J. Hort. 18, No.1, 2008 J. Hort. 18(1):80-86, 2008
Aplikasi Pestisida Biorasional Agonal 866 untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Bawang Merah Hadisoeganda, A.Widjaja, W.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. ���� ����������������� Tangkuban Parahu ����� 517, ����������������� Lembang, Bandung ����� 40391 Naskah diterima tanggal 3 Oktober 2005 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 15 Mei 2007 ABSTRAK. Penelitian aplikasi pestisida biorasional Agonal 866 untuk mengendalikan hama dan penyakit bawang merah dilaksanakan di lahan petani di Rancaekek, (650 m dpl.), Kabupaten Bandung, dari Desember 2001 sampai Maret 2002. Percobaan dirancang dengan rancangan acak kelompok, diulang 4 kali. Perlakuan yang digunakan adalah pestisida biorasional Agonal 866 dan pestisida sintetik, kedua-keduanya diaplikasikan baik secara tunggal terus menerus dan bergiliran untuk mengendalikan hama dan penyakit utama bawang merah. Pestisida biorasional Agonal 866 adalah campuran ekstrak kasar A. indica (8 bagian) + A. nardus (6 bagian) + A. galanga (6 bagian). Prosedur pembuatannya dicantumkan dalam artikel. Perlakuan lain pestisida sintetik adalah campuran Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP 0,2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pestisida biorasional Agonal 866 yang diaplikasikan baik secara tunggal maupun digilir dengan pestisida sintetik ternyata efikasinya dalam mengendalikan penyakit bercak ungu yang disebabkan A. porri maupun serangan hama S. exigua, setara dan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hasil penelitian ini memberikan indikasi kuat bahwa pestisida biorasional Agonal 866 dapat digunakan untuk menggantikan pestisida sintetik Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP untuk mengendalikan A. porri dan S. exigua pada bawang merah dalam upaya memecahkan masalah penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan dalam pengertian mengurangi kuantum pemberian pestisida sintetik tersebut. Katakunci: Allium cepa var. ascalonicum; Alternaria porri; Spodoptera exigua; Pestisida biorasional; Pestisida sintetik; Efikasi. ABSTRACT. Hadisoeganda, A.Widjaja, W. 2008. Application of Biorational Pesticide to Control Pests and Diseases of Shallot. Research concerning biorational and synthetic pesticides was conducted in order to reduce the overuse of synthetic pesticide on shallot cultivation. The experiment was carried out at farmer’s field in Rancaekek (elevation 650 m asl) Bandung District, from December 2001 until March 2002. The experiment was laid in a randomized block design, replicated 4 times. The treatments were application of biorational pesticide Agonal 866 and synthetic pesticide, either applied singly or alternately to control the most important pests and diseases of shallot. Biorational pesticide Agonal 866 is simply mixture of the crude extract of A. indica (8 parts) + A. nardus (6 parts) + A. galanga (6 parts), and the synthetic pesticide was a mixture of Pirethroid 25 EC and Propineb 70 WP 0.2%. The results of the experiment indicated that biorational pesticide Agonal 866 either applied singly or alternately with synthetic pesticide was as effective as synthetic pesticide in controlling purple blotch diseases caused by A. porri as well as harmful insect S. exigua. These evident strongly gave indication that biorational pesticide Agonal 866 could replace synthetic pesticide Pirethroid 25 EC and Propineb 70 WP in controlling A. porri and S. exigua on shallot in order to overcome the overuse of synthetic pesticide. Keywords: Allium cepa var. ascalonicum; Alternaria porri; Spodoptera exigua; Biorational pesticide; Synthetic pesticide; Efficacy.
Meskipun potensi pemasaran komoditas bawang merah masih sangat kuat dan sudah banyak sumbangan perbaikan teknologi produksi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, tetapi tingkat produktivitas komoditas bernilai ekonomi tinggi tersebut masih rendah, apabila dibandingkan dengan potensi yang mampu dicapai (van Lishout 1992, Suwandi 1994). Salah satu kendala terpenting yang dapat mengganggu proses budidaya bawang merah adalah serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Telah teridentifikasi bahwa terdapat sekitar 6 jenis
80
penyakit dan 3 jenis hama utama, yang merusak dan menghancurkan produksi bawang merah (Setiawati dan Suwandi 1998). Organisme pengganggu tumbuhan bawang merah tersebut secara ekologis sebagian besar termasuk dalam organisme yang berstrategi atau berseleksi r atau peralihan antara r dan K, ciri biologisnya antara lain daya keperidiannya tinggi, mortalitas alamiah rendah, siklus hidup singkat, cenderung bermigrasi, daya adaptasi pada habitat baru tinggi, daya kompetisi antarspesies rendah, dan ukuran tubuh relatif kecil. Oleh karena itu, eksistensi
Hadisoeganda, A. Widjaja, W. : Aplikasi Pestisida Biorasional Agonal 866 untuk Mengendalikan Hama OPT bawang merah laten dan sering tingkat populasinya sudah di atas ambang ekonomi sebelum bawang merah ditanam. Hal tersebut memprovokasi petani agar selalu menggunakan pestisida sintetis untuk mengendalikan OPT untuk menjamin keberhasilan usahatani bawang merah. Apabila serangan salah satu OPT bawang merah yaitu S. exigua tidak mampu diatasi, maka kehilangan hasil dapat mencapai 37% (Setiawati 1996). Telah dilaporkan pula bahwa petani bawang merah di Kabupaten Brebes (Provinsi Jawa Tengah) rerata mencampurkan 3 sampai 7 macam pestisida sedangkan interval aplikasinya sekitar 2-3 hari sekali, sehingga secara kumulatif dalam 1 musim tanam bawang merah aplikasi campuran pestisida tersebut mencapai 15-30 kali (Setiawati dan Suwandi 1998). Biaya penggunaan pestisida terbukti mencapai sekitar 34,22% dari biaya produksi usahatani bawang merah (Nurmalinda et al. 1994). Apabila OPT tersebut tidak mampu dikendalikan maka usahatani dapat gagal sama sekali, karena selain hama S. exigua, penyakit yang disebabkan oleh cendawan Alternaria porri dan Fusarium oxysporum mengakibatkan kehilangan hasil masing-masing 35 dan 27% (Suryaningsih 1994). Tanggap atas dampak negatif penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan tersebut, maka keluarlah Instruksi Presiden (INPRES) No. 3/1986 yang kemudian dikukuhkan sebagai UU-RI No. 12 Tahun 1992 pasal 20 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang terkait dengan OPT bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu tujuan praktis sistem PHT adalah mengurangi kuantum penggunaan pestisida sintetik. Salah satu caranya adalah dengan mengintroduksi pestisida alami yang mampu melindungi keampuhan pestisida sintetik tersebut dengan dampak negatif yang minimum. Pestisida yang diperoleh baik dari tumbuhan maupun jasad renik disebut sebagai pestisida biorasional (biorational pesticides) (EPA 1989). Cara kerja molekul bioaktif yang terkandung dalam pestisida biorasional dapat berfungsi sebagai biotoksik (beracun), pencegah makan (antifeedant, feeding deterrent), penolak (repellent), dan atau pengganggu alamiah lainnya.
Nimba (Azadirachta indica A. Juss) baik biji maupun daunnya mengandung biotoksin azadirachtin yang cara kerjanya dapat sebagai pencegah makan, penolak, maupun racun kontak. Serai wangi (Andropogon nardus Backer) mengandung biotoksin farnesol (seskuiterpen) yang cara kerjanya berfungsi sebagai racun maupun allergen sedangkan lengkuas (Alpinia galanga) rimpangnya mengandung minyak atsiri dengan komponen utama asetil sianat, sineol, kandungan kamper, serta galangin (Grainge dan Ahmed 1988). Hasil penelitian pendahuluan telah mencatat bahwa biotoksin dari berbagai tanaman, antara lain A. indica (nimba), A. nardus (serai wangi), A. galanga (lengkuas), Tithonia diversifolia (kipahit), Tephrosia candida (kacang babi), Nicotiana tabacum (tembakau), Melia azedarach (mindi), Lantana camara (saliara), Curcuma aerugenosa (koneng hideung), Cestrum nocturnum (kembang dayang), dan banyak spesies tanaman lainnya memiliki potensi kuat untuk digunakan sebagai pestisida biorasional (Hadisoeganda 1994a dan b, Hadisoeganda dan Udiarto 1998). Campuran ekstrak kasar tanaman A. indica (8 bagian), A. nardus (6 bagian), dan A. galanga (6 bagian) diberi nama akronim Agonal 866 ternyata sangat efektif dalam mengendalikan berbagai OPT utama pada kentang, cabai, dan bawang merah (Hadisoeganda 1994a dan b. Pestisida sintetik Decametrin 25 EC adalah insektisida golongan Piretroid sintetik, cara kerjanya sebagai racun kontak dan racun perut, sangat efektif untuk mengendalikan berbagai serangan hama, diharapkan tidak mencemari lingkungan karena mudah dan cepat terurai menjadi komponen yang tidak beracun (nonpersisten). Propineb 70 WP adalah fungisida sintetik bersifat kontak dari golongan etil bisditio karbamat, efektif untuk mengendalikan berbagai cendawan patogenik di antaranya adalah A. porri pada tanaman bawang merah (Suryaningsih dan Suhardi 1990). Meskipun pestisida biorasional Agonal 866 terbukti memiliki potensi pengendalian, tetapi berdasarkan pertimbangan kemampuan merusak OPT bawang merah dan nilai ekonomis komoditas tersebut yang sangat tinggi tetapi produktivitasnya masih rendah (Suwandi 1994) maka dalam penelitian ini, cara aplikasi pestisida 81
J. Hort. 18, No.1, 2008 biorasional tersebut direkayasa dengan menggilir pestisida sintetik dengan tujuan agar mampu mengendalikan OPT bawang merah, dampak negatif penggunaan pestisida sintetik, dan biaya usahatani bawang merah dapat ditekan serendah mungkin. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di lahan petani di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, elevasi 680 m dpl, dari bulan Desember 2001 sampai dengan Maret 2002. Percobaan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak kelompok, 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan: 1. Pergiliran aplikasi PS-PB-PS-PB 2. Pergiliran aplikasi PS-PB-PB-PS 3. Pergiliran aplikasi PS-PB-PB-PB 4. Aplikasi PS-PS-PS-PS 5. Aplikasi PB-PB-PB-PB 6. Kontrol (tanpa aplikasi PS maupun PB). Keterangan : PS = campuran pestisida sintetik Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP dengan dosis 0,2%
diamati. Volume larutan semprot sesuai dengan umur tanaman, berkisar antara 200-500 l/ha, menggunakan alat semprot gendong semiotomatis. Untuk setiap plot diamati 10 tanaman contoh diambil secara acak dengan interval pengamatan 1 minggu sekali. Data yang dikumpulkan adalah (1) kerusakan tanaman akibat serangan A. porri, (2) kerusakan tanaman akibat serangan hama S. exigua, (3) populasi hama S. exigua, dan (4) bobot umbi sehat dan sakit. Metode pengamatan intensitas serangan OPT menggunakan cara yang dianjurkan oleh Said 1976 dalam Suryaningsih 1994 yakni dengan nilai perangkaan 0 = tidak ada serangan, 1 = 120% luas daun terserang, 2 = 21-40% luas daun terserang, 3 = 41-60% luas daun terserang, 4 = 61-80%, dan 5 = 81-100% luas daun terserang. Intensitas kerusakan tanaman dihitung dengan rumus:
∑ (n+v) x 100% NxV
I=
di mana: I = Intensitas kerusakan n = Jumlah tanaman dalam setiap kategori serangan
PB = pestisida biorasional Agonal 866 yaitu campuran ektrak kasar A. indica 8 bagian bobot + A. nardus 6 bagian bobot + A. galanga 6 bagian bobot.
N = jumlah tanaman yang diamati
Interval aplikasi 1 minggu sekali.
Jumlah tanaman per plot adalah 480 tanaman, ukuran plot 1,2 x 12 m, jarak tanam 15 x 20 cm, jarak antarplot 100 cm. Prosedur cara bercocok tanam sesuai prosedur standar seperti yang dianjurkan oleh Suwandi dan Hilman (1995 dalam Hadisoeganda dan Udiarto 1998).
Cara meracik ekstrak kasar AGONAL 866: Untuk tiap ha dibutuhkan 8 kg A. indica, 6 kg A. nardus, dan 6 kg A. galanga. Semua bahan dicacah, dicampur lalu digiling sampai halus, ditambahkan air 20 l, diaduk selama 5 menit, suspensi diendapkan selama 24 jam. Suspensi disaring, ekstrak kasar yang didapat diencerkan sebanyak 30 kali (ditambah air 580 l sehingga volume ekstrak menjadi 600 l). Sebelum setiap aplikasi, ditambahkan bahan perata 0,1 g sabun atau deterjen per 1 l ekstrak. Pestisida biorasional disemprotkan ke seluruh bagian tanaman pada waktu sore hari. Aplikasi perlakuan pestisida pertama dilakukan saat gejala serangan OPT awal telah 82
v = Nilai skala tiap kategori serangan V = Nilai skala serangga tertinggi.
Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama penelitian berlangsung, OPT utama yang menyerang tanaman percobaan adalah cendawan A. porri dan hama S. exigua.
Hadisoeganda, A. Widjaja, W. : Aplikasi Pestisida Biorasional Agonal 866 untuk Mengendalikan Hama Pengaruh Perlakuan terhadap Cendawan A. porri. Data pengamatan A. porri tercantum dalam Tabel 1. Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan cendawan tersebut pada 29 hari setelah tanam (HST) untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata satu sama lain dan tingkat kerusakan berkisar antara 24-25%. Tetapi pada pengamatan kedua yaitu pada umur tanaman 36 HST, pengaruh pestisida biorasional maupun pestisida sintetik mulai terjadi, meskipun tidak berbeda nyata satu sama lain, tetapi kerusakan tanaman lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Apabila tanaman tidak disemprot pestisida, kerusakan yang terjadi sebesar 58,75%. Meskipun efeknya tidak berbeda nyata, tetapi campuran pestisida sintetik Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP dosis 0,2% mampu menekan kerusakan tanaman menjadi hanya 47,92%, disusul oleh masingmasing perlakuan PS-PB-PB-PB (49,58%), PS-PB-PS-PB (50%), PS-PB-PB-PS (50,41%), dan PB-PB-PB-PB (52,08%). Pengamatan pada tanaman berumur 43 HST menunjukkan bahwa semua perlakuan pestisida baik biorasional
maupun sintetik mampu menekan serangan A. porri sehingga intensitas kerusakan tanaman juga lebih kecil. Perlakuan PS-PB-PS-PB mampu menekan kerusakan tanaman lebih rendah dan berbeda nyata dengan kontrol maupun perlakuan lainnya kecuali perlakuan PS-PB-PB-PB dan PSPS-PS-PS. Tingkat kerusakan akibat serangan A. porri pada tanaman yang sudah berumur 50 HST pada perlakuan kontrol tercatat paling tinggi (92,08%) dan berbeda nyata dibandingkan perlakuan lainnya, disusul berturut-turut oleh perlakuan PB-PB-PB-PB (86,25%), PS-PB-PBPS (84,58%), PS-PB-PB-PB (82,50%) PS-PS-PSPS (80,83%), dan PS-PB-PS-PB (80%). Apabila ditelaah secara menyeluruh, ternyata bahwa semua perlakuan baik pestisida sintetik digilir dengan biorasional maupun tanpa digilir di antara keduanya, ternyata mampu menekan kerusakan tanaman, sebagai akibat serangan A. porri. Efek yang paling kuat diakibatkan oleh perlakuan pergiliran antara PS-PB-PS-PB dan PS-PS-PS-PS terus menerus, keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain. Mekanisme cara kerja bahan-bahan aktif yang terkandung dalam pestisida biorasional akan dibahas kemudian.
Tabel 1. Pengaruh pergiliran aplikasi antara pestisida sintetik dan pestisida biorasional terhadap kerusakan tanaman bawang merah akibat penyakit bercak ungu A. porri (The effect of alternate application of synthetic and biorational pesticide on shallot plant damage cause by purple blotch A. porri) Perlakuan (Treatments) 1) PS-PB-PS-PB (SP-BP-SP-BP) PS-PB-PB-PS (SP-BP-BP-SP) PS-PB-PB-PB (SP-BP-BP-BP) PS-PS-PS-PS (SP-SP-SP-SP) PB-PB-PB-PB (BP-BP-BP-BP) Kontrol (Control) 1) 2)
29 24,00 a
Kerusakan tanaman (Plant damages), HST (DAP) 2) % 36 43 50,00 b 75,83 c
50 80,00 d
23,91 a
50,42 b
80,83 b
84,58 bc
23,50 a
49,58 b
78,75 bc
82,50 cd
23,70 a
47,92 b
77,08 bc
80,83 d
23,50 a
52,08 b
81,25 b
86,25 b
24,92 a
58,75 a
89,58 a
92,08 a
PS = Pestisida sintetik campuran Piretroid 25 EC + Propineb 70 WP dosis 0,2% (SP = synthetic pesticide, Pirethroid 25 EC + Propineb 70 WP mixture, dosage 0.2%) PB = Pestisida biorasional (Biorational pecticide), Agonal 866. HST (DAP) = Hari setelah tanam (Days after planting).
83
J. Hort. 18, No.1, 2008 Pengaruh Perlakuan terhadap Populasi S. exigua dan Kerusakan Tanaman yang Diakibatkannya Data pengamatan tertera dalam Tabel 2. Data tersebut diamati pada tanaman berumur 50 hari. Ternyata bahwa semua perlakuan baik pergiliran pestisida sintetik dengan biorasional, pestisida sintetik terus menerus maupun pestisida biorasional terus menerus mampu menekan populasi S. exigua dengan nyata dibandingkan dengan kontrol. Urutan perlakuan dari yang terkuat sampai yang terlemah berturut-turut adalah perlakuan pergiliran pestisida sintetik dan biorasional dengan pola PS-PB-PS-PB dan PS-PB-PB-PS disusul oleh pestisida sintetik terus menerus (PS-PS-PS-PS), di mana ketiganya tidak berbeda nyata satu sama lain, disusul oleh pergiliran dengan pola PS-PB-PB-PB dan pestisida biorasional terus menerus (PB-PBPB-PB) keduanya tidak berbeda nyata satu sama lain, tetapi lebih lemah dan berbeda nyata dibandingkan dengan 2 perlakuan terdahulu. Kerusakan tanaman akibat serangan S. exigua paralel atau sejalan dengan data populasi serangga tersebut. Semua perlakuan pestisida mampu menekan kerusakan tanaman akibat serangan S. exigua nyata dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal tersebut sangat mungkin karena aplikasi semua
pestisida baik sintetik maupun biorasional, baik diaplikasikan terus-menerus maupun digilir selang-seling dengan pestisida biorasional, mampu menekan populasi S. exigua sehingga kerusakan tanaman akibat serangan hama tersebut juga mampu ditekan. Pengaruh Perlakuan terhadap Hasil Panen Tabel 3 menunjukkan bahwa semua perlakuan pestisida sintetik maupun biorasional, baik digilir berselang-seling maupun tunggal terus-menerus, memberi efek mampu menekan atau mengurangi bobot umbi yang sakit (terinfeksi), sehingga bobot umbi yang sehat meningkat. Pengaruh tersebut berturut-turut adalah pestisida sintetik yang diaplikasikan secara terus-menerus (perlakuan PS-PS-PS-PS) efeknya sama dengan aplikasi pestisida sintetik yang kemudian digilir berturutturut dengan pestisida biorasional (perlakuan PSPB-PB-PB), dan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata satu sama lain, tetapi semuanya berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol. Apabila ketiga tabel tersebut (Tabel 1, 2, dan 3) dibandingkan dan dibahas secara simultan dapat diambil kesimpulan bahwa semua perlakuan pestisida baik yang sintetik maupun biorasional yang diaplikasikan secara tunggal atau bergiliran mampu menekan serangan penyakit akibat A. porri dan hama S. exigua pada daun tanaman, sehingga kerusakan tanaman akibat
Tabel 2. Pengaruh pergiliran aplikasi antara pestisida sintetik dan pestisida biorasional terhadap populasi serangga dan kerusakan tanaman bawang merah akibat S. exigua pada umur 50 HST (The effect of alternate application of synthetic and biorational pesticide on insect population and shallot plant damage caused by S. exigua at 50 DAP)1) Perlakuan (Treatments) PS-PB-PS-PB (SP-BP-SP-BP) PS-PB-PB-PS (SP-BP-BP-SP) PS-PB-PB-PB (SP-BP-BP-BP) PS-PS-PS-PS (SP-SP-SP-SP) PB-PB-PB-PB (BP-BP-BP-BP) Kontrol (Control)
84
1,27 c
Kerusakan tanaman (Plant damages) % 24,76 b
1,32 c
25,57 b
1,73 b
26,04 b
1,38 bc
25,38 b
1,73 b
26,02 b
2,58 a
30,10 a
Populasi serangga (Insect population)
Hadisoeganda, A. Widjaja, W. : Aplikasi Pestisida Biorasional Agonal 866 untuk Mengendalikan Hama Tabel 3. Pengaruh pergiliran aplikasi antara pestisida sintetik dan pestisida biorasional terhadap hasil panen bawang merah pada umur 60 HST (The effect of alternate application of synthetic and biorational pesticide on shallot yield at 60 DAP) Perlakuan (Treatments) PS-PB-PS-PB (SP-BP-SP-BP) PS-PB-PB-PS (SP-BP-BP-SP) PS-PB-PB-PB (SP-BP-BP-BP) PS-PS-PS-PS (SP-SP-SP-SP) PB-PB-PB-PB (BP-BP-BP-BP) Kontrol (Control)
Sehat (Healthy) kg 0,35 b
Hasil (Yield) Berdasarkan contoh (Based on sample) Sakit (Infected) kg 0,16 bc
% 31
0,39 ab
0,08 c
17
0,67 a
0,10 bc
13
0,55 a
0,17 b
24
0,43 ab
0,11 bc
20
0,19 c
0,38 a
66
kedua OPT bawang merah tersebut dapat ditekan, bobot hasil umbi yang terserang oleh kedua OPT tersebut dapat dikurangi dan bobot hasil umbi sehat dapat ditingkatkan. Perlakuan yang paling efektif adalah pestisida sintetis digilir berturutturut dengan pestisida biorasional terus-menerus (PS-PB-PB-PB), diikuti pestisida sintetis (PS-PSPS-PS), pestisida biorasional (PB-PB-PB-PB), serta pestisida sintetik digilir dengan biorasional pola PS-PB-PB-PS dan PS-PB-PS-PB. Pestisida biorasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran dari A. indica (8 bagian) + A. nardus (6 bagian) + A. galanga (6 bagian) di mana A. indica (nimba) adalah salah satu spesies tanaman dari keluarga Meliaceae yang mengandung senyawa biotoksin quassinoid, limonoid, dan terpenoid. Salah satu komponen azadirachtin dengan model kerjanya yang berfungsi sebagai insektisida adalah penghambat makan dan penghambat tumbuh. Menurut Grainge dan Ahmed 1988 senyawa hasil metabolisme sekunder azadirachtin yang bersifat biosida berspektrum sangat luas dan memiliki model kerja mempengaruhi proses mitosis dan meiosis dengan jalan menghalangi sintesis DNA dan RNA pada proses perakitan mikrolubul. Oleh karena itu azadirachtin juga bersifat
antiplasmodium, antivirus, dan anticendawan karena mampu menghambat perkembangan sel. Senyawa biotoksin azadirachtin identik dengan benzimidazole. Molekul bahan aktif lain adalah meliantriol, salamin, dan nimbin, sedangkan azadirachtin sendiri mengandung 17 komponen bioaktif yang paling berperan sebagai pestisida. Serai wangi adalah salah satu spesies tanaman dari keluarga Graminae, mengadung senyawa biotoksin sitrol, sitronelo, geraniol, nerol, farnesol, metil heptenon, dan juga dipentena. Farnesol adalah senyawa seskuiterpen bersifat toksik dan allergen (Grainge dan Ahmad 1988). Rimpang lengkuas mengandung senyawa galangin, galangol, pinen, kamfer, metil sianat, eugenol, seskuiterpen, dan sineol, bersifat antibiotika. Kandungan minyak atsiri yang komponennya adalah asetil sianat, sineol, kamfer, dan galangin bertindak sebagai biotoksin dan zat penolak. Campuran dari ketiga spesies tanaman tersebut dengan perbandingan (bobot) tertentu, dalam percobaan ini adalah 8:6:6 dan diberi nama dengan akronim Agonal 866 (Hadisoeganda dan Udiarto 1998) ternyata mampu mengendalikan berbagai OPT baik pada tanaman kentang maupun cabai.
85
J. Hort. 18, No.1, 2008 KESIMPULAN 1. Pestisida biorasional Agonal 866 baik diaplikasikan sendiri mapun digilir dengan pestisida sintetik Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP dosis 0,2% efektif untuk mengendalikan cendawan A. porri dan serangga hama S. exigua, menekan kerusakan tanaman dan mampu menyelamatkan produksi bawang merah dari serangan kedua OPT tersebut. 2. Tingkat efikasi pestisida biorasional Agonal 866 dalam mengendalikan cendawan A. porri dan hama S. exigua setara dengan pestisida sintetik campuran Piretroid dan Propineb dosis 0,2%, apabila dalam pola pergiliran Agonal 866 digilir dengan pestisida sintetik. 3. Pestisida biorasional Agonal 866 yang diaplikasikan secara tunggal, tingkat efikasinya terhadap A. porri tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pestisida sintetik campuran Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP dosis 0,2%. 4. Pestisida biorasional Agonal 866 yang diaplikasikan secara tunggal, tingkat efikasinya dalam mengendalikan hama S. exigua setara dibandingkan dengan pestisida sintetik campuran Piretroid 25 EC dan Propineb 70 WP dosis 0,2%. 5. Pestisida biorasional Agonal 866 mampu menandingi efektivitas pestisida sintetik dalam mengendalikan A. porri dan S. exigua sehingga produksi bawang merah dapat diselamatkan yang pada gilirannya kuantum pemberian pestisida sintetis dapat dikurangi. PUSTAKA 1. EPA. 1989. Environmental Protection Agency. Proposal Giudelines for Registering Biorational Pesticides. Federal Register Vol. 40. Pesticide Program Part 163.
86
2. Grainge, M. and S. Ahmed. 1988. Handbook of Plants with Pests Control Properties. John Willey & Sons. New York: 470 Hlm. 3. Hadisoeganda, A. Widjaja W. 1994a. Penelitian Laboratorium Ekstrak Nimba terhadap Proses Penetasan Telur dan Daya Infektivitas Larva Meloidogyne spp. Laporan Penel. Proyek APBN TA. 1993/1994: 16 Hlm (Mimeograph). 4. ______________________. 1994b. Pengaruh Cara Aplikasi Ekstrak Nimba terhadap Intensitas dan Populasi Meloidogyne spp. pada Tanaman Kentang dan Tomat. Laporan Penel. Proyek APBN TA. 1993/1994: 26 Hlm. (Mimeograph). 5. ______________________ dan B.K. Udiarto. 1998. Pengaruh Ekstrak Kasar Tanaman Pestisida Biorasional untuk Mengendalikan OPT Utama pada Tanaman Kentang, Cabai, dan Bawang Merah. Laporan Penelitian Proyek APBN 1997/1998. 32 Hlm. (Mimeograph). 6. Jacobson, M. 1975. Insecticide from Plants: A Review of the Literature 1954-1971. USDA Agric. Handbook No. 461. 138 p. 7. Nurmalinda, T.A. Soetiarso, R. Majawisastra dan Suwandi. 1994. Analisis Usahatani Tumpangsari Bawang Merah dan Cabai Pada Lahan Sawah. Laporan Hasil Penel. Balithort Lembang: 8 Hlm. (Mimeograph). 8. Setiawati, W. 1996. Kerusakan dan Kehilangan Hasil Bawang Merah Akibat Serangan Ulat Perusak Daun (Spodoptera exigua Hubn.). Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran. Balitsa, Lembang 24 Oktober 1995:418-425. 9. ___________ dan Suwandi. 1998. Penerapan Pengendalian Hama Utama Tanaman Bawang Merah dan Cabai Secara Terpadu. Laporan Penelitian. ARMP II: 87 Hlm. 10. Suryaningsih, E. 1994. Pengendalian Penyakit Otomatis (Colletotrichum gloeosporioides) dan Bercak Ungu (Alternaria porri) pada Bawang Merah (Allium cepa L.). Bul. Penel. Hort. XXVI(3):112-120. 11. ____________ dan Suhardi. 1990. Skrining Fungisida terhadap Penyakit Bercak Ungu (Alternaria porri Ellis. Clif.) dan Antraknose (Colletotrichum gloeosporioides) pada Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum). Bul. Penel. Hort. XXX(4):154-162. 12. Suwandi. 1994. Hasil Penelitian Bawang Merah dalam Pelita V. Evaluasi Hasil Penelitian Hortikultura dalam Pelita V. Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian. Segunung, 27-29 Juni 1994. 13. Van Lieshout, O. 1992. Consumption of Fresh Vegetables in Indonesia. Internal Communication LEHRI/ATA-395 No. 48.