Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI KARIR PLATEAU Siti Djamilah Dijah Julindrastuti Djojo Diharjo
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Email:
[email protected]
Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 25 Februari 2015 Direvisi tanggal 29 Maret 2015 Disetujui tanggal 27 April 2015 Klasifikasi JEL J24 Kata Kunci Karir Plateau Keterlibatan Dalam Pekerjaan Dukungan Penyelia Lama Bekerja Umur Komitmen Organisasi DOI 10.17970/jrem.15.150104.ID
ABSTRACT This study examined the antecedents and consequence of career plateau. Antecedents of career plateau are job tenure, age, job involvement and supervisor’s support. The consequence of career plateau is organizational commitment. Organizational commitment has three dimensions, namely affective organizational commitment, continuance organizational commitment and normative organizational commitment. This study examined the employees of the company/institution in Surabaya, Sidoarjo, Gresik and Mojokerto. The questionnaire was distributed to 110 respondents. Respondents who return the questionnaire were 107 respondents. The next step, the researchers tested the validity and reliability of the variables consisting of affective organizational commitment, continuance organizational commitment, normative organizational commitment, career plateau, job involvement and supervisor’s support. All the variables have good reliability and validity. Structural equation modeling (SEM) was used to examine the antecedents and consequence of career plateau. The results of SEM using Amos shows that the effect of job involvement and supervisor’s support on career plateau accepted. In addition, the influence of career plateau on organizational commitment are also accepted. Unfortunately, the effects of job tenure and age on the career plateau rejected.
ABSTRAKSI Penelitian ini menguji hubungan anteseden serta konsekuensi dan karir plateau. Anteseden dari karir plateau terdiri dari lama bekerja, umur, keterlibatan dalam bekerja serta dukungan penyelia. Konsekuensi dari karir plateau adalah komitmen organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki tiga dimensi, yaitu komitmen organisasi afektif, komitmen organisasi kontinyu, serta komitmen organisasi normatif. Penelitian ini menggunakan karyawan di Surabaya, Sidoarjo, serta Mojokerto sebagai sampel penelitian. Kuisioner disampaikan kepada 110 responden dan yang kembali serta terisi sebanyak 107 kuisioner. Langkah selanjutnya peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas atas variabel-variabel. Hasilnya adalah semua variabel valid dan reliabel. Uji statistik menggunakan structural equation modeling (SEM). Hasil uji ini menunjukkan bahwa keterlibatan dalam bekerja serta dukungan atasan mempengaruhi karie plateau. Selanjutnya karir plateau berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Namun lama masa kerja serta umur tidak berpengaruh terhadap karir plateau.
42
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
1. PENDAHULUAN
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
tidak tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaan. Penelitian Allen et al. (1999) menunjukkan bahwa 34—54% responden merasa mempunyai karir plateau. Hal ini berarti fenomena karir plateau mulai dirasakan oleh sebagian besar pekerja. Penelitian tentang karir plateau perlu diperhatikan oleh berbagai organisasi atau perusahaan karena akibat dari karir plateau menurut beberapa penelitian adalah outcomes pekerjaan tidak menguntungkan, misalnya kepuasan kerja yang rendah; komitmen organisasi dan keinginan keluar yang tinggi (Chao, 1990 dalam Allen et al., 1999). Selain itu, karir plateau juga menyebabkan pengunduran diri secara psikologis atau secara fisik dari pekerjaan, kinerja yang rendah, dan mengalami stres kerja yang tinggi (Burke, 1989 dalam Allen et al., 1999). Selain akibat karir plateau, penyebab karir plateau juga harus diperhatikan oleh organisasi atau perusahaan sehingga organisasi dapat menekan faktor-faktor penyebab karir plateau. Faktor-faktor penyebab karir plateau menurut Allen et al. (1999) terdiri atas variabel demografi (usia, lama di organisasi dan pendidikan); faktor orientasi personal (keinginan untuk belajar, eksplorasi karir, perencanaan karir dan keterlibatan kerja); dan persepsi lingkungan kerja (dukungan manajemen puncak, dukungan atasan, dan dukungan rekan kerja). Penelitian yang komprehensif tentang penyebab (anteseden) dan akibat (konsekuensi) karir plateau akan membantu organisasi untuk mengintervensi para pekerjanya agar dapat mengurangi karir plateau. Dengan demikian, organisasi dapat mengantisipasi akibat buruk dari keberadaan karir plateau. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji model anteseden dan konsekuensi karir plateau. Anteseden karir plateau adalah faktor-faktor penyebab karir plateau berupa faktor demografi (lama di organisasi dan usia), faktor orientasi personal (keterlibatan kerja), dan faktor persepsi lingkungan kerja (dukungan atasan). Konsekuensi karir plateau berupa komitmen organisasi. Ber-
Perubahan lingkungan bisnis seperti restrukturisasi, downsizing, serta peningkatan jumlah penduduk menyebabkan persaingan dalam hal memperoleh kesempatan promosi karir. Akibatnya, banyak pekerja yang mengalami tugas pekerjaan yang sama untuk waktu yang lama dengan prospek peningkatan karir vertikal (jenjang yang lebih tinggi) yang semakin berkurang (Chao, 1990; Elsass & Ralston, 1989 dalam Allen et al., 1999). Karir plateau menurut Ference, Stoner dan Warren (dalam Chao, 1990) adalah titik dalam suatu karir yang kesempatan untuk mendapatkan promosi hirarki kecil. Ukuran plateau dapat secara obyektif atau secara subyektif. Maksud secara obyektif adalah lebih dari tujuh tahun menduduki posisi/jabatan yang sama (Greenhaus, Parasuraman & Wormly, 1990) atau jika lebih dari lima tahun menduduki posisi/ jabatan yang sama (Allen et al., 1999). Secara subyektif adalah karir plateau berdasarkan persepsi seseorang tanpa melihat lama menjabat. Penilaian plateau secara subyektif menurut Chao (1990) adalah persepsi pergerakan karir secara vertikal ke atas yang terbatas atau persepsi seseorang mengenai karirnya di masa datang yang dirasa terbatas (karir plateau struktural) atau ketika seseorang tidak lagi tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaan (job content plateauing). Pendekatan karir plateau subyektif ini tepat karena lebih menekankan pada cara seseorang menerima, menilai, dan bereaksi terhadap situasi kerja sekarang. Penelitian yang menggunakan ukuran persepsi mengenai kemungkinan promosi akan lebih mendikotomi (mengkategorikan) seseorang ke dalam plateau atau non plateau. Bardwick (1986) mengemukakan bahwa seseorang mengalami dua bentuk karir plateau, yaitu: struktural (hirarki) dan job content. Karir plateau hirarki terjadi ketika seseorang mempunyai kesempatan kecil untuk pergerakan vertikal ke atas dalam organisasi. Job content plateauing terjadi ketika seseorang
43
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
pai tiap orang. Karir plateau menurut Ference, Stoner dan Warren (dalam Chao, 1990) adalah “titik dalam suatu karir yang kemungkinan untuk mendapatkan promosi hirarki sangat kecil. Ukuran plateau dapat secara obyektif atau secara subyektif”. Maksud obyektif yaitu selama lebih dari tujuh tahun menduduki posisi/jabatan yang sama (Greenhaus, Parasuraman & Wormly, 1990) atau lebih dari lima tahun menduduki posisi/ jabatan yang sama (Allen et al., 1999). Secara subyektif adalah karir plateau berdasarkan persepsi seseorang tanpa melihat lama menjabat maupun umur. Penilaian plateau secara subyektif menurut Chao (1990) adalah persepsi seseorang mengenai karirnya di masa datang yang dirasa terbatas (kecil kemungkinan dipromosikan). Pendekatan subyektif ini tepat karena lebih menekankan pada cara seseorang menerima, menilai, dan bereaksi terhadap situasi kerja sekarang. Penelitian yang menggunakan ukuran persepsi mengenai kemungkinan promosi akan lebih mendikotomi (mengkategorikan) seseorang ke dalam plateau atau non plateau. Bardwick (1986) mengemukakan bahwa seseorang mengalami dua bentuk karir plateau, yaitu: struktural (hirarki) dan job content. Karir plateau hirarki terjadi ketika seseorang mempunyai kesempatan kecil untuk pergerakan vertikal ke atas dalam organisasi. Job content plateauing terjadi ketika seseorang tidak tertantang oleh pekerjaan atau oleh tanggung jawab pekerjaan.
dasarkan hasil penelitian Chao (1990) dalam Allen et al., (1999), terbukti bahwa ketika sesorang mengalami karir plateau, seseorang akan merasa bosan dalam melakukan pekerjaannya dan akan merasa tidak terikat secara psikologis pada tempat kerjanya. Selain itu, hal ini juga akan mengurangi keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Dengan demikian, karir plateau akan menyebabkan penurunan komitmen organisasional pekerja pada organisasi atau perusahaannya. Penelitian ini diharapkan akan memberi masukan bagi organisasi tentang pengelolaan sumber daya manusia, khususnya perencanaan karir bagi pekerja dan menunjukkan manajemen karir yang sebaiknya dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah menguji model anteseden dan konsekuensi karir plateau. Anteseden karir plateau dalam penelitian ini berupa faktor demografi (lama di organisasi dan usia), faktor orientasi personal (keterlibatan kerja), dan faktor persepsi lingkungan kerja (dukungan atasan). Konsekuensi karir plateau berupa komitmen organisasional. 2. RERANGKA TEORITIS Definisi Karir Dan Karir Plateau Karir didefinisikan oleh Simamora (2001) sebagai promosi dalam organisasi yang bisa dipandang dari perspektif karir obyektif dan subyektif. Karir yang obyektif adalah urut-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang semasa hidupnya. Karir subyektif adalah perubahan nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena sesorang semakin tua. Definisi karir menurut Handoko (1998) adalah semua pekerjaan (jabatan) yang dipunyai seseorang dan dipegang selama kehidupan kerja seseorang. Menurut Greenhaus (dalam Irianto, 2001) ada dua cara memahami karir, yaitu karir sebagai okupasi (organisasi), contohnya karir hukum dimulai dari kuliah Fakultas Hukum, lalu magang di kantor hukum, menjadi anggota yunior, senior, hakim lalu pensiun. Karir sebagai properti adalah akumulasi jabatan dan pengalaman tertentu yang mengakui kemajuan karir yang dica-
Anteseden (Penyebab) Karir Plateau Seseorang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka sehingga mereka dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karir. Kesuksesan karir seringkali dikaitkan dengan kemajuan yang bersifat linier (Puji, 2002). Semakin tinggi struktur organisasi, maka semakin banyak peluang seseorang dalam meniti karir (Baron & Bielby, 1980 dalam
44
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
sepsi karir plateau karena pekerja dengan usia tua biasanya sudah menduduki jabatan yang tinggi sehinggga peluang naik jabatan juga akan berkurang. H1: Lama di organisasi berpengaruh signifikan pada karir plateau H2: Usia berpengaruh signifikan pada karir plateau
Puji, 2002). Peluang seseorang di dalam meniti karir menjadi lebih punya ketegasan jalur karir, sehingga seseorang menjadi tahu urutan pekerjaan yang harus dilalui, jabatan yang jelas dan terukur (Simamora, 2001). Menurut Schiska (dalam Puji, 2002) ada tiga tipe plateauing, yaitu structural plateauing terjadi karena langkanya kemungkinan mencapai posisi tinggi dalam organisasi. Content plateauing terjadi ketika seseorang merasa pekerjaan yang dimiliki sudah tidak menantang lagi. Life plateauing terjadi karena pekerja merasa jenuh atau bosan dalam kehidupan kerjanya. Fenomena plateauing dapat menyebabkan penurunan kinerja, moral pekerja, loyalitas, kepuasan kerja, pengembangan karir dan meningkatkan absen (Chao, 1990). Menurut Allen et al. (1999) ada tiga faktor-faktor penyebab karir plateauing. Menurut Allen et al. (1999) faktor-faktor tersebut terdiri atas variabel demografi (lama di organisasi, usia dan pendidikan); faktor orientasi personal (keinginan untuk belajar, eksplorasi karir, perencanaan karir dan keterlibatan kerja); dan persepsi lingkungan kerja (dukungan manajemen puncak, dukungan atasan dan dukungan rekan kerja). Karakteristik keanggotaan organisasi berpengaruh terhadap aktivitas pengembangan. Pekerja dengan masa kerja lama dalam organisasi cenderung lebih mempunyai kesempatan mengembangkan ketrampilan dalam kesempatan pengembangan diri. Walaupun demikian, beberapa studi menemukan bahwa sebagian besar pekerja yang merasa mempunyai karir plateau adalah pekerja senior yang berarti mempunyai masa kerja yang lebih lama dalam organisasi (organizational tenure). Lama bekerja di organisasi terkait dengan semakin turunnya kesempatan untuk menduduki level yang tinggi dalam struktur organisasi. Tetapi, lama di organisasi tidak selalu menyebabkan karir plateau karena kebosanan pekerjaan dapat terjadi selama masa kerja seseorang (Allen, et al., 1999). Usia juga dapat memunculkan per-
Keterlibatan kerja merupakan variabel individu lain yang berhubungan dengan pembelajaran dan pengembangan diri. Keterlibatan kerja adalah tingkatan seseorang merasa identik dengan pekerjaan, Lodahl & Kejner (dalam Allen et al, 1999). Kanungo (1981) mengatakan bahwa keterlibatan kerja dalam konteks pekerjaan spesifik lebih terarah pada pekerjaan saat ini dapat memberikan kepuasan terhadap seseorang pada saat ini pula. Keterlibatan pekerjaan generalized work context lebih terarah pada nilai yang diberikan pekerjaan tersebut terhadap hidupnya. Keterlibatan kerja akan meningkatkan otonomi dan kehendak pekerja atas kehidupan kerjanya dan akan membuat pekerja lebih termotivasi, lebih produktif, dan lebih puas dengan pekerjaannya (Robbins, 1998). Selain itu, menurut Noe (dalam Allen et al., 1999), keterlibatan kerja akan membuat seseorang merasa bahwa pekerjaan adalah hal penting bagi dirinya. Dengan demikina, hal tersebut akan mendorong seseorang berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan diri dan termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan kerja. Keterlibatan kerja tersebut akan menurunkan karir plateau (Allen et al., 1999). H3: Keterlibatan kerja berpengaruh signifikan pada karir plateau Dukungan sosial adalah faktor lingkungan yang penting untuk menfasilitasi orientasi pembelajaran dan pengembangan di antara para pekerja. Dukungan sosial termasuk dukungan atasan dapat memperkuat unsur penting dan nilai aktivitas pembelajaran dan pengembangan. Selain itu, dukungan tersebut juga dapat membantu identifikasi sumber daya untuk membantu 45
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
tugas spesifik dan klarifikasi tujuan karir. Jika pekerja tidak percaya bahwa mereka mendapat dukungan atasan, mereka tidak mempunyai jaringan kerja yang penting untuk naik ke jenjang atas dalam organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan semakin besar dukungan atasan, semakin rendah pekerja merasa karir plateau (Allen et al., 1999). H4: Dukungan atasan berpengaruh signifikan pada karir plateau
rugi antara bertahan atau meninggalkan organisasi. Komitmen bersinambung sering juga disebut sebagai komitmen rasional. Komitmen ini timbul berdasarkan biaya yang ditanggung jika meninggalkan organisasi. 3. Komitmen normatif berkaitan dengan adanya perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti pekerja yang memiliki normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib bertahan dalam organisasi. Komitmen ini muncul karena adanya sosialisasi terus-menerus yang menekankan pentingnya untuk tetap setia pada organisasi. Jenis komitmen ini juga berkembang karena adanya perasaan harus membalas budi atas hal yang telah diberikan organisasi kepada dirinya. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan komitmen seseorang pada organisasinya. Hal tersebut bergantung pada jenis komitmen yang dimiliki. Komitmen ini didasari kewajiban untuk tetap berada dalam organisasi. Komitmen organisasi mengandung elemen keinginan, kebutuhan, dan kewajiban. Selain itu, menurut McCormack et al. (2009) ada konsensus bahwa komitmen organisasi mencakup kewajiban emosional dan moral untuk organisasi serta ketergantungan berbasis biaya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu sikap identifikasi dan keterlibatan emosional antara seseorang dengan organisasi. Meyer dan Allen (1991) mengungkapkan bahwa komitmen afektif berkaitan dengan pengalaman yang anggota organisasi dapatkan di organisasi. Komitmen ini muncul apabila ada yang mereka dapatkan sesuai dan konsisten dengan yang mereka hadapkan. Komitmen ini juga muncul karena kebutuhan mereka terpenuhi. Dapat dijelaskan bahwa kemauan pekerja untuk tetap bekerja timbul dari pribadinya, bukan karena pertimbangan ekonomi. Komitmen ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan yang bersifat psikologis karena melibatkan afeksi.
Komitmen Organisasional Robbins (1998) komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang pekerja memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Mowday et al. (1979) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai identifikasi individu terhadap organisasi dan keterlibatannya di dalam organisasi tersebut. Komitmen organisasional juga diartikan sebagai keterikatan psikologis pekerja pada tempat kerjanya (organisasinya). Meyer dan Allen (1991) memberikan definisi komitmen organisasional dalam tiga komponen yang berbeda. 1. Komitmen afektif berarti menunjukkan adanya keterikatan emosional pekerja, identifikasi, dan keterlibatan pekerja pada organisasi. Dapat dijelaskan bahwa kemauan pekerja untuk tetap bekerja timbul dari pribadinya dan bukan karena pertimbangan ekonomi. Komitmen ini dikembangkan berdasar pertimbangan yang bersifat psikologi/afeksi kepada organisasi. 2. Komitmen bersinambungan berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri pekerja dengan keinginan untuk tetap bekerja, komitmen lebih berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi. Pekerja, terutama bekerja berdasarkan komitmen bersinambung ini bertahan dalam organisasi karena mereka tidak ada pilihan lain. Terdapat pertimbangan rasional mengenai untung 46
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Mowday et al. (1979) membagi komitmen afektif umumnya ke dalam empat kategori, antara lain: karakteristik pribadi, karakteristik struktural, karakteristik berkaitan dengan pekerjaan, dan pengalaman kerja. Komitmen afektif berpengaruh terhadap perilaku. Komitmen afektif merepresentasikan orientasi psikologis secara umum, cenderung untuk memiliki implikasi yang luas terhadap perilaku yang relevan (Meyer & Allen, 1991). Dapat disimpulkan bahwa Komitmen afektif merupakan konstruk perilaku yang membagi emosi pekerja masuk dalam organisasi. Pekerja dengan komitmen afektif yang tinggi bekerja untuk tetap berada pada organisasi karena ada keinginan melakukannya. Komitmen ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan bersifat psikologis.
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
yang rendah, komitmen organisasi, dan keinginan keluar yang tinggi (Chao, 1990 dalam Allen et al., 1999). Selain itu, karir plateau juga menyebabkan pengunduran diri secara psikologis atau secara fisik dari pekerjaan, kinerja yang rendah dan mengalami stres kerja yang tinggi (Burke, 1989 dalam Allen et al., 1999). Berdasarkan hasil penelitian Chao (dalam Allen et al., 1999) terbukti bahwa ketika sesorang mengalami karir plateau struktural subyektif maka seseorang akan merasa bosan dalam melakukan pekerjaannya dan akan merasa tidak terikat secara psikologis pada tempat kerjanya serta akan mengurangi keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi (tempat kerjanya). Dengan demikian, karir plateau struktural subyektif akan menyebabkan penurunan komitmen organisasional pekerja pada organisasi atau perusahaannya. H5: Karir plateau berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional
Konsekuensi (Akibat) Karir Plateau Akibat dari karir plateauing menurut beberapa penelitian adalah outcomes pekerjaan yang tidak menguntungkan, misalnya kepuasan kerja
Gambar 1 Model Penelitian (Y)
Variabel Bebas (X) LAMA DI ORGANISASI USIA KETERLIBATAN KERJA
Variabel Mediasi (Z)
H1
H5
H2 H3
BAB 3 KARIR PLATEAU
H4 DUKUNGAN ATASAN
47
Variabel Terikat
H5
KOMITMEN ORGANISASIONAL
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
3. METODE PENELITIAN
Definisi Operasional 1) Karir Plateau
Populasi dan Sampel Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah pekerja yang bekerja di perusahaan/instansi yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian. Kriterianya adalah pekerja yang sudah bekerja di perusahaan/instansi yang sama minimal enam bulan sehingga sudah mengetahui kondisi perusahaan/instansinya dan berusia minimal 17 tahun. Sampel diambil dari perusahaan/instansi yang berlokasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Mojokerto. Syarat minimal ukuran sampel dalam penelitian yang menggunakan structural equation model (SEM) adalah 100 responden (Hair et al., 2006). Oleh karena itu, peneliti akan menyebarkan kuisioner kepada 110 responden agar diperoleh kuisioner yang kembali minimal sebanyak 100.
Definisi karir plateau menurut Bardwick (1986) adalah penilaian karir plateau secara subyektif. Maksudnya adalah persepsi seseorang mengenai karirnya di masa datang yang dirasa terbatas (kecil kemungkinan dipromosikan). Variabel ini diukur dengan skala 5 poin (1= sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju) yang diadopsi dari modifikasi Allen et al. (1999). Indikator-indikator karir plateau struktural/hirarki adalah sebagai berikut. 1. Kemungkinan mendapatkan promosi karir lebih lanjut terbatas 2. Karir telah mencapai posisi yang tidak memungkinkan untuk mencapai posisi yang lebih tinggi lagi 3. Tidak ada peluang untuk mencapai jabatan yang lebih tinggi 4. Kesempatan untuk kenaikan jenjang karir yang lebih tinggi terbatas 5. Harapan untuk naik ke jabatan yang lebih tinggi (R)
Identifikasi Variabel Penelitian Sejalan dengan uraian teoritis yang dijelaskan di depan, variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut. 1. Variabel bebas (X) yaitu variabel yang memengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini ada empat, yaitu lama di organisasi, usia, keterlibatan kerja, dan dukungan atasan. 2. Variabel terikat (Y) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikat adalah komitmen organisasional. 3. Variabel mediasi (Z) yaitu variabel yang memediasi variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini variabel mediasinya adalah karir plateau.
6. Harapan untuk dapat dipromosikan di masa datang (R) 2) Komitmen Organisasional Komitmen pada organisasi merupakan suatu keadaan seorang pekerja memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Meyer dan Allen (1991) mendefinisikan komitmen organisasional dalam tiga komponen yang berbeda. a. Komitmen afektif berarti menunjukkan adanya kaikatan emosional pekerja, identifikasi dan keterlibatan pekerja pada organisasi.
Indikator komitmen 48
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
organisasional afektif adalah sebagai berikut.
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
6. Sedikit pilihan untuk keluar dari organisasi 7. Sedikit alternatif tempat bekerja lainnya 8. Keluar dari organisasi membutuhkan pengorbanan besar c. Komitmen normatif berkaitan dengan adanya perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi.
1. Senang menghabiskan sisa karir dengan perusahaan. 2. Suka membicarakan perusahaan dengan orangorang di luar perusahaan. 3. Merasa seolah-olah masalah perusahaan ini juga menjadi masalah pribadi. 4. Dapat menjadi bagian dari perusahaan lain seperti berada di perusahaan dengan mudah (R). 5. Merasa menjadi bagian dari keluarga di perusahaan tempat bekerja 6. Terkait secara ‘emosional’ dengan tempat bekerja 7. Perusahaan ini memiliki makna yang dalam 8. Punya rasa memiliki yang kuat terhadap tempat bekerja b. Komitmen bersinambungan (continuance) berkaitan dengan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri pekerja berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja, berdasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Indikator komitmen organisasional continuance 1. Seharusnya orang tidak mudah berpindah ke perusahaan lain 2. Orang seharusnya loyal pada organisasinya 3. Berpindah ke organisasi lain adalah hal yang tidak etis 4. Mempunyai kewajiban moral untuk tinggal 5. Tidak tepat untuk meninggalkan organisasi 6. Meyakini nilai tetap loyal pada organisasi 7. Lebih baik tetap tinggal di organisasi 8. Keinginan untuk menjadi ‘orang’ di perusahaan adalah bijaksana 3) Lama di organisasi dan Usia
Indikator komitmen organisasional continuance.
Lama di organisasi adalah durasi waktu yang lama bagi seseorang bekerja di organisasi tertentu sedangkan usia adalah jarak tahun antara tanggal kelahiran dengan tanggal pengisian kuisioner. Lama di organisasi dan usia menggunakan skala rasio yang berarti responden mengisi sendiri lama di organisasi dan usia tanpa pilihan jawaban.
1. Tidak takut jika berhenti dari pekerjaan 2. Sulit meninggalkan organisasi 3. Banyak kehidupan yang terganggu jika meninggalkan organisasi 4. Besar kerugian jika meninggalkan organisasi 5. Tetap tinggal di organisasi merupakan suatu kebutuhan
49
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
4) Keterlibatan kerja
mengukur validitas menggunakan konsistensi internal (internal consistency), yaitu menggunakan metode korelasi product moment Pearson. Jika hasil korelasi antara tiap-tiap pertanyaan dengan skor total menunjukkan hasil yang signifikan (siginfikansi < 0,05 dan korelasi > 0,4), maka item pertanyaan tersebut valid yang berarti memiliki validitas konstruk (Singarimbun, 1995). Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan teknik structural equation modeling (SEM). SEM adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif rumit, secara simultan (Ferdinand, 2002). Model penelitian yang diajukan dapat dilihat di gambar 1. Model struktural ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel-variabel anteseden pada karir plateau dan pengaruh karir plateau pada konsekuensinya. Hubungan antarkonstruk dilihat dari uji t. Apabila uji t lebih besar daripada uji t tabel maka hipotesis nol tidak didukung. Ukuran lain yang biasa digunakan untuk menolak hipotesis nol adalah critical ratio (CR) sebesar ³ 2.
Keterlibatan kerja adalah tingkatan seseorang merasa identik dengan pekerjaan (Lodahl & Kejner, 1965 dalam Allen et al, 1999). Keterlibatan kerja terdiri dari 9 item pertanyaan dari Kanungo (1981) dengan skala 5 poin (1=sangat tidak setuju hingga 5 sangat setuju). 5) Dukungan atasan Dukungan atasan adalah dukungan dari atasan atau pimpinan langsung. Dukungan atasan terdiri dari 9 item dari Greenhaus, Parasuraman dan Wormly (1990) dengan skala 5 poin (1= sangat tidak setuju hingga 5 = sangat setuju). Teknik Penyebaran Data Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan cara survei. Kuisioner yang berisi pertanyaan tentang lama bekerja di organisasi, umur, keterlibatan kerja, dukungan atasan, karir plateau, dan komitmen organisasional disebarkan. Kuisioner akan disebar langsung atau lewat teman pada sampel yang dituju, yaitu di kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto. Teknik Analisis Sebelum dilakukan uji hipotesis, dilakukan uji kelayakan kuisioner yang berupa uji validitas dan reliabilitas. Pengukuran reliabilitas dapat menggunakan koefisien cronbach alpha (a) yang menunjukkan bagus atau tidaknya item pertanyaan berhubungan positif dengan item pertanyaan yang lain. Jika koefisien cronbach alpha sebesar 0,7 atau lebih, instrumen itu dapat diterima (Sekaran, 1992). Selain itu, menurut Hair, et al. (2006), corrected itemtotal correlation minimal sebesar 0,3 supaya item pertanyaan tersebut bisa digunakan dalam pengolahan data selanjutnya. Uji validitas menunjukkan kualitas sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur sebuah konsep tertentu yang harus diukur (Sekaran, 1992). Cara
50
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
Gambar 2 Model Struktural E1
1
LAMA E6
E7 1
E2
1
KA
1
1
KN
1
Komitmen Organisasional 1
Keterlibatan Kerja E5
E4
KC
1
1
USIA Karir Plateau
E3
E8 1
E9
Dukungan Atasan
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dulu dilakukan uji prasyarat SEM. Beberapa prasyarat SEM yang akan diuji adalah normalitas dan outliers. Pengujian outliers dapat dilakukan dengan menggunakan uji univariate dan multivariate outliers (Mahalanobis Distance). Selanjutnya, model penelitian diukur kesesuaiannya dengan melihat goodness of fit sebuah model.
haan/instansi yang berlokasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Mojokerto. Dalam penelitian ini, responden adalah mahasiswa yang sudah bekerja dan dosen fakultas ekonomi Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan pekerja yang berasal dari perusahaan di Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto. Dari 110 kuisioner yang dibagikan, terdapat 107 kuisioner yang terisi. Dengan demikian, respon rate sebesar 97,27% (107/110 x 100%). Ukuran responden sebanyak 107 orang sudah memenuhi kelayakan ukuran sampel untuk SEM, yaitu minimal 100 orang.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil Pengumpulan Data Penelitian Dalam penelitian ini, populasi penelitian adalah pekerja yang bekerja di perusahaan/instansi yang berdomisili di Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto. Kuisioner dibagikan kepada responden dengan kriteria: pekerja yang sudah bekerja di perusahaan/instansi yang sama minimal enam bulan sehingga sudah mengetahui kondisi perusahaan/instansinya dan berusia minimal 17 tahun. Sampel diambil dari perusa-
Statistik Deskriptif Pada statistik deskriptif akan dijelaskan rerata dari tiap variabel sehingga akan diketahui respons dari responden atas pertanyaan tersebut. Sebagai penjelasan awal, berikut ini tabel rerata dan standart deviation (SD) dari seluruh variabel penelitian.
51
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Variabel Lama di organisasi Usia Keterlibatan kerja Dukungan atasan Karir plateau Komitmen organisasional afektif Komitmen organisasional continuance Komitmen organisasional normatif
Rerata 11,33 tahun 33,19 tahun 3,47 3,32 2,82 3,22 3,24 3,23
Sumber: data diolah
Interval untuk range jawaban responden adalah menggunakan rumus (skor tertinggi – skor terendah) :Jumlah kelas = (5 – 1)/5 = 0,8. Dengan demikian range jawaban responden atas kuisioner terbagi menjadi “sangat tidak setuju” (1 – <1,8); “tidak setuju” (1,8 – <2,6); “netral” (2,6 – <3,4); “setuju” (3,4 – <4,2); “sangat setuju” (4,2 – 5). Berdasarkan tabel 4.1, terlihat bahwa rata-rata (mean) variabel keterlibatan kerja sebesar 3,47 (berada di antara 3,4 - <4,2). Ini berarti termasuk setuju, dukungan atasan sebesar 3,32 (berada di antara (2,6 – <3,4) termasuk netral, karir plateau sebesar 2,82 (berada di antara 2,6 - <3,4) termasuk netral, komitmen organisasional afektif sebesar 3,22 (berada di antara 2,6 - <3,4) termasuk netral, komitmen organisasional continuance sebesar 3, 24 (berada di antara 2,6 - <3,4) termasuk netral, komitmen organisasional normatif sebesar 3, 23 (berada di antara 2,6 - <3,4) termasuk netral. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebanyakan variabel penelitian ini adalah berskor netral/sedang. Statistik deskriptif untuk data identitas responden, hasilnya adalah sebagai berikut. rerata umur 33,19 tahun; lama bekerja di organisasi 11,33 tahun; responden pria sebanyak 44 orang (41%) dan wanita 63 orang (59%); pendidikan SMP sebanyak 5 orang, SMA sebanyak 76 orang (mayoritas 71%), diploma sebanyak 3 orang, S1 sebanyak 3 orang dan S2 sebanyak
Deviasi Standar 7,71 8,72 0,67 0,83 0,78 0,68 0,48 0,54
20 orang; yang belum menikah 37 orang, sudah menikah 68 orang (mayoritas 64%) dan janda/ duda 2 orang; responden dalam penelitian ini yang berpenghasilan < Rp 1.000.000 sebanyak 1 orang, Rp 1.000.000 - < Rp 1.500.000 sebanyak 14 orang, Rp 1.500.000 - < Rp 2.000.000 sebanyak 29 orang, Rp 2.000.000 < Rp 3.000.000 sebanyak 44 orang (mayoritas 41%), Rp 3.000.000 - < Rp 4.000.000 sebanyak 12 orang dan ≥ Rp 4.000.000 sebanyak 7 orang. Sebanyak 33 orang dalam 5 tahun terakhir pernah mengalami kenaikan jabatan struktural (dipromosikan), sedangkan 74 orang tidak mengalami kenaikan jabatan struktural dalam 5 tahun terakhir. Dengan demikian, mayoritas (69%) responden mengalami karir plateau struktural. Uji Reliabilitas Berdasarkan hasil uji reliabilitas (lihat tabel 3), tampak bahwa reliabilitas variabel yang abstrak (selain usia dan lama bekerja di organisasi) dapat diandalkan karena mempunyai nilai Cronbach Alpha minimal 0,7. Dapat dikatakan bahwa kuisioner ini dapat diandalkan.
52
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Variabel-Variabel Penelitian Variabel Reliabilitas Minimal 0,7 Keterlibatan kerja 0,89 Reliable Dukungan atasan 0,94 Reliable 0,83 Karir plateau Reliable Komitmen organisasional afektif 0,80 Reliable Komitmen organisasional continuance 0,70 Reliable Komitmen organisasional normatif 0,71 Reliable Sumber: data diolah
Uji Validitas Uji validitas untuk variabel selain usia dan lama bekerja di organisasi dalam penelitian ini menggunakan Korelasi Pearson. Hasilnya adalah semua variabel mempunyai korelasi > 0,4 dan signifikansi < 0,05. Dengan demikian, semua pertanyaan pada seluruh variabel (kecuali komitmen afektif nomer 4 dibuang dari variabel) dapat digunakan dalam penelitian ini sehingga dapat digunakan untuk uji hipotesis dalam penelitian ini.
Uji multivariate outliers digunakan dengan menghitung jarak Mahalanobis dengan kriteria Mahalonobis d squared < X2 tabel (df = 8, α = 0,001, Mahalanobis d squared = 26,125). Jika ada responden yang mempunyai nilai lebih besar dari 26,125 maka ada multivariate outlier. Hasil uji multivariate outliers menunjukkan angka tertinggi adalah 23,262 < 26,125. Dengan demikian, tidak ada multivariate outliers dalam data penelitian ini. Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan teknik structural equation modeling. 1) Hasil Uji Goodness of Fit Model Struktural Hasil pengujian model struktural disajikan dalam pembahasan berikut ini.
Uji Prasyarat SEM Beberapa prasyarat SEM yang akan diuji adalah normalitas, dan outliers. Pengujian normalitas data dapat dilakukan dengan mengamati skewness value data yang digunakan. Jika critical ratio pada skewness lebih dari 1,96 (harga mutlak/tidak memperhatikan negatif) berarti asumsi normalitas tidak terpenuhi. Dalam penelitian ini, dari 8 variabel terdapat 4 variabel yang mempunyai nilai CR skewnes > 1,96. Variabel tersebut adalah dukungan atasan (-2,714), keterlibatan kerja (-3,062), komitmen organisasional normatif (-2,218) dan komitmen organisasional afektif (-3,282). Karena 4 variabel lain mempunyai CR skewnes < 1,96, maka bisa disimpulkan bahwa asumsi normalitas terpenuhi. Asumsi lain yang diuji adalah outliers. Hasil uji univariate outliers menunjukkan tidak ada responden yang mempunyai Z standardized > ± 3 (Ferdinand, 2002). Dengan demikian, data tidak mengandung univariate outliers. 53
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
Tabel 3 Nilai Kesesuaian (Goodness of Fit Index) Model Empiris
Goodness of Fit Index Absolute fit measures X2-Chi square Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) Goodness of Fit Index Incremental fit measures Adjusted Goodness of Fit Index Comparative Fit Index Tucker Lewis Index Parsimonious fit measures. CMIN/DF
Cut off value
Hasil Riset
Keterangan
≥ 0,05 ≤ 0,08
0,000 0,326
Jelek Jelek
≥ 0,90
0,724
Sedang
≥ 0,90
0,503
Sedang
≥ 0,95 ≥ 0,95
0,374 0,123
Jelek Jelek
≤ 2,00
12,275
Jelek
Sumber: data diolah
Hasil goodness of fit index menunjukkan bahwa model yang dikembangkan untuk menjelaskan anteseden dan konsekuensi karir plateau belum seperti yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa model penelitian ini sebaiknya dilakukan suatu modifikasi. Dalam
hal ini, model respecification dilakukan dengan menambah atau mengurangi parameter yang diestimasi dari model utama. Modifikasi model harus memiliki justifikasi teori sebelum dilakukan. Berikut ini tabel indeks modifikasi.
Tabel 4 Indeks Modifikasi Keterangan Usia ß Lama bekerja Lama bekerja ß Usia Komitmen organisasional ß Keterlibatan kerja Dukungan atasan ß Keterlibatan kerja Keterlibatan kerja ß Dukungan atasan Komitmen organisasional afektif ß Keterlibatan kerja Komitmen organisasional afektif ß Dukungan atasan Komitmen organisasional ß Dukungan atasan Sumber: Data diolah
54
Regression Weight Indeks Par Modifikasi Change 83,368 1,003 83,368 0,784 33,432 0,435 12,816 0,430 12,816 0,281 8,204 0,210 6,435 0,150 4,081 0,123
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Berdasarkan teori Model Morrow (dalam Cohen, 1999), keterlibatan kerja menjadi variabel terikat (Y), dengan variabel bebas (X): komitmen organisasional continuance dan afektif. Namun, dari indeks modifikasi, terlihat bahwa keterlibatan kerja lebih sebagai variabel bebas dan menjadi variabel terikat dengan dukungan atasan sebagai variabel bebas. Berdasarkan Model Randall dan Cote (dalam Cohen, 1999), keterlibatan kerja menjadi variabel bebas (X) dengan komitmen organisasional afektif dan continuence sebagai variabel terikat (Y). Setelah dilakukan revisi model dengan memasukkan pengaruh keterlibatan kerja pada komitmen organisasional afektif, nilai kesesuaian meningkat. Namun, simpulan keseluruhan nilai kesesuaian model empiris tidak berubah, tetap 5 nilai kesesuaian jelek dan 2 nilai kesesuaian sedang. Meskipun belum menemukan teori yang mendukung, model direvisi dengan memasukkan pengaruh langsung keterlibatan kerja dan dukungan atasan terhadap komitmen organisasional, nilai kesesuaian meningkat. Namun, kesimpulan keseluruhan nilai kesesuaian tidak berubah, tetap 5 nilai jelek dan 2 nilai sedang. Bahkan, ketika memasukkan pengaruh keterlibatan kerja terhadap komitmen organisasional afektif, simpulan nilai kesesuaian keseluruhan
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
tidak berubah. Saran lain dari indeks modifikasi, selain tidak ditemukan teorinya, juga tidak dapat dilogika, seperti lama bekerja mempengaruhi usia dan sebaliknya. Oleh karena itu, model yang diajukan tetap seperti yang ada di hipotesis. Sebagai konsekuensinya, interpretasi hasil harus dilakukan dengan penuh kehatihatian karena hasil goodness of fit index tidak bagus. 2) Hasil Pengujian Hipotesis Tabel 4.5 menjelaskan hasil pengujian hipotesis dari model anteseden dan konsekuensi karir plateau. Dari hasil pengujian hipotesis menggunakan SEM (Sructural Equation Modeling) dengan program AMOS, diketahui bahwa hipotesis 1 dan 2 ditolak karena nilai CR (1,687 dan 0,622) < 2 sedangkan hipotesis 3, 4, dan 5 diterima karena nilai CR (-2,740, -4,673 dan -3,150) > 2 (CR menggunakan harga mutlak atau negatif tidak diperhatikan karena hanya menunjukkan arah hubungan). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lama bekerja di organisasi dan usia tidak berpengaruh signifikan terhadap karir plateau (H1 & H2). Keterlibatan kerja dan dukungan atasan berpengaruh signifikan terhadap karir plateau (H3 & H4) serta karir plateau berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional (H5).
Tabel 5 Hasil Pengujian Hipotesis Model Anteseden dan Konsekuensi Karir Plateau Hubungan Standardized Critical Ratio Sig. Hipotesis Estimate (CR ≥ 2) H1 Lama bekerja di organisasi 0,143 1,687 0,092 Ditolak à Karir plateau H2 Usia à Karir plateau 0,053 0,622 0,534 Ditolak H3 Keterlibatan kerja à Karir -0,233 -2,740 0,006 Diterima plateau H4 Dukungan atasan à Karir plateau H5 Karir plateau à Komitmen organisasional
-0,397
-4,673
0,000
Diterima
-0,342
-3,150
0,002
Diterima
Sumber: Data diolah
55
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
Pembahasan Hasil pengujian hipotesis menggunakan SEM menunjukkan bahwa hipotesis 1 dan 2 ditolak. Dengan demikian, lama bekerja di organisasi dan usia tidak berpengaruh signifikan pada karir plateau. Hasil penelitian ini mendukung temuan Allen et al., (1999). Hasil tersebut disebabkam karir plateau dapat diperbaiki dan dapat dihindari sepanjang masa kerja dan usia seseorang. Karir plateau dapat terjadi pada masa kerja yang pendek dan usia yang masih muda, tidak bergantung pada masa kerja yang lama atau usia yang tua. Organisasi dapat menawarkan pelatihan atau pengembangan pada masa kerja dan usia berapapun sehingga pekerja dapat terhindar dari karir plateau. Penelitian ini juga memberi hasil tambahan bahwa menurut statistik deskriptif diketahui responden yang karirnya plateau sebanyak 74 orang dan yang tidak plateau 33 orang. Ukuran karir plateau adalah ukuran obyektif yaitu jika dalam lima tahun terakhir tidak mengalami kenaikan jabatan (tidak dipromosikan). Dengan demikian, banyak responden dalam penelitian ini mengalami karir plateau obyektif. Responden dalam penelitian ini mempunyai rata-rata usia 33,19 tahun sehingga sebagian responden merasa karir plateau secara hirarki. Hal tersebut sesuaidengan pendapat Allen et al. (1999) bahwa karir plateau hirarki banyak terjadi pada usia di atas 30 tahun. Hasil pengujian hipotesis membuktikan bahwa hipotesis 3 diterima. Dengan demikian, keterlibatan kerja berpengaruh signifikan terhadap karir plateau. Hasil penelitian ini mendukung Allen et al. (1999) yang membuktikan bahwa keterlibatan kerja berpengaruh negatif pada karir plateau. Hal tersebut disebebkan seseorang yang terlibat dengan pekerjaannya dapat menemukan cara untuk membuat pekerjaannya lebih menarik dan menantang sehingga mereka tidak mengalami karir plateau. Selain itu, seseorang yang keterlibatan kerja tinggi akan menyukai tambahan tanggung jawab sehingga akan meningkatkan kemungkinan dipromosi-
kan dan akan mengurangi karir plateau. Keterlibatan kerja akan meningkatkan otonomi dan kehendak pekerja atas kehidupan kerjanya. Hal tersebut dapat membuat pekerja lebih termotivasi, lebih produktif dan lebih puas dengan pekerjaannya (Robbins, 1998). Selain itu, menurut Noe (1986) dalam Allen et al. (1999), keterlibatan kerja akan mendorong seseorang berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan diri dan termotivasi untuk meningkatkan ketrampilan kerja. Dengan demikian, keterlibatan kerja akan menurunkan karir plateau (Allen, et al., 1999). Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis 4 diterima. Ini berarti dukungan atasan berpengaruh signifikan terhadap karir plateau. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Allen et al. (1999) yang membuktikan bahwa dukungan atasan akan menurunkan persepsi karir plateau. Hal itu karena pekerja percaya bahwa atasan adalah yang mengendalikan kesempatan promosi dan fasilitas-fasilitas pendukungnya, seperti menentukan pekerja yang ikut pelatihan, seminar, dan studi lanjut. Selain itu, atasan juga menentukan aktivitas-aktivitas yang meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang terkait dengan pekerjaan, seperti peningkatan penghargaan atas ketrampilan/pengetahuan baru, penentuan dana untuk pelatihan dan pengembangan diri. Dengan demikian, dukungan atasan akan menurunkan karir plateau bawahan. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis 5 diterima. Ini berarti karir plateau berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasional. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Chao (1990) dalam Allen et al. (1999). Jika persepsi seseorang mengenai karirnya di masa datang dirasa tidak dibatasi (kemungkinan dipromosikan besar) atau karir plateau struktural rendah, maka keterikatan terhadap organisasi (komitmen organisasional) akan meningkat. Dimensi komitmen organisasional dalam penelitian ini adalah afektif, continuance, dan 56
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 15, No. 1, Januari – Juni (Semester I) 2015, Halaman 42-58
organisasi dan usia tidak berpengaruh signifikan terhadap karir plateau. Keterlibatan kerja dan dukungan atasan berpengaruh signifikan terhadap karir plateau dan karir plateau berpengaruh signifikan pada komitmen organisasional.
normatif. Dimensi afektif menunjukkan emosional pekerja, identifikasi dan rasa sayang pada organisasi. Komitmen organisasional afektif dikembangkan berdasarkan pertimbangan yang bersifat psikologi dan kesenangan pada organisasi. Hal ini biasanya muncul karena hubungan yang lama dengan organisasi. Responden dalam penelitian ini rata-rata sudah bekerja di perusahaan/organisasi selama 11,33 tahun atau lebih dari lima tahun sehingga muncul kedekatan emosional yang sudah lama terjalin. Dimenai continuance berkaitan dengan adanya pertimbangan ekonomi. Pekerja yang bekerja berdasarkan komitmen organisasional continuance ini bertahan dalam organisasi karena mereka tidak ada pilihan lain dan akan rugi (ada beban biaya) jika meninggalkan organisasi. Responden dalam penelitian ini mayoritas (41% atau 44 orang) mempunyai penghasilan Rp2.000.000,00 < Rp3.000.000,00 (sesuai UMR/upah minimum regional). Secara pertimbangan ekonomi, banyak responden akan terbebani bila harus meninggalkan perusahaan/ organisasi. Dimensi normatif terkait dengan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi karena ada perasaan harus membalas budi atas hal yang telah organisasi berikan pada dirinya. Menurut Artasari dan Wahyuni (2005), pekerja berusia 31—45 tahun akan mengalami tahap karir establishment (menetap) yang ditandai dengan membuat komitmen terhadap karirnya. Karena rata-rata usia responden dalam penelitian ini 33,19 tahun (di atas 31 tahun), penelitian ini lebih memperhatikan kestabilan karirnya dan memperhatikan norma (aturan atau kewajiban) seperti komitmen organisasional normatif.
Saran Organisasi perlu mempertahankan dan meningkatkan dukungan. Selain itu, atasan perlu mempertimbangkan pelatihan yang berupa seminar atau pengembangan yang berupa pendidikan bawahan sehingga akan menurunkan karir plateau. Keterlibatan kerja juga perlu dipertahankan dan ditingkatkan dengan memberi tugas yang berarti dan membuat pekerja merasa bahwa pekerjaannya berarti bagi hidupnya. Dengan demikian, hal tersebut akan menurunkan karir plateau. Skor rata-rata karir plateau struktural adalah sedang. Hal ini menunjukkan rata-rata mempersepsikan karirnya cukup plateau (buntu/ mentok) untuk naik ke jenjang jabatan berikutnya yang lebih tinggi. Untuk memperbaikinya, perusahaan perlu membuat praktek promosi yang terstandar secara jelas dan hasil penilaian kinerja menjadi syarat bagi kenaikan jenjang karir sehingga akan mengurangi persepsi karir plateau secara struktural. Penelitian berikutnya dapat menggunakan variabel bebas yang berupa motivasi, perencanaan karir, pendidikan, dan dukungan kerja. Selain itu, dapat meneliti faktor-faktor penyebab karir plateau struktural, yaitu variabel demografik (pendidikan); faktor orientasi personal (motivasi, keinginan untuk belajar, tahapan karir dan perencanaan karir); persepsi lingkungan kerja (dukungan manajemen puncak dan dukungan rekan kerja).
5. KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN DAN KETERBATASAN Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan SEM dapat disimpulkan bahwa lama bekerja di
57
Siti Djamilah, Dijah Julindrastuti, Djojo Diharjo : Anteseden Dan Konsekuensi Karir Plateau.....
6. DAFTAR RUJUKAN
McCormack, D., Casimir, G. M., Dyjurkovic, N. & Yang L. 2009. Workplace bullying and intention to leave amongst schoolteachers in China: The mediating effect of affective commitment. Journal of Applied Social Psychology, 39: 2106 - 2127 Meyer, J P and Allen, N J. 1991. A threecomponent conceptualization of organizational commitment: Some methodological considerations, Human Resource Management Review, 1: 61-98 Mowday, R.T., Steers, R.M. & Porter, L.W. 1979. The measurement of organizational commitment. Journal of Vocational Behavior, 14: 224-247 Puji, M.K. 2002. Mengelola karir tanpa batas. Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol 2 (1): 62-74 Robbins, S.P. 1998. Organizational Behavior. 8 th edition. New Jersey: Prentice Hall Sekaran, U. 1992. Research Methods in Business. Second edition. Canada: John Willey & Sons. Simamora, H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Yogyakarta: Badan Penerbit STIE YKPN. Singarimbun, M. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.
Allen, T.D., Russell, J.E., Poteet, M.L. & Dobbins, G.H. 1999. Learning and development faktors related to perceptions of job content and hierarchical plateauing. Journal of Organizational Behavior, 20: 1113-1137 Artasari, D.A. & Wahyuni, S. 2005. Ethical judgment dalam perspektif gender dan tahapan karir. Fokus Manajerial, 3(1): 34 – 44. Bardwick, J. M. 1986. The Plateauing Trap. New York: American Management Association Chao, G.T. 1990. Exploration of conceptualization and measurement of career plateau: a comparative analysis. Journal of Management, Vol 16 (1): 181193. Cohen, A. 1999. Relationships among five forms of commitment: an empirical assessment. Journal of Organizational Behavior, 20 (3): 285-308 Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modeling dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BP Undip. Greenhaus, J.H., Parasuraman, S. & Wormley, W.M. 1990. Effects of race on organizational experiences, job performance evaluations and career outcomes. Academy of Management Journal, Vol 33 (1): 64-86. Hair, Jr., Anderson, R.E., Tatham, R.L., & Black, W.C. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Handoko, H. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE Irianto, A. 2001. Tema Pokok MSDM. Edisi 1. Surabaya: Penerbit Insan Cendekia Kanungo, R. N. 1981. Work alienation and involvement: problems and prospects. Applied Psychology, Vol 30 (1): 1-15 58