Kota Pontianak No. 1.
2.
3.
4.
Kriteria Ekologi 1.1. Kawasan tergenang 1.2. Jenis tanah 1.3. Kawasan abrasi Ekonomi 2.1. Taman rekreasi/agrowisata 2.2. Kebun campuran/hutan Sosial 3.1. Kawasan pemukiman 3.2. Kawasan olah raga 3.3. Taman kota Budaya 4.1. RTH kawasan budaya 4.2. RTH kawasan tradisi budaya
Simbol
Skor (Rerata)
kt jt ka
0-3 1-3 1-3
tra kch
1-3 1-3
kp kor tk
1-3 1-3 1-3
rkb rkt
0-3 0-3
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi ekologi dengan model persamaan sebagai berikut: NKSekol = [a (Fkt) + ß(Fjt) + ?(Fka)] .........................(2) ( a+ ß+ ?) Keterangan: NKSekol (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekologi), a = skor rerata kawasan tergenang, ß = skor rerata jenis tanah, ? = skor rerata kawasan abrasi. Fkt = faktor kawasan tergenang, Fjt = faktor jenis tanah, Fka = faktor kawasan abrasi.
Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi ekonomi dengan model persamaan sebagai berikut: NKSekon = [a (Ftra) + ß(Fkch)] .................................(3) (a+ ß+ ?) Keterangan:
NKSekon (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekonomi), a = skor rerata taman rekreasi/agrowisata, ß = skor rerata kawasan kebun campuran dan hutan, Ftra = faktor taman rekreasi/agrowisata, Fkch= faktor kawasan kebun campuran/hutan.
Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi sosial dengan model persamaan sebagai berikut: NKSsos = [a (Fkp) + ß(Fkor) + ?(Ftk)] .........................(4) (a+ ß+ ?) Keterangan: NKSsos (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria sosial), a = skor rerata kawasan pemukiman, ß = skor rerata kawasan olah raga, ? = skor rerata taman kota, Fkp = faktor kawasan pemukiman, Fkor = faktor kawasan olah raga, Ftk = faktor taman kota.
Untuk memperoleh nilai kesesuaian pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi budaya dengan model persamaan sebagai berikut: NKSbud = [a (Frkb) + ß(Frkt)] .................................(5) (a+ ß+ ?) Keterangan: NKSbud (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria budaya), a = skor rerata kawasan RTH kawasan budaya, ß = skor rerata RTH kawasan tradisi budaya, Frkb = faktor RTH kawasan budaya, Frkt = faktor RTH kawasan tradisi budaya.
Untuk memperoleh peta lokasi pengembangan RTH yang sesuai berdasarkan kondisi wilayah studi, maka dilakukan overlay terhadap peta kesesuaian masing-masing kriteria di atas, sehingga dihasilkan peta komposit berdasarkan fungsi pengembangan RTH. dengan model persamaan sebagai berikut: NKSkomp = [a(NKSekol) + ß(NKSekon) + ?(NKSsos) + d(NKSbud)] ...........(6) (a+ ß+ ?+d) Keterangan: NKS (Nilai Kesesuaian Lahan), a =jumlah kriteria ekologi, ß = jumlah skor kriteria ekonomi, ? = jumlah skor kriteria sosial, d = jumlah skor kriteria budaya. NKSkomp = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan komposit, NKSekol = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekologi, NKSekon = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekonomi, NKSsos = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria sosial, NKSbud = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria budaya.
Evaluasi kesesuaian untuk memperoleh nilai dalam pengembangan RTH dengan kategori tidak sesuai hingga sangat sesuai dilakukan dengan cara overlay antar subkriteria pada masing-masing kriteria pengembangan.
Operasi yang
dilakukan dalam proses overlay adalah dengan menjumlahkan nilai kriteria dan subkriteria, sehingga diperoleh peta hasil tumpang susun.
Untuk memperoleh
nilai arahan pengembangan dilakukan dengan cara menjumlahkan perkalian antara peringkat masing-masing subkriteria dengan pembobotnya dibagi dengan total pembobot kriteria pengembangan. Bobot dan peringkat kriteria diperoleh dari penilaian responden yang memberikan judgement. Skor nilai yang diberikan kepada masing-masing kriteria sumberdaya diperoleh berdasarkan penilaian responden, dengan peringkat (skor) yang ditetapkan adalah skor rerata antara 0 – 3 dimana 0 (tidak sesuai dan tidak ada pengaruh), 0 – 0,99 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian yang rendah), 1 – 1,99 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian sedang), dan 2 - 3 (memiliki tingkat pengaruh dan kesesuaian yang tinggi).
Skor nilai yang digunakan
merupakan angka rata-rata dari jumlah skor yang diberikan oleh responden. Penilaian terhadap bobot kriteria dan subkriteria dilakukan karena masingmasing parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda dan selalu berubah. Nilai yang diberikan berdasarkan penilaian responden, nilai yang diambil merupakan nilai rerata kumulatif yang diberikan, dengan selang nilai 1 – 5 dimana nilai 1 kurang berpengaruh, nilai 2 sedikit berpengaruh, nilai 3 berpengaruh, nilai 4 cukup berpengaruh, dan nilai 5 sangat berpengaruh terhadap bobot kriteria dan subkriteria yang dinilai (Ma’arif 2001). Dalam studi ini analisis spasial menggunakan GIS masih terdapat keterbatasan, karena kriteria yang berpe ngaruh dalam pengembangan RTH tidak selalu dapat diterjemahkan dalam bentuk spasial. Keterbatasan tersebut misalnya pada kriteria budaya, tidak semua data atribut budaya dapat mewakili suatu kawasan. Maka perlu kehati-hatian dalam menginterpretasikan atr ibut budaya dalam bentuk GIS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis dan Administratif Kota Pontianak terletak pada posisi 0002’24’’LU – 0001’37’’LS dan 109016’25’’BT – 109 023’04’’BT dengan luas wilayah 107,82 km2. Secara administratif terdiri atas 5 (lima) Kecamatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Pontianak Nomor 5 Tahun 2002 yaitu, Kecamatan Pontianak Utara, Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan Pontia nak Barat dan Kecamatan Pontianak Kota (Gambar 3).
Gambar 3. Peta administrasi Kota Pontianak
4.1.2. Iklim Kota Pontianak termasuk daerah beriklim tropis tipe A dengan curah hujan rata-rata setiap tahunnya mencapai kisaran 2.800-3.400 mm atau 233-283 mm/bulan dengan hari hujan 10-16 hari hujan/bulan, sedangkan temperatur ratarata per hari mencapai 26,30C-26,90C dengan kelembaban mencapai 86% -89%, lama penyinaran matahari rata -rata 59,16%. Curah hujan rata-rata selama sepuluh tahun terakhir rata-rata 258,5 mm dengan kisaran antara 225,3 mm - 325,7 mm, keadaan iklim Kota Pontianak selama 10 (sepuluh tahun) terakhir disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan kondisi iklim yang demikian Kota Pontianak secara ekologis termasuk dalam kategori keadaan yang kurang nyaman terutama dari sisi suhu dan kelembaban.
Iklim ideal untuk kenyamanan manusia menurut Laurie (1984)
adalah udara yang bersih, dengan suhu antara 10oC–26,7oC, kelembaban antara 40–75 %, udara yang tidak terperangkap dan angin tidak kencang serta terlindung terhadap hujan.
Iklim juga sangat berpengaruh terhadap kenyamanan yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat aktivitas seseorang (Mount 1979). Keberadaan RTH diharapkan dapat menurunkan suhu, walaupun mungkin kelembaban sulit dimodifikasi. 4.1.3. Topografi Kota Pontianak terletak pada ketinggian sekitar 0,8-1,5 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan berkisar 0-2%, selain itu Kota Pontianak mempunyai karakteristik fisik alami yaitu wilayahnya sebagian besar dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut/sungai. Sekitar 5.227,36 ha (48,48%) dari luas Kota Pontianak merupakan lahan yang terpengaruh oleh pasang surutnya air laut/sungai (tergenang periodik), kawasan yang selalu tergenang 3,25 ha (0,03%), tidak terpengaruh oleh pasang surut air seluas 5.020,92 ha (46,57%), dan selebihnya yaitu 530,48 ha (4,92% ) merupakan daerah perairan sungai/saluran (Pemda Kota Pontianak 2002). Berdasarkan data Bappeda Kota Pontianak (2002) kawasan yang dipengaruhi pasang surut dan rawan penggenangan di Kecamatan Pontianak Selatan 1.617,88 ha (55,09% dari luas Kecamatan), Kecamatan Pontianak Timur
714,01 ha (81,33% dari luas Kecamatan), Kecamatan Pontianak Barat 867,15 ha (43,12% dari luas Kecamatan), Kecamatan Pontianak Kota 776,78 ha (75,12% dari luas Kecamatan), dan Kecamatan Pontianak Utara 1.254,79 ha (37,71% dari luas Kecamatan).
Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan
ketergenangan tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan ketergenangan wilayah No 1 2 3 4
Bentuk Tergenang periodik Tidak tergenang Selalu tergenang Badan air
Luas (ha) 5.227,36 5.020,92 3,25 530,48
% 48,48 46,57 0,03 4,92
Urgensi Tinggi Sedang Rendah Tidak sesuai
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
4.1.4. Jenis Tanah Tanah yang terdapat di Kota Pontianak secara umum merupakan struktur batuan yang terbentuk dari sedimen alluvial yang terbentuk dari endapan rawa yang terdiri dari lempung dan lempung kelanauan, mengandung banyak sisa tumbuhan. Daerah yang jauh dari aliran sungai lapisan ini bagian atasnya ditutupi oleh lapisan gambut dengan ketebalan sekitar 32%, berwarna coklat, lunak dan lembab, apabila dalam keadaan kering mudah terbakar serta mudah terkikis oleh arus air. Jenis tanah lainnya yang mendominasi yaitu jenis tanah organosol (peat soil) dengan luas 5.592 ha (51,86%), jenis tanah alluvial dengan luas 2.715 ha (25,19%) dan jenis tanah gley dengan luas 2.475 ha (22,95%).
Jenis tanah
gambut terluas terdapat di Kecamatan Pontianak Utara yaitu 3.634,33 ha (97,64% dari luas kecamatan), Kecamatan Pontianak Selatan 1.780,51 ha (60,62% dari luas kecamatan), dan Kecamatan Pontianak Barat 177,15 ha (8,81% dari luas kecamatan). Menurut data hasil digitasi Peta Penggunaan Lahan 1999/2000, keadaan kawasan gambut dibagi menjadi dua jenis, yaitu gambut dengan kedalaman kurang dari 1 m, secara umum terdapat mulai dari tepian Sungai Kapuas hingga 23 km ke arah daratan, dan gambut dengan kedalaman 1 m atau lebih yang terdapat di atas jarak tersebut. Berdasarkan Kepres 80 Tahun 1999, lahan gambut dengan
ketebalan kurang dari 3 m dapat digunakan untuk pengembangan kawasan budidaya pertanian, kehutanan, perkebunan maupun perikanan.
Sedangkan
kawasan dengan tipologi lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 3 m, sesuai Kepres 32 Tahun 1990 ditetapkan sebagai kawasan lindung atau konservasi. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan jenis tanah tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan jenis tanah No 1 2 3
Jenis tanah Gambut Aluvial Gley
Luas (ha) 5.592 2.715 2.475
% 51,86 25,19 22,95
Urgensi Tinggi Sedang Rendah
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
4.1.5. Hidrologi Kota Pontianak terletak diantara dua buah sungai yaitu Sungai Kapuas dan Sungai Landak dengan lebar bervariasi berkisar antara 170 – 1.400 m. Badan air Sungai Kapuas terdiri dari 3 bagian yaitu; (1) Sungai Kapuas Besar dengan panjang 5,7 km, lebar 600-1150 m dan lebar rata-rata 787 m, kedalaman lebih dangkal dibandingkan bagian hulu yaitu 7-12 m atau rat-rata 8,3 m, (2) Sungai Kapuas Kecil dengan panjang 4,8 km, lebar 190-245 m, dan lebar rata -rata 217 m, kedalaman sungai antara 15-17 m atau rata -rata 16 m, (3) Sungai Landak dengan panjang 4,6 km, lebar 210-220 m, lebar rata-rata 253 m, kedalaman sungai 7-12 m atau rata-rata 8,3m. Sungai Kapuas berfungsi sebagai sarana transportasi, mata pencaharian masyarakat, sumber air bersih, river cathment dan sebagai drainase kota. Berdasarkan fungsinya, maka kondisi sepanjang Sungai Kapuas cenderung mengalami perubahan dari kawasan konservasi menjadi kawasan terbangun. Pada kawasan sepanjang tepian Tugu Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Utara kondisi eksisting terjadi abrasi, sedangkan di sepanjang tepian Jalan Komodor Yos Sudarso Kecamatan Pontianak Barat kawasan mangrove berubah menjadi kawasan pergudangan, pelabuhan dan perumahan.
Pada Sungai Kapuas dan Sungai Landak terdapat sungai-sungai serta paritparit yang letaknya tersebar di beberapa wilayah kecamatan, fungsinya antara lain sebagai drainase kota dan transportasi. Parit-parit tersebut yaitu Parit Sungai Jawi yang terletak di Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Barat, Parit Tokaya di Kecamatan Pontianak Selatan, Parit Sungai Selamat dan Parit Malaya di Kecamatan Pontianak Utara. Penyebaran parit dan sungai di Kota Pontianak tertera pada Tabel 7. Tabel 7. Sungai dan Parit di Kota Pontianak No.
Kecamatan
Kelurahan
Sungai/Parit
Keterangan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
1.
Pontianak Utara
Batu Layang Siantan Hilir
Siantan Tengah
Siantan Hulu
2.
Pontianak Selatan
Bangka Belitung
Benua Melayu Laut
Benua Melayu Darat
Parit Tokaya 3.
Pontianak Timur
Parit Mayor Banjar Serasan Saigon Tanjung Hulu
- Sungai Kapuas Besar - Parit Sungai Kunyit - Sungai Kapuas Besar - Parit Makmur - Parit Sungai Putat - Parit Sungai Selamat - Parit Sungai Sahang - Sungai kapuas Besar - Parit Wan Salim - Parit Pekong - Parit Makmur - Parit Banseng - Sungai Landak - Parit Jawa - Parit Malaya - Parit Nanas - Parit Pangeran - Sungai Kapuas Kecil - Parit Sungai Raya - Parit H. Husin - Parit Bangka - Parit Bansir
- Sungai Utama
- Sungai Kapuas Kecil - Parit bansir - Parit Tokaya - Parit Setia Budi - Parit Besar - Sungai Kapuas Kecil - Parit Tokaya - Parit Besar - Parit Tokaya
- Sungai Utama
- Sungai Kapuas Kecil - Parit Mayor - Sungai Kapuas Kecil - Parit H. Yusuf Karim - Parit H. Yusuf Karim - Parit Semerangkai - Sungai Landak - Parit Daeng Lasibe - Parit Langgar
- Sungai Utama
- Sungai Utama
- panjang 6 km - Sungai Utama
- Sungai Utama - panjang 5,96 km
- Sungai Utama
- Sungai Utama - DAS > 1.00 ha - pj 7,5 km
- Sungai Utama
- Sungai Utama
(1)
(2)
(3) Tanjung Hilir
- Sungai Kapuas Besar - Parit Sungai Jawi - Sungai Beliung - Sungai Kapuas Besar - Parit Sungai Beliung - Parit Sambas - Sungai Serok - Parit Nipah kuning - Sungai Kapuas Besar - Parit Sungai Jawi - Parit Syahbandar - Parit Mariana - Parit S. Bangkong
- Sungai Utama
- Sungai Utama
Sungai Bangkong
- Sungai Kapuas Besar - Parit Besar - Parit S. Bangkong
Sungai Jawi
- Parit Sungai Kakap
T ambelan Sampit
Pontianak Barat
Pal Lima Sungai Jawi Dalam Sungai Jawi Luar
Sungai Beliung
5.
Pontianak Kota
(5) - Sungai Utama
Dalam Bugis
4.
(4) - Sungai Landak - Parit Kongsi - Parit Jepon - Parit Beting - Sungai Kapuas Besar - Parit Semerangkai - Parit Wan Bakar Kapur - Parit Beting - Parit T ambelan - Parit Kongsi - Parit Pangeran Pati - Sungai Kapuas Kecil - Parit Tambelan - Parit Wan Bakar Kapur - Parit Pangeran Pati - Parit Sungai Jawi - Parit Nipah Kuning - Parit Sungai Jawi
Mariana
Tengah Darat Sekip
- Sungai Utama
- Sungai Utama
- Sungai Utama
- Sungai Utama - DAS >1.000 ha - pj 7,11 km
Sumber: BPS Kota Pontianak 2003.
Tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa Parit Tokaya dengan panjang 7,5 km dan Parit Sungai Jawi dengan panjang 7,11 km (panjang keseluruhan 19,68 km mencakup Kabupaten Pontianak), merupakan saluran drainase perkotaan dengan kategori besar, DAS lebih dari 1.000 ha. Kedua parit ini merupakan saluran drainase induk, dan daerah tangkapan air, di hulu kawasan ini didominasi oleh jenis tanah gambut yang mudah tererosi.
Parit-parit ini sebelumnya
dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi, dan sampai sekarang kadang-kadang masih dijumpai untuk membawa produksi pertanian dari daerah lain ke Kota Pontianak, sehingga pada kawasan sepa njang parit kadang-kadang terjadi abrasi.
Parit Sungai Selamat panjang 6 km dan Parit Malaya panjang 5,96 km di Kecamatan Pontianak Utara merupakan drainase yang meliputi kawasan tangkapan air lahan gambut di bagian hulu. Parit-parit ini juga kadang-kadang dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana transportasi namun alat angkut yang digunakan jenis perahu (sampan) yang kecil, sehingga tidak menimbulkan abrasi sepanjang bantaran parit. Pada bantaran Sungai Kapuas Besar yang terdapat di Kecamatan Pontianak Utara (Kelurahan Batu Layang, Kelurahan Siantan Hilir) dan Kecamatan Pontianak Barat (Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kelurahan Sungai Beliung), sepanjang bantaran sungai yang bervegetasi mangrove sebagai kawasan konservasi berubah menjadi kawasan pergudangan, pelabuhan, dan pemukiman (Bappeda Kota Pontianak 2004).
Bantaran sungai ini telah terabrasi akibat
gelombang dan kikisan ombak, karena sungai merupakan sarana transportasi air. Kondisi Sungai Kapuas secara kualitas mengalami penurunan akibat pencemaran, dan intruisi air laut. Berdasarkan analisis kualitas air Sungai Kapuas sesuai Kepmen KLH No. 02/MEN-KLH/I/1998 tentang baku mutu air untuk keperluan pariwisata dan rekreasi (mandi, renang dan selam) nilai BOD Sungai Kapuas dengan nilai rata-rata kurang dari 6 mg/l. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan oksigen untuk biota air terpenuhi, karena kebutuhan oksigen bakteri untuk mendekomposisi bahan organik rendah. Nilai COD pada Sungai Kapuas tergolong rendah dengan rata -rata 22,89 mg/l.
Hal ini menunjukkan tingkat
pencemaran sungai oleh limbah domestik maupun industri, namun ada beberapa kawasan yang masih memiliki vegetasi dapat menurunkan nilai COD Sungai, karena jumlah oksigen terlarut cukup tersedia. Dari penjelasan di atas, pengembangan RTH pada kawasan ini dapat berfungsi sebagai konservasi kawasan tepian air (riparian ), dan sebagai penyeimbang ekologis sungai. Salah satu upaya pengembangan adalah dengan mempertahankan kawasan dengan habitat aslinya. Menurut Forman dan Godron (1986), koridor sepanjang sungai (riparian vegetation) berfungsi sebagai penahan kikisan gelombang, penahan aliran permukaan tanah mengandung sedimentasi, serta mengurangi kandungan partikel terkandung dalam sungai.
Urgensi
pengemba ngan RTH Kota Pontianak berdasarkan tingkat abrasi pada Tabel 8.
Tabel 8. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tingkat abrasi No 1 2 3
Bentuk Selalu terabrasi Abrasi periodik Tidak terabrasi
Panjang (km) 15,00 14,61 11,96
Urgensi Tinggi Sedang Rendah
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1. Demografi Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Pontianak sampai tahun 2003 berjumlah 492.990 jiwa (BPS Kota Pontia nak 2003).
Selama periode 2000-2003 populasi mengalami
pertumbuhan rata -rata 2% per tahun.
P ertumbuhan yang tinggi terjadi pada
Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Barat bila dibandingkan dengan Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara, namun secara detil ada wilayah kelurahan di kecamatan tersebut yang padat dan ada yang longgar. Tingkat kepadatan penduduk Kota Pontianak pada tahun 2003 yaitu 4.572 jiwa/km 2 atau 45 jiwa/ha (BPS Kota Pontianak 2003), hal ini berarti bahwa Kota Pontianak menjadi wilayah paling padat penduduknya di Kalimantan Barat (Tabel 9). Kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi adalah Kecamatan Pontianak Kota yaitu 9.555 jiwa/km 2, selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Pontianak Timur 7,608 jiwa/km2 , Kecamatan Pontianak Barat 5.291 jiwa/km 2, Kecamatan Pontianak Selatan 4.024 jiwa/km2 dan Kecamatan Pontianak Utara 2.762 jiwa/km2. Dibandingkan dengan kota besar lainnya, Kota Denpasar yang kepadatan penduduknya hampir sama dengan Kota Pontianak yaitu 44 jiwa/ha, sedangkan Jakarta rata-rata 128 orang/ha, Bogor 67 jiwa/ha, Tangerang 76 jiwa/ha, Surabaya 97 jiwa/ha.
Penyebaran penduduk di Kota
Pontianak tidak merata pada setiap kecamatan, dari total jumlah penduduk tersebut 21,58% bermukim di Kecamatan Pontianak Barat, 20,04% di Kecamatan Pontianak Kota, 23,97% berada di Kecamatan Pontianak Selatan, 20,85% di Kecamatan Pontianak Utara, dan 13,55% di Kecamatan Pontianak Timur.
Tabel 9. Jumlah penduduk Kota Pontianak tahun 2000-2003 dan kepadatan penduduk tahun 2003 No 1.
Kecamatan/ Kelurahan
Luas (km 2)
Pontianak Selatan 29,37 01. Bangka Belitung 16,10 02. Benua Melayu Laut 0,56 03. Benua Melayu Darat 4,74 04. Parit Tokaya 7,97 2. Pontianak Timur 8,78 05. Parit Mayor 1,06 06. Banjar Serasan 1,14 07. Saigon 2,80 08. Tanjung Hulu 1,09 09. Tanjung Hilir 0,30 10. Dalam Bugis 1,98 11. Tambelan Sampit 0,41 3. Pontianak Barat 20,11 12. Pal lima 10,06 13. Sungai Jawi Dalam 4,46 14. Sungai Jawi Luar 2,95 15. Sungai Beliung 2,64 4. Pontianak Kota 12,34 16. Sungai Bangkong 7,58 17. Darat Sekip 1,31 18. Tengah 0,95 19. Mariana 0,50 20. Sungai Jawi 2.00 5. Pontianak Utara 37,22 21. Batu Layang 9,20 22. Siantan Hilir 13,70 23. Siantan Tengah 7,87 24. Siantan Hulu 6,45 KOTA PONTIANAK 107,82 Sumber: BPS Kota Pontianak 2003.
Jumlah penduduk th 2000 114.044 35.812 10.073 21.456 46.703 60.895 2.041 7.044 6.061 14.106 9.832 15.503 6.308 121.594 10.030 42.898 36.175 32.491 72.687 43.282 12.309 7.912 9.176 95.319 14.152 22.598 28.186 30.383 464.534
Jumlah penduduk th 2003 118.194 38.242 9.290 21.938 48.724 66.803 2.157 7.976 9.133 14.574 9.967 16.226 6.790 106.406 16.094 16.653 35.559 38.100 98.801 41.822 10.477 7.855 8.334 30.313 102.786 16.405 24.727 28.662 32.992 492.990
Kepadatan (jiwa/km 2) 4.024 2.375 16.589 4.628 6.113 7.608 2.035 6.996 3.262 13.371 33.223 8.195 16.561 5.291 1.600 3.734 12.054 14.432 9.555 5.517 7.998 8.268 16.668 15.157 2.762 1.783 1.805 3.642 5.115 4.572
Kategori kepadatan Rendah Rendah Tinggi Rendah Sedang Sedang Rendah Sedang Rendah Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah
Di Kecamatan Pontianak Selatan, Kelurahan yang kepadatan penduduknya dikategorikan tinggi adalah Kelurahan Benua Melayu Laut (>150 jiwa/ha), kategori seda ng adalah Kelurahan Parit Tokaya (antara 50-150 jiwa/ha), dan kategori rendah adalah Kelurahan Bangka Belitung dan Kelurahan Benua Melayu Darat (< 50 jiwa/ha). Di Kecamatan Pontianak Timur Kelurahan yang kepadatan penduduknya dikategorikan tinggi adalah Kelurahan Tanjung Hilir dan Kelurahan Tambelan Sampit, kategori sedang adalah Kelurahan Banjar Serasan, Kelurahan Tanjung Hulu dan Kelurahan Dalam Bugis, kategori rendah adalah Kelurahan Parit Mayor dan Kelurahan Saigon. Di Kecamatan Pontianak Barat tidak terdapat Kelurahan yang kepadatan penduduknya dengan kategori tinggi, kategori sedang
adalah Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Kelurahan Sungai Beliung, kategori rendah adalah Kelurahan Pal Lima dan Keluarahan Sungai Jawi Dalam. Kecamatan Pontianak Kota Kelurahan kepadatan penduduknya dikategorikan tinggi adalah Kelurahan Mariana dan Keluarahan Sungai Jawi, kategori sedang adalah Kelurahan Sungai Bangkong, Kelurahan Darat Sekip dan Kelurahan Tengah, kategori rendah tidak ada. Di Kecamatan Pontianak Utara tidak terdapat Kelurahan yang kepadatan penduduknya dengan kategori tinggi, kategori sedang adalah Kelurahan Siantan Hulu, kategori rendah adalah Kelurahan Siantan Hilir, Kelurahan Batu Layang dan Kelurahan Siantan Tengah. Berdasarkan tiga kategori tersebut dapat dijelaskan bahwa kelurahan yang termasuk dalam kategori kepadatan tinggi dengan kepadatan lebih dari 150 jiwa/ha ada 5 kelurahan, yaitu Kelurahan Tanjung Hilir, Kelurahan Mariana, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kelurahan Tambelan Sampit dan Kelurahan Sungai Jawi. Kelurahan yang termasuk dalam kategori kepadatan sedang, dengan kepadatan antara 50 – 150 jiwa/ha, berjumlah 10 kelurahan yaitu Kelurahan Sungai Beliung, Kelurahan Tanjung Hulu, Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kelurahan Tengah, Kelurahan Dalam Bugis, Kelurahan Darat Sekip, Kelurahan Banjar Serasan, Kelurahan Parit Tokaya, Kelurahan Sungai Bangkong dan Kelurahan Siantan Hulu. Sedangkan Kelurahan yang termasuk dalam kategori rendah dengan jumlah kepadatan kurang dari 50 jiwa/ha 9 kelurahan, yaitu Kelurahan Benua Melayu Darat, Kelurahan Sungai Jawi Dalam, Kelurahan Siantan Tengah, Kelurahan Saigon, Kelurahan Bangka Belitung, Kelurahan Parit Mayor, Kelurahan Siantan Hilir, Kelurahan Batu Layang dan Kelurahan Pal Lima. Urgensi pengembanga n RTH Kota Pontianak berdasarkan kepadata n penduduk tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kepadatan penduduk No 1 2 3
Bentuk Kepadatan Tinggi (> 150 jiwa/ha) Kepadatan sedang (50-150 jiawa/ha) Kepadatan rendah (<50 jiwa/ha)
Luas (ha) 377 3.406 6.999
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
% 3,00 32,00 65,00
Urgensi Tinggi Sedang Rendah
Berdasarkan analisis data di atas, penduduk Kota Pontianak terdiri dari beberapa tingkat
kepadatan,
yaitu
tinggi,
sedang,
dan
rendah.
Untuk
pengembangan RTH dapat diarahkan pada kawasan dengan tingkat kepadatan yang tinggi, hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada kawasan ini keberadaan RTH sangat kurang.
4.2.2. Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk Kota Pontianak sebagian besar adalah lulusan SLTA atau yang sederajat yaitu sekitar 102.362 jiwa atau 22,82%, sedangkan tidak berpendidikan formal adalah sebesar 37.465 jiwa atau 8,35%. Hal tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Pontianak berpendidikan, walaupun tingkat pendidikannya menyebar dibandingkan dengan yang tidak sekolah (Tabel 11). Tabel 11. Penduduk Kota Pontianak berdasarkan tingkat pendidikan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pendidikan
Tidak Sekolah Belum Tamat SD SD SLTP Umum + kejuruan SLTA Umum SLTA Kejuruan Akademi/D1/D2/D3 S1 JUMLAH Sumber: BPS Kota Pontianak,2003.
Laki-laki (jiwa) 13.716 49.866 42.068 34.164 58.444 11.329 4.432 12.606 226.625
Perempuan (jiwa) 23.749 49.280 43.766 35.519 43.918 12.326 7.063 6.214 221.835
Jumlah 37.465 99.146 85.834 69.683 102.362 23.655 11.495 18.820 448.460
Persentase (%) 8,35 22,11 19,14 15,54 22,82 5,27 2,56 4,20 100
Penduduk Kota Pontianak umumnya memiliki pendidikan formal, sehingga dapat ditarik asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan memberikan kontribusi pemikiran terhadap suatu pembangunan wilayah. Pengetahuan formal akan lebih bermanfaat jika dipadukan dengan nilai- nilai lokal setempat, pada prinsipnya setiap orang adalah perancang (Tuan 1981). 4.2.3. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kota Pontianak sampai dengan tahun 2003 sebagian besar pada perdagangan, perhotelan, restoran dan rumah makan yaitu
berjumlah 60.715 jiwa atau 34,93% dari total jiwa yang menempati sektor lapangan pekerjaan, seperti tertera pada Tabel 12. Perkembangan sektor jasa perdagangan, perhotelan, restoran dan rumah makan memerlukan suatu kawasan yang memberikan rasa sejuk dan keindahan, untuk
itu
keberadaan
dan
pengembangan
ruang
terbuka
hijau
perlu
dipertimbangkan sejalan dengan kebutuhan mata pencaharian penduduk di sektor ini.
Selain itu sumbangan mata pencaharian penduduk yang bekerja dan
mengga ntungkan hidupnya disektor pertanian akan memberikan kontribusi terhadap pengembangan RTH di Kota Pontianak, lahan pertanian dan halaman pekarangan yang dimanfaatkan dengan tanaman akan memberikan nilai dan kontribusi terhadap keberadaan RTH Kota Pontianak.
Tabel 12. Mata pencaharian penduduk Kota Pontianak tahun 2003 No 1. 2. 3. 5. 6. 7. 8. 9.
Jenis Lapangan Pekerjaan Pertanian Pertambangan Industri Bangunan dan kontruksi Perdagangan,perhotelan, restoran, rumah makan Angkutan dan komunikasi Bank dan lembaga keuangan Jasa dan lainnya Jumlah Sumber: BPS Kota Pontianak 2003.
2003 (jiwa) 10.044 166 14.458 14.448 60.715 15.159 3.812 55.054 173.830
Persentase (%) 5,78 0,09 8,32 8,31 34,93 8,72 2,19 31,67 100,00
4.2.4. PDRB dan Pendapatan Perkapita Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan gambaran bagaimana suatu daerah dalam meningkatkan nilai tambah pada waktu tertentu. PDRB dari sisi sektoral merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu
diciptakan
oleh
sektor -sektor
ekonomi
atas
berbagai
aktivitas
produksinya. Perhitungan PDRB berdasarkan harga konstan 1993, laju pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak tahun 2003 sebesar 4,01%. Nilai PDRB atas dasar harga konstan 1993 pada tahun 2003 diperkirakan meningkat menjadi 2.234,80 milyar rupiah.
Perkemba ngan PDRB dan pendapatan perkapita Kota Pontianak
berdasarkan harga konstan 1993 tahun 1994 -2003 tertera pada Tabel 13.
Tabel 13. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota Pontianak berdasarkan harga konstan 1993 tahun 1994 – 2003 PDRB (Rp.1.000,-) 1. 1994 3.492 2. 1995 3.717 3. 1996 3.998 4. 1997 4.185 5. 1998 4.054 6. 1999 4.274 7. 2000 4.250 8. 2001 4.318 9. 2002 4.410 10. 2003 4.533 Sumber: BPS Kota Pontianak 2003. No
Tahu n
Pendapatan Perkapita (Rp. 1.000,-) 3.191 3.404 3.661 3.833 3.712 3.914 3.891 3.954 4.038 4.151
PDRB perkapita atau rata-rata nilai tambah yang dihasilkan oleh masingmasing penduduk Kota Pontianak pada tahun 2003 sebesar 12.091,79 juta rupiah. Rata-rata pendapatan yang diterima ole h masing-masing penduduk, atau pendapatan regional per kapita Kota Pontianak tahun 2003 adalah sebesar 11.072,45 juta rupiah (Tabel 14). Tabel 14. Perkembangan PDRB dan Pendapatan Regional Perkapita Kota Pontianak berdasarkan harga berlaku tahun 1994 – 2003 No
Tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
PDRB (Rp. 1.000,-) 3.783 4.397 5.127 5.860 7.939 8.465 9.107 10.088 11.031 12.092
Pendapatan Perkapita (Rp. 1. 000, -) 3.464 4.027 4.694 5.366 7.270 7.752 8.339 9.238 10.101 11.072
Sumber: BPS Kota Pontianak 2003.
Peningkatan pendapatan masyarakat sesuai Visi Kota Pontianak sebagai kota perdagangan dan jasa diwujudkan dengan menggali pertumbuhan pada sektor ekonomi, dengan mempertimbangkan aspek lingkungan sebagai vitalitas kota (Lynch 1981).
Salah satu upaya tersebut yaitu dengan pengembangan agribisnis
unggulan lidah buaya (Aloe vera Chinensis) di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak, berdasarkan data Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak sampai dengan tahun 2003 luas tanaman lidah buaya 161 ha. 4.3. Tata Guna Lahan 4.3.1. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di Kota Pontianak mencirikan perubahan struktur lanskap dengan pola peralihan antara struktur lanskap pedesaan dan struktur lanskap perkotaan. Struktur lanskap pedesaan dicirikan dengan perubahan dari struktur alami menjadi kawasan dengan penggunaan lain. Sedangkan perubahan yang terjadi pada struktur lanskap perkotaan adalah perubahan dari kawasan peruntukan pelayanan publik menjadi fungsi yang lain. Tinjauan terhadap rencana pemanfaatan ruang dalam RUTRK Kota Pontianak 1994 – 2004 menunju kkan bahwa secara garis besar penggunaan lahan yang diatur pola pemanfaatannya terdiri dari kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran pemerintahan, kawasan industri dan pergudangan, fasilitas umum dan fasilitas sosial, kawasan pariwisata dan cagar budaya, kawasan perkebunan dan kawasan hutan. Namun kondisi sekarang pemanfaatan ruang yang ada lebih didominasi oleh kegiatan pengembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan kondisi tersebut perubahan yang terjadi
terhadap beberapa ketidaksesuaian dengan peruntukan yang telah ditentukan, seperti digambarkan pada Tabel 15. Secara ekologis keberadaan kawasan konservasi di wilayah studi merupakan sabuk hijau (green belt) yang berfungsi sebagai penyangga, perubahan kondisi dari hutan sekunder menjadi lahan perkebunan campuran dan pertanian akan mengakibatkan banjir, kekeringan dan ke bakaran hutan, karena lahan yang terdapat di kawasan tersebut sebagian besar merupakan lahan gambut. Lahan gambut merupakan lapukan bahan organik yang berfungsi sebagai compound, penjerap air bila hujan, dan melepaskan air secara perla han bila musim kering (Soepardi 1983). Pengelolaan lahan konservasi harus bijaksana, karena bencana alam banjir, longsor, kebakaran hutan dan lahan kritis, antara lain disebabkan oleh konservasi hutan untuk perkebunan dan pertanian serta pemanfaatan infra
struktur lainnya (Soemarwoto 2006) 1.
Kecenderungan perencanaan yang
berkaitan dengan tata ruang kota masih sebatas mengikuti kecenderungan perkembangan skala ekonomi, tanpa ada batasan ekologis dan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan, seyogianya perencanaan dimulai dengan mengide ntifikasi kawasan yang harus diselamatkan sebagai kawasan lindung, untuk menjamin kelestarian lingkungan. Tabel 15. Perubahan peruntukan lahan Kota Pontianak berdasarkan RUTRK 1994 – 2004 No
Kecamatan
Lokasi
Peruntukan
Kondisi Saat ini
1
Pontianak Selatan
Kawasan sebelah selatan (Outer Ring Road Area)
Lahan konservasi
Kawasan pemukiman, pertanian,kebun campuran dan semak
2
Pontianak Barat
Kawasan sebelah utara (bantaran Sungai Kapuas Besar)
Kawasan konservasi mangrove
Kawasan pemukiman
Sepanjang Jl. Yos Sudarso
Kawasan industri
Kawasan campuran (mix use) antara perumahan, perindustrian dan perdagangan
3
Pontianak T imur
Kawasan sebelah utara Kel.Tj.Hilir (bantaran Sungai Landak)
Kawasan industri
Perumahan penduduk
4
Pontianak Kota
Kawasan sebelah barat
Lahan konservasi
Kawasan pemukiman, pertanian, kebun campuran dan semak
5
Pontianak Utara
Jl. Gusti Situt Mahmud (Bantaran Sungai Landak)
Kawasan industri
Perumahan penduduk
Jl. Khatulistiwa (Bantaran Sungai Kapuas Besar)
Kawasan industri
Kawasan campuran antara industri, perumahan, perkantoran serta lahan tidur
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2004
4.3.2. Potensi Pengembangan RTH Potensi pengembangan RTH berdasarkan rencana alokasi pemanfaatan ruang Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 sesuai dengan Undang-Undang
1
Soemarwoto O. 27 Januari 2006. Banjir, Longsor, Kita Kaget Lagi. Kompas. 191(1-4)
Nomor 24 Tahun 1992 adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran, fungsi, serta karakter manusia dan ata u aktifitas alam, wujud dari pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran, permukiman, tempat kerja, industri, pertanian serta pola penggunaan tanah perdesaan dan perkotaan, secara rinci terlihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kota Pontianak hingga tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Penggunaan Permukiman Perdagangan dan jasa Perkantoran Pemerintah Fasilitas sosial dan fasilitas umum Fasilitas Pendidikan Industri dan pergudangan Hutan, kebun karet dan campuran Lainnya (sungai, pulau) Luas Total Kota Pontianak
Luas Lahan (ha) 5.866 650 183 1.678 270 245 1.286 600 10.782
Persentase (%) 54,40 6,03 1,70 15,56 2,50 2,27 11,93 5,56 100,00
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002
Sampai dengan tahun 2012 sebagian besar lahan diperuntukan kawasan permukiman 54,40% (5.866 ha) dari total luas lahan kota Pontianak. Setelah itu diikuti oleh kawasan hutan, kebun karet dan campuran se kitar 11,93% (1.286 ha), fasilitas sosial dan fasilitas umum termasuk kawasan sentra agribisnis sebesar 15,56% (1.678 ha), dan kawasan perdagangan dan jasa seluas 6,03% ( 650 ha). Berdasarkan rencana alokasi pemanfaatan ruang dan hasil analisis spasial diperoleh potensi pengembangan RTH seluas 2.066,33 ha atau 19,16% dari luas Kota Pontianak. Secara rinci terdiri dari RTH publik yaitu jalur hijau (boulevard dan jalur hijau sempadan jalan) dengan luas 358,89 ha, taman kota 7,51 ha, lapangan olah raga 65,25 ha, pemakaman umum 51,23 ha, green belt 643 ha (pelestarian alam dan konservasi), dan hutan kota dengan luas 13,95 ha. RTH lainnya yaitu taman rekreasi/agrowisata (kawasan sentra agribisnis dan pariwisata) seluas 926,50 ha, yang dapat dikelompokkan seperti tertera pada Tabel 17. Jika mengacu kepada Kepmen PU Nomor 378/1987, untuk mewujudkan pertumbuhan kota yang sehat dan harmonis dibutuhkan ruang terbuka seluas 15 m2 per penduduk, berdasarkan angka pertambahan penduduk tahun 2003 yaitu
2% per tahun, maka penduduk Kota Pontianak pada tahun 2012 di proyeksikan berjumlah 566.290 jiwa, jadi diperlukan RTH seluas 849,43 ha atau 7,88%. Tabel 17. Potensi pengembangan RTH berdasarkan rencana alokasi pemanfaatan ruang Kota Pontianak hingga tahun 2012 No
Jenis Penggunaan
Luas Lahan (ha)
Persentase (%)
1 2 3
RTH publik 1.139,83 RTH lainnya 926,50 Non RTH 8.715,56 Total 10.782,00 Sumber:Bappeda Kota Pobtianak 2002 dan hasil analisis
10,57 8,60 80,83 100,00
4.4. Analisis Pengembangan RTH 4.4.1. Analisis Prioritas Fungsi RTH Berdasarkan analisis penilaian dari ketiga kelompok responden diperoleh hasil: masing-masing kelompok responden
menilai sebagai urutan prioritas
pertama adalah RTH sebagai fungsi ekologis.
Sedangkan prioritas kedua
kelompok responden akademisi menilai RTH sebagai fungsi sosial, kelompok responden praktisi dan birokrasi menilai fungsi ekonomi.
Prioritas ketiga
kelompok responden akademisi menilai fungsi ekonomi, kelompok responden praktisi dan birokrasi menilai fungsi sosial. Selanjutnya untuk urutan prioritas keempat masing-masing kelompok menilai fungsi budaya (Tabel 18). Tabel 18. Urutan prioritas pengembangan RTH bedasarkan fungsi menurut penilaian agregat No 1 2 3 4
Fungsi RTH Ekologi Sosial Ekonomi Budaya
Kelompok Responden Akademisi Praktisi Birokrasi 5297 4503 3346 1492
7624 1496 2044 1387
7419 1859 1920 1130
Nilai 20340 7858 7311 4010
Prioritas 1 2 3 4
Sumber: Analisis aata
Penilaian tersebut berdasarkan analisis terhadap masing-masing kelompok responden dan diperoleh hasil bahwa ada ke samaan persepsi yaitu semua kelompok responden menempatkan konsideran ekologi sebagai urutan pertama dalam pengembangan RTH. Dua kelompok menempatkan fungsi ekonomi sebagai
urutan kedua, selanjutnya fungsi sosial pada urutan terakhir fungsi budaya (Tabel 19), penilaian dan analisis pada Lampiran 3 sampai 6. Tabel 19. Analisis alternatif fungsi RTH menurut kelompok responden, fungsi dan kriteria pengembangan RTH Kelompok Responden
Akademisi
Praktis i
Kriteria
Alternatif Fungsi
Jp
Tp
Ke
Pd
Pl
Kl
Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot Ekologi
4.88 4.52 4.24 3.60 5 4.48
4.00 3.24 3.32 3.12 5 4.64
4.12 3.08 4.12 3.24 5 4.72
2.84 4.52 3.08 2.68 5 2.6
3.04 2.68 3.80 3.92 3 4.04
4.72 4.24 3.76 3.32 3 4.76
5296.67 4503.00 3346.00 1492.44 7623.83
1 2 3 4 1
Sosial Ekonomi Budaya Bobot Ekologi
4.56 3.88 3.16 4 4.64
3.32 3.36 3.24 5 4.64
3.36 3.76 2.92 5 4.80
4.88 2.32 2.56 3 2.52
2.16 3.96 3.56 4 4.04
2.48 3.28 3.52 5 4.64
1495.77 2044.44 1386.84 7419.33
3 2 4 1
2.60 2.68 2.64 5
2.76 3.28 2.40 5
4.68 3.04 2.56 4
2.48 3.60 3.08 3
3.56 4.08 3.68 5
1859.11 1920.57 1130.48 -
3 2 4 -
Sosial 4.76 Ekonomi 3.44 Budaya 3.64 Bobot 4 Sumber: Analisis Data Keterangan: Jp : Jumlah Penduduk Pd Tp : Tingkat Polusi Pl Ke : Kenyamanan Kl Birokrasi
: : :
Nilai
Pendapatan Perilaku Kesadaran Lingkungan
Ketiga kelompok responden menilai RTH dengan fungsi ekologi merupakan urutan pertama untuk dikembangkan di wilayah studi, hal ini terlihat masing-masing kelompok responden mempunyai persepsi bahwa daya dukung (carrying capacity)
lanskap wilayah studi sangat
dipengaruhi oleh faktor
ekologi, misalnya perubahan iklim mikro, polusi udara, banjir, menurunnya kualitas air bersih (Gambar 4). Perubahan keadaan ini terjadi karena penurunan kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan oleh alam itu sendiri (fisik) dan campur tangan manusia (sosial). Kondisi yang umumnya terjadi adalah banjir, karena sebelumnya kawasan yang merupakan daerah resapan air berubah menjadi kawasan terbangun, menyebabkan air tergenang jika hujan, dan kondisi badan parit/saluran yang tersumbat oleh sampah.
Pengaruh ekologi lainnya adalah perubahan iklim mikro. Tanama n di lingkungan perkotaan berfungsi sebagai penyeimbang kualitas udara, yaitu dengan menyerap CO2 dalam proses fotosintesis dan menghasilkan O2 yang diperlukan
a
b
Gambar 4. Kondisi lanskap yang dipengaruhi fungsi ekologis (a. perubahan iklim mikro pengaruh vegetasi di jalan A. Yani, b. banjir di jalan MT. Haryono akibat perubahan daerah resapan air di kawasan hulu parit Tokaya)
oleh mahluk hidup untuk pernapasan.
Selain itu pada permukaan yang
bervegetasi terjadi berbagai proses antara lain proses evaporasi yaitu proses penguapan yang terjadi pada permukaan lahan yang bervegatasi dan proses transpirasi yaitu proses penguapan yang terjadi pada daun. Kedua proses ini memerlukan panas sensible yaitu panas yang diambil dari udara di sekitarnya, adanya proses fotosintesis pada vegetasi yang hijau mengambil energi radiasi matahari, dengan adanya proses-proses ini menyebabkan suhu pada kawasan yang bervegatasi lebih rendah dari sekitarnya pada siang hari, secara fisik, tajuk vegetasi akan melindungi lingkungan sekitarnya dari pancaran sinar matahari, hujan dan angin (Irwan 1998). Tanaman dapat mengurangi erosi tanah dengan cara mengintersepsi butir-butir air hujan, memegang butiran tanah dengan akarnya dan meningkatkan penyerapan air melalui bahan organik tanah (Grey & Deneke 1978). Sebaliknya pada tanah yang terbuka aliran air akan mengikis melalui aliran permukaan (run off) dan di bawah permukaan (perkolasi) yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi sungai (Gambar 5). Selanjutnya Ahern dan Boughton (1994), keuntungan ekologi dari pemanfaatan tanaman adalah perbaikan kualitas air akibat polusi dan polutan yang terdapat di tanah dan aliran
permukaan yang dijerap oleh tanaman jenis rumput liar dan penutup tana h. Tanaman menyerap polutan dari daun, tangkai dan batang, efektivitasnya tergantung dari proporsi luas tanaman pada suatu kawasan.
Gambar 5. Kawasan terbuka mengakibatkan pendangkalan parit (lokasi DAS Sungai Jawi) Kawasan pemukiman di perkotaan secara efektif dapat terlindungi dari kebisingan kendaraan oleh suatu baris semak yang ditunjang oleh satu baris pohon yang tingginya sekitar 6,3 m, penyaringan untuk luar kota atau tepi jalan raya memerlukan tanaman tepi jalan yang lebar, terdiri dari beberapa baris pohon yang rapat (umumnya 30 m atau lebih dari jarak antara sumber suara dengan yang dilindungi). Hasil penelitian Kusuma et al. (2003) menyatakan bahwa bunyi yang datang dari sumber bunyi akan dibiaskan dan diserap lebih dahulu oleh daun, batang dan ranting serta sebagian lagi dipantulkan kembali ke arah sumber bunyi dan sisanya akan diteruskan ke penerima bunyi.
Salah satu cara untuk
mengimbangi perubahan kondisi ekologi yang terjadi pada wilayah studi adalah dengan pengembangan suatu kawasan hijau kota dengan konfigurasi bentuk yang sesuai dengan kondisi wilayah yang spesifik. Dua dari kelompok penilai menempatkan fungsi ekonomi sebagai urutan kedua. Menurut Lynch (1981) vitalitas suatu kota dicerminkan oleh ketersediaan pangan, keamanan, dan harmonisasi antara sistem kehidupan yang berkaitan erat dengan kondisi ekologi. Penyediaan pangan, udara dan air yang bersih, energi, rasa aman, serta pengendalian berbagai resiko yang akan timbul merupakan sinergi dalam upaya pengelolaan sumberdaya pada suatu kota.
Dalam
pengembangan
pertanian
di
kawasan
perkotaan,
untuk
meningkatkan
produktivitas lahan biasanya dilakukan daur ulang energi dan penambahan unsur hara alami, dan penggunaan bahan organik (Hough 1994). Kawasan RTH akan memberikan nilai ekonomi, baik secara langsung berupa produksi pangan, maupun tidak langsung berupa jasa kepada masyarakat. Bentuk RTH ini pada lokasi studi sebagian besar merupakan kebun masyarakat, lahan pekarangan, dan kawasan agrowisata. Luas kawasan agrowisata di Pal Lima sebesar 10,74 ha. Di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Selatan buah yang dihasilkan diantaranya durian (Durio zibetinus), rambutan (Nephellium lappaceum), langsat (Lansium domesticum), manggis (Garsinia mangostana), pisang barangan (Musa paradisiaca ).
Menurut Arifin (2003),
bentuk arsitektur pekarangan yang dimanfaatkan dengan tanaman yang bernilai ekonomi, akan memberikan pendapatan dan nilai ketahanan pangan di tingkat keluarga .
Kecamatan Pontianak Utara berdasarkan alokasi penggunaan lahan
sesuai RTRW Kota Pontianak 2002-2012 ditetapkan sebagai Kawasan Sentra Agribisnis (KSA) seluas 800 ha, komoditas utama nya tanaman lidah buaya (Aloe vera Chinensis). Sampai tahun 2003 tanaman lidah buaya pada kawasan ini seluas 161 ha (Tabel 20). Kawasan agrowisata ini memberikan nilai ekonomi, 1 ha tanaman lidah buaya dengan produksi rata-rata 6 ton/ ha, petani memperoleh pendapatan kotor Rp. 6 juta. PDRB Kota Pontianak tahun 2003 rata -rata Rp. 12 juta atau pendapatan regional per kapita tahun 2003 rata-rata Rp. 11 juta, jadi penda patan petani lidah buaya melebihi PDRB dan pendapatan per kapita. Tabel 20. Luas tanam, produktivitas dan produksi lidah buaya di Kota Pontianak (1995-2004) Tanaman No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Produksi (ha) 15,00 24,00 30,00 34,00 41,00 50,00 73,00 80,00
Belum Produksi (ha) 6,50 6,00 8,50 14,00 11,00 17,00 11,50 19,30
Jumlah luas tanaman (ha) 21,50 30,00 38,50 48,00 52,00 67,00 84,50 99,30
Produktivitas (ton/ha) 5,10 5,12 5,12 5,12 5,12 5,60 5,70 5,70
Potensi produksi (ton/tahun) 1.836 2.949 3.686 4.178 5.038 6.720 9.986 10.944
9 10
2003 2004
100,00 132,00
36,00 29,00
136,00 161,00
5,76 6,00
13.824 19.008
Sumber: Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak 2004.
Komoditas lain yang diusahakan diantaranya sayuran bayam (Amaranthus, sp), kangkung (Ipomoea aquatica), sawi (Brassica, sp), kacang panjang (Vigna sinensis), seledri (Apium graveoleus), salad, serta tanaman pepaya (Carica papaya) dengan luas 250 ha (Gambar 6).
Urgensi pengembangan RTH ini
berdasarkan produktivitas tertera pada Tabel 21.
Gambar 6. Beberapa jenis tanaman di Kawasan Sentra Agribisnis; lidah buaya (Aloevera Chinensis), pepaya (Carica papaya), seledri (Apium groveoles), dan salad (Brassica sp).
Tabel 21. Urgensi pengembangan RTH produktif berdasarkan produktivitas wilayah No. 1
RTH Kawasan budidaya (Agropolitan)
Luas (ha) 411,00
% 3,81
Urgensi Tinggi
2
Kawasan Aloevera Center (AVC)
3
Kawasan agrowisata Pal Lima
2,50
0,02
Sedang
10,74
0,10
Rendah
Sumber: Bappeda Kota Pontianak2002 dan analisis data
Urutan ketiga pengembangan RTH berdasarkan penilaian responden adalah fungsi sosial. Keberadaan RTH pada suatu kota dapat memberikan nilai sosial kepada masyarakat, karena dengan berkembangnya kota kebutuhan ruang terbuka publik akan semakin meningkat. Kebutuhan berupa sarana untuk memfasilitasi terjadinya interaksi di antara sesama warga dalam keragaman status sosial, interaksi manusia dengan alam serta interaksi anak-anak dengan dunia bermainnya. Sarana tersebut dapat berupa tempat berolah raga, rekreasi, bermain, berkumpul dan mendapatkan rasa aman dan ketentraman. Selain itu kawasan ini bisa dimanfaatkan sebagai wadah pendidikan dan penelitian. Salah satu contoh taman lingkungan mesjid (Gambar 7). Pada waktu-waktu tertentu kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai aktivitas religius (Sholat Ied, Manasik Haji, Karnaval Hari Besar Islam), sedangkan keberagaman flora dan fauna pada RTH di lingkungan mesjid ini dapat digunakan sebagai bahan pendidikan dan penelitian.
Gambar 7. Taman di lingkungan Mesjid Raya Mujahidin
Urutan keempat pengembangan RTH berdasarkan penilaian responden adalah fungsi budaya. Menurut persepsi ketiga kelompok responden, masyarakat
Kota Pontianak memiliki budaya yang dapat diaktualisasikan dalam bentuk RTH. Dari aspek arsitektural misalnya sebagai penguat karakter lanskap budaya lokal (melayu), karena belum ada ciri khas.
Secara umum diketahui bahwa aspek
budaya memang kurang prioritas, tetapi pada kawasan RTH yang memiliki nilai budaya dapat ditanami vegetasi yang mencirikan budaya Kota Pontianak, misalnya kelapa gading (Cocos nicifera capitata), cempaka (Michelia champaca ). Untuk memberikan aspek estetika di halaman Keraton ditanami pacing (Costus speciosus), puring (Codieaum variegatum).
Sebagai landmark kota
dapat
ditanam pinang merah (Cyrtostochys renda ), bungur (Lagerstromia , spp), dan putat (Baringtonia , spp). Dari sisi tradisi budaya beberapa tanaman yang menjadi pelengkap, misalnya tanaman hanjuang (Cordyline, sp) daunnya dipergunakan sebagai “penepas tepung tawar” penolak bala . Pada kawasan pemukiman penanaman dengan semak lokal akan memberikan nilai estetika yang khas, dikenal oleh masyarakat, dan sesuai dengan karakter lanskap setempat serta memudahkan dalam pengelolaan (Ahern & Boughton 1994). Pemanfaatan jenis tanaman lokal dengan karakter lanskap kota yang memiliki potensi budaya, akan memberikan citra yang baik dari segi budaya (Gambar 8).
Gambar 8. Tanaman memberikan nilai budaya antara bangunan dan lanskap (arsitektur rumah panjang dan atap kajang, kantor Gubernur Propinsi Kalimantan Barat dan Keraton Kadriah)
Beberapa kawasan RTH di Kota Pontianak berdasarkan fungsi budaya tersebar di beberapa Kecamatan. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kawasan budaya disajikan pada Tabel 22, dan urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tradisi pada Tabel 23. Tabel 22. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan kawasan budaya No.
Kawasan RTH
Luas (ha)
%
Urgensi
1
Tugu Khatulistiwa, Keraton Kadriah, Beting Permai
7,61
7,05
Tinggi
2
Taman Alun Kapuas, Seng hie
1,22
0,01
Sedang
3
Taman Degulis, Sentra Agribisnis
807,50
7,49
Rendah
4
Pemukiman, kebun
7.920,00
73,45
Tidak sesuai
Sumber: Bappeda Kota Pontianak2002 dan analisis data
Tabel 23. Urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan tradisi budaya No.
Tradsi budaya
Luas (ha)
%
Urgensi
1.677
15,55
Tinggi
259
2,40
Sedang
1
Tepung tawar, tolak bala, antar pinang
2
Robo-robo
3
Likuran
4.098
43,57
Rendah
Buang-buang
4.514
41,87
Tidak sesuai
4
Sumber: Bappeda Kota Pontianak2002 dan analisis data
4.4.2. Analisis Jenis RTH Berdasarkan analisis urutan prioritas pengembangan jenis RTH di wilayah studi, dua kelompok responden yaitu akademisi dan birokrasi, menilai jalur hijau kota sebagai prioritas pertama dan kelompok responden praktisi menilai taman rekreasi/agrowisata. Prioritas kedua menurut kelompok responden akademisi dan birokrasi adalah taman kota, tetapi menurut kelompok responden praktisi adalah jalur hijau kota. Sedangkan urutan ketiga, masing-masing kelompok responden menilai lapangan olah raga. Urutan prioritas pengembangan RTH berdasarkan jenis menurut penilaian agregat seperti pada Tabel 24.
Analisis pengembangan RTH berdasarkan preferensi dua kelompok responden menilai jalur hijau kota sebagai prioritas pertama, taman kota sebagai prioritas kedua. Sedangkan prioritas ketiga, masing-masing kelompok responden menilai lapangan olah raga. Hasil analisis tertera pada Tabel 25, penilaian dan analisis dapat dilihat pada lampiran 7 sampai 10.
Kelompok Responden No
Jenis RTH
Nilai Akademisi
Praktisi
Birokrasi
Priori tas
Tabel 24. Urutan prioritas pengembangan RTH bedasarkan jenis menurut penilaian agregat
1 2
Hutan Kota Lapangan Olah Raga
1403 2134
760 1640
1089 2433
3252 6207
7 3
3
Jalur Hijau Kota
3313
1798
3477
8588
1
4
Taman Kota
2392
1362
3007
6761
2
5
Taman Rekreasi/Agrowisata
1346
3369
1323
6038
4
6
Pemakaman Umum
1687
831
2180
4698
5
7
Green Belt
996
1538
905
3439
6
Sumber: Analisis data
Dari Tabel 25 dapat dijelaskan, berdasarkan penilaian dua kelompok responden yaitu akademisi dan birokrasi memberikan bobot penilaian yang tinggi terhadap kriteria aksessibilitas dan motivasi.
Kelompok responden praktisi
menilai dengan bobot yang tinggi adalah aksessibilitas dan aspek kelembagaan. Kriteria aksessibilitas dalam pengembangan RTH di wilayah studi merupakan faktor yang penting, karena RTH yang dibangun harus dapat diakses oleh masyarakat, sehingga memberikan manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Kriteria motivasi berasumsi bahwa dalam upaya pengembangan RTH harus mendapat dukungan potensial dari masyarakat, sehingga dalam upaya pengembangan RTH berkelanjutan dapat dilaksanakan secara bersama diantara stakeholders yang
ikut terlibat.
Aspek kelembagaan merupakan kelompok
stakeholders yang terlibat baik dalam pengembangan RTH maupun dalam pengelolaan.
Pengembangan RTH akan berhasil apabila terdapat kelompok
masyarakat yang terorganisir dalam wadah kelembagaan (Savage & Kong 2003). Kota-kota besar yang berhasil dalam pengembangan RTH umumnya memiliki kelembagaan yang baik.
Sebagai prioritas pertama jalur hijau di wilayah studi terdiri atas 4 (empat) jenis yaitu: (1) jakur hijau tepi jalan, (2) jalur hijau median jalan, (3) jalur hijau tepian air, dan (4) jalur hijau penyempurna. Berdasarkan data yang diolah dari Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) Kota Pontianak (2005), masing-masing bentuk jalur hijau tersebut dapat dijelaskan sebagai ber ikut: Tabel 25. Analisis alternatif Jenis RTH Metode Perbandingan Eksponensial Kriteria
Respo nden
Akade misi
Pra k tisi
Alternatif Jenis
Prio ritas
Ktl
SDM
Aks
AK
By
KP
MTv
Hutan Kota
3.40
3.48
3.52
3.20
3.28
3.32
3.56
1402.82
5
Lap.Olah Raga
3.44
3.84
3.68
3.48
3.48
3.44
4.04
2134.27
3
Jalur Hijau Kota
4.28
4.48
4.16
3.76
3.64
3.64
4.28
3312.90
1
Taman Kota
3.68
3.92
4.00
3.88
3.72
3.60
3.92
2392.12
2
Taman Rekreasi/Agrowisata
3.40
3.48
3.44
3.32
3.40
3.12
3.56
1345.76
6
Pemakaman Umum
3.48
3.36
3.52
4.16
3.28
3.28
3.84
1687.50
4
Green Belt
3.88
3.48
3.24
3.16
3.16
3.28
3.20
996.06
7
Bobot Hutan Kota
3 2.72
4 2.60
5 3.12
3 2.08
3 2.28
3 2.32
5 4.28
759.69
7
Lap.Olah Raga
2.68
3.24
3.96
3.16
2.68
3.16
3.92
1639.86
3
Jalur Hijau Kota
3.28
4.16
4.08
2.80
2.72
3.20
4.08
1797.88
2
Taman Kota
3.52
3.20
3.68
2.80
2.68
3.16
4.16
1362.01
5
Taman Rek./Agrowisata
3.88
4.12
4.16
4.24
3.96
4.40
4.40
3369.03
1
Pemakaman Umum
2.96
2.72
3.16
2.68
2.56
2.80
4.00
830.85
6
Green Belt
3.52
3.52
3.68
3.04
2.72
3.36
4.40
1537.90
4
Bobot
Birok rasi
Nilai
4
3
5
5
3
2
4
-
-
Hutan Kota
2.80
3.28
3.24
2.76
2.76
2.76
3.40
1088.69
6
Lap.Olah Raga
3.40
3.76
3.84
3.68
2.84
3.60
4.00
2433.15
3
Jalur Hijau Kota
4.00
3.84
4.20
3.96
3.60
3.84
4.24
3476.88
1
Taman Kota
3.76
3.84
3.96
3.48
3.28
3.60
4.24
3006.85
2
Taman Rekreasi/Agrowisata
2.92
3.24
3.12
3.76
3.16
3.04
3.68
1323.56
5
Pemakaman Umum
3.16
3.68
3.52
3.60
3.04
3.12
4.12
2180.11
4
Green Belt
2.88
2.96
2.84
3.32
2.64
2.84
3.40
904.72
7
4
4
5
3
3
4
5
-
-
Bobot Sumber: Analisis data Keterangan: Ktl SDM Aks Ak
: : : :
Ketersediaan Lahan Sumberdaya Manusia Aksessibilitas Aspek Kelembagaan
By KP MTv
: : :
Biaya Keb ijakan Pemerintah Motivasi (dukungan potensial dari masyarakat)
1. Jalur hijau tepi jalan Kondisi eksisting jalur hijau tepi jalan di wilayah studi dengan panjang keseluruhan 98.212 m dan luas 322.537 m2. Hasil pengamatan, dari kondisi yang ada perlu pengembangan. Salah satu contoh jalur hijau tepi jalan yang terdapat di Jalan A. Yani (Gambar 9). Jalan ini merupakan salah satu jalur utama di wilayah studi, dan banyak dipergunakan oleh masyarakat, baik pejalan kaki maupun kendaraan bermotor. Kawasan ini rawan dengan polusi udara dan kebisingan.
Gambar 9. Salah satu kondisi jalur hijau tepi jalan di Jalan A. Yani 2. Jalur hijau median jalan Jalur ini merupakan pemisah dua jalur jalan, di lokasi studi kondisi eksisting terdapat beberapa jenis tanaman penutup tanah (ground cover) dan jenis semak. Dari kondisi eksisiting tersebut, secara kualitas dan kuantitas perlu pengembangan, baik sebagai pengaman maupun penambah nilai estetika. Kawasan ini terdapat di Jalan Tanjung Pura seluas 852,85 m 2, Jalan Tanjung Pura II 852,85 m2 , Jalan A. Yani 2800 m2, Jalan MT. Haryono 4000 m2. Salah satu kondisi median jalan seperti terlihat pada Gambar 10.
3. Jalur hijau tepian air/sungai Jalur ini merupakan jalur hijau yang terdapat pada sempadan/pinggir parit sungai di Kota Pontianak.
Kawasan ini pada umumnya sudah banyak
ditempati oleh pedagang kaki lima (PKL) dan pemukiman, terutama pada Parit Sungai Jawi dengan panjang 7,11 km dan Parit Tokaya dengan panjang 7,50 km. Bagian hulu kedua parit ini berfungsi sebagai drainase induk kota, pada kawasan hilir terutama di pusat-pusat kota berfungsi sebagai penyerap polusi, pengarah dan perbaikan iklim mikro. Di kawasan lainnya, yaitu jalur hijau tepian Sungai Kapuas sebagian besar sudah di manfaatkan oleh kawasan perdagangan, pelabuhan, dermaga, industri dan pemukiman. Sedangkan kawasan yang masih dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau tepian air yang merupakan kawasan lindung atau kawasan konservasi di tepian Sungai Kapus Kecamatan Pontianak Barat.
Kawasan tepi sungai di Jalan Khatulistiwa
Kecamatan Pontianak Utara (Tugu Khatulistiwa, Makam Batu Layang) kedua kawasan ini rawan terhadap ombak sungai dan abrasi. Beberapa kondisi jalur hijau tepian air/sungai seperti tertera pada Gambar 11. Kawasan mangrove yang terdapat di tepi Sungai Kapuas Kelurahan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat telah banyak dimanfaatkan sebagai kawasan pemukiman.
a
b
Gambar 11. Jalur hijau tepian air, (a) sebagai drainase induk di Parit Sungai Jawi, (b) Jalur hijau tepi Sungai Kapuas sebagai penahan abrasi di Kecamatan Pontianak Utara
4. Jalur hijau penyempurna Kawasan ini merupakan jalur hijau yang terdapat pada kawasan-kawasan tertentu. Fungsi jalur hijau ini sebagai penyeimbang tapak dari bentuk yang kurang bagus, misalnya pada kaki jembatan, fly over, jalur kereta, terminal bis, dan kawasan tergenang.
Di wilayah studi kawasan ini terdapat di
Jembatan Kapuas dan Jembatan Landak, Fery Penyeberangan, Terminal Batu Layang. Kondisi eksisting pada kawasan Jembatan Kapuas jalur hijau ini mulai tertata dengan baik, sedangkan kawasan lain perlu peningkatan dan pengembangan. Kawasan ini rawan macet dan kumuh (Gambar 12). Secara rinci penyebaran kawasan jalur hijau tertera pada Tabel 26.
Gambar 12. Jalur hijau penyempurna di Jembatan Kapuas
Tabel 26. Penyebaran jalur hijau Kota Pontianak No 1
Jenis jalur hijau Tepi jalan
Fungsi Pejalan kaki, penyerap polusi,
eksisting Panjang 98.212 m
Dimensi usulan pengembangan Luas 322.537 m2
2
Median jalan
Pengaman, pengarah
Luas 8506 m 2
Luas 4.253 m 2
3
Tepian air
Penahan abrasi, tergenag, pengarah
Panjang 15 km
Luas 15.000 m²
4
Penyempurna
Penghalang bentuk kurang bagus, kumuh, pencegah polusi
Luas 1,00 h a
Luas 7 ha
Sumber:Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analis data.
Sebagai prioritas kedua adalah taman kota, merupakan salah satu kategori penting sebagai komponen penghijauan kota. Nagtegaal dan Nas (2005), menjelaskan taman kota pada umumnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai simbul (landmark ) kota dan tempat rekreasi. Sebagai simbul kota taman dapat mencerminkan karakter suatu kota. Di wilayah studi, Taman Tugu Khatulistiwa merupakan simbul kota Pontianak sebagai kota equator. Taman ini berukuran 2,92 ha termasuk jalan raya pada bagian utara, sedangkan sebelah selatan berhadapan langsung dengan Sungai Kapuas. Vegetasi yang terdapat di kawasan ini pada umumnya merupakan pohon dan semak hutan sekunder, sedangkan pada sisi barat dan timur ditanami dengan tanaman ornamen yang masih perlu penataan. Taman ini pa da bulan Maret dan September selalu ramai dikunjungi oleh turis lokal maupun manca negara untuk menyaksikan titik kulminasi matahari berada tepat pada titik 00 pada garis khatulistiwa, sedangkan pada hari- hari biasa digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga (Gambar 13).
Gambar 13. Tama n Tugu Khatulistiwa dan festival budaya, merupakan simbol Kota Pontianak
Taman-taman lain sebagai tempat rekreasi keluarga adalah, Taman Mesjid Raya Mujahidin 5,23 ha, Pelabuhan Seng Hie 0,56 ha, Taman Keraton Kadriah 1,44 ha, Makam Batu Layang 0,07 ha. Taman Alun Kapuas dengan luas 0,66 ha (Gambar 14), terletak pada di tengah kota dan di pinggir Sungai Kapuas. Taman kota lainnya yang terdapat pada sudut atau persimpangan jalan dengan ornamen pelengkap, diantaranya Taman Tugu Keluarga Berencana, taman Tugu Adipura, Taman Bambu Runcing (Degulis), Taman Jalan Johan Idrus, lokasinya tersebar di Kota Pontianak dengan luas 2,16 ha (DKPP Kota Pontianak 2003). Penyebaran taman di Kota Pontianak tertera pada Tabel 27.
Gambar 14. Taman Alun Kapuas Pontianak
Tabel 27. Penyebaran taman kota di Kota Pontia nak No
Nama Taman
Dimensi/luas (ha) eksisting usulan pengembangan 2,92 4,85
1
Taman Tugu Khatulistiwa
2
Taman Alun Kapuas
0,66
1,00
3
Taman Pelabuhan Seng Hie
0,56
0,56
4
Taman Mesjid Raya Mujahidin
5,23
5,23
5
Taman Keraton Kadriah
1,44
1,44
6
Taman ornamen (taman Bambu Runcing, taman Adipura, taman Keluarga Berencana)
2,16
2,16
Sumber:DKPP Kota Pontianak 2003 dan analis data.
Prioritas ketiga adalah lapangan olah raga, merupakan kawasan terbuka dan vegetasinya sebagai penyeimbang ekologi kota. Namun pada beberapa sisi kawasan ini dapat dimanfaatkan sebagai kawasan hijau dengan vegetasi yang beragam sesuai dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan fungsinya. Dari aspek ekonomi, hasil pengamatan di wilayah studi kawasan yang kosong dimanfaatkan sebagai etalase tanaman hias (nursery). Lapangan olah raga yang terdapat di wilayah studi antara lain Stadion Sultan Syarif Abdurrachman 31,24 ha (Gambar 15), Lapangan Bal Keboen Sayoek 2,00 ha, Stadion Olah Raga Universitas Tanjung Pura 13,25 ha, Lapangan Bola Hanura 1,00 ha. Pengembangan lapangan olah raga di pemukiman yang berpotensi, akan bermanfaat sebagai pengembangan RTH, diantaranya Kecamatan Pontianak Barat yaitu Lapangan Bola Sepakat seluas 1,00 ha.
Kecamatan Pontianak Utara
Lapangan Bola Jl. Budi Utomo dengan luas 3,00 ha, dan Kecamatan Pontianak Timur Lapangan Bola Parit Mayor
seluas 3,00 ha.
Kecamatan dengan
kepadatan penduduk yang tinggi, misalnya di Kelurahan Tanjung Hilir dapat dikembangkan lapangan olah raga sebagai RTH binaan. Secara rinci penyebaran lapangan olah raga tertera pada Tabel 28.
Gambar 15. Stadion Olah Raga Sultan Syarif Abdurrachman Tabel 28. Penyebaran lapangan olah raga Kota Pontianak No
Nama Lapangan olah raga
Dimensi/luas (ha) eksisting usulan pengembangan/
31,24
penambahan -
2,00
-
13,25
-
1
Stadion Sultan Syarif Abdurrachman
2
Lapangan Bal Keboen Sayoek
3
Stadion Universitas Tanjung Pura
4
Lapangan Olah Raga Pontianak Kota
1,00
0,50
5
Lapangan Olah Raga Pontianak Utara
3,00
12,00
6
Lapangan Olah Raga Pontianak Timur
3,00
7,50
Sumber:Bappeda Kota Pontianak 2003 dan analis data.
Prioritas keempat yaitu taman rekreasi/agrowisata. Kawasan RTH ini pada lokasi studi terdapat di Kecamatan Pontianak Utara merupakan kawasan sentra agribisnis dengan luas 807,50 ha, dan Pusat Kajian Lidah Buaya Nasional/Aloe vera Center (AVC) seluas 2,50 ha, objek wisatanya antara lain lahan budidaya dan pengolahan hasil. Selain itu terdapat juga kawasan pengemba ngan anggrek hitam, serta budidaya sayuran dan buah-buahan di lahaan gambut, seluas 411 ha. Di Kecamatan Pontianak Barat merupakan tempat wisata dengan objek wisata tanaman buah lokal, kolam renang, dan rumah makan, dengan luas 10,74 ha (Gambar 16).
a
b
Gambar 16. Taman rekreasi/agrowisata (a. Taman Ria Agro Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Barat, b. Agrowisata Kawasan Sentra Agribisnis/Pusat Kajian Lidah Buaya Nasional – AVC)
Urutan kelima adalah pemakaman umum. Selain memiliki fungsi ekologis pamakaman dapat juga menandakan usia peradaban masyarakat suatu kota. Kondisinya harus dipertahankan di tengah-tengah kota karena merupaka n komponen utama siklus kehidupan kota yang memberi jaminan hak hidup dan hak
mati tanpa terkecuali kepada warga kota, dan sebagai informasi untuk mempelajari sejarah kota yang panjang. Berdasarkan data spasial Bappeda Kota Pontianak tahun 2002 luas pemakaman umum di wilayah studi seluas 44,59 ha (Tabel 29), secara rinci penyebaran pemakaman umum di wilayah studi tertera pada Lampiran 11. Tabel 29. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak Kecamatan
Pemakaman Umum
Luas (ha)
(1)
(2)
(3)
Pontianak Utara
Pontianak Timur
Pontianak Barat
Pontianak Kota
Pontianak Selatan
Pemakaman Batu layang Pemakaman Tionghoa Batu Layang Pemakaman Tionghoa Siantan Hulu
1,07 21,40 2,00
Pemakaman Gang Dharma Putra Pemakaman lainnya Total Pemakaman Jl. Sultan Hamid Pemakaman lainnya Total Pemakaman Gang Kenari Pemakaman lainnya Total Pemakaman Sungai Bangkong Pemakaman Danau Sentarum Pemakaman Jl. Kartini Pamakaman Jl. Bungur Pemakaman Gang Tengah Pemakaman lainnya Total Pemakaman Muslimin Kp. Bangka Pemakaman Gang Meliau Pemakaman lainnya Total Kota Pontianak
1,12 1,05 26,64 0,56 2,12 2,68 0,73 3,63 4,36 2,47 0,53 0,60 0,94 1,65 0,49 6,68 2,24 0,70 1,29 4,23 44,59
Sum ber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Inmendagri Nomor 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, serta Peraturan Daerah Kota Pontianak merupakan dasar hukum
pengembangan pemakaman umum bersejarah. Beberapa pemakaman
umum bersejarah di wilayah studi diantaranya Makam Kesultanan Pontianak di Batu Layang dan Pemakaman umum Sungai Bangkong. Di Makam Batu Layang
terdapat makam Sultan Syarif Abdurrachman pendiri Kota P ontianak. Dinamakan Batu Layang konon terdapat sebuah batu yang mengambang (melayang), sampai sekarang batu tersebut masih dapat dijumpai.
Pemakaman umum Sungai
Bangkong merupakan pemakan yang berukuran luas dibandingkan dengan pemakaman lainnya.
Pemakaman ini sebelumnya terdapat makam pahlawan
pejuang Kota Pontianak sebelum dipindahkan ke Makam Pahlawan. Urutan pengembangan keenam adalah green belt.
Kawasan ini
merupakan hutan sekunder dan kebun campuran milik masyarakat, berbentuk mema njang yang berbatasan dengan wilayah administrasi Kabupaten Pontianak. Berdasarkan RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 kawasan ini sebagai lahan konservasi.
Pada Kecamatan Pontianak Utara jenis tanah
didominasi oleh tanah gambut, yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian.
Hutan sekunder pada kawasan ini berfungsi sebagai penyangga
kawasan sekitarnya. Kondisi eksisting kawasan ini pada umumnya sudah mulai berubah dengan pemanfaatan lain, terutama sebagai kawasan pemukiman dan infra struktur lainnya (Gambar 17).
a
b
Gambar 17. Kondisi greenbelt di Kecamatan Pontianak Barat (a. kawasan hutan sekunder yang berubah fungsi. b. kebun campuran) Hutan kota merupakan urutan prioritas pengembangan yang ketujuh. Di wilayah studi terdapat beberapa bentuk hutan kota yaitu (a) bentuk jalur, mengikuti suatu bentukan berupa garis lurus atau garis lengkung, (b) menyebar, tidak mempunyai pola tertentu, vegetasi tumbuh berpencar -pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol kecil,
(c) bergerombol atau menumpuk, komunitas
vegetasinya terkonsentrasi pada luas lahan tertentu. Hutan kota yang terdapat di wilayah studi berbentuk gerombol atau menumpuk diantaranya kawasan Universitas Tanjung Pura dengan luas 8,57 ha, di Jalan Pahlawan luas 2,38 ha (Gambar 18), hutan kota di Jalan Tabrani Achmad luas 1 ha (Bappeda Kota Pontianak 2003).
a
b
Gambar 18. Kondisi hutan kota, a. Hutan kota di kawasan Universitas Tanjung Pura, b. Hutan kota (latar belakang) di Pendopo Gubernur
4.4.3. Analisis Spasial Dari distribusi penggunaan lahan Kota Pontianak, penggunaan lahan sebagian besar dimanfaatkan untuk permukiman yaitu seluas 6.573,03 atau 60,96% dari luas Kota Pontianak, diikuti RTH seluas 2.095,94 ha atau 19,44% , serta penggunaan lain seluas 2.113,03 atau 19,60% (Gambar 19).
Hasil
identifikasi diperoleh peta kawasan RTH eksisting seperti tertera pada Gambar 20. Analisis kecukupan RTH terhadap kondisi eksisting disajikan pada Tabel 30. Tabel 30. Analisis kecukupan RTH Kota Pontianak
322
Renc. s/d 2012 (ha) 359
37 (-)
209 (+)
8
8
3
8
3
(+)
5 (+)
(+)
5 (+)
Lap. olah raga
54
65
19
50
21
11 (-)
35 (+)
4 (+)
33 (+)
Taman rekreasi
817
926
288
769
326
109 (-)
529 (+)
Pemak. umum
45
51
16
42
18
6 (-)
29 (+)
Jenis RTH Jalur hijau kota Taman kota
Eksis ting (ha)
Kepmen PU 378/198 7 (ha) 113
Simond 1983 (ha) 303
Inmen dagri 14/1988 (ha) 134
Renc. s/d 2012
Inmen Kepmen Simond dagri PU (1983) 14/1988 378/1987 19 (+) 188 (+)
48 (+) 491 (+) 3 (+)
27 (+)
Green belt
840
643
296
790
336
197 (+)
544 (+)
Hutan kota
10
14
4
10
4
4 (-)
6 (+)
2.096
2.066
739
1.972
842
Total
50 (+) 504 (+) (+)
6 (+)
30 (+) 1.357 (+) 124 (+) 1.254 (+)
Keterangan: + = Cukup, - = kurang
Referensi yang digunakan dalam studi ini adalah Kepmen PU Nomor 378/1987, kebutuhan RTH per penduduk yaitu 15 m2. Dengan jumlah penduduk 492.990 jiwa, maka diperlukan RTH minimum seluas
739 ha atau 6,85%.
Berdasarkan kondisi eksisting, RTH yang diperlukan sudah mencukupi yaitu seluas 2.095,94 ha atau 19,44%. Begitu juga bila kecukupan RTH dibandingkan dengan referensi lainnya. Menurut Simonds (1983), kecukupan RTH diperkotaan bila diukur per penduduk yaitu rata -rata 40 m2 , maka diperlukan RTH seluas 1.972 ha (18,29%). Berdasarkan Kepmendagri Nomor 14 tahun 1988 kecukupan RTH perkotaan diukur rata-rata 40% dari luas kawasan, maka RTH yang diperlukan yaitu seluas 842 ha sudah tercukupi.
Sedangkan kecukupan RTH
berdasar kan rencana pengembangan sampai tahun 2012, menurut Kepmen PU 378 tahun 1987 dengan prediksi jumlah penduduk 566.291 jiwa, maka diperlukan RTH seluas 849 ha tercukupi.
Gambar 19. Peta penggunaan lahan Dari Tabel 30 dapat dijelaskan bahwa kecenderungan berkurangnya RTH sesuai rencana sampai dengan tahun 2012 menunjukkan hanya pada kawasan green belt yang masih terdapat kelebihan peruntukkan lahan RTH. Berdasarkan RTRW Kota Pontianak lahan ini merupakan lahan hutan sekunder dan kebun masyarakat, yang sementara belum dimanfaatkan difungsikan sebagai kawasan konservasi. Berdasarkan kondisi eksisting hanya 50% dari luas lahan tersebut yaitu seluas 840 ha (7,79%) dapat dikonversikan sebagai potensi pengembangan RTH, karena sema kin berkembangnya kawasan perkotaan yang memerlukan pemukiman dan infra struktur lainnya. Jika diperhatikan penyebaran RTH per kecamatan, maka terdapat kecamatan yang belum terpenuhi yaitu Kecamatan Pontianak Timur , dengan jumlah penduduk 66.803 jiwa, ketersediaan RTH 25,36 ha bila dibandingkan dengan kebutuhan seluas 100,20 ha atau kekurangan seluas 74,84 ha.
Pada
Kecamatan Pontianak Kota dengan jumlah penduduk 98.801 jiwa, ketersediaan RTH seluas 150,89 ha dari RTH yang dibutuhkan yaitu seluas 184,20 ha, kekurangan RTH 33,31 ha.
Kedua Kecamatan ini termasuk kategori dengan
kepadatan penduduk yang sedang, yaitu kepadatan penduduk antara 50-150
jiwa/ha. Sesuai pengamatan pada Kedua Kecamatan tersebut terdapat Kelurahan dengan kepadatan penduduk yang tinggi yaitu >150 jiwa/ha.
Di Kecamatan
Pontianak Kota yaitu Kelurahan Mariana 166,68 jiwa/ha dan Kelurahan Sungai Jawi 151,57 jiwa/ha. Di Kecamatan Pontianak Timur Kelurahan Tanjung Hilir dengan kepadatan penduduk 332,23 jiwa/ha dan Kelurahan Tambelan Sampit 165,61 jiwa/ha. Jadi pengembangan RTH dapat dilakukan pada kawasan-kawasan yang masih berpotensi sebagai kawasan RTH binaan, misalnya pada halaman sekolah, mesjid, dan kawasan industri. Penurunan tersebut
cenderung
akan
terus
terjadi
apabila
tidak
dikendalikan, mengingat kebutuhan ruang sejalan dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat. Sebagai perbandingan seperti yang dikemukakan Dardak (2006)2,
perbandingan keberadaan RTH di kota-kota besar seperti Jakarta,
Surabaya, Medan dan Bandung pada awal tahun 1970 seluas 35%, kini hanya tersisa kurang dari 10%. Selanjutnya dijelaskan bahwa kondisi itu mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perkotaan, yang akhirnya berimplikasi pada penurunan kualitas masyarakat terutama disebabkan oleh seringnya banjir, tingginya tingkat polusi udara, serta terbatasnya ruang untuk interaksi sosial.
2
Dardak AH. 18 Januari 2006. Tata ruang: Perencanaan belum efektif. Kompas:13(kolom 1-2).
Gambar 20. Peta kondisi RTH eksisting Rencana pengembangan RTH berdasarkan RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 dengan luas 2.709,01 ha (25,12%), dapat dilihat pada Gambar 21. Kebutuhan luas RTH Kota Pontianak berdasarkan kondisi eksisting, rencana pengembangan serta perubahan antara kondisi RTH eksisiting dan rencana pengembangan tertera pada Tabel 31, secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Berdasarkan perbandingan kondisi eksisting tahun 2003 dapat dijelaskan bahwa luas RTH sampai dengan tahun 2012 cenderung berkurang. Keadaan ini diakibatkan oleh perubahan pemanfaatan la han yang sebagian besar terjadi pada kawasan green belt 197 ha, dan kawasan taman kota 0,86 ha. Penambahan luas sebagian besar terjadi pada kawasan taman rekreasi/agrowisata 109,26 ha, dan jalur hijau kota 37,09 ha, sehingga penurunan luas RTH berjumlah 30 ha atau 0,28%. Sedangkan kebutuhan RTH meningkat menjadi 109,95 ha atau 1,02%. Penurunan luas RTH yang terjadi berturut-turut pada Kecamatan Pontianak Selatan 14,67 ha, Kecamatan Pontianak Kota 32,92 ha, dan Kecamatan Pontianak Barat seluas 30,87 ha. Sedangkan pada Kecamatan Pontianak Timur terjadi peningkatan luas 41,71 ha, dan Kecamatan Pontianak Utara 7,14 ha.
Gambar 21 . Peta rencana pengembangan RTH Di Kecamatan Pontianak Barat jalur hijau berkurang seluas 21,61 ha, green belt 34,00 ha, perubahan pemanfaatan menjadi kawasan perdagangan dan perumahan. Di Pontianak Selatan taman kota berkurang seluas 0,97 ha, lapangan olah raga 23,99 ha, green belt 16,00 ha, perubahan tersebut diperuntukan sebagai infra struktur dan pemukiman. Pada Kecamatan Pontianak Kota pengurangan luas RTH jalur hijau seluas 21,11 ha, taman kota 0,13 ha, green belt 14 ha, perubahan tersebut diperuntukkan sebagai kawasan perdagangan dan pemukiman. Namun sampai dengan tahun 2012 kebutuhan RTH menjadi berkurang dibandingkan ketersediaan pada kondisi eksisting 2003 yaitu sebesar 13,96 ha.
Sedangkan di
Kecamatan Pontianak Timur pada umumnya terjadi peningkatan peruntukkan RTH, namun masih belum mencukupi dibandingkan luas RTH yang dibutuhkan. Pada Kecamatan Pontianak Utara penurunan luas taman kota sebesar 1,57 ha, green belt sebesar 133,00 ha. Penurunan tersebut karena terjadi perubahan fungsi lahan, yang sebelumnya sebagai hutan sekunder dan semak belukar menjadi kawasan pertanian.
Tabel 31. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW
s/d tahun 2012 Kondisi RTH
Eksisting 2003
Rencana Pengemb s/d 2012
Gap
Kecamatan
Luas (ha)
Luas RTH (ha)
Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara Kota Pontianak Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara Kota Pontianak Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Kota Pontianak Utara
2937
241.77
878
Kota Pontianak
Jumlah Pdd (jiwa)
Kebutuhan RTH (ha)
2.24
118194
177.29
1.64
25.36
0.24
66803
100.20
0.93
2011 1234 3722 10782
320.68 150.89 1357.74 2095,94
2.97 1.40 12.60 19.44
106406 98801 102786 492990
159.61 184.20 154.18 739.49
1.48 1.71 1.43 6.86
2937
227.10
2.11
135768
203.65
1.89
878
67.07
0.62
76736
115.10
1.07
2011 1234 3722 10782
289.81 117.97 1364.38 2066.33
2.69 1.09 12.65 19.16
122227 113491 118069 566291
183.50 170.24 177.10 849.44
1.70 1.58 1.64 7.88
2937
-14.67
-0.14
17573.75
26.36
0.24
878
41.71
0.40
9932.65
14.90
0.14
2011 1234 3722 10782
-30.87 -32.92 7.14 -29,61
-0.30 -0.30 0.07 -027
15821.05 14690.29 15282.81 73301
23.89 -13.96 22.92 109.95
0.22 -0.13 0.21 1.02
Perbandingan thd luas (%)
Perbandingan thd luas (%)
Sumber: Hasil analisis
4.4.4. Arahan Pengembangan Arahan pengembangan berdasarkan penilaian potensi relatif hubungan antara jenis dan fungsi RTH di Kota Pontianak seperti tertera pada Tabel 32. Berdasarkan hubungan antara bentuk dan fungsi RTH tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jalur hijau kota Jenis RTH ini memiliki tingkat hubungan yang tinggi bila dihubungkan dengan fungsi ekologi.
Berdasarkan konsistensi penilaian tiga kelompok
responden terhadap kriteria jumla h penduduk, tingkat polusi, kenyamanan, perilaku dan kesadaran lingkungan, hubungan jenis dan fungsi RTH di atas selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 32. Penilaian potensi relatif pengembangan RTH berdasarkan hubungan jenis dan fungsi No
Jenis
1 2 3 4 5 6 7
Jalur hijau kota Taman kota Lapangan olah raga Taman rekreasi/agrowisata Pemakaman umum Green belt Hutan kota
Ekologi *** * * *** *** ***
Fungsi Sosial Ekonomi *** *** ** *** * * *** * ** * **
Budaya * *** *** * *** *
Keterangan: *** ** * -
: : : :
T inggi Sedang Rendah Kurang
a. Jalur hijau tepi jalan dan jalur hijau median jalan berfungsi: a.1. mengendalikan
lingkungan terutama terhadap CO dan CO2, debu, dan
sirkulasi air serta gas NO2 a.2. mengendalikan iklim mikro terutama suhu melalui pengurangan pantulan melalui efek pendinginan uap air hasil transpirasi tumbuhan a.3. sebagai habitat satwa a.4. secara visual memberikan efek psikologis kepada pengguna jalan misalnya pelindung silau lampu kendaraan, peredam kebisingan, peredam emosi dan keindahan a.5. sebagai penyanggah dan pengarah pengguna jalan Menurut penelitian Patra et al. (2004) untuk menekan polusi udara, terutama gas NO 2 dari kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pada kadar tinggi dapat mengganggu sistem syaraf, adalah dengan memperbanyak hutan dan pepohonan di kota. Beragam jenis tanaman telah dipergunakan pada jalur hijau jalan, namun sejauh ini pemilihan tanaman lebih diutamakan pada aspek estetika, kecepatan pertumbuhan dan kemudahan pemeliharaan tanaman. Aspek fungsi serta manfaat tanaman dalam meningkatkan kualitas lingkungan termasuk kualitas udara dalam menyerap polutan kurang dipertimbangkan secara sungguh-sungguh.
Nasrullah (1997) menyatakan bahwa faktor suhu,
intensitas cahaya dan konsentrasi gas NO2 serta faktor tanaman (kerapatan stomata) mempengaruhi jumlah serapan gas NO2 dari udara. Faktor lain yang berpengaruh diantaranya karakteristik ukuran dan be ntuk daun, adanya rambut pada permukaan daun, tekstur daun dan faktor lingkungan. Untuk megendalikan gas CO 2, pada lahan 1.600 m2 yang terdapat 16 pohon yang berdiameter 10 cm mampu menyuplai O2 sebesar 14.000 liter/orang, setiap jam 1 ha daun-daun hijau dapat menyerap 8 kg CO2 yang setara dengan CO2 yang dihembuskan oleh nafas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama “diolah dari” Joga (2003) 3.
Jadi
keberadaan jalur hijau kota yang ditata dengan baik akan memberikan manfaat ekologi maupun sosial.
yaitu rasa nyaman dan aman kepada
pejalan kaki (Gambar 22).
Gambar 22. Contoh Jalur hijau dengan pedestrian untuk pejalan kaki di Jalan H. Juanda Bogor (kiri) dan di Kuching, Sarawak (Sumber: Pemda Kota Pontianak) b. Jalur hijau tepian air berfungsi selain sebagai pelindung abrasi dan erosi juga sebagai catchment area, drainase daerah aliran sungai (DAS) kawasan sekitarnya (Gambar 23) . Pada tepian Sungai Kapuas kawasan ini merupakan daerah konservasi dengan vegetasi mangrove yang berfungsi sebagai pelindung abrasi yang ditimbulkan oleh gelombang dan angin. Fungsi lainnya sebagai pelestari spesies tanaman tepian air, habitat berbagai jenis ikan dan
3
Joga N. 9 September 2003. Ozon, Olahraga, dan Pengoptimalan RTH. Kompas: 19 (kolom 7-8)
secara alami menjaga kualitas air sungai. Pada kawasan yang lebih luas fungsi karakteristik jalur hijau tepian air adalah sebagai penghambat arus air yang mengandung mineral dari dataran yang lebih tinggi ke badan sungai (Forman & Godron 1986).
Gambar 23. Contoh Penataan Jalur hijau tepian air, berfungsi ekologis, ekonomis dan sosial di Kuching, Sarawak (Sumber: Pemda Kota Pontianak) c. jalur hijau penyempurna secara sosial berfungsi sebagai penyeimbang karakter fisik lanskap sekitarnya, penataan mengarahkan pengguna jalan dan memberikan kesan selamat datang/jalan, memberikan identitas dan kesan estetika menarik. Lokasi spesifik untuk pengembangan jenis jalur hijau ini antara lain; yaitu Gerbang Batas Kota Pontianak di jalan A. Yani dan jalan Khatulistiwa, kawasan jembatan tol Kapuas dan Landak, kawasan fery penyeberangan Siantan-Kota, Terminal Siantan, Terminal Batu Layang, Pelabuhan Laut Pontianak dan Pelabuhan Seng Hie. Kriteria masing-masing kelompok tanaman untuk jalur hijau menurut PT Jasa Marga (Persero) 1992, sebagai berikut: (a) pohon, harus memiliki perakaran yang tidak merusak jalan dan bangunan utilitas lainnya, tajuk pohon tidak terlalu rapat dan lebat sehingga tidak menutupi badan jalan, tidak mempunyai buah yang besar dan keras, tidak mudah terserang hama dan penyakit, daunnya tidak mudah rontok, tidak mudah tumbang, dapat hidup pada kondisi yang kurang baik, dapat menciptakan keindahan berupa bunga maupun daunnya serta tidak banyak
membutuhkan pemeliharaan; (b) semak, harus mudah dalam pemeliharaannya, daunnya tidak mudah rontok, berbatang dan bercabang kuat serta berdaun banyak, tahan terhadap serangan hama dan penyakit, memiliki nilai estetik, tidak membahayakan lingkungan, dapat hidup dalam kondisi yang kurang baik; (c) penutup tanah, tahan terhadap injakan, mudah dalam pemeliharaan, tahan terhadap hama dan penyakit, memberikan keindahan, dan dapat hidup dalam kondisi yang kurang baik. Jalur hijau bila dihubungkan dengan fungsi sosial memiliki hubungan yang tinggi berdasarkan persepsi responden dari aspek kriteria jumlah penduduk dan kesadaran lingkungan. Maksudnya adalah ba hwa keberadaan jalur hijau pada suatu kota akan memberikan rasa aman, nyaman dan tempat berinteraksi sosial sesama masyarakat.
Penambahan jalur pejalan kaki
(pedestrian) yang artistik sebagai pemisah dengan jalur kendaraan semakin memberikan privasi kepada pengguna jalan. Di wilayah studi jalur hijau jalan ini tersebar pada jalur jalan yang dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat. Sebagai arahan pengembangan berdasarkan hasil penelitian Patra et al. (2004), disarankan untuk menggunakan tanaman-tanaman yang memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap gas NO2 di jalur hijau jalan guna mengurangi polutan kendaraan bermotor, yang sisesuaikan dengan peruntukkannya. Selanjutnya dijelaskan, dua belas
tanaman yang dapat
dipergunakan sebagai elemen jalur hijau jalanan kota dengan urutan serapan gas NO2 tertinggi sampai terendah, yaitu; (1) jati putih (Gmelina arborea), (2) jati super (Tectona grandis), (3) asam jawa (Tamarindus indic us), (4) kol banda (Pisonia alba), (5) akalipa merah (Acalypha wilkesiana), (6) dadap kuning (Erythrina variegata ) (7) saga pohon (Adhenanthera pavonina) (8) mahoni (Swietenia mahagoni) (9) gayam (Inocarpus vagiferus) (10) cemara angin (Casuaria equisetifolia), (11) palaqium (Palaquium arbonesis), (12) tusam (Agatis alba ). Kondisi eksisting jalur hijau kota di wilayah studi terdapat seluas 321,80 ha. Jenis tanaman yang digunakan yaitu tanjung (Mimusop elengi), angsana (Dalbergia latifolia ), akasia (Acasia auliculiformis), palem merah (Crystostachys renda ), palem raja (Roystonia regia), palem putri (Vertchia
merrilli), glodogan bulat (Polya lthia fragrans), kasia golden (Cassia biflora ), kol banda (Pisonia alba ), akalipa (Acalypha wilkesiana), dadap kuning (Erythrina variegata ), cemara (Casuarina
sp), alamanda (Alamanda
cath artica), bougenvil (Bougenvillea spectabilis), pangkas hijau (Duranta repens), soka (Ixora sp), kana (Canna indica), puring (Codiaeum variegatum), nusa indah (Mussaenda erythrophylla ), hanjuang (Cordyline sp). Namun tanaman yang mendominasi adalah tanaman akasia, angsana, dan tanjung. Kawasan ini akan dikembangkan seluas 358,89 ha. Dengan demikian terjadi penambahan luas sebesar 37,09 ha. Pengembangan diarahkan pada kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi yaitu > 150 orang/ha.
Kecamatan tersebut di antaranya adalah Kecamatan Pontianak
Timur (Kelurahan Tanjung Hilir dan Kelurahan Tambelan Sampit) dan di Kecamatan Pontianak Selatan (Kelurahan Benua Melayu Laut). P enurunan luas jalur hijau kota yang terjadi di Kecamata n Pontianak Barat seluas 21,61 ha dan Kecamatan Pontianak Kota yaitu seluas 21,11 ha. Penurunan luas diakibatkan
antara
lain
berubahnya
pemanfaatan
menjadi
kawasan
pemukiman, perdagangan dan pembangunan infra struktur. 2. Taman Kota Kondisi eksisting taman kota seluas 8,37 ha. Berdasarkan RTRW sampai dengan 2012 ditetapkan seluas 7,51 ha. Maka terjadi penurunan luas sebesar 0,86 ha. Apabila dihubungkan dengan fungsi sosial dan budaya taman ini mempunyai nilai yang tinggi yaitu mewakili kepentingan penduduk dan meningkatkan pendapatan serta keindahan secara arsitektural. Taman kota merupakan sarana rekreasi bagi penduduk kota, dan sebagai sarana berientraksi sosial. Sebagai sarana penunjang perlu penambahan elemen yang mengedepankan keindahan, selain pemanfaatan jenis ta naman yang memiliki ciri dan mengandung budaya lokal. Taman kota di wilayah studi diantaranya adalah Taman Alun Kapuas, Taman Mesjid Mujahidin, Keraton Kadriah dan Tugu Khatulistiwa. Arahan pengembangan taman kota di Kecamatan Pontianak Barat yaitu di Kelurahan Pal Lima seluas 1,75 ha. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah tanaman buah-buahan, mengingat kawasan ini pada awalnya merupakan kebun buah-buahan lokal yang bermutu baik. Pemilihan tanaman yang spesifik
dari segi arsitektur pertamanan, mempunyai nilai penting karena dapat menghasilkan variasi bentuk tajuk yang baik (kubah, kerucut, kolumnar, atau payung) seperti suatu kebun raya (Gambar 24).
Penelitian Munandar (2001),
dengan memanipulasi bentuk arsitektur pohon untuk tujuan produktivitas dapat dijadikan alternatif solusi peningkatan produktivitas sekaligus nilai arsitektur. Keberadaan tanaman dengan bentuk tajuk yang bervariasi berbunga dan berbuah intensif akan memberikan pengalaman yang menarik.
Gambar 24. Contoh taman kota dengan vegetasi tanaman dengan tajuk dimodifikasi, di Kebun Raya (Istana) Bogor 3. Lapangan olah raga Lapangan olah raga bila dihubungkan dengan dengan fungsi sosial dan fungsi budaya memiliki nilai yang tinggi. Kawasan ini berfungsi selain sebagai sarana olah raga juga untuk aktualisasi pribadi maupun kelompok, serta untuk mengakomodasi nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat. Berdasarkan kondisi eksisting di wilayah studi terdapat seluas 53,49 ha dan pengembangan sampai tahun 2012 seluas 65,25 ha, jadi terdapat peningkatan luas sebesar 11,76 ha. Keberadaan lapangan olah raga jika dihubungkan dengan jumlah penduduk dan kepadatan, maka perlu pengembangan terutama di Kecamatan Pontianak Barat yang belum memiki lapangan olah raga yaitu seluas 15,75 ha. Fungsi lain dari lapangan olah raga yaitu vegetasi yang terdapat di kawasan ini merupakan salah satu pengendali iklim mikro kota. Menurut Frick dan Suskiyatno (1998), keberadaan vegetasi seluas 1 ha menghasilkan 600 kg O2
per hari, menerima CO 2 900 kg per hari dan dapat menyaring debu sampai 85% serta dapat menurunkan suhu sampai 40C. Arahan penataan lapangan olah raga di Kota Pontianak yang sudah ada yaitu komplek Stadion Olah Raga Sultan Syarif Abdurrachman dengan luas 31,24 ha, secara ekonomi pada sisi lain kawasan ini dipergunakan juga sebagai nursery tanaman hias, komplek Lapangan Sepak Bola Keboen Sayoek seluas 2,00 ha di bagian luar dimanfaatkan sebagai pusat jajan dan toko souvenir, serta Lapangan Golf Khatulistiwa seluas 29,45 ha dimanfaatkan sebagai kawasan terbuka yang berde katan dengan pemukiman masyarakat di Kecamatan Pontianak Utara.
Sebagai arahan pengembangan,
penambahan koleksi jenis tanaman dari kelompok semak, pohon maupun penutup tanah (ground cover) pada lapangan olah raga yang sudah ada, sedangkan pengembangan pada kawasan lainnya yaitu pada pemukiman padat yang masih berpeluang untuk dijadikan sebagai sarana olah raga misalnya di Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Barat, sehingga selain berpotensi untuk pengembangan dan penyebaran RTH juga sebagai wadah pembinaan olah raga. 4. Taman Rekreasi/Agrowisata Berdasarkan
kondisi
eksisting
di
wilayah
studi
terdapat
taman
rekreasi/agrowisata seluas 818,24 ha. Sesuai RTRW Kota Pontianak sampai dengan tahun 2012 direncanakan RTH ini dikembangkan menjadi seluas 926,20 ha, sehingga terdapat penambahan luas sebesar 108,26 ha. Kawasan ini merupakan kawasan agribisnis di Kecamatan Pontianak Utara agrowisata di Kecamatan Pontianak Barat.
dan taman
Pengembangan disarankan di
Kecamatan Pontianak Timur yaitu pada kebun salak dengan luas 11,5 ha, dan di Kecamatan Pontianak Barat pengembangan kebun buah-buahan di Kelurahan Pal Lima seluas 4,26 ha. Dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi memiliki hubungan yang tinggi, artinya adanya suatu objek agrowisata akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999), beberapa keuntungan ekonomi dengan adanya kawasan agrowisata yaitu; (a) membuka lapangan pekerjaan, sebagai pekerja formal agrowisata maupun sebagai pedagang dan jasa lainnya, (b) meningkatkan pendapatan masyarakat, yaitu dengan menjual hasil pertanian di sekitar kawasan,
(c) meningkatkan popularitas daerah, (d) meningkatkan produksi. Di wilayah studi kawasan agrowisata terdapat di Kecamatan Pontianak Barat, dengan produk utama buah-buahan lokal yang bermutu baik, diantaranya rambutan (Nephellium lappaceum), manggis (Garsinia mangostana), langsat (Lansium domesticum), cempedak (Actocarpus campeden ), pisang barangan (Musa paradisiaca), dan durian (Durio zibethinus).
Rekreasi menikmati buah durian (Gambar 25)
merupakan salah satu rekreasi yang populer di Pontianak. Rekreasi ini dimasa mendatang dapat diakomodasi secara lebih baik dalam suatu area agrowisata.
Gambar 25. Buah Durian (Durio zibethinus) di lokasi Agrowisata Pal Lima (Pontianak Post, 6 Januari 2006) buah dengan tajuk dimodifikasi Secara ekologis kawasan agrowisata berfungsi sebagai daerah tangkapan air pada DAS Sungai Jawi. RTH berfungsi drainase pada tingkat curah hujan yang tinggi karena secara perlahan daerah resapan telah berangsur berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman. Taman agrowisata lainnya terdapat di Kecamatan Pontianak Utara. Kawasan ini merupakan sentra agribisnis yang direncanakan sesuai RTRW Kota Pontianak sampai dengan 2010 seluas 800 ha dan ditetapkan sebagai Kawasan Agropolitan dengan produk unggulan tanaman lidah buaya (Gambar 26). Sampai dengan tahun 2004 luas tanaman lidah buaya di kawasan ini mencapai 161 ha, dari 400 ha yang direncanakan (Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak 2004).
Gambar 26. Tanaman Lidah Buaya (Aloevera Chinensis) di Kawasan Agrowisata - Sentra Agribisnis Pontianak
Kawasan tersebut meliputi lahan budi daya, pabrik pengolahan dan Aloe Vera Center (AVC) yang merupakan institusi untuk mengawal teknologi dalam pengembangan tanaman lidah buaya, selain itu di lokasi ini juga menjadi lembaga kajian untuk komoditas unggul lain yang secara tradisional sudah diusahakan yaitu, pepaya Hawaii (Carica papaya ), jagung manis (Zea mays), beberapa jenis sayuran; sawi (Brassica sp), bayam (Amaranthus, sp), kangkung darat (Ipomoea aquatica ), seledri (Apium groveolens), salad serta anggrek hitam (Coalogine sp). Sebagai kawasan agrowisata yang memberikan nilai ekonomi, dari 1 ha tanaman lidah buaya selama lima tahun terakhir penerimaan bersih petani rata -rata Rp. 26 juta per tahun, dengan BC ratio 2,20, IRR 75%, serta pay back 35,26 bulan. Budidaya tanaman lidah buaya di kawasan ini diusahakan pada lahan gambut, menghendaki lahan yang terbuka dengan pola pertanaman monokultur. Menurut Daryono (2004), lahan gambut kalau tidak dikelola dengan bijaksana akan menimbulkan dampak ekologis seperti banjir, erosi, kekeringan dan kebakaran, karena lahan gambut merupakan daerah resapan dan reservoir air untuk menjaga tata air, carbon sink (carbon stock ) untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Sebagai lahan pertanian, RTH di kawasan ini memerlukan penanganan yang bijaksana.
Pembukaan lahan yang berlebihan dan tidak terkendali akan
mengakibatkan kekeringan dan banjir, karena sifat tanah gambut cepat mengikat dan me lepaskan air (Soepardi 1983).
Pada kawasan budidaya pertanian
penanaman dengan berbagai jenis komoditas sebagai tanaman tumpang sari selain akan meningkatkan biodiversity , juga akan memberikan nilai tambah kepada petani berupa diversifikasi produk, misalnya tanaman pepaya (Carica papaya) dan kunyit (Curcuma domestica ), seperti tertera pada Gambar 27.
Gambar 27. Tumpang Sari antara Tanaman Pepaya (Carica papaya) danTanaman Kunyit (Curcuma domestica) di Kawasan Agrowisata-Sentra Agribisnis Kecamatan Pontianak Utara Upaya pengembangan dan menjaga kondisi ekologi agrowisata di Kawasan Sentra Agribisnis di lahan gambut ini, sebagai kawasan penyangga dapat dilakukan dengan penanaman perkayaan (enrichment planting) menggunakan jenis tanaman asli setempat seperti gelam (Melaleuca leucadendron), jelutung (Dyera lowii), rumput purun (Fimbristylis globulosa) bahan pembuat tikar dan kerajinan tangan yang dapat menambah penghasilan masyarakat. Pada daerah hulu kawasan Sungai Sela mat sepanjang 2 km, lahan tepi sungai dapat dilakukan sistem agroforestry antara tanaman pertanian dengan tanaman rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan sega (Calamus caesius) dan tanaman bungur (Lagerstromia speciosa ) sebagai tempat merambat. 5. Pemakaman Umum Dari sisi fungsi ekologi kawasan RTH ini memiliki tingkat hubungan yang tinggi berdasarkan hasil penilaian agregat diantaranya terhadap jumlah penduduk, tingkat polusi, kenyamanan, dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Di wilayah studi kondisi eksisting RTH ini mencapai seluas 44,59 ha. Berdasarkan
rencana pengembangan sesuai RTRW sampai dengan tahun 2012 seluas 51,23 ha, jadi terdapat peningkatan luas 6,64 ha. Sebagai kawasan terbuka yang keberadaannya di tengah kota akan memberikan kesegaran dan kesejukan dengan vegetasi yang terdapat disekelilingnya.
Dari aspek budaya pada awalnya kaum
Muslimin membuat pemakaman di halaman mesjid atau langgar, kaum etnis China di halaman kebun rumah, kaum Nasrani membuat pemakaman di halaman gereja. Sebagai perbandingan, pemerintah kota-kota yang memiliki pemakaman yang berusia tua, memberikan perhatian yang tinggi dan pemeliharaan yang intensif kawasan tersebut.
Beberapa taman pemakaman dimaksud misalnya
Kerkof Laan di Jakarta dibangun tahun 1844.
D i sini terdapat makam istri
Gubernur Jenderal Inggris Olivia Mariamne Raffles (1814), pendiri dan pencetus Stovia (Sekolah Tinggi Kedokteran Indonesia) Dr. HF. Roll (1867-1935). Berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta Nomor 475 Tahun 1993 tanggal 29 Maret 1993 dan Perda Nomor 9 Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan dan Bangunan Cagar Budaya makam ini ditetapkan sebagai Bangunan Bersejarah. Contoh lain yaitu Canning Park di Singapura dibangun tahun 1926, Gore Hill di Sidney (1868), La Chaise Cemetery di Paris (1803), dan Central Park di New York (1858). Di Amerika Serikat Mount Auburn Cemetery di Cambridge-Massachusetts, serta Arlington National Cemetery di Washington DC (1864) diklaim sebagai taman makam modern pertama di dunia sehingga ditetapkan sebagi national historic landmark pada tahun 2003, dan ditetapkan sebagai ikon visual lanskap sejarah Amerika Serikat. Di Kota Pontianak pemakaman umum sebagai aset budaya berkaitan dengan berdirinya Kota Pontianak yaitu Makam Kesultanan Batu Layang, di sini terdapat makam Sultan Syarif Abdurrachman pendiri Kota Pontianak pada tahun 1771.
Di kawasan ini juga dimakamkan keluarga dan kerabat kesultanan
Pontianak (Gambar 28).
Pemakaman umum yang terdapa t di wilayah studi
berdasarkan data spasial Bappeda Kota Pontianak (2002) seluas 44,59 ha yang tersebar di masing-masing Kecamatan di Kota Pontianak. Di Kecamatan Pontianak Barat tempat pemakaman umum
(TPU) diantaranya TPU
Kenari dengan luas 0,73 ha, TPU Jalan Tabrani Achmad 1,16 ha,
Gang
Gambar 28. Makam Sultan Syarif Abdulrachman, Batu Layang, da n Pemakaman Sungai Bangkong
TPU Nipah Kuning 0,70 ha serta tempat pemakaman umum lainnya dengan total luas 4,36 ha. Di Kecamatan Pontianak Selatan diantaranya terdapat TPU Yayasan Muslimin seluas 2,24 ha, TPU Gang Meliau 0,70 ha, TPU Gang Kamboja 0,45 ha serta TPU lainnya dengan total luas 4,23 ha. Di Kecamatan Pontianak Kota diantaranya terdapat TPU Jalan Dara Hitam (Sungai Bangkong) seluas 2,47 ha, TPU Jalan Danau Sentarum 0,53 ha, TPU Gang Tengah 1,65 ha, serta TPU lain yang tersebar dengan total luas 6,65 ha. Di Kecamatan Pontianak Timur yaitu TPU Jalan Sultan Hamid luas 0,56 ha, TPU Jalan Tanjung HJilir luas 0,13 ha, TPU Dalam Bugis 0,21 ha, TPU Jalan Yusuf Karim 0,04 ha, serta tempat pemakaman umum lainnya seluas 2,68 ha. Di Kecamatan Pontianak Utara pemakaman yang merupakan asset budaya sejarah Kota Pontianak yaitu Pemakaman Kesultana n Pontianak di Batu Layang dengan luas 1,07 ha, TPU Gang Dharma Putra 1,12 ha, serta pemakaman yayasan pemakaman Tionghoa di Kelurahan Batu Layang dengan luas 21,40 ha serta tempat pe makaman umum lainnya dengan total luas 26,64 ha.
Arahan pengembangan dan penataan
pemakaman di wilayah studi sebagai asset, potensi dan investasi kota jangka panjang belum dimanfaatkan secara maksimal, untuk fungsi ekologi, juga fungsi ekonomi sebagai tujuan wisata kota, sarana edukatif (pendidikan ekologi, ekonomi dan sejarah, studio alam pecinta fotografi) serta untuk memberikan nilai estetis kota.
6. Green Belt RTH ini memiliki hubungan yang tinggi dengan fungsi ekologi berdasarkan penilaian agregat jumlah penduduk, tingkat polusi, kenyamanan, perilaku, dan kesadaran lingkungan. Luas eksisting kawasan ini di wilayah studi 1.676,50 ha. Rencana pengembangan sesuai RTRW Kota Pontianak seluas 1.285,68 ha,
dari kondisi tersebut terjadi pengurangan luas 390,82 ha. Jadi
pengendalian kawasan ini sangat penting, karena dengan bertambahnya jumlah penduduk dan memerlukan pemukiman yang menggunakan kawasan ini. Berdasarkan RTRW Kota Pontianak 2002-2012 lahan ini merupakan kawasan konservasi, yang berfungsi sebagai penyangga kawasan sekitarnya, dan daerah tangkapan air (cathment area). Namun di sekitar kawasan ini telah direncanakan pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road) dan saluran lingkar luar (outer ring canal). Untuk mengimbangi perubahan tersebut, sebaiknya sepanjang jalur ORRC dibangun jalur hijau dengan tanaman penghijauan dan tanaman produksi masyarakat. Green belt di Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara merupakan kawasan lahan gambut yang rawan terhadap kebakaran dan erosi. Kedalaman lahan gambut di kawasan ini beragam, lahan gambut dengan kedalaman > 3 m dipertahankan sebagai kawasan lindung atau konservasi (Kepres 32 tahun 1990), fungsi utamanya melindungi kelestarian lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya. Lahan gambut yang sering terbakar akan mengakibatkan kawasan gambut terbuka (open area), untuk arahan pengendalian dan pengembangan perlu penanaman kembali (revegetasi). Menurut Daryono (2004), pemilihan pohon yang tepat pada kondisi yang terbuka yaitu jenis toleran yang tumbuh cepat dan pioneer (fast growing species) merupakan jenis yang arus ditanam terlebih dahulu, sebagai upaya pra kondisi lahan, jenis tersebut
antara
lain
pulai
rawa
(Alstonia
pnematophora),
tanah-tanah
(Combretocarpus rotundatus), punak (Tetramerista glabra ), meranti belangeran (Shorea blangeran), Acacia crassicarpa dan Gmelina arborea. Penanaman pada lahan gambut sebaiknya dilakukan dengan bibit yang sudah cukup umur, dengan tinggi bibit sekitar 40-50 cm, sehingga bibit dapat survive pada lahan gambut
tersebut, dengan jarak tanam antar jalur 5 m dan di dalam jalur 3-4 m, sehingga dapat ditanam kurang lebih 500-610 bibit per hektar. 7. Hutan Kota RTH hutan kota memiliki penialaian yang tingggi bila dihubungkan dengan fungsi ekologi berdasarkan penilaian agregat jumlah penduduk, tingkat polusi, kenyamanan, dan kesadaran lingkungan.
Di wilayah studi kondisi
eksisting RTH ini mencapai seluas 10,45 ha. Sesuai RTRW sampai dengan tahun 2012 RTH dikembangkan menjadi 13,95 ha. Penambahan luas terjadi masingmasing di Kecamatan Pontianak Barat 1,00 ha, Kecamatan Pontianak Kota 1,00 ha dan Kecamatan Pontianak Utara 1,50 ha. Berdasarkan PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, minimal memiliki hamparan sebesar 0,25 ha. Hal ini dimaksudkan dengan adanya hamparan tersebut akan tercipta iklim mikro yang berbeda dengan lokasi di sekitarnya, sehingga akan memberikan kenyamanan di sekitarnya. Berdasarkan hubungan penilaian dengan fungsi ekologi, kawasan iniberfungsi antara lain sebagai daerah resapan air, pengendali tingkat polusi dan pengendali iklim mikro. Sebagai pengendali iklim mikro peranan hutan kota lebih besar di daerah suhunya lebih tinggi, berarti bahwa hutan kota sangat berperanan untuk menurunkan suhu di daerah tropis (Irwan, 1998). Di wilayah studi terdapat 3 (tiga) bentuk hutan kota yang perlu dikembangkan, yaitu bentuk jalur, menyebar dan bergerombol. Dari ketiga bentuk tersebut yang berbentuk bergerombol perlu di kembangkan, karena dari hutan kota yang sudah ada yaitu di Universitas Tanjung Pura seluas 8,57 ha dan di Jalan Pahlawan seluas 2,38 ha masih perlu ditingkatkan, terutama dari aspek struktur yang menyusunnya. Menurut Irwan (1998), struktur hutan kota susunan komunitas vegetasi yang membangunnya meniru hutan alam, berlapis-lapis dengan tajuk berstra ta. Dalam hal ini tegakan vegetasi dalam hutan kota akan lebih banyak daripada kalau hanya di tanami pepohonan dan rumput, rapat dan berlapis-lapis, pada berbagai bentuk lahan diharapkan fungsinya akan lebih efektif. Kondisi hutan kota di lokasi studi vegetasinya belum beragam. Seharusnya selain ditumbuhi oleh pepohonan dan rumput juga ada semak, belukar, perdu, liana, efifit, penutup tanah serta jenis tanaman yang mencerminkan karakter hutan tropis. Selanjutnya dijelaskan Irwan (1998), hutan
kota yang mempunyai komunitas beragam, dengan jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan lebih efektif mengurangi kebisingan dan debu. Sebagai standar penilaian Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan di lingkungan pemukiman 60 dB dan kadar debu 260 ug/m3 (Irwan 1998). Menurut Grey dan Deneke (1978), seberapa jauh tingkat kebisingan yang dapat dikontrol oleh vegetasi tergantung kepada jenis spesies, tinggi vegetasi, kerapatan atau jarak tumbuh; faktor iklim seperti kecepatan angin, suhu, dan kelembaban; pr operty suara yaitu tipe, asal, tingkat de sibel dan intensitas suara.
Gelombang suara diabsorbsi oleh daun,
cabang, ranting dari pohon dan semak, bagian tumbuhan yang paling efektif mengabsorbsi suara adalah tumbuhan yang memiliki daun tebal, berdaging dan banyak petikula.
Hutan kota dapat mereduksi suara sekitar 6-8 dB setiap
kelipatan 30 m, artinya setiap jarak berikutnya setelah 60 m suara akan tereduksi sebesar 6-8 dB dan berikutnya akan tereduksi sebesar 6-8 dB pada jarak 120 m dan seterusnya (Grey & Deneke 1978). Hutan kota dengan struktur padat dengan berbagai jenis vegetasi yaitu adanya pohon yang rindang, semak, perdu, terna, anakan dan penutup tanah semakin efektif mengurangi debu.
4.4.5. Rekomendasi Pengembangan Rekomendasi penge mbangan RTH Kota Pontianak diperoleh berdasarkan analisis overlay peta wilayah studi dengan masing-masing kriteria pengembangan yang terspasial.
Analisis ini merupakan teknik tumpang tindih peta yang
digunakan untuk mendapatkan nilai kesesuaian pengembangan RTH di wilayah studi. Evaluasi urgensi pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan penilaian skor dan bobot kriteria dan subkriteria tertera pada Tabel 33, dan penilaian skor dan bobot pada Lampiran 13. Hasil yang diperoleh dari proses overlay adalah; (1) pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi ekologi, (2)
pengembangan RTH
berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi ekonomi, (3) pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi sosial, dan (4) pengembangan RTH berdasarkan kesesuaian kriteria fungsi budaya.
Tabel 33. Evaluasi kesesuaian pengembangan RTH Kota Pontianak Fungsi
Kriteria
a. Ekologi
b. Ekonomi
c. Sosial
d. Budaya
Subkriteria
Bentuk
Skor rerata*)
Pembobot rerata*)
Kawasan tergenang /Topografi
Tergenang priodik Tidak tergenang Selalu tergenang Badan air
Kesesuaian tinggi Kesesuaian sedang Kesesuaian rendah Tidak sesuai
2.86 2.00 1.43 0.00
4.24
Jenis tanah
Organososl (gambut) Aluvial Gley
Kesesuaian tinggi Kesesuaian sedang kesesuaian rendah
2.95 2.19 1.48
4.71
Kawasan tepian air/Abrasi
Selalu terabrasi Abrasi periodik Tidak terabrasi
Kesesuaian tinggi Kesesuaian sedang Kesesuaian rendah
2.76 2.00 1.43
4.43
Taman rekreasi/ Agrowisata (KSA)
Lahan budidaya Lahan pembibitan/uji coba Pal Lima
Produktivitas tinggi Produktivitas sedang Produktivitas rendah
2.90 1.86 1.33
4.52
Kebun campuran /hutan
Kebun masyarakat Kebun Salak Parit Mayor Hutan sekunder
Produktivitas tinggi Produktivitas sedang Produktivitas rendah
2.81 1.76 1.43
4.38
Kawasan pemukiman
Kepadatan tinggi Kepadatan sedang Kepadatan rendah
Pengembangan tinggi Pengembangan sedang Pengembangan rendah
3.00 2.10 1.24
4.57
Kawasan olahraga
Pemanfaatan tinggi Pemanfaatan sedang Pemanfaatan rendah
Pengembangan tinggi Pengembangan sedang Pengembangan rendah
2.9 2.00 1.00
4.19
Taman kota
Frek. Kunj. tinggi Frek. Kunj. sedang Frek. Kunj. Rendah
Pengembangan tinggi Pengembangan sedang Pengembangan rendah
2.76 2.10 1.00
4.05
Pengaruh tinggi Pengaruh sedang Pengaruh rendah Tidak ada pengaruh
3.00 2.05 1.33 0.00
4.67
Pengaruh tinggi Pengaruh sedang Pengaruh rendah Tidak ada pengaruh
2.71 2.00 1.29 0.00
3.59
Kawasan RTH budaya
Tugu Khat ulistiwa, Keraton, Beting Permai Seng Hie, Alun Kapuas T aman Degulis, KSA Pemukiman, kebun Kawasan RTH Tepung tawar,tolakterterhadap bala, antar pinang tradisi budaya Robo-robo Likuran (obor bambu) Buang- buang Keterangan: *) hasil penilaian responden
Penilaian terhadap kriteria dan subkriteria pengembangan RTH Kota Pontianak seperti tertera pada Tabel 33 di atas, merupakan input untuk formula atau model persaman masing-masing kriteria.
Untuk analisis pengembangan
RTH berdasarkan urgensi terhadap kriteria ekologi diperoleh hasil sebagai berikut: NKSekol = [4,24(Fkt) + 4,71(Fjt) + 4,43(F ka)] = [0,32Fkt + 0,35Fjt + 0,33Fka] 13,38
Keterangan: NKSekol (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekologi) = 0,00-0,99 (tidak sesuai); 1,00-1,99 (sesuai); dan 2,00-3,00 (sangat sesuai). Fkt = faktor kawasan tergenang, Fjt = faktor jenis tanah, Fka = faktor kawasan abrasi.
Berdasarkan kriteria ekologi diperoleh kawasan pengembangan RTH Kota Pontianak dengan kategori rendah, sedang dan tinggi (Gambar 29). Kriteria yang pengaruhnya tinggi terhadap pengembangan RTH adalah jenis tanah dan subkriteria organosol (gambut) dengan penilaian bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Sedangkan berikutnya adalah subkriteria kawasan tepian air atau kawasan abrasi dan kawasan tergenang.
Gambar 29. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi ekologi Berdasarkan hasil interpretasi kawasan lahan gambut terdapat di Kecamatan Pontianak Utara 2.605,40 ha (24,16%), Kecamatan Pontianak Selatan 1.276,42 ha (11,84%), dan di Kecamatan pontianak Barat 127,00 ha (1,18%). Di Kecamatan Pontianak Utara lahan gambut sebagian besar dimanfaatkan masyarakat dengan usahatani tanaman lidah buaya secara monokultur, lahan yang digunakan umumnya semak belukar, hutan sekunder yang terdegradasi bahkan
melalui konversi hutan sekunder. Berdasarkan data Bappeda Kota Pontianak tahun 2002 luas kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan agribisnis seluas 800 ha (7,42%). Kawasan lainnya dengan kategori sedang adalah tepian air yang selalu terabrasi. Kawasan ini terdapat hampir sepanjang Sungai Kapuas, namun kondisi yang perlu mendapat perhatian untuk arahan pengembangan RTH adalah pada Kecamatan Pontianak Utara yaitu di kawasan Tugu Khatulistiwa sepanjang 275 m, Makam Batu Layang sepanjang 250 m, dan kawasan konservasi mangrove sepanjang Jalan Komodor Yos Sudarso. Pengembangan RTH secara ekologi akan melindungi kawasan pinggir sungai dari arus dan gelombang Sungai Kapuas. Evaluasi kesesuaian dengan kategori rendah adalah kawasan tergenang, dengan subkriteria kawasan tergenang periodik. Penggenangan terjadi karena pengaruh pasang surutnya air Sungai Kapuas dan curah hujan yang tinggi. Mengingat Kota Pontianak terletak di diantara delta Sungai Kapuas dan Sungai Landak, sekitar 5.078,32 ha (47,10% ) dipengaruhi oleh pasang surut air laut/sungai. Di Kecamatan Pontianak Selatan kawasan yang rawan tergenang 1.617,88 ha (55,09%), Kecamatan Pontianak Timur 714,01 ha (81,33%), Kecamatan Pontianak Kota 776,78 ha (75,12%), Kecamatan Pontianak Barat 867,15 ha (43,12%), dan Kecamatan Pontianak Utara 1.254,79 ha (33,71%). Berdasarkan identifikasi dan pengamatan di lapang kawasan yang perlu pengembangan RTH dengan karakter spesifik yaitu sepanjang pinggir Sungai Kapuas, diantaranya Kecamatan Pontianak Utara yaitu di kawasan Tugu Khatulistiwa dengan luas 2,50 ha (0,02%), pada kawasan ini genangan periodik yang terjadi jika air Sungai Kapuas naik (pasang) pada bulan Nopember sampai Januari. Kawasan Makam Batu Layang yang sering tergenang seluas 1,07 ha. Di Kecamatan Pontianak Timur yaitu pada kawasan Keraton Kadriah seluas 8,53 ha (0,08%), genangan periodik terjadi jika air Sungai Kapuas pasang (naik), sedangkan kawasan Beting Permai dengan luas 3,25 ha (0,03%), kawasan ini memang terletak diantara pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang menjorok ke tengah (beting), sehingga bentuk bangunan merupakan rumah panggung.
Hasil analisis pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan urgensi terhadap kriteria ekonomi diperoleh hasil sebagai berikut: NKSekon = [4,52(Ftra) + 4,38(Fkch)] = [0,48F tra + 0,49Fkch] 8,90 Keterangan: NKSekon (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria ekonomi) = 0,00-0,99 (tidak sesuai); 1,00 -1,99 (sesuai); dan 2,00-3,00 (sangat sesuai). Ftra = faktor taman rekreasi/agrowisata, Fkch= faktor kawasan kebun campuran/hutan.
Berdasarkan kriteria ekonomi diperoleh kawasan pengembangan RTH Kota Pontianak dengan kategori rendah, sedang dan tinggi (Gambar 30). Kriteria yang
pengaruhnya
tinggi
terhadap
pengembangan
RTH
adalah taman
rekreasi/agrowisata dan subkriteia lahan budidaya dengan bobot penilaian yang tinggi dibandingkan dengan lainnya. Berikutnya adalah kriteria kebun campuran /hutan dan subkriteria kebun masyarakat. Hasil penilaian berdasarkan kriteria fungsi ekonomi diperoleh kawasan dengan kategori tinggi adalah kawasan taman rekreasi/agrowisata yaitu kawasan budidaya seluas 800 ha (7,42%). Produktivitas
Gambar 30. Peta kesesuaian ber dasarkan kriteria fungsi ekonomi
kawasan ini termasuk kategori tinggi dibandingkan kawasan lainnya, dengan komoditas utama tanaman lidah buaya (Aloe vera L) dan jenis tanaman sayur dan buah lainnya. Evaluasi dengan penilaian sedang adalah kawasan agrowisata Pal Lima, kawasan ini terdapat di Kecamatan Pontianak Barat dengan luas 10,74 ha (0,10%). Sedangkan kesesuaian pengembangan dengan penilaian rendah adalah kawasan kebun masyarakat dengan luas 1.347 ha (12,49%). Hasil analisis pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan urgensi terhadap kriteria sosial diperoleh hasil sebagai berikut: NKSsos = [4,57(Fkp) + 4,19(Fkor) + 4,05(F tk)] = [0,36Fkp + 0,33F kor + 0,32Ftk] 12,81 Keterangan: NKSsos (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria sosial) = 0,00-0,99 (tidak sesuai); 1,00-1,99 (sesuai); dan 2,00-3,00 (sangat sesuai). Fkp = faktor kawas an pemukiman, Fkor = faktor kawasan olah raga, Ftk = faktor taman kota.
Berdasarkan kriteria fungsi sosial diperoleh kawasan pengembangan RTH Kota Pontianak dengan kategori rendah, sedang dan tinggi (Gambar 31). Kriteria yang pengaruhnya tinggi terhadap pengembangan RTH adalah kawasan pemukiman dan subkriteia kepadatan tinggi dengan bobot penilaian yang tinggi dibandingkan dengan lainnya .
Berikutnya adalah kriteria kawasan olah raga
dengan subkriteria pemanfaatan tinggi, dan kriteria taman kota dengan subkriteria frekuensi kunjungan tinggi. Penilaian berdasarkan kriteria fungsi sosial diperoleh kawasan dengan kategori tinggi adalah kawasan pemukiman. Sedangkan subkriterianya adalah kawasan pemukiman dengan kepadatan tinggi yaitu lebih dari 150 orang per hektar. Di Kecamatan Pontianak Selatan kawasan dengan kepadatan tinggi yaitu Kelurahan Benua Melayu Laut dengan luas 560 ha (5,19%), Kecamatan Pontianak Timur yaitu Kelurahan Tambelan Sampit luas 410 ha (3,80%) dan Kelurahan Tanjung Hilir luas 300 ha (2,78%), Kecamatan Pontianak Kota yaitu kelurahan Mariana luas 500 ha (4,64%) dan Kelurahan Sungai Jawi luas 2.000 ha (18,55%), sedangkan di Kecamatan Pontianak Barat dan Kecamatan Pontianak Utara tidak terdapat Kelurahan dengan kepadatan tinggi.
Gambar 31. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi sosial Kawasan lainnya berdasarkan evaluasi kriteria fungsi sosial dengan kategori penilaian sedang adalah kawasan olah raga dengan subkriteria pemanfaatan tinggi yaitu lapangan olah raga Sultan Syarif Abdurrachman dan lapangan bal Keboen Sayoek. Lapangan olah raga Sultan Syarif Abdurrachman terdapat di Kecamatan Pontianak Selatan dengan luas 31,24 ha (0,29%), dan lapangan bal Keboen Sayoek di Kecamatan Pontianak Kota dengan luas 2,00 ha (0,02%). Sedangkan hasil evaluasi dengan kategori rendah adalah taman kota dengan subkriteria yang tinggi ada lah Taman Alun Kapuas di Kecamatan Pontianak Kota dengan luas 0,66 ha, taman Mesjid Mujahidin di Kecamatan Pontianak Selatan luas 5,23 ha (0,05%), taman Tugu Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Utara dengan luas 2,92 ha (0,03%). Hasil analisis pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan urgensi terhadap kriteria budaya diperoleh hasil sebagai berikut: NKSbud = [4,67(Frkb) + 3,59(Frkt)] = [0,56Frkb + 0,43rkt] 8,26 Keterangan: NKSbud (Nilai Kesesuaian Lahan kriteria budaya) = 0,00-0,99 (tidak sesuai); 1,00 -1,99 (sesuai); dan 2,00-3,00 (sangat sesuai) . Frkb = faktor RTH kawasan budaya, Frkt = faktor RTH kawasan tradisi budaya.
Berdasarkan kriteria budaya diperoleh kawasan pengembangan RTH Kota Pontianak dengan kategori tidak berpengaruh, rendah, sedang dan tinggi (Gambar 32).
Kriteria yang pengaruhnya tinggi terhadap pengembangan RTH adalah
kawasan RTH budaya dengan penilaian bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Sedangkan berikutnya adalah kawasan RTH terhadap
tradisi budaya.
Gambar 32. Peta kesesuaian berdasarkan kriteria fungsi budaya Penilaian berdasarkan evaluasi kriteria fungsi budaya diperoleh kawasan dengan kategori tinggi adalah kawasan RTH budaya. Sedangkan subkriterianya adalah kawasan Tugu Khatulistiwa di Kecamatan Pontianak Utara dengan luas 2,92 ha (%), di Kecamatan Pontianak Timur Keraton Kadriah luas 1,44 ha (0,01%), Beting Permai dengan luas 3,25 ha (0,03%). Kawasan dengan kategori sedang adalah Taman Seng Hie di Kecamatan Pontianak Selatan luas 0,56 ha, Taman Alun Kapuas di Kecamatan Pontianak Kota dengan luas 0,66 ha. Kawasan dengan kategori rendah adalah Taman Degulis di Kecamatan Pontianak Selatan, kawasan sentra agribisnis di Kecamatan Pontianak Utara dengan luas 800 ha (7,42%). Kawasan yang tidak berpengaruh adalah pemukiman dan kebun.
Hasil evaluasi berdasarkan penilaian kriteria RTH terhadap tradisi budaya subkriteria dengan penilaian tinggi adalah tradisi budaya tepung tawar, tolak bala dan antar pinang. Tradisi budaya ini merupakan adat budaya yang sebagian besar masih dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Dalam Bugis di Kecamatan Pontianak Timur, Kelurahan Batu Layang di Kecamatan Pontianak Utara, dan Kelurahan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat. Tradisi dengan penilaian sedang adalah tradisi robo-robo (hari rabu pertama bulan Syafar) di Kelurahan Benua Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan, Kelurahan Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung di Kecamatan Pontianak Barat.
Tradisi dengan kategori penila ian rendah adalah tradisi likuran di
Kelurahan Bangka Belitung Kecamatan Pontianak Selatan, Kelurahan Parit Mayor, Kelurahan Tanjung Hilir, Kelurahan Tanjung Hulu di Kecamatan Pontianak Timur, dan Siantan Hulu, Siantan Tengah, Sianrtan Hilir di Kecamatan Pontianak Utara.
Sedangkan tradisi dengan penilaian rendah adalah
tradisi
buang -buang , tradisi ini umumnya dilakukan masyarakat di Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur, Kelurahan Benua Melayu Darat, Parit Tokaya di Kecamatan Pontianak Selatan, Kelur ahan Sungai Bangkong di Kecamatan Pontianak Kota, serta Kelurahan Sungai Jawi Dalam dan Kelurahan Pal Lima di Kecamatan Pontianak Barat. Arahan pengembangan RTH Kota Pontianak mengacu pada penelitian Shapiro (1997), overlay terhadap masing-masing kriteria dengan metode operasi penjumlahan. Peta yang dihasilkan berupa peta komposit dengan hasil sebagai berikut: NKSkomp = [13,38(NKSekol) + 8,90(NKSekon ) + 12,81(NKSsos) + 8,26(NKSbud )] = 43,35 [0,31(NKSekol) + 0,20(NKSekon) + 0,29(NKSsos) + 0,19(NKSbud)] Keterangan: NKSkomp = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan komposit NKSekol = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekologi NKSekon = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria ekonomi NKSsos = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria sosial NKSbud = Nilai Kesesuaian Lahan berdasarkan kriteria budaya. NKS (Nilai Kesesuaian Lahan) = 0,00-0,99 (tidak sesuai); 1,00-1,99 (sesuai); dan 2,00-3,00 (sangat sesuai)
Berdasarkan kesesuaian lahan yang diperoleh secara komposit, untuk pengembangan RTH Kota Pontianak dihasilkan kawasan-kawasan yang sangat sesuai, sesuai dan tidak sesuai. Kawasan yang sangat sesuai seluas 5.398 ha (50,06%), kawasan yang sesuai 3.475 ha (32,23%), dan kawasan tidak sesuai 1.909 ha (17,70%). Peta kesesuaian lahan pengembangan RTH Kota Pontianak secara komposit disajikan pada gambar 33.
PETA KESESUAIN LAHAN PENGEMBANGAN RTH KOTA PONTIANAK
Gambar 33. Peta kesesuaian lahan pengembangan RTH Kota Pontianak
Kawasan yang sangat sesuai untuk pengembangan RTH di Kota Pontianak yaitu pada jenis tanah gambut, kawasan yang terabrasi, kawasan tergenang periodik, kawasan budidaya, kebun masyarakat, pemukiman dengan kepadatan tinggi, kawasan oleh raga, dan taman kota, RTH kawasan budaya dan RTH pada kawasan tradisi budaya. Sedangkan kawasan yang sesuai yaitu pada kawasan yang tidak tergenang, kawasan dengan abrasi periodik, kawasan pembibitan lidah buaya, kawasan hutan sekunder, kawasan pemukiman dengan kepadatan sedang,
kawasan budaya dengan pengaruh rendah dan kawasan trdisi budaya dengan pengaruh yang rendah. Dibandingkan dengan jenis tanah lainnya yang terdapat di Kota Pontianak, tanah gambut merupakan jenis tanah yang mendominasi dengan luas 5.592 ha. Tanah ini dimanfaatkan sebagai kawasan pemukiman dan lahan pertanian. Sifat khas dari tanah gambut diantaranya sebagai penyerap air dimusim hujan dan melepaskannya secara perlahan di musim kemarau. Pemanfaatan secara tak terkendali mengakibatkan kawasan gambut menjadi ancaman kawasan lain, misalnya pembuatan saluran drainase yang tak seimbang, pembakaran lahan dan budidaya secara monokultur.
Dalam jangka panjang, jika tidak dikendalikan
maka keseimbangan ekosistem
kawasan ini akan terganggu, diantaranya
penurunan permukaan tanah, gangguan fungsi hidrologis, dan tingginya tingkat dekomposisi gambut. Menurut Daryono (2004), hutan rawa gambut yang rusak mengalami penurunan permukaan air dengan adanya saluran-saluran drainase yang kurang tepat mengakibatkan kekeringan, karena gambut memiliki sifat kering tidak dapat balik, maka memiliki potensi yang tinggi terhadap kebakaran, sebaliknya dimusim hujan terjadi banjir.
Menurut Sabiham (2005), kawasan
gambut harus dikembangkan secar bijaksana, karena tidak semua tanah gambut subur dan baik untuk pertanian. Selanjutnya dijelaskan bahwa kawasan gambut yang letaknya di sekitar marine atau di sekitar sungai besar relatif lebih subur dibandingkan dengan di pedalaman. Kawasan gambut pedalaman (peat dome) merupakan gambut yang dipengaruhi oleh air hujan sehingga kurang subur sedangkan gambut marine dipengaruhi endapan-endapan liat yang menopang endapan gambut. Berdasarkan letaknya secara geografis kawasan gambut Kota Pontianak termasuk kategori gambut marine, karena sebagian besar merupakan delta Sungai Kapuas. Rencana Pemda Kota Pontianak untuk pengembangan kawasan agribisnis yang lebih luas di lahan gambut harus melalui perencanaan yang matang (Gambar 34). Menurut Subagyo (2004) fungsi kawasan gambut pada daerah pasang surut diantaranya adalah
sebagai penampung air hujan yang berpengaruh besar
terhadap kondisi hidrologi wilayah sekitarnya .
Gambar 34. Pembukaan lahan gambut di Kecamatan Pontianak Utara
Kawasan yang terabrasi merupakan kawasan yang terdapat hampir sepanjang tepian Sungai Kapuas dengan tingkat abrasi yang tinggi. Di Kecamatan Pontianak Utara yaitu pada kawasan Tugu Khatulistiwa, Makam Batu Layang. Di Kecamatan Pontianak Barat pada kawasan mangrove yang terdapat sepanjang tepian air Jalan Komodor Yos Sudarso.
Kawasan tergenang periodik yaitu
kawasan yang dipengaruhi oleh pasang surut Sungai kapuas dan pengaruh air hujan. Penggenangan umumnya terjadi pada saat air sungai naik (pasang) yang terjadi pada bulan Nopember sampai Januari. P engembangan RTH pada kawasan ini harus dise suaiakan dengan kondisi wilayah yitu ketergenangan dan abrasi. Kawasan budidaya di Kecamatan Pontianak Utara merupakan kawasan yang memiliki produktivitas yang tinggi, dengan luas 250 ha. Selain tanaman lidah buaya tanaman horikultura lainnya juga dihasilkan dari kawasan ini, diantaranya sawi (Brassica sp), bayam (Amaranthus sp), kangkung (Ipomoea aquatica ), seledri, pepaya hawai (Carica papaya ), kunyit (Curcuma domestica ), berbagai jenis anggrek dan tanaman hias lainnya.
Sebagian besar produksi
sayuran di Kota Pontianak dihasilkan dari kawasan ini.
Pengembangan RTH
yang mempunyai nilai ekonomi dengan teknik budidaya yang sesuai merupakan salah satu cara untuk mempertahankan produktivitasnya, antara lain dengan pola tumpang sari. Kebun masyarakat yang menghasilkan buah-buahan dan produksi lainnya merupakan salah satu pertimbangan arahan pengembangan RTH di Kota Pontianak.
Lahan kebun masyarakat yang terdapat di Kecamatan Pontianak
Barat dan Kecamatan Pont ianak merupakan penghasil buah-buahan lokal dengan kualitas baik, misalnya durian (Durio zibetinus), langsat (Lansium domesticum), rambutan (Nephellium lappaceum), manggis (Garsinia mangistana), Cempedak (Actocarpus campeden).
Namun dengan berbagai kepentingan lahan kebun
masyarakat ini mulai berubah menjadi kawasan ter bangun. Kawasan pemukiman yang diarahkan untuk pengembangan RTH adalah kawasan yang berpotensi sebagai binaan, misalnya perkantoran, kawasan industri, dan kawasan fasilitas umum lainnya. Kawasan pemukiman dengan kepadatan tinggi terutama yang terdapat di Kecamatan Pontianak Timur yaitu di Kelurahan Tanjung Hilir dan Kelurahan Tambelan Sampit yang perlu dikembangkan adalah RTH bentuk taman bermain, jalur hijau dan lapangan olah raga. Di Kecamatan Pontianak Selatan pemukiman dengan kepadatan tinggi terdapat di Kelurahan Benua Melayu Laut. RTH yang perlu dikembangkan adalah jalur hijau dan taman bermain. Sedangkan di Kecamatan Pontianak Kota kawasan dengan kepadatan tinggi terdapat di Kelurahan Mariana dan Kelurahan Sungai Jawi. RTH yang perlu dikembangkan adalah jalur hijau jalan dan tepian air, serta taman bermain. Kawasan olah raga yang perlu pengembangan adalah lapangan olah raga Sultan Syarif Abdurrachman dan Lapangan Bal Keboen Sayoek. Kedua lapangan olah raga ini merupakan yang paling banyak dipergunakan oleh masyarakat Kota Pontianak setiap hari. Arahan pengembangan RTH adalah dengan melengkapi kawasan dengan tanaman pohon pelindung di sekeliling lapangan. Taman kota yang perlu pengembangan adalah Taman Alun Kapuas, Taman Mesjid Mujahidin, Taman Tugu Khatulistiwa, Taman Keraton Kadriah. Taman kota ini merupakan sarana rekreasi masyarakat Kota Pontianak sehari-hari, dan pada hari-hari tertentu dimanfaatkan dengan kegiatan budaya. Pengembangan RTH kawasan budaya terdapat di Kecamatan Pontianak Timur yaitu kawasan Keraton Kadriah, Kawasan Beting Permai. Di Kecamatan Pontianak Utara yaitu Kawasan Tugu Khatulistiwa.
Pengembangan RTH
diarahkan untuk melindungi dan melengkapi kawasan budaya baik dari aspek arsitektural, maupun dari aspek ekologis. Sedangkan pengembangan RTH pada kawasan tradisi budaya yaitu pengaruh tanaman sebagai elemen RTH yang dimanfaatkan sebagai bagian dari tradisi budaya.
Di Kecamatan Pontianak
Timur, Kecamatan Pontianak Barat, dan Kecamatan Pontianak Utara tradisi tepung tawar, tolak bala , dan tradisi antar pinang masih sering dilakuka n, dan tanaman yang digunakan antara lain hanjuang merah (Cordyline terminalis), padi (Oryza sativa L), beras putih dan kuning, kunyit (Curcuma domestica ), pisang (Musa paradisiaca), kelapa kuning (Cocos nucifera capitata), sirih (Piper betel), pinang (Arenga pinata). Jenis vegetasi yang disarankan berdasarkan kriteria arahan pengembangan sesuai karakteristik lahan serta mengacu kepada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988. Sesuai intruksi tersebut vegetasi untuk peruntukan ruang terbuka hijau kota dengan kriteria umum adalah: bentuk morfologi bervariasi, memiliki nilai keindahan, penghasil oksigen tinggi, tahan cuaca dan hama penyakit, memiliki peredam intensif. Secara rinci pengembangan berdasarkan jenis vegatasi, kriteria dan lokasi spesifik disajikan pada Lampiran 14.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Pontianak oleh tiga kelompok masyarakat
yaitu
akademisi,
praktisi,
dan
birokrasi,
disarankan
untuk
dikembangkan berturut-turut berdasarkan fungsi ekologi, fungsi ekonomi, fungsi sosial, dan fungsi budaya. Dari segi jenis disarankan jalur hijau kota, kemudian taman kota, dan lapangan olah raga. Selanjutnya perlu dikembangkan berturutturut taman rekreasi/agrowisata, pemakaman umum, green belt, dan hutan kota. Kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk sudah terpenuhi, namun penyebaran di beberapa kecamatan perlu penempatan secara proporsional, terutama di Kecamatan Pontianak Timur dan Kecamatan Pontianak Kota dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Arahan pengembangan RTH di Kota Pontianak disesuaikan dengan kondisi fisik wilayah yang memiliki karakter yang spesifik, yaitu green belt yang terdiri atas kawasan lahan gambut, kawasan tepian air, kawasan tergenang, dan jenis vegetasi yang memberikan ciri khas. Secara umum pemilihan jenis vegetasi mengacu kepada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988.
Saran Pengembangan RTH tepian air, sebagai kawasan sarana transportasi dan kawasan
yang berpotensi tergenang dan abrasi perlu dilakukan dengan
penanaman jenis tanaman yang tahan dan tanaman lokal yang sesuai habitat. Pelestarian keragaman hayati yang merupakan potensi sumberdaya alam lokal harus dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan RTH Kota Pontianak, sebagai
bagian
dari
pembangunan
kota
yang
berkelanjutan.
Untuk
mempertahankan kondisi ideal RTH, mempertahankan kawasan green belt sebagai kawasan konservasi dengan pengendalian yang bijaksana , karena kecenderungan perubahan dari lahan hutan dan kebun campuran ke lahan pertanian dan pemukiman, sangat cepat.
Untuk penelitian yang akan datang disarankan diadakan ground check terhadap hasil-hasil analisis dengan geograph ic information system (GIS). Sehingga lebih tepat digunakan sebagai landasan perencanaan tapak, hasil penelitian ini masih memerlukan pemetaan pada skala yang lebih detil.
DAFTAR PUSTAKA Affandi MI. 1994. Pengembangan Hutan Kota dalam Kaitannya dengan Pembangunan Wilayah di Kotamadya Dati II Bandar Lampung. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana , Institut Pertanian Bogor. Ahern J, Boughton J. 1994. Wildflower Meadow as Sustainable Landscape. Di dalam: Platt RH, Rowntree RA, Muick PC, editor. The Ecological City: preserving and restoring urban biodiversity. Massachus etts: University of Massachusetts Pr. Aji A. 2000. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Secara Berkelanjutan: Studi Kasus di Kotamadya Bandar Lampung [disertasi]. Bogor:Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Arifin HS. 2003. Agroforestri Kompleks:Pola dan Struktur Pekarangan Pedesaan di Kawasan DAS Cianjur, Jawa Barat. Agroforestri di Indonesia. Bahan Latihan . Bogor: World Agroforestry Center (ICRAF). Indonesia. Aronoff S. 1991. Geographic Information System: A Management Perspective. Ottawa: WDL Publications. 294p. [Bappeda Kota Pontianak] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pontianak. 2003. Rencana Detil Tata Ruang Kawasan Sentra Agribisnis Kota Pontianak . --------------------------------. 2002. Rencana Detil Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak 2002 -2012. Kota Pontianak. [BPS Kota Pontianak] Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. 2003. Kota Pontianak dalam Angka. Baliwati YF. 2004. Peran serta Masyarakat Pada Pengelolaan RTH. Materi Pelatihan Ruang Terbuka Hijau. Bogor: Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. IPB. Bintarto R. 1989. Interaksi Desa-Kota . Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Bird CEP, Taylor J, Brewer T , Keech M. 1994. Monitoring Landscape Changethe Role for GIS . Landscape Res. 19 (3). 120-127. Budihardjo E. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung: Penerbit Alumni. Budihardjo E , Sujarto D. 1999. Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni.
Brabec AE, Dodson HL, Reid C, Yaro RD. 1994. Greenways and Buffers. Di dalam: Randall Arendt, editor. Rural By Design: Maintaining Small Town Character. Chicago:American Planning Association. Carpenter PL, Walker TD, Lanphear FO. 1975. Plants in the Landscape. San Francisco: W. H. Freeman. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota, untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup . Jakarta: APHI-IPB. Daryono H. 2004. Pemilihan Jenis Pohon Yang Tepat Guna Dalam Rangka RehabilitasiLahan Gambut Terdegradasi di Eks. PLG Sejuta Hektar Provinsi Kalimantan Tengah . [catatan penelitian] Alami 2004;9:51-58. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 1987. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378/Kpts/1987 Tentang Petunjuk Perencanaan Kawasan Perumahan Kota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta: Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak. 2003. Laporan Tahunan. Tidak dipublikasikan. -----------------------------. 2004. Profil Agribisnis Lidah Buaya di Kota Pontianak Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Pontianak. 2005. Daftar Jalur Hijau Kota dan Taman -taman . Pontianak. Tidak dipublikasikan. Emlen JT. 1974. An Urban Bird Community in Tucson, Arizona: Derivation, Structure, Regulation. Condor 76:184-197. [Fahutan IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Jakarta: Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dan Setjen. Departemen Kehutanan. Fakuara MY. 1987. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Jakarta; Seminar Hutan Kota DKI Jakarta. Jakarta 4 Juni 1987. Fandeli C. 2002. Kriteria Penge mbangan Hutan Kota dalam Perspektif Lingkungan. Di dalam:Pembangunan Hutan Kota di Indonesia.Workshop ; Yogyakarta, Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Forman RTT, Godron M. 1986. Landscape Ecology. Canada: John Wiley. Frick H, Suskiyatno. 1998. Dasar-dasar Eko Arsitektur. Edisi ke 3. Yogyakarta: Kanisius dan Soegijapranata Univ. Pr. Grey GW, Deneke FJ. 1986. Urban Forestry (Second Ed). New York: John Wiley.
------------------------------. 1978. Urban Forestry. New York: John Willey. Haeruman JsH. 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Proyek Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Menteri Negara PPLH. Hanggono A. 1996. Sitem Informasi Geografis dan Pengembangan Wilayah. Studi Kasus: Propinsi Jambi. Jakarta: Di dalam: Gunawan I, Sumargana L, Hendiarti N, Adarsyah G, editor. Remote Sensing and Geographic Information System Yearbook 95/96 . Jakarta:BPPT. Pr; hlm 56-72. Hough M. 1994. Design with City Nature: An Overview of Some Issues. Di dalam: P latt RH, Rowntree RA, Muick PC, editor. The Ecological City: preserving and restoring urban biodiversity. Massachus etts: University of Massachusetts Pr. Irwan ZD, 1998. Tantangan Lingkungan dan Lanskap hutan Kota. Jakarta: Center for Information and Development Studies (CIDES). 78hlm. Kusuma P, Sudibyakto, dan Galuh D. 2003. Analisis Sifat Akustik Pagar Pembatas Sebagai Peredam Bising Kendaraan Bermotor: Salah Satu Alternatif Pengendali Bising di Kota Denpasar [catatan penelitian]. Manusia Lingkungan. 9:105-110. Lyle JT. 1985. Design for Human Ecosystems. Lanscape, Land Use and Natural Resources. New York: Van Nostrand Reinhold. 129p. Lynch. 1981. Good City Form. First Edition. Massachusetts Institut of Technology. USA. Ma’arif MS. 2001. Rancang Bangun Sentra Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Komoditas Unggulan di kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Ma’arif MS, Tanjung H. 2003. Teknik -Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. Jakarta:Grasindo.188hlm. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: Grasindo. 197hlm. Miller W, Collin, MG, Steiner FR, Cook E. 1998. A n approach for greenway sustaina bility analysis. Landsc. Urban Plann. 42. 91-105. Miller RW. 1988. Urban Forestry: Planning and Managing Urban Green Spaces. New Jersey: Prentice Hall.
Mount LE. 1979. Adaptation to Thermal Environment. Cambridge : Edward Arnold. Munandar A. 2001. Studi Arsitektur Pohon Dalam Hubungannya dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Durian. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Nagtegaal L, Nas PJM. 2000. Jakarta Greenery An Essay on Urban Natural Environment. Peter J.M. Nas Personal website:pp. 263-290. [terhubung berkala] Published in: Jakarta-Batavia, Socio-cultural essay. KITLV Press, Leiden, 2000. [terhubung berkala]. http://www.leidenuniv.nl/fsw/nas/pub_JakartaGreenery.htm [28/12/2005]. Nasrullah N. 1997. Kemampuan Tanaman Jalan Raya Dalam Menyerap Polusi Udara (NO 2). Bogor: Laporan Riset Unggulan Terpadu III. Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan, Tahun 1995-1997. Nazaruddin. 1994. Penghijauan Kota . Jakarta: Penebar Swadaya . Nurdin Y. 1999. Studi Pola dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nurisyah S. 1997. Manfaat dan Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta: Makalah Lokakarya Upaya Pengembangan dan Pembinaan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan di Masa Datang. Odum EP. 2004. The Strategy of Ecosystem Development An Understanding of ecological succession provides a basis for resolving man’s conflict with nature. Ciudades para un Futuro mas Sostenible Bol. CF+S 26 Marzo 2004. [terhubung berkala]. http://habitat.aq.upm.es/boletin/n26/aeodu.en.html [ 22 jun 2004] Pakpahan AM. 1993. Penanaman Pohon Untuk habitat Burung. Jakarta: (Makalah Sarasehan Penanaman Sejuta Pohon di Wilayah DKI Jakarta) 5 Desember 1993. Patra AD, Nasrullah N, Sisworo EL. 2004. Kemampuan Berbagai Jenis Tanaman Menyerap Gas Pencemar Udara (NO2). Seminar Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional. Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. [Pemda Kota Pontianak] Pemerintah Kota Pontianak. 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak 2002-2012 . Tidak dipublikasikan. PT. Jasa Marga (Persero). 1992. Studi Penelitian Tanaman untuk Jalan Tol. Balai Penelitian dan Pengembangan Botani. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. LIPI. 85p.
Richardson HW. 1977. Dasar-dasar Ilmu Ekonomi Regional. Edisi Terjemahan. Jakarta: LPFE UI. Sabiham S. 2005. Perencanaan Penggunaan Lahan Gambut di Indonesia Untuk Usaha Pertanian, Kajian Sifat Inheren Gambut. Makalah dalam Kuliah Kapita Selekta Mahasiswa PWL Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Savage VR, Kong L. 2003. Urban Constraints, Political Imperatives: Environmental ’Design’ In Sngapore. singapore regulation landscape. Departemenof Geolography. [terhubung berkala] http://www.fas.nus.edu.sg/staff/home/geokongl/doc/lup.doc. [12/03/2003] Shapiro HA. 1997. Ecollogical Planning in East Asia . Faculty of Agriculture, Kyoto University in Fulfillment of Requirements for The Degree of Doctor of Agriculture. Kyoto. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Book. 332p. Soegijoko S. 1997. Bunga Rampai Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana. Star J, Estes J. 1990. Geographic Information System an Introduction . New Jersey: Prentice Hall. 303p. Subagyo H. 2004. Tipologi Rawa dan Pengelolaannya. [ulasan]. Alami 2004;1:112. Sujarto D. 1991. Urban Land Use and Activity System. Bogor: Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota. Program Pascasarja na IPB. Sulistyantara B. 2002. Sistem dan bentuk Ruang Terbuka Hijau Kota . Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Tirtawinata, Fachruddin. 1999. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata . Cetakan 2. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Tuan YF. 1981. Space and Place: The Perspective of Experience. Minneapolis: University of Minnesota Pr. Wibowo S. 2002. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan . Bogor: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, I nstitut P ertanian Bogor. Watt KEF. 1973. Principles of Environmental Science. Toronto:Mc Graw-Hill.
Lampiran 1. Matriks Metode Perbandingan Eksponensial alternatif bentuk dan fungsi
Kriteria Alternatif Fungsi Jp
Tp
Ke
Pd
Pl
Nilai
Prioritas
-
-
Kl
1. Ekologis 2. Ekonomi 3. Sosial 4. Budaya Bobot Keterangan: Jp Tp Ke Ak
: : : :
Jumlah penduduk Tingkat polusi Kenyamanan Aspek kelembagaan
Pd Pl Kl
: : :
Pendapatan Perilaku Kesadaran lingkungan
Kriteria Alternatif Jenis Ktl
SDM
Aks
Ak
By
KP
Nilai
Prioritas
-
-
MTv
1. Hutan Kota 2. Lap. Olah Raga 3. Jalur Hijau Kota 4. Taman Kota 5. Taman Rekreasi/Agrowisata 6. Pemakaman Umum 7. Green Belt Bobot Keterangan: Ktl SDM Aks Ak
: : : :
Ketersediaan lahan Sumberdaya manusia Aksessibilitas Aspek kelembagaan
By KP MTv
: : :
Biaya Kebijakan p emerintah Motivasi
Lampiran 2. Data iklim Kota Pontianak tahun 1995 s/d 2004
Tahun
Curah Hujan (mm)
Suhu Udara (oC)
Kelembaban Udara (%)
1995 253,8 26,6 85,5 1996 256,3 26,4 83,7 1997 225,3 26,3 82,9 1998 325,7 26,9 87,4 1999 243,3 26,3 87,3 2000 262,9 26,5 89,0 2001 264,9 26,5 86,2 2002 228,4 26,9 86,7 2003 265,6 26,8 86,1 2004 258,8 26,7 86,9 Rata-rata 258,5 26,6 86,2 Sumber: Stasiun BMG Supadio Pontianak , 2005.
Unsur Penyinaran Matahari (%)
56,1 57,4 53,2 56,9 62,6 61,8 61,3 61,4 59,6 61,3 59,2
Tekanan Udara (mb)
1011,0 1010,7 1012,0 1011,1 1009,9 1009,9 1010,1 1010,8 1010,6 1010,5 1010,6
Kec.Angin rata-rata (knots)
4,8 4,9 4,6 5,3 5,3 4,9 5,0 4,3 4,5 4,8 4,8
Lampiran 3. Penilaian alternatif fungsi RTH Kota Pontianak Kelompok responden: akademisi Kriteria: Jp (Jumlah Penduduk) Alternatif Fungsi
RESPONDEN
No RTH
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
TOTAL
RERATA
1
Ekologis
5
4
5
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
5
5
122
4.88
2 3
Ekonomi Sosial
4 3
4 3
5 5
4 5
5 5
5 5
5 5
5 3
5 5
5 4
5 3
4 4
4 4
5 5
4 5
3 4
4 4
4 5
5 4
4 4
5 4
5 5
5 4
4 4
5 4
113 106
4.52 4.24
4
Budaya
3
2
2
3
4
4
4
5
5
4
3
5
5
3
3
4
5
4
3
4
3
2
4
3
3
90
3.60
TOTAL
RERATA
Kriteria: Tp (Tingkat Polusi) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 2
Ekologis Ekonomi
3 2
4 2
3 2
3 4
3 3
5 3
5 4
5 5
2 3
5 3
5 5
3 2
4 3
5 3
3 4
3 3
5 4
5 3
5 3
4 3
4 3
3 3
3 4
5 3
5 4
100 81
4.00 3.24
3
Sosial
3
2
4
3
3
3
2
4
4
4
4
2
3
3
3
3
4
5
5
3
3
3
2
4
4
83
3.32
4
Budaya
4
2
2
3
3
3
4
3
3
2
4
5
2
3
2
4
4
4
2
3
3
4
3
3
3
78
3.12
TOTAL
RERATA
Kriteria: Ke (Kenyamanan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1
Ekologis
4
4
4
3
5
5
5
5
3
4
2
4
4
5
5
5
3
5
5
5
3
3
4
5
3
103
4.12
2
Ekonomi
3
3
3
4
4
2
2
3
5
3
3
1
2
4
3
3
2
3
5
3
2
3
4
3
4
77
3.08
3
Sosial
4
4
5
4
3
3
3
4
4
4
5
4
5
3
5
5
5
3
4
4
4
5
5
3
5
103
4.12
4
Budaya
1
3
3
3
3
3
4
4
2
3
3
4
4
2
5
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3
81
3.24
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pd (Pendapatan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1
Ekologis
1
1
2
2
3
2
3
2
3
3
4
3
3
2
4
4
4
3
3
3
3
4
3
4
2
71
2.84
2
Ekonomi
4
5
5
5
5
5
4
3
4
4
3
5
5
5
4
4
5
5
5
3
5
5
5
5
5
113
4.52
3
Sosial
2
2
2
4
3
4
4
3
3
1
5
3
3
3
4
2
3
4
4
4
3
3
3
2
3
77
3.08
4
Budaya
2
2
2
3
2
3
3
4
4
3
3
3
2
2
2
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
67
2.68
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pl (Perilaku) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 2
Ekologis Ekonomi
3 2
3 1
3 2
3 2
2 2
2 3
3 3
3 3
4 4
3 4
3 5
4 1
5 3
2 3
3 4
3 2
3 2
2 2
3 4
3 3
3 3
4 3
3 2
3 2
3 2
76 67
3.04 2.68
3
Sosial
3
3
3
2
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
3
5
5
5
5
3
3
3
2
3
95
3.80
4
Budaya
5
4
3
3
3
3
4
4
4
5
5
5
5
4
5
3
3
3
5
5
3
3
3
4
4
98
3.92
TOTAL
RERATA
Kriteria: Kl (Kesadaran Lingkungan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1
Ekologis
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
4
5
4
5
5
5
5
4
5
4
5
4
5
5
118
4.72
2 3
Ekonomi Sosial
4 4
4 4
4 4
5 4
5 4
4 4
5 3
5 3
3 2
5 4
5 2
5 5
3 3
3 3
3 3
2 4
5 4
5 4
5 3
4 5
5 5
5 4
4 5
4 5
4 3
106 94
4.24 3.76
4
Budaya
3
3
3
3
2
4
2
5
3
3
3
2
4
4
4
4
5
2
3
5
4
2
4
3
3
83
3.32
Lampiran 4. Penilaian alternatif Fungsi RTH Kota Pontianak Kelompok Responden : Praktisi Kriteria: Jp (Jumlah Penduduk) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 2 5
3 4
4 5
5 5
6 5
7 5
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 5 3 2 5 4 5 5 4 4 5 3 3 5 5 5 5
TOTAL
RERATA
1
Ekologis
1 5
112
4.48
2
Ekonomi
4
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
5
3
5
5
114
4.56
3
Sosial
4
3
4
1
4
4
4
3
4
5
4
3
5
5
5
4
3
2
4
4
4
5
5
3
5
97
3.88
4
Budaya
4
3
4
4
4
3
2
1
1
4
4
5
2
2
4
4
3
5
2
2
2
3
3
4
4
79
3.16
TOTAL
RERATA
Kriteria: Tp (Tingkat Polusi) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 5
2 5
3 5
4 5
5 4
6 5
7 3
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 5 4 4 5 5 5 5 3 4 4 5 5 5 5 5 5
116
4.64
2
Ekonomi
2
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
2
4
3
4
3
4
3
4
3
4
2
3
3
3
83
3.32
3
Sosial
3
3
3
4
4
4
3
4
1
2
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
84
3.36
4
Budaya
3
2
3
3
3
3
2
2
2
4
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
2
81
3.24
TOTAL
RERATA
Kriteria: Ke (Kenyamanan) No
Alternatif Fungsi
RESPONDEN
1
RTH Ekologis
1 5
2 5
3 5
4 5
5 5
6 5
7 5
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 5 4 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 4 5 4
118
4.72
2
Ekonomi
3
3
3
3
3
2
2
2
3
4
3
4
3
2
4
4
4
4
4
4
4
5
3
4
4
84
3.36
3
Sosial
5
5
5
5
3
4
5
3
4
3
3
3
4
4
4
2
5
3
3
3
4
2
4
4
4
94
3.76
4
Budaya
3
3
3
4
4
2
3
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
3
4
4
3
4
4
3
3
74
2.96
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pd (Pendapatan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 2
2 3
3 2
4 3
5 3
6 3
7 3
8 2
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 4 2 2 2 2 2 3 3 3 1 4 2 2 2 2 4 4
65
2.60
2 3
Ekonomi Sosial
5 2
5 3
5 2
5 2
5 2
5 2
5 2
5 2
4 2
5 2
3 3
5 3
5 4
5 2
5 2
5 2
5 2
5 3
5 4
5 2
5 2
5 2
5 2
5 2
5 2
122 58
4.88 2.32
4
Budaya
1
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
64
2.56
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pl (Perilaku) No
Alternatif Fungsi
RESPONDEN
1
RTH Ekologis
1 3
2 5
3 5
4 5
5 5
6 5
7 5
8 4
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 3 2 1 2 3
101
4.04
2
Ekonomi
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
3
4
1
1
54
2.16
3
Sosial
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
5
5
5
3
4
5
5
3
3
4
4
3
3
4
4
99
3.96
4
Budaya
5
5
3
4
4
4
4
4
4
5
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
89
3.56
TOTAL
RERATA
Kriteria: Kl (Kesadaran Lingkungan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 5
2 5
3 5
4 5
5 5
6 5
7 5
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 4 5 3 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5
119
4.76
2 3
Ekonomi Sosial
2 4
2 4
2 4
2 4
2 3
1 2
2 3
2 3
2 3
2 3
2 3
4 3
2 3
2 3
3 3
2 4
4 4
3 5
3 4
3 3
2 3
3 3
3 2
3 3
4 3
62 82
2.48 3.28
4
Budaya
4
5
4
3
3
3
3
3
2
2
2
2
4
5
4
4
4
4
5
5
3
3
3
4
4
88
3.52
Lampiran 5. Penilaian alternatif Fungsi RTH Kota Pontianak Kelompok Responden : Birokrasi Kriteria: Jp (Jumlah Penduduk) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 2 5
3 3
4 5
5 4
6 5
7 5
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 4 5 5 5 5 3 5 5 5 3 5 5 5 4 5 5
TOTAL
RERATA
1
Ekologis
1 5
116
4.64
2
Ekonomi
4
5
4
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
4
4
119
4.76
3
Sosial
3
3
2
3
5
3
3
3
3
3
3
3
4
4
2
4
5
4
4
4
5
4
4
3
2
86
3.44
4
Budaya
4
4
3
2
3
2
2
2
5
5
1
3
4
4
4
5
4
3
5
5
3
5
5
5
3
91
3.64
TOTAL
RERATA
Kriteria: Tp (Tingkat Polusi) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 4
2 4
3 4
4 5
5 4
6 4
7 3
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5
116
4.64
2
Ekonomi
2
1
2
2
2
3
2
2
2
4
2
2
2
4
2
2
4
3
5
3
3
3
3
2
3
65
2.60
3
Sosial
1
2
2
3
2
4
4
4
3
2
3
4
2
2
2
3
3
3
1
3
2
3
3
3
3
67
2.68
4
Budaya
2
2
1
2
3
2
4
2
3
2
3
2
1
3
4
3
4
2
2
3
3
3
4
3
3
66
2.64
TOTAL
RERATA
Kriteria: Ke (Kenyamanan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 5
2 5
3 4
4 5
5 5
6 5
7 4
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5
120
4.80
2
Ekonomi
2
2
3
3
4
3
3
2
2
1
4
3
3
4
3
3
3
2
2
2
3
2
4
3
3
69
2.76
3
Sosial
3
4
4
4
4
4
3
2
4
4
4
3
4
4
3
2
4
4
4
3
3
2
2
1
3
82
3.28
4
Budaya
2
2
2
2
2
4
1
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
4
3
3
3
3
3
2
3
60
2.40
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pd (Pendapatan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 2
2 2
3 2
4 3
5 2
6 3
7 4
8 3
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 3 3 3 2 2 1 1 2 1 3 3 3 3 4 3 2 3
63
2.52
2
Ekonomi
5
5
5
5
5
5
3
3
3
5
5
5
5
5
4
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
117
4.68
3
Sosial
2
4
4
3
2
3
1
3
4
3
4
3
2
3
1
3
4
4
3
3
3
4
3
4
3
76
3.04
4
Budaya
3
2
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
3
3
2
2
4
2
2
3
3
2
3
2
3
64
2.56
TOTAL
RERATA
Kriteria: Pl (Perilaku) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1
Ekologis
3
3
4
3
4
4
4
4
4
3
4
3
5
5
5
3
4
4
4
5
4
5
4
5
5
101
4.04
2
Ekonomi
3
2
2
2
2
2
2
1
3
3
3
2
2
3
3
3
3
2
2
2
4
1
3
3
4
62
2.48
3
Sosial
4
4
3
5
3
3
3
2
4
4
4
3
5
5
4
4
4
4
4
3
2
4
3
4
2
90
3.60
4
Budaya
3
3
4
3
5
2
2
3
4
3
3
3
2
3
4
2
2
2
3
3
3
4
4
3
4
77
3.08
TOTAL
RERATA
Kriteria: Kl (Kesadaran Lingkungan) No
Alternatif Fungsi RTH
RESPONDEN
1
Ekologis
1 5
2 5
3 5
4 5
5 5
6 5
7 5
8 5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 4 5 5 4 4 5 5 5 3 5 5 5 5 3 4 4
116
4.64
2
Ekonomi
3
3
3
3
4
4
4
5
5
4
5
4
3
3
3
4
4
2
1
3
4
4
4
4
3
89
3.56
3
Sosial
4
4
4
4
4
3
5
4
4
4
4
5
5
2
4
4
4
5
5
5
4
4
3
4
4
102
4.08
4
Budaya
5
4
2
4
4
4
5
5
5
3
4
3
4
2
4
2
4
5
3
3
3
2
4
3
5
92
3.68
Lampiran 6. Analisis alternatif fungsi RTH Kota Pontianak Kelompok Responden
Alternatif Fungsi
Nilai
Akademisi
Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot (TKKj)
Jp 4.88 4.52 4.24 3.60 5
Skor Kriteria (Rkij) Tp Ke Pd 4.00 4.12 2.84 3.24 3.08 4.52 3.32 4.12 3.08 3.12 3.24 2.68 5 5 5
Pl 3.04 2.68 3.80 3.92 3
Kl 4.72 4.24 3.76 3.32 3
Prakisi
Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot (TKKj)
4.48 4.56 3.88 3.16 4
4.64 3.32 3.36 3.24 5
4.72 3.36 3.76 2.92 5
2.6 4.88 2.32 2.56 3
4.04 2.16 3.96 3.56 4
Birokrasi
Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot (TKKj)
4.64 4.76 3.44 3.64 4
4.64 2.60 2.68 2.64 5
4.80 2.76 3.28 2.40 5
2.52 4.68 3.04 2.56 4
Nilai Kriteria *) Jp Tp Ke Pd 2767.57 1024.00 1187.10 184.75 1886.65 357.05 277.17 1886.65 1370.34 403.36 1187.10 277.17 604.66 295.65 357.05 138.25 5 5 5 5 402.821 2150.75 2342.66 17.58 432.3738 403.36 428.25 116.21 226.635 428.25 751.52 12.49 99.71221 357.05 212.28 16.78 4 5 5 3 463.5237 2150.75 2548.04 40.3276 513.3668 118.81 160.16 479.715 140.0341 138.25 379.64 85.4072 175.5519 128.24 79.63 42.9497 4 5 5 4
Kelompok Responden
Akademisi
Prakisi
Birokrasi
Alternatif Fungsi Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot Ekologi Sosial Ekonomi Budaya Bobot
*) Hasil analisis berdasarkan rumus 1
Prioritas Kumulatif
5296.67 4503.00 3346.00 1492.44
1 2 3 4
4.76 2.48 3.28 3.52 5
7623.83 1495.77 2044.44 1386.84
1 3 2 4
4.04 2.48 3.60 3.08 3
4.64 3.56 4.08 3.68 5
7419.33 1859.11 1920.57 1130.48
1 3 2 4
Pl 28.09 19.25 54.87 60.24 3 266.39 21.768 245.91 160.62 4 65.94 15.25 46.66 29.22 3
Kl 105.15 76.23 53.16 36.59 3 2443.63 93.81 379.64 540.40 5 2150.75 571.81 1130.58 674.90 5
Nilai Kumulatif
Prioritas
5296.67 4503.00 3346.00 1492.44
1 2 3 4
7623.83 1495.77 2044.44 1386.84
1 3 2 4
7419.33 1859.11 1920.57 1130.48
1 3 2 4
Lampiran 7. Penilaian alternatif jenis RTH Kota Pontianak Kelompok Responden : Akademisi Kriteria : KtL (Ketersediaan Lahan) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 4 3 4 2 3 2 3
2 4 4 4 4 4 4 4
3 2 3 3 4 4 3 4
4 4 3 4 2 2 3 3
5 5 5 5 5 5 5 5
6 5 5 5 5 5 4 4
7 5 3 5 4 5 5 5
8 5 5 5 5 5 5 5
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 1 4 5 2 2 4 3 2 3 5 3 5 4 4 4 4 3 3 5 5 5 3 4 2 3 4 5 4 2 4 3 2 4 3 3 2 4 2 3 4 4 3 2 5 4 2 4 3 4
16 2 3 4 4 3 4 5
17 3 3 4 4 3 3 3
18 3 3 4 4 3 3 3
19 2 3 5 5 3 3 4
20 3 2 5 3 3 4 4
21 4 3 4 3 3 3 3
22 4 3 4 4 3 3 4
23 3 3 4 3 3 4 4
24 3 3 5 3 3 4 5
25 3 3 4 3 4 3 5
6 3 4 4 3 4 3 3
7 4 5 4 4 5 5 5
8 5 5 5 5 5 3 3
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 2 3 2 2 5 4 4 4 3 3 3 3 4 4 5 4 5 3 4 5 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 2 2 3 3 3 3 4 2 3 4 5 5 3 4 3 2 3 3 3
16 3 5 5 4 4 4 3
17 3 4 4 4 3 4 3
18 3 4 5 4 3 4 3
19 3 4 5 4 3 3 4
20 4 4 5 5 4 3 4
21 3 4 4 4 4 3 4
22 3 3 5 5 4 3 3
23 4 4 4 5 3 3 4
24 5 4 4 3 4 3 4
25 4 4 4 3 4 4 5
TOTAL
RERATA
85 86 107 92 85 87 97
3.40 3.44 4.28 3.68 3.40 3.48 3.88
TOTAL
RERATA
87 96 112 98 87 84 87
3.48 3.84 4.48 3.92 3.48 3.36 3.48
TOTAL
RERATA
88 92 104 100 86 88 81
3.52 3.68 4.16 4.00 3.44 3.52 3.24
TOTAL
RERATA
80 87 94 97 83 104 79
3.2 3.48 3.76 3.88 3.32 4.16 3.16
TOTAL
RERATA
82 87 91 93 85 82 79
3.28 3.48 3.64 3.72 3.40 3.28 3.16
TOTAL
RERATA
83 86 91 90 78 82 82
3.32 3.44 3.64 3.60 3.12 3.28 3.28
TOTAL
RERATA
89 101 107 98 89 96 80
3.56 4.04 4.28 3.92 3.56 3.84 3.20
Kriteria: SDM (Sumberdaya Manusia) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 3 3 5 4 3 2 3
2 3 3 5 3 3 3 3
3 4 3 5 4 3 3 4
4 4 4 5 3 3 3
5 4 5 4 5 5 5 5
3 3 3 3 4 3 3 3
4 4 4 4 4 2 4 3
5 5 5 5 5 5 5 5
6 4 4 4 4 5 2 2
7 5 5 5 5 5 4 4
8 5 5 3 5 5 5 3
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 3 4 3 4 3 3 3 1 4 3 4 3 4 4 2 4 4 4 3 5 5 2 4 3 4 3 4 5 3 3 3 4 3 4 4 3 4 2 4 3 4 4 2 4 2 4 3 3 3
16 3 4 5 4 3 4 4
17 3 4 5 3 3 3 3
18 3 3 4 4 3 3 3
19 4 3 5 5 3 3 3
20 5 4 4 4 3 3 3
21 3 4 5 5 3 3 3
22 3 3 5 5 4 4 4
23 3 4 4 4 3 4 3
24 3 4 5 4 3 4 4
25 3 4 5 5 3 5 4
Kriteria : Aks (Aksessibilitas) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 3 3 3 2 3 2 3
2 3 3 3 3 3 3 3
Kriteria : AK (Aspek Kelembagaan) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 3 3 3 2 3 5 3
2 2 2 2 2 2 5 2
3 3 3 3 3 2 5 4
4 4 4 4 4 2 4 3
5 3 3 5 5 4 5 5
6 5 4 3 4 4 3 2
7 4 4 4 4 4 4 5
8 5 4 5 5 5 5 1
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 1 3 2 2 4 3 3 1 4 3 2 3 4 4 2 3 2 2 3 5 5 3 3 4 2 3 3 5 2 3 4 2 3 3 3 5 3 3 5 3 3 4 1 3 3 2 3 2 3
16 4 4 4 4 3 4 3
17 3 4 4 4 3 4 3
18 3 3 4 4 3 4 4
19 4 5 5 5 4 4 3
20 4 4 4 4 5 5 5
21 3 5 5 5 4 3 3
22 4 4 5 5 5 4 4
23 3 3 5 5 4 5 5
24 3 4 4 4 3 4 3
25 2 3 3 5 3 5 4
1 3 3 3 2 3 2 3
2 3 3 3 3 3 3 3
3 3 3 3 4 3 3 3
4 2 3 3 3 3 3 3
5 4 5 5 5 5 5 5
6 5 5 3 3 5 3 2
7 4 4 4 5 5 5 5
8 5 5 5 5 5 5 5
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 2 4 2 3 5 3 3 3 4 2 3 4 4 3 3 4 2 3 4 4 3 3 4 2 3 5 4 3 2 4 2 3 5 3 3 1 3 2 3 4 3 3 1 4 2 3 4 3 2
16 3 3 3 3 3 3 2
17 3 4 4 4 3 4 3
18 3 3 3 3 4 3 3
19 3 3 4 4 2 3 3
20 3 4 5 5 3 3 3
21 3 3 3 3 3 3 3
22 3 3 5 5 5 4 3
23 3 3 5 5 3 4 5
24 4 4 4 4 3 4 3
25 3 3 3 3 2 3 3
6 5 5 4 2 3 2 2
7 5 4 5 5 5 5 5
8 5 3 5 5 5 4 5
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 2 4 2 2 1 3 3 1 4 3 3 2 4 4 1 4 2 2 2 3 3 2 4 3 3 2 3 3 1 4 3 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 1 4 2 3 1 3 3
16 3 3 3 3 3 3 3
17 3 3 3 3 3 3 3
18 3 4 5 5 3 4 4
19 4 4 4 4 2 3 4
20 4 4 5 5 3 4 5
21 3 4 4 4 4 4 4
22 3 3 5 5 3 4 4
23 4 3 4 5 3 4 4
24 3 4 5 3 3 4 3
25 4 4 4 4 3 4 3
6 3 3 5 3 3 3 3
7 5 5 5 5 5 4 4
8 4 4 3 5 5 5 1
RESPONDEN 9 10 11 12 13 14 15 2 4 2 2 5 3 3 4 4 3 2 5 5 4 4 4 3 3 5 4 4 2 4 3 2 5 4 4 4 4 2 2 5 3 4 3 3 2 2 5 5 5 1 3 2 2 5 3 3
16 3 4 4 4 3 4 3
17 3 4 4 4 3 4 3
18 4 4 4 4 3 4 3
19 4 4 4 4 3 5 3
20 4 4 4 4 4 4 4
21 3 5 5 5 3 5 3
22 4 4 4 4 4 4 4
23 5 5 5 5 5 5 5
24 5 5 5 5 3 5 5
25 5 5 5 5 4 5 5
Kriteria: By (Biaya) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
Kriteria: KP (Kebijaksanaan Pemerintah) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 3 3 3 2 3 2 3
2 3 3 3 4 3 3 3
3 3 4 3 3 4 3 2
4 3 4 4 3 3 3 3
5 5 3 5 5 5 5 5
Kriteria : MTv (Motivasi Masyarakat) No Alternatif Bentuk RTH 1 2 3 4 5 6 7
Hutan Kota Lapangan Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt
1 3 3 5 2 3 2 3
2 2 2 5 2 2 2 2
3 3 4 5 4 3 3 2
4 3 4 4 4 4 3 3
5 5 5 4 5 5 4 5
Lampiran 8. Penilaian alternatif jenis RTH Kota Pontianak Kelompok Responden : Praktisi Kriteria: KtL (Ketersediaan Lahan) No
RESPONDEN
Alternatif Bentuk RTH
TOTAL
RERATA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 Hutan Kota
2
5
3
3
3
2
3
2
3
3
3
2
3
2
4
2
4
2
3
3
4
1
2
2
2
68
2.72
2 Lapangan Olah Raga 3 Jalur Hijau Kota
3 4
5 2
2 3
3 4
3 3
3 3
3 3
2 4
3 3
4 3
3 4
2 4
4 5
2 3
2 3
2 3
3 3
2 3
3 4
3 3
2 2
1 2
2 4
3 3
2 4
67 82
2.68 3.28
4 Taman Kota
3
5
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
2
2
3
3
3
88
3.52
5 Taman Rek/Agrw
3
4
3
4
4
3
4
4
2
4
5
3
3
3
4
4
4
3
3
5
5
5
5
5
5
97
3.88
6 Pemakaman Umum
3
2
5
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
3
2
3
74
2.96
7 Green Belt
5
2
4
4
5
4
3
3
3
3
4
5
5
5
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
4
88
3.52
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota 2 Lapangan Olah Raga
2 3
5 5
2 2
3 4
3 4
3 3
3 3
3 3
3 3
3 4
2 2
2 2
3 4
3 3
2 3
2 4
3 4
2 3
2 3
2 4
2 2
2 2
3 4
2 4
3 3
65 81
2.6 3.24
3 Jalur Hijau Kota
3
4
5
4
4
4
5
5
5
4
3
5
4
3
5
3
4
5
5
4
5
5
3
4
3
104
4.16
4 Taman Kota
3
5
2
4
4
4
3
3
3
4
3
2
4
3
3
4
4
3
3
3
2
2
3
3
3
80
3.20
5 Taman Rek/Agrw
4
1
2
5
5
5
5
4
4
4
3
4
4
3
5
5
4
5
4
5
4
4
5
4
5
103
4.12
6 Pemakaman Umum 7 Green Belt
2 3
2 2
4 3
2 3
3 4
3 5
3 3
3 3
3 3
3 3
3 5
2 5
3 4
3 5
3 4
2 4
3 3
2 2
3 3
3 3
2 2
2 3
3 5
3 5
3 3
68 88
2.72 3.52
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota
2
4
5
3
3
3
3
3
4
4
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
78
3.12
2 Lapangan Olah Raga
3
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
99
3.96
3 Jalur Hijau Kota
4
4
4
5
4
4
4
5
4
4
4
3
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
102
4.08
4 Taman Kota
4
2
4
5
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
92
3.68
5 Taman Rek/Agrw 6 Pemakaman Umum
5 3
4 3
5 5
3 3
4 3
5 3
4 3
3 3
5 3
4 4
5 3
4 3
5 3
3 3
3 3
5 3
3 3
3 3
4 4
5 4
4 2
5 3
3 3
5 3
5 3
104 79
4.16 3.16
7 Green Belt
4
2
3
3
4
3
3
4
3
5
5
5
3
3
3
5
5
3
4
4
3
3
5
3
4
92
3.68
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota
2
1
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
52
2.08
2 Lapangan Olah Raga
3
3
3
5
3
4
5
3
4
3
2
2
4
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
79
3.16
3 Jalur Hijau Kota
3
2
3
4
3
4
3
3
3
3
2
2
3
2
3
3
2
3
3
2
2
3
3
3
3
70
2.80
4 Sempadan Sungai
3
3
4
3
3
4
3
3
5
5
3
5
3
4
3
3
4
2
3
2
2
3
3
3
4
83
3.32
5 Taman Rek/Agrw
5
2
4
5
4
5
4
4
4
4
5
5
4
5
5
4
5
4
5
4
4
4
3
3
5
106
4.24
6 Pemakaman Umum 7 Green Belt
3 3
2 1
5 2
3 3
3 3
3 4
3 5
3 3
3 3
3 5
3 5
3 4
3 3
2 3
2 2
2 3
2 3
2 3
2 3
2 2
2 2
3 3
3 3
2 2
3 3
67 76
2.68 3.04
TOTAL
RERATA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 Hutan Kota
2
1
1
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
57
2.28
2 Lapangan Olah Raga
2
1
1
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
2
2
3
3
3
2
3
3
4
3
3
3
67
2.68
3 Jalur Hijau Kota 4 Taman Kota
2 2
2 1
2 2
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
2 2
3 3
2 3
2 2
3 2
3 3
3 3
2 2
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
68 67
2.72 2.68
5 Taman Rek/Agrw
4
1
1
5
3
4
5
3
3
5
3
4
4
3
5
4
5
4
5
3
5
5
5
5
5
99
3.96
6 Pemakaman Umum
2
1
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
2
2
2
3
3
3
3
64
2.56
7 Green Belt
2
1
2
3
3
2
3
3
3
5
3
3
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
3
3
3
68
2.72
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: SDM No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: Aks No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: AK (Aspek Kelembagaan) No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: By (Biaya) No
RESPONDEN
Alternatif Bentuk RTH
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: KP (Kebijaksanaan Pemerintah) No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota
2
2
1
3
2
3
3
3
4
4
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
58
2.32
2 Lapangan Olah Raga
3
2
1
3
4
4
3
3
4
4
4
2
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
79
3.16
3 Jalur Hijau Kota
3
2
1
4
4
4
3
3
4
4
4
2
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
80
3.20
4 Taman Kota
3
2
2
4
4
3
3
3
4
4
5
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
79
3.16
5 Taman Rek/Agrw 6 Pemakaman Umum
5 3
2 1
1 3
5 3
5 3
5 3
5 3
5 3
4 4
5 3
5 3
5 3
4 3
5 2
4 2
5 3
4 3
5 3
3 3
5 2
5 3
5 3
4 3
5 3
4 2
110 70
4.40 2.80
7 Green Belt
5
1
2
4
3
4
3
2
4
5
5
5
3
3
2
5
3
3
3
2
3
4
4
3
3
84
3.36
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota
3
4
4
5
4
5
5
4
5
5
5
5
5
3
5
3
5
3
5
3
5
3
5
3
5
107
4.28
2 Lapangan Olah Raga 3 Jalur Hijau Kota
4 4
2 3
1 5
5 5
5 5
5 5
5 5
4 4
5 5
5 5
3 3
4 4
4 4
4 3
3 3
3 3
4 4
4 4
4 4
5 5
3 3
4 4
4 4
4 4
4 4
98 102
3.92 4.08
4 Taman Kota
4
5
5
5
5
5
5
4
5
5
4
5
3
3
2
3
4
4
4
5
3
4
4
4
4
104
4.16
5 Taman Rek/Agrw
5
2
4
5
5
5
5
4
3
4
3
3
3
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
5
5
110
4.40
6 Pemakaman Umum
3
3
3
5
5
5
5
4
5
5
3
3
3
3
3
3
4
4
4
5
3
5
5
5
4
100
4.00
7 Green Belt
5
1
2
5
5
5
5
4
5
5
5
5
5
4
3
5
5
5
5
5
3
4
5
4
5
110
4.40
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kriteria: MTv (Motivasi Masyarakat) No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Lampiran 9. Penilaian alternatif jenis RTH Kota Pontianak Kelompok Responden : Birokrasi Kriteria: KtL (Ketersediaan Lahan) No
Alternatif Bentuk RTH
1 Hutan Kota 2 Lapangan Olah Raga 3 Jalur Hijau Kota
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9
2 4
2 3
2 3
5 4
5 4
2 3
2 5
4 1
2 4
3
3
4
4
2
4
4
5
3
TOTAL
RERATA
3 4
70 85
2.8 3.40
4
100
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 5 5 5
3 3 4
2 3 4
3 3 4
2 3
3 3
4
5
2 3 4
3 4 5
3 4 5
3 3 4
2 3 4
3 3 4
2 3 4
2 4 5
3 3 3
4.00
4 Taman Kota
4
4
3
5
2
3
4
5
2
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
94
3.76
5 Taman Rek/Agrw
3
2
2
4
3
2
4
5
2
1
4
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
73
2.92
6 Pemakaman Umum
4
3
3
3
4
3
3
5
4
1
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
79
3.16
7 Green Belt
2
3
3
4
1
2
2
3
2
2
3
2
2
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
5
72
2.88
TOTAL
RERATA
Kriteria: SDM (Sumberdaya Manusia) No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 Hutan Kota
4
4
4
4
2
3
2
5
3
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 1
5
4
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
82
3.28
2 Lapangan Olah Raga
5
4
2
3
3
3
3
5
3
1
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
3
94
3.76
3 Jalur Hijau Kota
4
5
4
2
2
4
3
2
4
1
5
4
4
5
5
4
5
4
4
4
4
5
5
4
3
96
3.84
4 Taman Kota
5
5
3
3
3
3
3
3
3
1
5
4
4
4
4
4
5
4
5
4
4
5
5
4
3
96
3.84
5 Taman Rek/Agrw 6 Pemakaman Umum
4 5
3 5
2 2
3 2
3 1
2 2
4 3
5 5
3 4
1 1
5 5
3 5
3 3
3 4
4 4
3 4
4 5
3 4
3 4
4 4
4 4
3 3
3 5
3 4
3 4
81 92
3.24 3.68
7 Green Belt
4
2
2
2
1
2
4
3
3
1
5
2
3
4
3
2
3
3
3
4
3
3
3
4
5
74
2.96
TOTAL
RERATA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 Hutan Kota
4
3
2
4
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
3
3
3
4
3
3
4
4
3
4
81
3.24
2 Lapangan Olah Raga
5
3
3
5
3
3
4
3
4
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
5
5
4
4
96
3.84
Kriteria: Aks (Aksessebilitas) No
RESPONDEN
Alternatif Bentuk RTH
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
3 Jalur Hijau Kota
5
4
4
3
2
3
3
4
5
1
4
5
5
5
4
5
5
4
5
5
5
5
5
5
4
105
4.20
4 Taman Kota 5 Taman Rek/Agrw
5 4
3 3
3 2
4 2
3 2
2 2
3 4
4 4
4 3
3 1
4 3
5 3
4 3
4 4
4 4
4 3
4 3
4 3
4 3
5 3
5 4
5 4
5 5
4 3
4 3
99 78
3.96 3.12
6 Pemakaman Umum
5
3
3
3
1
2
3
4
3
1
3
5
3
4
4
4
4
4
4
5
4
4
5
3
4
88
3.52
7 Green Belt
4
3
3
1
1
2
2
3
2
3
2
2
3
3
4
2
2
3
3
4
3
3
4
4
5
71
2.84
TOTAL
RERATA
69 92
2.76 3.68
Kriteria: AK (Aspek Kelembagaan) No
Alternatif Bentuk RTH
1 Hutan Kota 2 Lapangan Olah Raga
RESPONDEN 1
2
3
4
5
6
7
8
9
3 4
3 3
2 3
1 1
2 4
3 2
1 3
4 2
3 4
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 2 3
3 4
4 4
3 4
3 4
2 4
3 4
3 4
3 4
3 4
3 4
3 5
3 5
3 5
3 4
3 4
3 Jalur Hijau Kota
4
3
3
1
4
4
4
5
4
4
3
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
5
5
4
4
99
3.96
4 Taman Kota
5
3
2
2
4
2
3
5
4
5
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
5
4
4
94
3.76
5 Taman Rek/Agrw
4
4
2
2
3
2
3
5
3
5
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
5
5
3
3
90
3.60
6 Pemakaman Umum
5
4
2
4
1
2
4
5
3
1
4
3
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
3
3
83
3.32
7 Green Belt
4
2
2
1
1
2
2
3
2
1
3
3
1
3
4
3
3
3
3
3
3
2
3
5
5
67
2.68
TOTAL
RERATA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 Hutan Kota
3
2
2
3
1
4
5
2
3
1
3
3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
69
2.76
2 Lapangan Olah Raga 3 Jalur Hijau Kota
2 3
3 3
3 3
2 3
1 2
2 4
3 4
5 4
3 3
1 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
3 3
4 5
3 5
3 5
3 5
3 3
3 5
3 5
3 3
3 4
71 90
2.84 3.60
Kriteria: By (Biaya) No
RESPONDEN
Alternatif Bentuk RTH
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
4 Taman Kota
4
3
3
3
2
3
3
5
3
5
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
4
82
3.28
5 Taman Rek/Agrw
2
3
2
2
2
2
2
3
3
5
4
3
3
3
3
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
79
3.16
6 Pemakaman Umum
3
3
2
2
1
2
4
3
3
5
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
76
3.04
7 Green Belt
2
2
1
2
1
2
3
3
3
1
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
5
66
2.64
TOTAL
RERATA
Kriteria: KP (Kebijaksanaan Pemerintah) No
RESPONDEN
Alternatif Bentuk RTH 1
2
3
4
5
6
7
8
9
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 Hutan Kota
2
3
2
2
1
4
4
4
3
2
3
3
2
3
3
3
3
3
3
2
3
2
3
3
3
69
2.76
2 Lapangan Olah Raga
3
4
2
4
3
2
4
2
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
5
4
4
90
3.60
3 Jalur Hijau Kota 4 Taman Kota
3.84 3.60
3 4
4 3
2 2
4 4
2 2
3 3
4 4
5 5
4 3
5 3
5 4
4 4
3 3
4 4
4 4
4 4
5 4
3 3
4 4
3 3
4 4
4 4
5 4
4 4
4 4
96 90
5 Taman Rekreasi/Agrowisata 3
5
2
4
3
2
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
76
3.04
6 Pemakaman Umum
4
3
3
4
1
2
5
3
3
1
3
4
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
78
3.12
7 Green Belt
3
2
1
4
1
2
3
3
3
1
2
2
2
3
5
3
3
3
2
3
3
3
4
5
5
71
2.84
1
2
3
4
5
6
7
8
9
TOTAL
RERATA
1 Hutan Kota 2 Lapangan Olah Raga
5 4
4 4
2 3
1 4
1 2
2 2
5 5
4 1
4 4
3 3
3 5
5 5
3 4
3 4
3 4
3 5
3 4
3 4
4 5
3 4
3 4
3 5
5 5
5 5
5 5
85 100
3.4 4.00
3 Jalur Hijau Kota
5
4
3
5
2
3
3
4
4
2
5
5
4
4
4
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
106
4.24
Kriteria: MTv (Motivasi Masyarakat) No
Alternatif Bentuk RTH
RESPONDEN 1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
4 Taman Kota
5
3
2
2
2
3
4
5
4
5
5
5
4
4
4
5
5
4
5
5
5
5
5
5
5
106
4.24
5 Taman Rek/Agrw
4
5
2
2
3
3
4
5
2
3
5
5
3
4
4
3
5
4
5
3
4
3
3
3
5
92
3.68
6 Pemakaman Umum
5
3
3
4
1
2
3
5
4
3
5
5
4
4
4
5
5
4
5
5
5
5
5
4
5
103
4.12
7 Green Belt
4
2
3
2
1
2
3
3
3
1
3
5
3
2
3
2
5
4
5
4
5
5
5
5
5
85
3.40
Lampiran 10. Analisis alternatif jenis RTH Kota Pontianak Kelompok Responden
Akademisi
Praktisi
Birokrasi
Kelompok Responden
Akademisi
Praktisi
Birokrasi
Alternatif Bentuk
Ktl 3.40 3.44 4.28 3.68 3.40 3.48 3.88 3 2.72 2.68 3.28 3.52 3.88 2.96 3.52 4 2.80 3.40 4.00 3.76 2.92 3.16 2.88 4
Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot (TKKj) Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot (TKKj) Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot (TKKj)
Alternatif Bentuk Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot Hutan Kota Lap.Olah Raga Jalur Hijau Kota Taman Kota Taman Rek/Agrw Pemakaman Umum Green Belt Bobot
Ktl 39.30 40.71 78.40 49.84 39.30 42.14 58.41 3 54.74 51.59 115.74 153.52 226.63 76.77 153.52 4 61.47 133.63 256.00 199.87 72.70 99.71 68.80 4
*) Hasil analisis berdasarkan rumus 1
SDM 3.48 3.84 4.48 3.92 3.48 3.36 3.48 4 2.60 3.24 4.16 3.20 4.12 2.72 3.52 3 3.28 3.76 3.84 3.84 3.24 3.68 2.96 4
Skor Kriteria (RKij) Aks AK By 3.52 3.20 3.28 3.68 3.48 3.48 4.16 3.76 3.64 4.00 3.88 3.72 3.44 3.32 3.40 3.52 4.16 3.28 3.24 3.16 3.16 5 3 3 3.12 2.08 2.28 3.96 3.16 2.68 4.08 2.80 2.72 3.68 2.80 2.68 4.16 4.24 3.96 3.16 2.68 2.56 3.68 3.04 2.72 5 5 3 3.24 2.76 2.76 3.84 3.68 2.84 4.20 3.96 3.60 3.96 3.48 3.28 3.12 3.76 3.16 3.52 3.60 3.04 2.84 3.32 2.64 5 3 3
KP 3.32 3.44 3.64 3.60 3.12 3.28 3.28 3 2.32 3.16 3.20 3.16 4.40 2.80 3.36 2 2.76 3.60 3.84 3.60 3.04 3.12 2.84 4
SDM 146.66 217.43 402.82 236.13 146.66 127.46 146.66 4 17.58 34.01 71.99 32.77 69.93 20.12 43.61 3 115.74 199.87 217.43 217.43 110.20 183.40 76.77 4
Nilai Kriteria *) Aks AK By 540.40 32.77 35.29 674.90 42.14 42.14 1245.85 53.16 48.23 1024.00 58.41 51.48 481.72 36.59 39.30 540.40 71.99 35.29 357.05 31.55 31.55 5 3 3 295.65 38.93 11.85 973.81 315.09 19.25 1130.58 172.10 20.12 674.90 172.10 19.25 1245.85 1370.34 62.10 315.09 138.25 16.78 674.90 259.64 20.12 5 5 3 357.05 21.02 21.02 834.94 49.84 22.91 1306.91 62.10 46.66 973.81 42.14 35.29 295.65 53.16 31.55 540.40 46.66 28.09 184.75 36.59 18.40 5 3 3
KP 36.59 40.71 48.23 46.66 30.37 35.29 35.29 3 5.38 9.99 10.24 9.99 19.36 7.84 11.29 2 58.03 167.96 217.43 167.96 85.41 94.76 65.05 4
MTv 3.56 4.04 4.28 3.92 3.56 3.84 3.20 5 4.28 3.92 4.08 4.16 4.40 4.00 4.40 4 3.40 4.00 4.24 4.24 3.68 4.12 3.40 5
MTv 571.81 1076.23 1436.21 925.61 571.81 834.94 335.54 5 335.56 236.13 277.10 299.48 374.81 256.00 374.81 4 454.35 1024.00 1370.34 1370.34 674.90 1187.10 454.35 5
Nilai Prioritas kumulatif 1402.82 5 2134.27 3 3312.90 1 2392.12 2 1345.76 7 1687.50 4 996.06 7 759.69 1639.86 1797.88 1362.01 3369.03 830.85 1537.90
7 3 2 5 1 6 5
1088.69 2433.15 3476.88 3006.85 1323.56 2180.11 904.72
6 3 1 2 5 4 7
Nilai Prioritas kumulatif 1402.82 5 2134.27 3 3312.90 1 2392.12 2 1345.76 7 1687.50 4 996.06 7 759.69 1639.86 1797.88 1362.01 3369.03 830.85 1537.90
7 3 2 5 1 6 5
1088.69 2433.15 3476.88 3006.85 1323.56 2180.11 904.72
6 3 1 2 5 4 7
Lampiran 11. Penyebaran pemakaman umum Kota Pontianak
Kecamatan
Pemakaman Umum
Luas (ha)
(1)
(2)
(3)
Pontianak Utara
Pontianak Timur
Pontianak Barat
Pontianak Kota
Pemakaman Batu layang Pemakaman Tionghoa Batu Layang Pemakaman Tionghoa Siantan Hulu Pemakaman Gang Dharma Putra Pemakaman Parit Wan Salim Pemakaman Sungai Selamat Pemakaman Parit Pekong Dalam Pemakaman Parit Pekong Laut Total Pemakaman Jl. Sultan Hamid Pemakaman Tanjung Hilir Pemakaman Dalam Bugis Pemakaman Jl. Ya’M. Sabran Pemakaman Jl. Simarangkai Pemakaman Tambelan Sampit Jl. Yusuf Karim Saigon Banjar Serasan Parit Mayor Tanjung Hulu Total Pemakaman Gang Kenari Pemakaman Gang Srikaya Pemakaman Gang Jagung Pemakaman Gang Salak Pemakaman Gang Anggur Pemakaman Jl. Haruna Pemakaman Jl. Tabrani Achmad Pemakaman Jl. Tebu Pemakaman Gang Era Baru Pemakaman Gang Merapi Pemakaman Gang Selamat I Pemakaman Gang Lamtoro Pemakaman Komp Bali Pemakaman Nipah Kuning Total Pemakaman Sungai Bangkong Pemakaman Danau Sent arum Pemakaman Jl. Kartini Pamakaman Jl. Bungur Pemakaman Gang Tengah
1,07 21,40 2,00 1,12 0,34 0,17 0,25 0,29 26,64 0,56 0,13 0,21 0,30 0,02 0,43 0,04 0,35 0,12 0,37 0,15 2,68 0,73 0,05 0,40 0,10 0,18 0,10 1,16 0,05 0,04 0,16 0,20 0,30 0,19 0,70 4,36 2,47 0,53 0,60 0,94 1,65
(1)
Pontianak Selatan
Pemakaman Lembah Murai (2) Pemakaman Mariana Total Pemakaman Muslimin Kp. Bangka Pemakaman Gang H. Mursid Pemakaman Gang Garuda Pemakaman Gang Bansir Pemakaman Gang H. Mailamah Pemakaman Gang H. Ali Pemakaman Jl. Parit H. Husin I Pemakaman Gang Martapura Pemakaman Hotel Muslim Pemakaman Gang Kamboja Pemakaman Gang Kamboja Baru Pemakaman Gang Suez Pemakaman Gang Pagar Alam Pemakaman Gang Aden Pemakaman Gang Malaya Pemakaman Gang Meliau Total Kota Pontianak
Sumber: Bappeda Kota Pontianak 2002 dan analisis data
0,28 (3) 0,21 6,68 2,24 0,04 0,03 0,03 0,10 0,03 0,10 0,11 0,03 0,20 0,45 0,01 0,10 0,05 0,01 0,70 4,23 44,59
Lampiran 12. Pengembangan RTH Kota Pontianak berdasarkan RTRW s/d tahun 2012 Kondisi RTH
RTH Publik
Kecamatan
Luas
Pontianak Selatan
2937
Jh 71.13
Tk 3.47
Lo 44.49
Pu 4.23
Pontianak Timur
878
18.24
1.44
3.00
2.68
Pontianak Barat
2011
80.58
Pontianak Kota
1234
78.33
0.88
Pontianak Utara
3722
73.52
Kota Pontianak
10782
Pontianak Selatan
Gb 108.00
Hk 10.45
RTH Restricted Tr/Agr
Kebutuhan RTH
241.77
118194
177.29
25.36
66803
100.20
106406
159.61
150.89
98801
184.20
806.50
1357.24
102786
154.18
817.24
2095.94
492990
739.49
227.10
135768
203.65
11.5
67.07
76736
115.10
15.00
289.81
122227
183.50
117.97
113491
170.24
900.00
1364.38
118069
177.10
926.50
2066.33
566291
849.44
0.00
-14.67
17573.75
26.36
0.00
41.71
9932.65
14.90
-30.87
15821.05
23.89
-32.92
14690.29
-13.96
7.14
15282.81
22.92
-29.61
73300.55
109.95
225.00
3.00
6.68
62.00
2.58
3.00
26.64
445.50
321.80
8.37
53.49
44.59
840.00
10.45
2937
95.15
2.50
20.50
6.50
92.00
10.45
Pontianak Timur
878
39.32
1.50
10.50
4.25
Rencana Pontianak Barat Pengemb Pontianak Kota s/d 2012 Pontianak Utara
2011
58.97
1.75
15.75
6.34
191.00
1.00
1234
57.22
0.75
3.50
7.50
48.00
1.00
3722
108.23
1.01
15.00
26.64
312.00
1.50
Kota Pontianak
10782
358.89
7.51
65.25
51.23
643.00
13.95
Pontianak Selatan
2937
24.02
-0.97
-23.99
2.27
-16.00
Pontianak Timur
878
21.08
0.06
7.50
1.57
0.00
Pontianak Barat
2011
-21.61
1.75
15.75
1.98
-34.00
1.00
Pontianak Kota
1234
-21.11
-0.13
0.50
0.82
-14.00
1.00
Pontianak Utara
3722
34.71
-1.57
12.00
0.00
-133.00
1.50
92.50
Kota Pontianak
10782
37.09
-0.86
11.76
6.64
-197.00
3.50
108.26
Gap
Jumlah Pendd
320.68
4.36
Eksisting 2003
Total RTH
10.74
4.26
Sumber: Hasil analisis. Keterangan: Jh Tk Lo
: : :
Jalur hijau kota Taman kota Lapangan olah raga
Pu Gb Hk Tr/agr
: : : :
Pemakaman umum Green belt Hutan kota Taman rekreasi/agrowisata
Lampiran 13 . Skor dan pembobot kriteria fungsi RTH berdasarkan penilaian responden Kriteria
Sub kriteria
Skor Pembobotan Responden Responden Total Rerata Total Rerata Akademisi Praktisi Birokrasi Akademisi Praktisi Birokrasi 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
a. Ekologi Kawasan tergenang Tergenang Priodik 3 /Topografi Tidak tergenang 2 Selalu tergenang 1 Badan air 0 Jenis tanah Organososl(Gambut) 3 Aluvial 1 Gley 2 Kawasan tepian air Selalu terabrasi 2 /Abrasi Abrasi periodik 2 Tidak terabrasi 1 b. Ekonomi Taman rekreasi/ Kawasan budidaya 3 Agrowisata Lahan pemb/ uji coba 1 Pal Lima 1 Kebuncampuran/ Kebun masyarakat 3 hutan Keb. salak Prt. Mayor 2 Hutan sekunder 3 c. Sosial Kawasan pemuKepadatan tinggi 3 kiman Kepadatan sedang 1 Kepadatan rendah 2 Kawasan olahraga Pemanfaatan tinggi 3 Pemanfaatan sedang 2 Pemanfaatan rendah 1 Taman kota Frek. Kunj. tinggi 3 Frek. Kunj. sedang 2 Frek. Kunj. Rendah 1 d. Budaya Kawasan RTH Tugu Khatulistiwa, budaya Keraton, Beting Perm 3 Seng Hie, Alun Kapuas 2 Taman Degulis, KSA 1 Pemukiman, kebun 0 Kawasan RTH Tepung tawar,tolakterhadap tradisi bala, antar pinang 3 budaya Robo-robo 3 Likuran (obor bambu) 1 Buang-buang 0
3 1 1 0 3 2 1 3 2 1
3 2 1 0 3 3 1 3 2 1
3 2 1 0 3 2 1 3 2 1
3 1 2 0 3 2 1 3 2 1
3 3 1 0 3 2 2 3 2 1
2 3 1 0 3 2 1 3 2 2
3 2 3 0 3 3 1 1 2 2
3 2 1 0 3 3 2 3 1 1
3 2 2 0 3 1 2 3 3 3
3 1 2 0 3 1 1 2 3 3
3 3 2 0 3 2 2 2 1 2
3 3 1 0 3 1 1 3 3 2
3 2 1 0 3 3 2 3 1 2
2 2 1 0 3 3 2 3 3 1
3 2 1 0 3 3 2 3 1 1
3 1 2 0 3 3 2 3 1 1
3 1 2 0 3 3 1 3 2 1
3 1 2 0 3 2 1 3 2 1
2 3 1 0 3 2 1 3 3 1
3 3 1 0 3 2 2 3 2 1
60 42 30 0 63 46 31 58 42 30
2.86 5 5 4 3 4 5 5 4 4 5 4 4 5 3 4 5 5 2 3 5 5 2.00 1.43 0.00 3.00 5 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 2.19 1.48 2.76 3 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 5 4 3 5 5 5 5 2.00 1.43
89
4.24
99
4.71
93
4.43
3 2 1 3 2 2
3 2 1 3 2 2
3 3 2 3 2 1
3 2 3 3 1 1
3 2 1 3 2 1
3 3 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1
2 2 1 3 1 1
3 1 1 3 1 1
3 1 2 3 1 2
3 2 1 2 2 1
2 3 1 3 2 1
3 2 1 2 2 2
3 2 2 1 2 1
3 2 1 3 3 1
3 1 2 3 1 2
3 1 1 3 2 1
3 1 2 3 2 2
3 2 1 3 2 2
3 2 1 3 1 1
61 39 28 59 37 30
2.90 5 4 5 3 5 4 5 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 3 5 5 5 1.86 1.33 2.81 4 4 5 4 3 4 3 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 1.76 1.43
95
4.52
92
4.38
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1 2 2 1
3 2 1 3 2 1 3 1 1
3 3 1 3 2 1 3 2 1
3 3 1 2 2 1 3 3 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 3 1 3 2 1 3 2 1
3 3 1 3 2 1 1 2 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1 3 3 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 2 2 3 2 1 2 2 1
3 2 1 3 2 1 2 2 1
3 2 2 2 2 1 3 3 1
3 1 2 3 2 1 3 2 1
3 1 2 3 2 1 3 2 1
3 3 1 3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
3 2 1 3 2 1 3 2 1
63 44 26 61 42 21 58 44 21
3.00 5 5 4 5 5 3 4 5 4 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 4 2.10 1.24 2.90 3 4 3 4 4 5 3 4 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 2.00 1.00 2.76 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 5 5 2.10 1.00
96
4.57
88
4.19
85
4.05
3 2 1 0
3 2 1 0
3 1 1 0
3 1 1 0
3 2 2 0
3 2 2 0
3 2 1 0
3 2 2 0
3 2 2 0
3 2 2 0
3 1 1 0
3 3 1 0
3 2 1 0
3 2 1 0
3 2 1 0
3 3 1 0
3 3 2 0
3 2 2 0
3 3 3 2 1 1 0
63 43 28 0
3.00 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 2.05 1.33 0.00
98
4.67
3 2 1 0
2 3 1 0
3 2 1 0
3 2 1 0
3 2 2 0
3 2 2 0
3 1 1 0
1 2 2 0
3 1 1 0
2 2 2 0
3 3 1 0
3 1 1 0
3 2 1 0
3 2 1 0
3 2 1 0
1 2 2 0
3 2 1 0
3 2 2 0
3 2 1 0
57 42 27 0
2.71 4 4 4 4 3 2 2 5 5 4 4 4 5 4 3 5 5 5 4 3 4 2.00 1.29 0.00
83
3.95
3 2 1 0
Path
Jalur Hijau Kota 1. Karakteristik tanaman: struktur dan tajuk rapat sampai rapat, dominant warna hijau, perakaran tidak mengganggu pondasi 2. Kecepatan tumbuh bervariasi 3. Dominan jenis tanaman tahunan 4. Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budi daya 5. Jarak tanam setengah rapat sampai rapat, sekitar 90% dari areal harus dihijaukan
Jalur hujau jalan -Jalan Pak Kasih
1.080 m 2
Pencemaran SO2 , Pb, NO 3,, Penyerap CO2 , kebisingan, bau busuk, partikel debu
- Jalan Khatulistiwa
14.050 m 2
Pencemaran: Pb, NO3 , Penyerap CO2 , kebisingan, bau busuk, partikel debu,
- Jalan Tanjung Raya
17.200 m 2
Pencemaran: Pb, NO3 , Penyerap CO2, kebisingan, tergenang periodik
- Bambu (Bambusa vulgaris) - Cempaka (Michellia champaca) - Tanjung (Mimusop elengi) - Kenanga (Canangium odoratum) - Medang (Litsea odorifera) - Angsana (Dalbergia latifolia ) - Bunga kupu-kupu (Bauhiania purpurea) - Biola cantik (Ficus lyrata )
Pencemaran: Pb, NO3 , Penyerap CO2, kebisingan, tergenang periodik - Jalan Kom Yos Sudarso Jalur hijau median jalan : - Jalan A. Yani - Jalan Tanjung Pura - Jalan Sultan Hamid - Jalan Veteran - Jalan Gajah Mada (alternatif pengembangan)
34.200 m 2
2800 m2 852,85 m 2
Pencemaran udara, Penyerap CO2,NO3 , Pb, suhu tinggi, keamanan pengguna jalan, estetika kota
500 m 2 1.250 m2 1.965 m2
- Kana (Canna indica) - Akalipa (Acalypha wilkesiana) - Pisang-pisangan (Heliconia sp) - Pangakas hijau (Duranta repen) - Nenas merah (Cryptanthus sp) - Hanjuang (Cordyline terminalis) - Hanjuang merah (Cordyline fruticasa) - Puring (Codieaum variegatum) - Nusa indah (Mussaenda erythrophylla) - Alamanda (Allamanda cathartica) - Bougenvil (Bougainvillea spectabilis) - Soka (Ixora sp) - Kihujan (Samanea saman ) - Pacing (Costus speciosus ) - Palem putri (Vertchia merrilli)
Jalur hijau tepian air - Koridor Sungai Jawi - Korodor Parit Tokaya - Koridor Tugu Khatulistiwa - Koridor Sungai Selamat - Koridor Sungai Malaya
jalur hijau penyempurna: - Jempatan Kapuas - Fery penyeberangan - Pelabuhan Laut Pontianak - Pelabuhan Seng Hie - Terminal Batu Layang
71.100 m 7.500 m 150 m 6.000 m 5.920 m
0,75 ha 0,26 ha 0,56 ha 2,28 ha
(Angin kencang, Salinitas, genangan periodik, habitat burung, erosi, abrasi)
- Angsana (Dalbergia latifolia ) - Rengas (Gluta renghas L) - Simpur (Dillenia spp) - Dungun (Heritiera spp) - Putat (Baringtonia spp) - Jeruju (Acanthus ilicifolius) - Paku Laut (Acrostchum spp) - Api-api (Avicennia alba ) - Api-api putih (Avicenia marina ) - Nipah (Nypa fruticans Wurmb) - Berembang (Sonneratia alba J.E.Smith) - Dadap Laut (Clerodendrum inerme Gaertn) - Waru Laut (Hibiscus tiliaceus L) - Cengkodok (Melastoma candidum - Pandan (Pandanus odoratissima) - Ketapang (Terminalia catappa L) - Bungur (Lagerstromi a spp) - Beringin (Ficus spp) - Bintaro (Cerbera manghas L) - Gelam (Malaleucaleucadendron ) - Bambu (Bambusa vulgaris)
Pencemaran: udara, SO2, Pb, CO2 ,NO3, Kebisingan, penyerap CO2, salinitas
- Bambu (Bambusa vulgaris) - Cempaka (Michellia champaca) - Tanjung (Mimusop elengi) - Kenanga (Canangium odoratum) - Medang (Litsea odorifera) - Angsana (Dalbergia latifolia )